Saraswati seorang gadis cantik kembang desa. Orang-orang biasanya memanggil dia Saras. Bapaknya suka mabuk-mabukan dan main perempuan membuat Saraswati, menjadi takut membuka hati untuk laki-laki.
Umur Saraswati sudah 18 tahun, sudah waktunya menikah bagi orang desa seperti dia. Tapi, dia belum mau membuka hati untuk laki-laki manapun. Walau, banyak laki-laki di desa itu, yang mencoba mendekati Saras, dan ingin melamar untuk di jadikan istri, tapi Saras menolak mereka semua.
"Dasar wong setengah liter!" maki Saraswati dalam hati.
Suatu hari ada seorang laki-laki yang datang membawa sebuah lamaran pada Saras, ia datang bersama para pengawalnya ke rumah Saras, laki-laki itu bernama Broto. Dia laki-laki yang sangat berpengaruh di desa itu. Dia sudah mempunyai istri tapi ingin menambah istri lagi. Saras, melihatnya aja sudah muak.
Broto berumur kira-kira sekitar 45 tahun, usianya sama dengan usia bapaknya. Wajah Broto brewokan dan juga bermata tajam seperti burung elang.
Dia datang, untuk menjadikan Saras istrinya, dia bilang kalau bapaknya punya hutang padanya, bapaknya Saraswati kalah judi taruhan pemilihan desa dan juga punya utang pada Broto.
Walau Saraswati tidak paham dan tidak tahu menahu tentang hutang bapaknya, tapi ia sekarang yang harus menanggung akibatnya. Sekarang Saraswati harus di jadikan jaminan hutang bapaknya.
"Sungguh, Bapak itu tidak tahu diri. Dia tidak tahu, arti kehormatan seorang anak gadis. Kenapa bapakku begitu mudah mau menyerahkanku, kepada laki-laki seperti Broto itu. Broto si bandot tua itu, gila perempuan. Broto juga gila harta. Broto itu, seorang rentenir yang sangat kejam. Ya, Allah bapak," keluh Saras saat bicara dengan bapaknya.
"Bagaimana lagi, Nduk! Kamu harus mau jadi istrinya, kalau tidak, nasib kita akan bertambah susah," kilah bapaknya.
"Broto itu selalu mengejar anak-anak gadis belia untuk dijadikan istrinya, dia itu seperti laki-laki pengejar gadis perawan. Setiap orang tua yang tidak bisa membayar hutang padanya, Broto akan berbuat jahat pada keluarga itu, Pak!" protes Saras.
"Makanya kamu harus nurut sama bapak, kamu harus mau jadi istri Broto, biar hutang bapak lunas!" tekan bapaknya.
"Bapak kejam! Bapak yang melakukan kesalahan, kenapa aku yang di korbankan! Bapak pasti mabuk, jadi bapak asal bicara," jawab Saras ketus.
"Bapak tidak mabuk, Bapak waras. Kamu temui Broto di luar itu. Sana pergilah!"
"Aku tidak mau!" balas Saras.
"Jangan membantah kalau tidak ingin melihat ibumu aku hajar sampai babak belur!" ancam bapaknya yang jahat itu.
Bapaknya memang jahat setiap kali anak-anaknya menolak perintahnya, maka ibunya yang jadi korban tangan dinginnya.
Dengan terpaksa Saras keluar, dilihatnya Broto duduk di ruang tamu rumah Saraswati yang miskin itu. Saras orang miskin di ruang tamu hanya ada bangku bambu yang telah usang, dan di atas meja bambu hanya ada kendi dari tanah liat untuk minum para tamu yang datang.
Broto memang biasa datang ke rumah orang yang punya hutang padanya, dia akan datang dengan pengawalnya yang berbadan besar, dan sangat garang. Kalau, tidak bisa membayar hutang, rumah mereka akan disita atau anak gadisnya, akan dijadikan jaminan hutang keluarga itu.
Broto tersenyum melihat Saraswati yang masih muda belia dan juga sangat cantik, dengan mata yang jelatatan dan penuh gairah, dia memandang wajah dan juga tubuh indah Saras.
Melihat pandangan mata Broto yang nakal itu, Saraswati bergidik ngeri, "Hiii, jijik sekali aku melihatnya. Aku disuruh menikah dengannya? Huh! Lebih baik aku mati saja!" batin Saraswati.
Broto dengan suara yang serak mulai berbicara, "Eehem! Aku datang untuk menjemput Saraswati anakmu," ucap Broto dengan wajah sangarnya itu, dia memandang bapaknya Saras dengan tajam.
"Aku tidak mau!" seru Saraswati.
"Wong ayu, jangan buru-buru bicara kasar seperti itu, hehehe, aku akan membuat hidupmu bahagia dengan berlimpah harta. Hehehe!" suara Broto membuat Saraswati merinding ngeri.
"Amit-amit jabang bayik!" guman Saraswati.
"Wong ayu, aku tidak akan memaksa, tapi ingat baik-baik, kalau bapakmu tidak bisa bayar hutangnya, maka kamu harus jadi istriku, atau adik-adikmu aku jual, hahaha!!" tawa Broto membuat Saraswati merinding ngeri.
"Untung adik-adikku tidak di rumah, kalau sampai mereka mendengar ocehan Broto, hati mereka pasti akan sedih," gumam Saraswati.
Ibunya Saraswati hanya diam dan menangis, hatinya sangat hancur mendengar ucapan Broto. Dia sangat kecewa dengan suaminya. Hatinya hancur melihat anak gadisnya jadi korban dari kekejaman suaminya.
"Kang, tega sekali kamu pada anak-anakmu, kamu sudah memperlakukan diriku dengan kasar dan menyakiti hatiku, tapi aku diam. Kamu main perempuan dan berjudi, tapi aku tetap diam. Aku kali ini tidak memaafkan kamu. Kamu sudah kelewatan Kang! Kamu sudah keterlaluan, bagaimana mungkin kamu jual anakmu pada orang yang seperti Broto ini?" lirih ibunya Saras bersuara di sela isak tangisnya yang tersedu-sedu.
Bapaknya Saraswati menunduk, dia terlihat sangat takut saat melihat Broto menatapnya, dengan nada hormat ia berkata, "Mohon maaf juragan, mohon kasih waktu satu bulan lagi. Anak dan istriku biar berpikir jernih dulu."Broto manggut-manggut lalu menatap Saraswati, "Saras wong ayu," ucapnya sambil memegang jenggotnya yang lebat.
Saraswati semakin bergidik ngeri melihat sikap Broto yang semakin aneh. Saraswati tertunduk dalam-dalam, dia menyembunyikan wajahnya di balik punggung ibunya.
Melihat Saraswati yang ketakutan itu, ibu Saraswati memegang tangan dingin anaknya itu, mata wanita itu berderai air mata, wajahnya sendu kelabu bagai awan mendung yang menggandung sebelum hujan.
"Juragan, tolong berikan kami waktu! Tolong kasihani kami, juragan!" ucap ibu Saraswati di iringi derai air mata yang menetes di pipinya yang kusam.
"Saraswati, bapakmu itu punya utang padaku. Dia bilang, kalau kamu yang akan di jadikan jaminan, bila hutang bapakmu tidak bisa bayar. Jadi aku setuju, bila kamu jadi istriku sebagai imbalan untuk melunasi semua hutang-hutang bapakmu. Lagi pula aku, sangat suka sama kamu wong ayu, hehehe," ucapnya sambil tertawa lebar.
"Sungguh menjijikkan!" umpat Saraswati dalam hati.
Saraswati dengan sedikit keberanian dia menatap Broto dan berkata, "Aku tidak mau menjadi istrimu, aku tidak mau membayar hutang bapakku. Dengar, aku tidak ada sangkut pautnya dengan hutang bapakku. Jadi, jangan pernah meminta aku menjadi istrimu!"
"Weleh-weleh wong ayu, aku suka kamu, wong ayu!" tawa Broto terdengar menyakitkan di telinga Saraswati.
"Aku, membencimu!" ketus Saraswati.
"Hahahah!" tawa keras Broto memenuhi ruangan itu.
Saraswati semakin jijik dengan Broto itu, 'Ingin rasanya aku bungkam mulut tengiknya itu!' batin Saraswati.
Broto berhenti tertawa dan berkata, "Dengan apa kamu membayar hutang bapakmu, hah? Baiklah, aku akan berbaik hati padamu, aku kasih waktu satu bulan untuk berpikir, dan dalam satu bulan itu, kalau kamu bisa bayar hutang bapakmu? Aku akan lepaskan kamu. Tapi, kalau kamu tidak bisa bayar? Kamu harus jadi istiku! Mengerti wong ayu!"
"Aku tidak mau menikah denganmu!" ketus Saraswati. "Walah, lek marah kamu itu tambah cantik, lo! Hehehe!" Broto mencoba menggoda Saraswati. Saraswati tidak merespon ucapan Broto, ia memalingkan mukanya ke arah lain. "Baik, baiklah, wong ayu! Aku aku akan bersabar, aku tunggu sampai hatimu terbuka untukku!" "Datanglah, satu bulan lagi," ucap Saraswati, "bulan depan aku akan bawa uang untuk membayar hutang bapakku!" Broto manggut-manggut kepalanya sambil mengusap janggutnya, "Baiklah! Aku akan datang satu bulan lagi ke sini!" "Sekarang pergilah!" usir Saraswati. "Iyo, wong ayu! Aku akan pergi dulu. Jangan lupa janji mu, wong ayu!" ucap Broto sambil berdiri dan menatap Saraswati tajam. Saraswati memalingkan mukanya, ia muak melihat wajah bandot tua itu. Broto cuek aja dan melangkah menuju pintu rumah Saraswati. Di teras rumah Broto berhenti dan berbisik ke telinga pengawalnya, "Jago! Awasi calon istriku
"Saras! Sini ...." seru Windarti saat melihat kedatangan Saraswati. "Saras, aku kangen!" ucap Windarti sembari menggenggam erat tangan Saraswati. "Duduk sini!" Windarti menarik tangannya agar duduk di ayunan. Saat duduk di ayunan sejenak, Saraswati terhibur hatinya dia menikmati gerakan pelan ayunan itu. "Nyaman sekali hidupmu Win! Berbeda sekali denganku, hidupku sangat menyedihkan!" Windarti yang melihat Saraswati , dia pun bertanya, "Saras, kenapa wajahmu terlihat sedih?" "Win, aku lagi sedih, aku rasanya ingin pergi jauh dari desa ini, Win!" ucap Saraswati dengan pandangan mata yang sendu. "Ada apa, kenapa kamu sedih?" tanya Windarti sembari menatap Saraswati. "Win, bapakku punya hutang dengan juragan Broto, bila aku tidak bisa membayar, maka aku akan di jadikan istrinya sebagai jaminan untuk membayar hutang bapakku." "Dasar, gila! Bapakmu gak waras, ya!Memangnya bapakmu hutang uang berapa, ke juragan Broto?" Windarti kesal m
Melihat Saraswati yang menolak kebenaran, orang-orang semakin merasa terharu. Mereka pun tidak percaya bahwa ibunya Saraswati meninggal dunia begitu cepat, banyak orang terkejut mendengar kabar atas kematiannya. "Saras kamu harus tabah ya! Kamu harus tabah, Nduk! Lihatlah, ini memang Emak kamu, Nduk!" suara Bude Sumiati di sela isak tangisnya, air matanya mengalir deras hingga matanya bengkak. Tangan Bulek Nuning mendekat dan menutup kembali wajah almarhum ibunya Saraswati dengan kain batik itu. "Jangan membuat arwah Emak kamu bersedih dan menghambat perjalanan pulang ke akhirat Emak kamu, Nduk!" Bulek Sumiati mengelus punggung Saraswati. "Tidak, Bude! Mak e tidak meninggal, dia tidak meninggal, Bude!" Adiknya Saraswati yang bernama Bayu mendekatinya, dia merangkul kakaknya sambil menangis, "Mbak Saras, Emak sudah meninggal. Mbak Saras, jangan seperti ini, kasian E mak, Mbak!" "Bayu, kamu salah! Emak tidak meninggal, dia cuman ti
"Iya, Bude! Aku tidak butuh Bapak tukang mabuk dan tukang main perempuan. Aku muak dengannya, aku tidak sudi punya Bapak seperti dia!" geram Bayu. Saraswati menepuk pundak adiknya pelan, "Bayu, tidak baik bicara seperti itu pada orang tua, bagaimanapun dia Bapak kita." "Aku tidak sudi, punya Bapak seperti orang itu, Mbak! Aku benci Bapak!" Saraswati juga tidak suka dengan Bapak yang seperti itu, tapi bagaimanapun Tugiman adalah bapaknya. Bude Sumiati mendekati Saras, matanya berkaca-kaca menahan gejolak hatinya yang dilanda kesedihan ditinggal adik kandungnya yaitu ibunya Saraswati. "Aku tidak menyangka ibumu telah tiada, Nduk!" ucapnya sembari mengusap air matanya. Tiba-tiba adik kecil Saras menangis dan memeluk Saraswati, "Mbak Saras, aku ingin Emak bangun!" Kata-kata Sundari bagai pedang tajam yang menyanyat hati Saraswati. Air matanya tanpa permisi mengalir deras bagai air terjun grojokan sewu.
Hutang-hutang bapaknya di juragan Broto, mau di lunasi oleh saudara-saudara dari ibunya Saras, mereka patungan membanyar hutang bapaknya Saras, karena mereka kasihan nasib Saras kalau sampai menjadi istri juragan Broto. Tapi sayangnya juragan Broto menolak, ia memaksa Saras menjadi istrinya, maka dengan berat hati, mereka melepas Saras untuk menjadi istri muda juragan Broto. Saat mau menikah, Saras mengajukan satu syarat agar dirinya bisa melanjutkan jualan di pasar seperti yang ibunya lakukan dulu. "Aku mau menikah denganmu, tapi ijinkan aku tetap berjualan di pasar," pinta Saras saat itu. Broto menatap tajam Saras, "Untuk apa kamu berjualan, kamu istri juragan Broto yang kaya raya. Kamu minta uang, aku kasih, wong ayu!" "Aku tidak butuh uangmu, aku tidak mau adik-adikku makan uang haram darimu, kalau kau menolak permintaanku, maka aku lebih baik mati, dari pada menikah denganmu. Aku bersumpah demi ibuku!" ancam Saras.
Saraswati memandang seorang laki-laki tampan yang tersenyum padanya. Hatinya berdebar kencang saat bertemu pandang dengannya, "Iya Mas. Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?""Maaf, saya cari ibu saya. Mbak tahu wanita dengan jilbab hijau badan gemuk lewat sini?"Saraswati bengong memandang laki-laki itu, ia sungguh terpesona dengan senyuman manis dan ketampanan laki-laki yang ada di depannya."Hello! Mbak ...!"Mendengar ucapan keras laki-laki itu, Saraswati gelagapan, "I-iya, ada apa ...?"Senyuman pria tampan itu terlukis di sudut bibirnya, manis sekali hingga Saraswati tak lepas memandang wajah orang itu."Mbak, Mbak ...!"Saraswati tersipu malu saat pria itu menjentikkan jarinya di depan wajahnya, "Mas, baru di desa ini, ya ...?""Iya, aku lagi berkunjung ke rumah Budeku.""Oh, makanya aku baru lihat Mas di desa ini.""Maaf, aku lagi cari Ibuku, apa Mbak melihatnya ...?""Orangnya kayak apa?""Tadi
Satu bulan kemudian...Setelah dirinya menjanda, banyak pria yang menggoda dirinya dan ingin.meminang Saras, tapi Saras tak tertarik dengan mereka, hatinya sudah tertawan oleh pria tampan yang ia lihat di pasar waktu itu."Mbak Saras sedang apa?" sapa Bayu saat melihat kakaknya melamun di teras sore itu."Aku sedang memikirkan sesuatu," jawab Saras tidak semangat."Mbak, aku mau minta izin ke kota," ucap Bayu."Untuk apa ke kota?" "Besok sudah mulai kuliah dan juga masuk kerja," jawab Bayu."Oh iya aku lupa, aku lupa adikku sudah besar sekarang."Saraswati tersenyum malu, ia lupa bila waktu telah berjalan cepat, adik-adiknya sudah tumbuh dewasa dan sekolahnya pintar."Mbak, aku akan ajak Permadi ke kota untuk lanjutkan kuliah di sana sambil kerja sampingan saat pulang dari kampus."Saraswati menunduk, satu per satu adiknya pergi darinya, dulu dirinya tak bisa pergi jauh karena memikirkan adik-
"Emmm, sepertinya aku pernah lihat kamu deh!" ucap Reyndra."Lihat di mana Pak?" tanya Bayu sambil memandang ke arah Reyndra lalu ke Saraswati secara bergantian."Pasar, kayaknya aku pernah lihat dia di pasar saat aku diajak ibuku ke pasar waktu itu.""Oh gitu, kakakku memang kerjanya jualan di pasar.""Oh iya, waktu itu aku bertanya padamu, tapi belum kamu jawab," ucap Reyndra sambil menatap Saraswati.Saraswati mengeryitkan dahi, ia lupa tentang pertanyaan Reyndra, "Maaf, saya lupa.""Aku bertanya padamu waktu itu, apa kamu sudah menikah?""Kakakku janda," sahut Permadi dengan cepat.Saraswati tersipu malu dan mencubit pinggang Permadi yang berdiri di sampingnya. Permadi meringis kesakitan saat tangan kakaknya mencubit pinggangnya."Oh jadi kamu janda, tapi kamu masih terlihat sangat muda dan cantik," ucap Reyndra."Kakakku menikah sangat muda saat itu," jawab Bayu."Tunggu, dari tad