Andrian tersenyum penuh makna sambil mengangsurkan cangkir keramik itu ke tengah meja. "Duduklah, Helena. Silakan diminum, saya tidak ingin minum kopi siang ini!" ucapnya menyerupai perintah.Helena terdiam, lalu melirik pada Jemmy tak enak hati. Dengan gerakan kaku, Helena duduk bersebelahan dengan Jemmy _terhalang satu kursi. Andrian mengangguk samar, lalu kembali menatap layar laptop.Jemmy melirik Helena yang terlihat gelisah. Jemari tangan Helena saling meremas di atas pangkuan. Helena memperhatikan jemari tangan Andrian yang memainkan ballpoint di atas map terbuka di depan laki-laki itu. Terdengar hembusan napas lelah dari mulut Andrian, seolah ada beban berat di dada. Andrian mendongak sekilas ketika pintu diketuk dari luarTampak Cassandra memasuki ruangan dan duduk di samping kiri Andrian.Ternyata, Cassandra tidak sendiri. Ivo dan Antonio juga mengikuti memasuki ruangan itu. Helena semakin heran karena waktu meeting sudah selesai. Jikalau meeting dilanjutkan, seharusnya dia
"Jangan membuatku penasaran, Antonio!" sahut Andrian. "Cepat katakan jika itu mengenai Jemmy!" lanjutnya tidak sabar.Antonio memandang Ivo seolah meminta persetujuan. Laki-laki paruh baya yang menjadi kepercayaan Gennaro itu pun, lantas mengangguk menyetujui. Antonio kemudian mengotak-atik laptopnya, lalu menggeser ke arah Andrian."Berita mengenai anjloknya saham beberapa perusahaan besar di Italia, itu masih terkait dengan keberadaan Jemmy di La Stampa Group ....""Aku belum paham ke mana arah pembicaraanmu!" sela Andrian cepat.Antonio menunjuk pada layar laptop dengan ballpoint. Andrian mengikuti arah gerakan ballpoint itu pada layar yang menunjukkan beberapa grafik naik turun. Barulah, Andrian mengerti. Namun, dia belum yakin mengenai hubungan Jemmy dan beberapa saham yang anjlok."Kamu pasti bertanya-tanya, hubungannya dengan Jemmy, kan?" tebak Antonio.Cassandra yang penasaran, ikut mencondongkan badan ke arah laptop. Dia pun ikut mengamati grafik berwarna oranye dan biru itu.
Fiona terbelalak. Wajahnya mendadak pucat pias saat menatap moncong pistol itu. Refleks, Fiona mengangkat tangan sejajar dada sambil menggeleng berkali-kali. "Jemmy, turunkan senjata itu. Aku akan pergi, tolong lepaskan!" pintanya ketakutan.Jemmy terkekeh dan justru mengulurkan sebelah tangan pada mantan kekasihnya itu. "Ternyata, kamu masih takut pada kematian, Fiona!" ejeknya."Aku tidak takut mati. Aku hanya tidak ingin Gisella tahu pembunuhku adalah kamu, papanya sendiri!" Kekehan Jemmy berubah tawa. Laki-laki itu bergeming meskipun Fiona sudah mulai menangis. Tidak ada belas kasihan sedikit pun. Ya, Jemmy tidak pernah merasa kasihan pada Fiona. Perempuan itu selalu mengacaukan rencananya.Jika dia tidak membunuh Fiona, hidup Jemmy pasti akan berakhir di penjara. Perempuan itu akan menjadi saksi kunci di pengadilan nanti, atas semua kejahatannya. Jemmy juga mendapat informasi jika Fiona diam-diam menemui Andrian dan Cassandra."Jemmy, pikirkan baik-baik," ucap Fiona lagi dengan
Sepasang netra tua Gennaro berkaca-kaca. Dia memang berhasil membalas dendam kematian Stefano, Alberto, dan Maria. Namun, ada penyesalan di hati Gennaro karena membiarkan anak keturunan Julian Kastilont tetap hidup.Bergabungnya Jemmy dengan La Stampa Group, seolah membuka jalan Gennaro dan Jemmy saling membalas dendam."Kakek sengaja membiarkan Helena terjebak ke pelukan Jemmy. Dengan begitu, Kakek tahu sejauh mana Jemmy membalas dendam kematian Julian Kastilont. Laki-laki iblis yang sudah membunuh keluargamu, Cassandra," ucap Gennaro tanpa berani menatap kedua cucunya itu.Andrian dan Cassandra kompak terperangah dan saling pandang. Mereka seolah tidak percaya akan ucapan Gennaro. Kedua mata Cassandra mulai berkabut mengetahui kenyataan baru ini. "Jadi, semua kekacauan ini berasal dari Jemmy?" tanya Cassandra lirih. Dia menghempaskan tubuh di sofa. Kedua matanya terpejam dengan wajah mendongak. Andrian duduk di samping Cassandra, kemudian menggenggam jemari tangan wanita itu."Apa
Flashback ...."Tolong, bantu saya!"Pandangan Helena nanar penuh permohonan pada Jemmy. Helena tidak punya kekuatan apa-apa untuk melawan Gennaro. Dia hanyalah seorang perempuan dari golongan biasa. Tepatnya, dipaksa menjadi orang biasa. Semua itu karena penolakan Gennaro Petruzzelli.Helena tidak pernah merasakan hidup dalam kemewahan. Beruntung dia bisa menamatkan pendidikan sampai mendapatkan ijazah sarjana. Dengan ijazah itu, Helena bisa memasuki La Stampa melamar menjadi sekretaris Gennaro. Dia bekerja di sana bukan tanpa tujuan, atau demi uang semata.Namun, ternyata menghancurkan Gennaro tidak semudah yang dia kira. Adalah Ivo yang selalu berada di samping Gennaro. Laki-laki paruh baya itu menjadi benteng terakhir sebelum Gennaro memutuskan sesuatu.Helena hampir menyerah dan membiarkan luka masa lalu itu terkubur begitu saja bersama jasad Camela Killano. Namun, asa itu kembali muncul ketika Jemmy Kastilont Blanc datang ke La Stampa Group, membawa misi yang sama. Balas dendam
Cassandra segera membuka pintu mobil, kemudian disusul Andrian. Sejenak, keduanya menatap ke arah kerumunan di pinggir trotoar lebar itu. "Andrian!" Cassandra menatap Andrian.Andrian segera menggandeng tangan sang istri mendekati kerumunan. "Hentikan!" Teriakan Andrian menghentikan aksi tiga orang yang tengah mengeroyok perempuan muda itu.Ketiga orang laki-laki itu menoleh garang pada Andrian dan Cassandra. Begitupun perempuan muda itu. Berbeda dengan ketiganya yang merasa terganggu atas kehadiran Andrian dan Cassandra, reaksi berbeda ditunjukkan perempuan muda itu."Tuan Andrian, Cassandra!" panggilnya sambil tersenyum.Cassandra menatapnya datar. "Kupikir kamu sudah mati!" ucapnya sinis.Andrian langsung menoleh dan terkejut mendengar hal itu. Ditatapnya Cassandra dengan heran. Senyum Dona langsung pudar. Lantas, dia menatap Andrian penuh tanya. Tiga orang laki-laki yang mengeroyok Dona tadi, terkekeh sembari memindai penampilan Andrian dan Cassandra.Mereka sepertinya tidak menge
Di sebuah pulau kecil....Pulau yang terletak di Negara Maldives itu sejatinya tak berpenghuni. Meskipun di sana dibangun sebuah resort mewah, tetapi tidak dibuka untuk pengunjung umum. Jadi, tidak heran jika pulau kecil yang dikelilingi deretan pohon kelapa itu sangat sepi.Namun, kali ini tampak berbeda. Jika biasanya tidak ada aktivitas di sana, hari ini tampak ramai. Suasana pinggir pantai dengan pasir putih dan laut biru dihiasi karang-karang yang mempesona, semakin menambah keindahan pulau pribadi itu. Semburat kekuningan menghiasi langit sore, menambah romantis suasana sakral di situ.Pulau bernama Blanc itu, dibeli oleh konglomerat Perancis untuk istrinya Pricilla Blanc. Setelah kematian mereka, pulau tersebut menjadi milik putra semata wayang mereka, Jemmy Kastilont Blanc. Laki-laki yang terbalut tuxedo mahal berwarna putih gading itu tersenyum sumringah.Dia berdiri gagah di depan altar. Pandangan Jemmy kagum pada Helena yang berjalan anggun ke arahnya. Keduanya tersenyum, m
"Sial! Sepertinya kita diikuti, Tuan!" Sontak, pandangan Jemmy beralih ke sisi kanan kapal. Di depan sana, sebuah superyacth berlayar ke arah mereka. Jemmy segera mengambil teropong binocular. Seketika, Jemmy menurunkan benda itu setelah mengetahui orang-orang di dalam kapal tersebut."Shit! Rupanya mereka polisi!" Jemmy mengusap kasar wajahnya. Jelas dia tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir. Jemmy lantas menatap Helena yang juga tengah menatapnya.Helena menurunkan lengan Jemmy yang menodongkan senjata ke arah superyacth di depan sana. Superyacth itu terus berlayar semakin mendekat. Helena menggeleng pelan dengan tatapan penuh permohonan."Kita harus menghabisi mereka, Honey. Aku tidak mau menyerahkan diri!" putus Jemmy.Helena kembali menggeleng. "Tidak! Jika kamu lakukan itu, kita semua akan mati!" cegahnya."Helena!" sentak Jemmy bersikeras. "Kamu tidak tahu apa-apa. Penjara tidak akan menjadi tempatku, kamu dengar? Andrian dan Gennaro tidak akan membiarkanku hidup meskipun s