Home / Thriller / KKN Di Desa Metanoia / Di-intip saat mandi

Share

Di-intip saat mandi

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2023-12-02 16:50:03

Sisa hari usai pengenalan diri dengan lingkungan dan warga setempat, enam mahasiswa itu kembali ke rumah kayu yang terdiri dari tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Pengamatan lingkungan yang dilakukan sepanjang pengenalan tadi, menjadi landasan awal mereka menentukan program kerja yang hendak dilakukan.

"Vin," panggil seorang wanita dengan potongan rambut lurus persegi, "lo merasa aneh enggak sih sama cewek yang bimbing kita tadi?"

"Maksud lo Kak Erina, Des?" tanggap Afrian pada wanita bernama lengkap Icasia Desry Putri itu, wanita yang terkenal di media sosial karena konten kehidupan sehari-harinya, sebagai anak tunggal dari orang terkaya ketiga di negeri.

Wanita itu mengangguk dan menjawab, "Rambutnya enggak diurus banget, enggak banyak omong, matanya kayak penuh dendam gitu sih gue lihat. Dia juga langsung nunduk setiap kita papasan sama cowok, enggak ada tuh dia kenalin kita ke warga cowok yang papasan tadi."

"Ya terus?" sahut Vina sambil bersandar memainkan gim bebas jaringan internet di ponselnya.

"Itu aneh, Vin. Ah ... enggak ada yang peka nih," gerutu Desry seraya beranjak dari duduknya, "gue mau mandi," tukasnya pergi begitu saja setelah mengambil pakaian dari ransel yang dibawa.

Tidak banyak kata dan hal yang bisa dilakukan para mahasiswa, tidak ada arahan dan penjelasan spesifik yang diungkapkan Erina sebagai pembimbing mereka di hari pertama. Hanya jawaban 'tidak tahu' dan 'mungkin' yang diterima setiap kali bertanya, cukup menyebabkan rasa malas bertanya dari enam mahasiswa itu.

Walau begitu, Afrian sedang menggambar area desa yang sudah dijelajahinya secara acak. Menandakan titik dan belokan yang diingatnya untuk menjadi penanda mereka selama di desa, "benar, kagak?" tanya pria itu menyodorkan bukunya ke Vina.

Wanita dengan kulit putih itu menunduk sesaat dan merampas pena dari tangan Afrian, "benar," jawabnya singkat sambil menambah garis ke titik yang sudah digambar ketua kelompok, "gudang rahasia kades kalau lewat semak, bisa tembus ke tiang pemancar sinyal."

Tiga teman lainnya yang sedang berbaring dan sibuk dengan ponsel pun seketika meraih lembaran itu, mengamati dengan pasti dan saling meyakinkan satu sama lain, "sesuai kata Kak Erina tadi, sinyal aktif cuma di malam hari. Tapi karena dia buta huruf dan angka, dia enggak bisa memastikan jamnya," jelas Afrian yang hanya ditanggapi anggukan.

"Tapi ... kenapa dia bisa buta huruf dan angka ya?" gumam Vina sambil mengetukkan pelan ujung pena ke dagunya.

"Aaaaaa!"

"Desry!" seru lima mahasiswa lain dari kamar terpojok sebagai titik kumpul mereka pun terbangun, tanpa banyak kata lagi mereka berlari ke sumber suara.

"Des!" sentak Vina menghampiri orang yang belum lama dikenalnya karena pengelompokkan KKN, "kenapa?" tanyanya sambil membantu Desry menekuk kakinya, hanya berlapiskan baju handuk, wanita itu meringsut mundur dan menjauhi kamar mandi dengan wajah memerah.

"Siapa lo?!" tegas Afrian menunjuk bayangan dari kaca berembun di kamar mandi, dengan cepat tiga mahasiswa laki-laki itu berlari ke belakang rumah, menyebar ke dua sisi agar tidak ada pelarian dari pemilik bayangan itu.

Sementara itu, Vina dan seorang mahasiswa perempuan lain membantu Desry untuk bergegas ke kamar wanita. Dengan kaki gemetar dan kepala yang terus menoleh ke kanan kiri, Desry perlahan dibantu duduk di sudut ruang yang jendela telah ditutup gorden.

Masih tidak ada kata dan tanggapan, tidak ada pula pertanyaan lagi yang ditujukan pada wanita dari jurusan perfilman itu. Sampai kemudian, terdengar sesuatu terdorong ke dalam rumah.

Dengan rasa khawatir pada Desry sekaligus penasaran, sesekali mengintip dari lubang kunci dengan harapan konyol dapat melihat ke depan rumah. Tanpa mereka sadari, Desry sudah beranjak untuk memakai pakaiannya dan langsung bergegas keluar.

"Cepat banget," kata Vina mengomentari sambil mengikuti wanita itu keluar kamar.

"Lo siapa? Gue tanya!" Suara keras sudah terdengar selama langkah Vina menuju ruang utama dari rumah itu, "mesum lo intip teman kita yang lagi mandi, hah?"

Afrian. Ya, si ketua kelompok sedang berdiri dengan berkacak pinggang di depan pria hampir botak yang meringkuk, tidak ada jawaban atas segala pertanyaan dan pendapat yang dilayangkan Afrian. Tentu saja, hal itu memicu emosi normal dari seorang pria saat mendapati sesama kaumnya berperilaku tidak wajar.

Masih mencerna situasi dan mengamati ekspresi pria itu, Vina dikejutkan dengan suara tamparan dan tendangan yang diberikan Desry pada pria itu. Sontak, Vina menarik Desry agar menjauh, "Li, bawa ke kamar, tenangin di kamar. Biar kita yang urus si botak ini," titah Vina pada mahasiswa perempuan lainnya.

"Enggak! Dia sudah melecehkan gue, gue harus lecehkan dia balik. Enggak waras ini cowok," teriak Desry seraya berontak dari pegangan temannya.

Melihat kesulitan yang dialami satu sama lain, Afrian berkata tegas, "Des, kita belum ada dua puluh empat jam di sini. Jangan ngadi-ngadi."

"Dia yang ngadi-ngadi! Kita tamu, belum ada dua puluh empat jam di sini, sudah berusaha lecehkan gue begitu," sahut Desry dengan emosi yang tak kunjung mereda.

"Masuk kamar sekarang, tenangin diri lo," ucap Afrian memerintahkan sambil menunjuk arah ke kamar wanita.

"Enggak! Gue enggak mau kita berdamai sama orang mesum. Orang mesum itu sampah, Af!"

"Masuk kamar, Des!" bentak Afrian yang sontak membuat Desry terdiam, bahkan terlihat wanita itu tersentak dan menahan napasnya untuk sesaat, "masuk kamar," kata ketua kelompok itu lagi dengan penuh penekanan.

Tanpa perlawanan dan bantahan lagi, Desry melangkah masuk bersama mahasiswa perempuan lain. Usai Vina memastikan Desry telah menutup pintu kamar, Vina berucap, "Angga sama Erwin jemput Kak Erina, ya? Ingat rumahnya kan? Semi permanen yang tadi kita lewat."

Dua mahasiswa laki-laki itu bertukar pandang tanpa ada niat menjawab, "kita harus tahu identitas si botak ini, baru bisa bertindak. Tapi jangan kepala desa, dia punya kontak langsung dosen kita. Takutnya jadi masalah di hari pertama."

Kepasrahan perintah dari ketua kelompok pun dilakukan, sepanjang menunggu Vina dan Afrian yang menjaga pria botak itu benar-benar dibuat bingung. Tatapan kosong dengan perilaku acak dan ocehan yang terdengar mengerikan, segala pemerkosaan sampai pembunuhan berselimut kebohongan pun diutarakannya dengan kebebasan mulut dalam bersuara.

"Kalian tahu, enggak? Pasti enggak tahu. Si Danang, orang sok pintar itu sebenarnya pembunuh. Dia benci banget sama Ririn, gegara ayahnya Ririn tolongin Gadis buat pergi dari sini."

Masih tidak menanggapi segala ceracau tidak berdasar itu, dua mahasiswa itu lebih memilih untuk duduk dan memandangi pohon mahoni yang berada tepat di ujung pekarangan rumah kayu ini, "jadi abang gue itu penyelamat buat Ririn, kalau kagak ada abang gue uuhh sudah habis si Ririn itu."

"Dayat Hidayat!" seru seorang wanita yang tentu saja mengejutkan Vina dan Afrian, wanita yang sedari tadi ditunggu untuk menjemput dan membawa pergi laki-laki aneh itu, "Ayo pulang. Bikin susah saja."

"Hehehe ... hehehe." Kekehan tidak beralasan dengan mata sendu itu benar-benar terasa mencekam di telinga para mahasiswa, "gue duluan ya, teman-teman!" seru pria itu sambil menggerakkan tangannya, mengisyaratkan tanda sampai jumpa pada kecanggungan para mahasiswa.

Di sisi lain, Desry duduk di pojok ruangan sambil mengamati lembar bergambarkan denah desa yang buatan Afrian. Dengan tangan yang memegang pulpen, sesekali wanita itu menuliskan sesuatu di sudut lembaran itu.

"Lo tulis apaan?" tanya seorang perempuan dengan rambut ikal sebatas dada, perempuan yang juga bagian dari kelompok KKN-nya dan menemani sejak dirinya ditegaskan untuk tetap berada di kamar.

"Lo cium bau gitu enggak pas tadi kita lewat gudang terlarang punya kades?" tanggap Desry dengan pertanyaan, alih-alih dirinya menjawab pertanyaan yang diberikan temannya itu.

"Lum ... lumayan," jawab perempuan itu dengan keraguan yang terlihat jelas, "kenapa? Lo aneh sama tempat yang justru jadi terlarang, padahal penduduk di sini kagak sampai tiga puluh orang?" lanjutnya bertanya.

"Kagak, gue lebih penasaran sama bau dan kunci ekstra gandanya. Ada apa di dalam sana sampai jadi terlarang?" tutur Desry terus melihat ke arah temannya yang juga ikut terlihat berpikir, "gue enggak peduli jumlah penduduknya, tapi bisa dong terlihat normal. Ini sih kagak, gue takutnya rumor di internet itu benar, bisa babak belur gue sebagai cewek di sini."

"Enggak lah, mana ada sih gituan di zaman modern. Jangan ngawur karena habis diintip orang," sambut temannya yang menghasilkan decakan malas belaka.

"Gais!" seru Vina tiba-tiba membuka pintu, wajah cemasnya sungguh tidak bisa disembunyikan, sama cemasnya dengan ekspresi Desry yang sedang memikirkan aroma dari gudang terlarang, "ini desa aneh, gue akui sekarang omongan lo Des. Ini ... desa aneh!" tegas Vina dengan penuh tekanan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Melisristi
Kerennnn, sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KKN Di Desa Metanoia   Rumor dan keadaan

    "Heboh amat, kenapa lo?" sahut perempuan berambut ikal, perempuan yang sedari tadi menemani Desry di dalam kamar."Gue tanya lo ya, Dandeliona Sufina. Lo bakal heboh enggak, kalau tahu ada cowok dewasa lagi ajarin anak kecil memainkan kelaminnya?" tanya Vina kian menekankan kata demi kata yang diucapkan, "enggak sangka kan lo?" lanjutnya setelah melihat ekspresi Desry dan temannya yang disebut sebagai Dandeliona."L-lo tahu darimana?" tanya Desry dengan kegugupan yang terdengar jelas dari suaranya, hal wajar jika mengingat dirinya yang baru saja diintip saat mandi."Itu dua bocah yang tadi jemput kak Erina, mereka lihat langsung ada cowok lagi ajarin bocah kayak gitu," jawab Vina disambut anggukan setuju oleh dua teman laki-lakinya, dua orang yang sempat diperintahkan Afrian untuk menjemput Erina karena keberadaan pria botak."Biar apa?" pungkas Liona melihat tanda keseriusan dari teman-temannya."Jangan-jangan, rumor itu benar," gumam Desry dengan kegelisahan yang tidak dapat ia sembu

    Last Updated : 2023-12-03
  • KKN Di Desa Metanoia   Keanehan lagi dan lagi

    Jawaban Vina yang langsung diucapkan begitu saja, tentu membuat Afrian sontak menoleh dan melihat ke arah Vina. Pria dengan rambut cepak itu tersenyum masam dan kembali mengumpulkan fokusnya pada Erina, untuk segala hal terkait memang harus segera dibahas empat mata bersama Vina."Dia enggak ngomong apa-apa?" tanya Erina memastikan jawaban Vina, pertanyaan yang segera mendapat anggukan dengan senyum simpul penuh keyakinan, "ya sudah kalau begitu."Baru saja Erina hendak berdiri, niatnya harus diurungkan saat pria berambut kribo dengan komik di pangkuannya berkata, "Kak, untuk makan atau konsumsi kita selama di sini gimana?"Tidak ada sahutan yang seiras dari sesama mahasiswa, tetapi pertanyaannya cukup mewakilkan, "oh ... itu bisa langsung ke rumahku kalau kalian lapar, bisa dibawa juga kalau malas bolak-balik," jawab Erina yang mendapat dehaman panjang dari enam mahasiswa itu, "kamu namanya siapa?" lanjut Erina bertanya pada pria berambut kribo itu."Erwin Widianto, panggil Erwin atau

    Last Updated : 2023-12-06
  • KKN Di Desa Metanoia   Gudang Berbau Busuk

    Langit telah gelap dengan taburan bintang di angkasa luas yang hanya bisa dipandang, bersama cahaya bulan purnama yang lebih dominan menarik perhatian, lima mahasiswa beriringan jalan menuju rumah. Cahaya ponsel yang tidak seberapa cukup membantu penglihatan, setidaknya mereka harus sudah mulai membiasakan diri dari terbatasnya akses listrik.Baru sampai di depan pohon mahoni yang berada dekat penginapan, Afrian terhenti dan memutar arah tubuhnya untuk melihat ke anggota kelompok yang ia pimpin. Sedari tadi, memang Afrian berjalan di paling depan, "Kemana Angga?" tanya pria itu langsung menimbulkan kecemasan dari anggota kelompoknya, apalagi mengingat Angga sore tadi berpamitan untuk mencari sinyal di dekat tiang pemancar sinyal, tiang yang jelas berada tidak jauh dari gudang terlarang milik kepala desa."Masih di tiang sinyal kali," celetuk Erwin menjawab."Ya sudah ayo kita jemput, yang cewek masuk duluan saja," tukas Afrian menyerahkan kunci ke Vina, lalu menarik lengan Erwin untuk

    Last Updated : 2023-12-07
  • KKN Di Desa Metanoia   Katanya, wajar!

    Kegelapan gulita memaksa mata untuk dapat melihat dalam gelap meski hampir mustahil rasanya, hanya kepekaan diri yang menguatkan kesadaran. Vina kembali menyalakan ponselnya dan menjulurkan tangan sambil memperhatikan sekitar, hanya dengan bekal melalui cahaya ponsel temaram."Gue punya ide," bisik Vina yang terdengar jelas oleh lima temannya, bisikan yang terasa seperti ucapan akibat keheningan, "kita ikuti mereka, tadi gue lihat ada kayak cahaya lentera. Gimana?""Ngapain?" sahut Desry langsung membuat tangan Vina yang memegang ponsel untuk terjulur ke depan wajahnya."Gue enggak mau basa-basi. Yang mau ikut ya ayo, yang enggak mau ikut silakan tidur," tukas Vina mematikan ponselnya lalu terasa wanita itu berdiri, getaran tipis dari lantai kayu cukup menyuratkan ketegasan wanita itu."Vin ... Vin," panggil Afrian yang tidak lagi menjaga intonasi suaranya, "jangan gegabah," lanjutnya dengan bantuan sorotan senter ponsel dari empat anggota kelompok.Sesaat langkah Vina terhenti, namun

    Last Updated : 2023-12-30
  • KKN Di Desa Metanoia   Erina Disuruh?

    Ufuk timur telah mengintip dengan sinar jingga dan berkas cahaya ungu yang turut menyinar samar, tidak ada bunyi ayam berkokok atau lalu lalang kendaraan yang khas para mahasiswa dengar setiap harinya. Hari kedua telah dimulai, setelah segala kegilaan mereka lewati kini harus kembali berhadapan dengan wajah kepalsuan, layaknya maling yang tidak mengetahui sandi brankas penyimpanan barang berharga.Tangan direnggangkan ke atas sambil menguap lebar, mengabaikan wajah yang mungkin terlihat aneh dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih terpejam. Sensasi mager alias malas gerak adalah hal biasa yang dirasakan orang-orang setiap paginya, orang yang hanya sudah mengetahui rutinitas monoton atau rutinitas yang tidak diketahui. Rasa yang tentu saja tidak bisa dimiliki oleh orang yang sudah menunggu hari, merencanakan sesuatu, atau memang menunggu hal tertentu.Baru saja mata mengerjap untuk menyesuaikan segala yang hendak dilihat, senyuman konyol menyapa satu sama lain di antara tiga wanit

    Last Updated : 2024-01-01
  • KKN Di Desa Metanoia   Wanita Kota Kurang Ajar

    "Oke kak sampai jumpa lagi," ujar enam mahasiswa itu serempak sambil melambaikan tangannya tanda perpisahan sementara.Melihat Erina sudah menjauh dari area rumah sementara, kelompok itu pun bergegas masuk dan berkumpul lagi di kamar terpojok, "jadi yang suruh Agus? Lo tahu cowok itu?""Suami Erina," jawab Angga atas pertanyaan Vina pada Afrian, "gue dengar namanya dipanggil saat gue lihat dia ajarin anak kecil buat memainkan kelaminnya demi kepuasan, gue juga dengar namanya semalam saat kita amati rumah itu," lanjutnya yang langsung mendapat jentikkan jari dari Vina."Benar, gue lupa!" ucap sang wakil ketua kelompok sambil tersenyum masam."Jadi kita juga diawasin dong?" tanya Desry sambil mengganti baterai kameranya dengan baterai cadangan."Wajar, semua tamu juga diawasin pemilik rumah," sahut Afrian menyiratkan bahwa, wajar baginya bila mahasiswa diawasi warga desa saat proses KKN."Tapi apa harus sampai suruh orang buat ke rumah ini cuma buat kasih penjelasan kayak intimidasi begi

    Last Updated : 2024-01-03
  • KKN Di Desa Metanoia   Erina VS Wanita Desa

    Duduk di tanah kering yang telah menjadi pijakan depan rumah, tiga mahasiswi dan para wanita desa berkumpul di rumah Erina. Seperti biasa saat hendak membersihkan, merapikan dan mengikat sayuran yang dipanen, rumah Erina yang terbilang memiliki halaman cukup luas tentu menjadi tempat berkumpul."Kamu anak cantik, yang pakai anting depan belakang kuping, siapa namanya?" tanya Muniroh pada Desry yang sesaat terdiam memikirkan omongan wanita paruh baya itu.Sejanak Desry berpikir bahwa kalimat yang digunakan Muniroh sangat berantakan dan membingungkan, namun sekejap kemudian dia menyadari bahwa wanita di desa tidak mendapat izin untuk belajar, "Icasia Desry Putri, panggil Desry saja ya bu," jawabnya dengan kesopanan yang palsu."Oh Desry," timpal wanita itu yang hanya ditanggapi senyum canggung, "kamu jangan kayak teman-teman kamu itu ya, enggak ada sopannya sama orang tua. Sudah berbuat salah, kurang ajar, kupingnya budek kalau dibilangin, enggak minta maaf juga," lanjutnya yang tentu s

    Last Updated : 2024-01-08
  • KKN Di Desa Metanoia   Ayah Erina Dibunuh

    Desis dengan rasa sakit mendampingi tiga mahasiswi dan seorang wanita muda dari desa, keterampilan sederhana tangan Vina menepukkan kapas basah di kaki Erina, "tahan ya, nanti agak perih," ucap wakil ketua kelompok itu pada pasien dadakannya.Meneteskan obat merah untuk membunuh kuman sekaligus mencegah infeksi, ringis pelan dengan desis terdengar jelas dalam keheningan ini. Memasangkan plester khusus luka dan pengobatan sederhana selesai, Vina tersenyum kecil pada Erina yang mengulum senyum lebih dulu."Mau tolong aku urus sayur lagi, enggak? Biar besok bisa dijual Agus ke kota," kata Erina yang ternyata menambah kebungkaman bagi para mahasiswi.Ada begitu banyak pertanyaan, ketakutan, dan kegelisahan yang mahasiswi simpan membuat mulut mereka terbungkam serentak. Tak disangka, Erina kembali berucap, "Kalian takut sama mereka? Seharusnya kalian takut sama Danang si kepala desa sama Agus suamiku.""Hah?" tukas ketiganya serentak."Sudah ah, mau tolong aku enggak?" tegas Erina membuat

    Last Updated : 2024-01-09

Latest chapter

  • KKN Di Desa Metanoia   (125) Terima Kasih!

    Bergegas tiga wanita itu memasuki area gedung sekolah, menerima jalan di antara banyaknya orang dalam satu tempat, agar mereka cepat berada pada posisinya yaitu di barisan terdepan, terutama Erina yang harus berada di tengah. Hitungan mundur dari sepuluh terdengar dari balik tirai, entah sosok yang berhitung. Namun hanya satu hal yang Erina tahu kini, bahwa dirinya telah memulai jalan hidup baru dengan pandangan yang menarik terhadap sosial.Tirai besar yang sengaja disewakan Dika untuk semakin meriahkan acara peresmian dan pembukaan sekolah gratis, terbuka lebar bersamaan dengan musik khas kebebasan dan konfeti ditembakan dari sisi kanan dan kiri. Melangkah maju orang-orang itu perlahan sampai pada garis yang telah ditentukan, sambutan kehangatan dan kemeriahan acara dengan puluhan anak-anak jalanan yang akan menjadi siswa, sangat menggambarkan betapa antusiasnya Dika mendukung jalan hidup yang Erina inginkan.Sampai pada momen Erina akan menyampaikan isi pikirannya, wanita itu melan

  • KKN Di Desa Metanoia   (124) Menjelang Peresmian

    Antusias masyarakat pada iklan yang hampir ada di setiap penjuru jalan kota dengan spanduk maupun baliho, imbauan untuk hadir yang banyak berseru di berbagai media sosial influenser dan artis, dan ajakan bergabung menjadi tenaga kepedulian dari berbagai komunitas kemanusiaan seolah menjadi penghias hidup masyarakat sebulan terakhir. Terutama sejak salah satu perusahaan besar pusat kota mengumumkan ikut andil dengan keberadaan sekolah gratis, dan pemerintah pada bidang pendidikan pun turut bersuara akan hal itu.'Ini berita lanjutan dari Erina yang pernah di penjara karena bantai satu desa, kan?''Dia aslinya orang baik dong kalau begitu?''Berarti benar dugaanku, orang-orang yang laporkan dia waktu itu cuma mau panjat sosial sama kejadiannya enam mahasiswa.''Kalau begini caranya sih, dia segera bebas dari status tahanan kota juga enggak masalah.''Bisa saja enggak sih ini cuma akal-akalan keluarganya, biar nama Erina jadi baik di mata masyarakat? Secara kan banyak saham perusahaan ya

  • KKN Di Desa Metanoia   (123) Jenguk Vina

    Berjalan cepat lima insan muda itu memasuki gedung, sedikit mengurangi kecepatan langkahnya demi ketenangan dalam area rumah sakit. Dari pada menggunakan lif, lebih memilih menggunakan anak tangga yang dirasa lebih menyenangkan.Hingga satu undakan anak tangga terakhir membuat mereka kini sudah berada di lantai empat, pemandangan pada lorong panjang dengan berbagai ruang rawat yang tertutup pintunya, dan sebuah meja besar setengah lingkaran menyambut di depan lif. Posisi anak tangga yang memang berada di samping meja resepsionis, dan fungsi lain untuk latihan berjalan bukan untuk kondisi darurat, membuat mereka merasa canggung saat berjumpa tatap dengan seorang perawat yang baru keluar lif."Kenapa enggak pakai lif saja?" tanyanya terdengar berbasa-basi."Iseng, hehe," jawab Erina cepat lalu terkekeh konyol, disambut kekehan ringan pula oleh tenaga kesehatan itu sebelum beranjak pergi."Sudah gue duga kalian pakai tangga," ucap seorang pria bersandar di dinding lorong, terlihat pintu

  • KKN Di Desa Metanoia   (122) Keputusan Hidup Erina

    "Aku mau urus bagianku, aku juga mau buat jalanku," ucap Erina tegas, menatap Dika dengan keyakinan yang terlihat jelas dari matanya."Yakin?" jawab Dika bertanya lagi terkait keputusan putrinya."Yakin," sambut Erina cepat, "kalau ayah kasih izin, aku mau buat banyak sekolah pinggir jalan. Aku mau semua orang jangan jadi kayak aku yang dulu, kalau bisa juga kita buka jasa pengecekan darah harga murah buat orang yang lagi cari keluarganya," lanjutnya membuat Dika sontak mengatup rapat bibir."Sekolah pinggir jalan itu kayak gimana maksudnya?" tanya Desry mengernyit bingung."Selama di kota, dari sebelum aku masuk penjara itu aku sering lihat anak-anak kayak Galih di pinggir jalan. Muka sama rambutnya acak-acakan, aku kira mereka enggak kepikiran buat belajar, jadi aku mau ajak mereka belajar," jawab Erina menuturkan alasan dan rencana keinginan dalam harapan."Kamu enggak mau buat jalan yang lain? Semua yang kamu sebutkan tadi, kemungkinan besar nanti bersifat gratis atau berbiaya mur

  • KKN Di Desa Metanoia   (121) Pulang Ke Rumah

    Putusan baru telah ditetapkan, tiga ketukan palu pun terdengar dengan kerasnya di ruang yang sunyi, hukuman sepuluh tahun yang sudah dijalankan lebih dari setengahnya mendapat keringanan secara resmi. Melewati lima tahun lebih di balik jeruji, di dalam satu bangunan yang sama, tanpa merasakan dan melihat perkembangan dunia secara langsung."Pakai ini, Kak," ucap seorang wanita berambut ikal menyodorkan topi dan masker hitam ke seorang wanita berbadan mungil, "sini biar aku bantu," katanya lagi memakaikan masker dan topi ke wanita di hadapannya kini.Erina Handayani, pelaku pembantaian di Desa Metanoia yang telah melaksanakan setengah dari tuntutan hukum, mendapat keringanan atas perilaku baik, denda nominal, dan jaminan sosial. Menyandang status sebagai tahanan kota, sekaligus putri pertama dari keluarga konglomerat, membuatnya sangat membutuhkan adaptasi.Bergegas cepat keluarga konglomerat dan beberapa insan yang pernah berstatus sebagai mahasiswa, tiga mobil hitam yang berada tepat

  • KKN Di Desa Metanoia   (120) Berkunjung ke lapas

    Bruk!Bruk!"Hwaaaaa ...." Tangan terangkat ke atas dengan bebas, merenggangkan badan sembari berjingkat dan menguap lebar, "wah, akhir pekan yang mantap setelah lima tahun," lanjutnya mengalihkan pandangan ke dua wanita lain yang baru menutup pintu mobil.Area parkir mobil di rumah tahanan jelas dikelilingi pagar duri, sebelum tembok tinggi menjulang dengan pecahan kaca berukuran sedang di atasnya, "memang selama lima tahun, tiap akhir pekan lo ngapain?""Tidur," jawab wanita berkulit tan itu dengan santainya, "ayo ah, entar kakak gue kelamaan tunggu kalian," lanjutnya bergegas mendahului lima insan yang hendak menjenguk sosok di balik jeruji.Setelah satu hari penuh sebelumnya digunakan untuk bernostalgia, untuk mengenang segala perjuangan pahit, untuk mengingat kembali segala hal mengerikan yang telah dilewati di lokasi KKN dulu, Desa Metanoia. Lokasi yang sebelumnya desa terpencil hampir terlupakan, kini beralih jadi pusat wisata air di pinggir kota dengan segala kelengkapan fasili

  • KKN Di Desa Metanoia   (119) Kebenaran dari Erina

    [Tepat hari pengantaran Erina ke rumah tahanan]"Vina sudah sembuh?" tanya wanita bersetelan serba biru dengan nomor di dada kiri dan punggungnya, setelan yang diberikan pihak berwenang sebagai identitas selama menjalani masa hukuman."Sudah," jawab wanita muda yang jadi bagian dari mahasiswa KKN di Metanoia, "kenapa memangnya? Kok aku enggak ditanya?""Dia kelihatan lebih kasihan pas lihat mayatnya Pak Ujang," ucap wanita desa bernama Erina Handayani, wanita yang berusaha keras selama belasan tahun untuk keluar dari desa, tapi berakhir di balik jeruji besi, "kamu juga kelihatan baik kok, buat apa aku tanya?" lanjutnya terkekeh ringan.Meski kini dirinya sudah terima kenyataan, bahwa semua yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi. Tapi dalam benak seorang Erina tetap tersisa pertanyaan yang tidak bisa diungkapkan, lantas kenapa Danang mati begitu saja dengan segala kejahatannya? Haruskah Erina semakin membenci Agus yang juga sudah mati di tangannya, karena Agus membunuh Danang?Namun

  • KKN Di Desa Metanoia   (118) Lima Tahun Kemudian

    Jauh di pelosok dari pinggir kota, sebuah mobil berjalan lambat di jalan yang dilihatnya sudah lebih lebar sejak terakhir dilewati untuk pembukaan tempat wisata. Semak belukar liar di pinggir jalan kini sudah bersih, jalan rusak berbatu pun kini sudah berganti jadi beton, dan sepanjang jalan yang tiap malam mengalami kegelapan kini sudah dilengkapi lampu jalan setiap tiga meter.Usai kejadian menggemparkan yang membuat semua pihak terlibat dan merasa gelisah, perkembangan untuk setiap lokasi dilakukan dengan berbagai cara dan mengorbankan banyak materi. Mengadakan lampu jalan, memperbaiki jalan rusak, memperbaiki lampu jalan yang rusak, memberi akses listrik dan internet pada semua lokasi secara terbuka hingga dapat diakses semua orang, dan mengadakan jadwal rutin untuk pemeriksaan lokasi juga warga."Eh ... itu mau jadi perumahan ya?" tunjuk wanita hamil yang duduk tepat di samping kemudi."Mana?" tanya pria di balik kemudi yang menepikan kendaraan, "kelihatannya begitu," lanjutnya m

  • KKN Di Desa Metanoia   (117) Hasil Vonis Sidang

    Tok ... tok ... tok.Napas lega yang bersahut dengan seruan tidak terima terdengar jelas, bersatu tidak padu dalam sidang keputusan perkara pembunuhan berencana. Senyum simpul diulum tipis oleh pemilik banyak cabang pusat sarana olahraga, senyum yang ditujukan pada kuasa hukum muda dari firma ternama di negeri.Setelah hampir satu tahun berlalu sejak mahasiswa berhasil keluar dari desa, setelah lima bulan sejak sidang perdana dimulai, setelah empat bulan sejak mahasiswa dinyatakan stabil secara psikologi, dan setelah dua bulan sejak Erina mengetahui keluarga kandungnya. Putusan perkara telah ditetapkan tanpa melewati aju banding, penetapan hukuman dengan berbagai pertimbangan atas masa lalu dan segala bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di Metanoia, sepuluh tahun adalah angka untuk hukuman wanita cantik dari desa di pelosok pinggir kota."Pasti hakimnya dibayar sih ini, secara pelakunya kan anak orang kaya yang sudah lama hilang.""Hukum dibeli itu biasa, tapi ini soal nyawa. Tega ba

DMCA.com Protection Status