"Ya Allah, kaki kamu berdarah."
Reyndra panik dan entah kenapa dirinya langsung reflek membopong tubuh Saraswati."Bayu, cepat ambilkan alkohol!" seru Reyndra lagi.Permadi mematikan kompor yang sedang menyala dan membersihkan pecahan kaca. Bayu segera mengambil perlengkapan kesehatan yang kakaknya taruh di lemari kaca di ruang tengah, sedangkan Reyndra membopong tubuh Saraswati ke kursi yang ada di dapur."Kamu duduk sini ya!""Aku tidak apa-apa kok!""Bagaimana tidak apa-apa? Lihat kaki kamu itu, berdarah kayak begitu.""Sungguh aku tidak apa-apa," ucap Saraswati sambil memegang tangan Reyndra.Sejenak mereka berdua saling berpandangan, lalu Saraswati menoleh ke samping karena tak sanggup bertemu pandang dengan Reyndra.'Tatapan matanya seperti menghujam hatiku, aku tak berdaya dibuatnya,' batin Saraswati.Reyndra menyibakkan sedikit baju Saraswati agar tak kena darah karena baju Saraswati yaSaraswati seorang gadis cantik kembang desa. Orang-orang biasanya memanggil dia Saras. Bapaknya suka mabuk-mabukan dan main perempuan membuat Saraswati, menjadi takut membuka hati untuk laki-laki. Umur Saraswati sudah 18 tahun, sudah waktunya menikah bagi orang desa seperti dia. Tapi, dia belum mau membuka hati untuk laki-laki manapun. Walau, banyak laki-laki di desa itu, yang mencoba mendekati Saras, dan ingin melamar untuk di jadikan istri, tapi Saras menolak mereka semua. "Dasar wong setengah liter!" maki Saraswati dalam hati. Suatu hari ada seorang laki-laki yang datang membawa sebuah lamaran pada Saras, ia datang bersama para pengawalnya ke rumah Saras, laki-laki itu bernama Broto. Dia laki-laki yang sangat berpengaruh di desa itu. Dia sudah mempunyai istri tapi ingin menambah istri lagi. Saras, melihatnya aja sudah muak. Broto berumur kira-kira sekitar 45 tahun, usianya sama dengan usia bapaknya. Wajah Broto brewokan dan juga bermata tajam
"Aku tidak mau menikah denganmu!" ketus Saraswati. "Walah, lek marah kamu itu tambah cantik, lo! Hehehe!" Broto mencoba menggoda Saraswati. Saraswati tidak merespon ucapan Broto, ia memalingkan mukanya ke arah lain. "Baik, baiklah, wong ayu! Aku aku akan bersabar, aku tunggu sampai hatimu terbuka untukku!" "Datanglah, satu bulan lagi," ucap Saraswati, "bulan depan aku akan bawa uang untuk membayar hutang bapakku!" Broto manggut-manggut kepalanya sambil mengusap janggutnya, "Baiklah! Aku akan datang satu bulan lagi ke sini!" "Sekarang pergilah!" usir Saraswati. "Iyo, wong ayu! Aku akan pergi dulu. Jangan lupa janji mu, wong ayu!" ucap Broto sambil berdiri dan menatap Saraswati tajam. Saraswati memalingkan mukanya, ia muak melihat wajah bandot tua itu. Broto cuek aja dan melangkah menuju pintu rumah Saraswati. Di teras rumah Broto berhenti dan berbisik ke telinga pengawalnya, "Jago! Awasi calon istriku
"Saras! Sini ...." seru Windarti saat melihat kedatangan Saraswati. "Saras, aku kangen!" ucap Windarti sembari menggenggam erat tangan Saraswati. "Duduk sini!" Windarti menarik tangannya agar duduk di ayunan. Saat duduk di ayunan sejenak, Saraswati terhibur hatinya dia menikmati gerakan pelan ayunan itu. "Nyaman sekali hidupmu Win! Berbeda sekali denganku, hidupku sangat menyedihkan!" Windarti yang melihat Saraswati , dia pun bertanya, "Saras, kenapa wajahmu terlihat sedih?" "Win, aku lagi sedih, aku rasanya ingin pergi jauh dari desa ini, Win!" ucap Saraswati dengan pandangan mata yang sendu. "Ada apa, kenapa kamu sedih?" tanya Windarti sembari menatap Saraswati. "Win, bapakku punya hutang dengan juragan Broto, bila aku tidak bisa membayar, maka aku akan di jadikan istrinya sebagai jaminan untuk membayar hutang bapakku." "Dasar, gila! Bapakmu gak waras, ya!Memangnya bapakmu hutang uang berapa, ke juragan Broto?" Windarti kesal m
Melihat Saraswati yang menolak kebenaran, orang-orang semakin merasa terharu. Mereka pun tidak percaya bahwa ibunya Saraswati meninggal dunia begitu cepat, banyak orang terkejut mendengar kabar atas kematiannya. "Saras kamu harus tabah ya! Kamu harus tabah, Nduk! Lihatlah, ini memang Emak kamu, Nduk!" suara Bude Sumiati di sela isak tangisnya, air matanya mengalir deras hingga matanya bengkak. Tangan Bulek Nuning mendekat dan menutup kembali wajah almarhum ibunya Saraswati dengan kain batik itu. "Jangan membuat arwah Emak kamu bersedih dan menghambat perjalanan pulang ke akhirat Emak kamu, Nduk!" Bulek Sumiati mengelus punggung Saraswati. "Tidak, Bude! Mak e tidak meninggal, dia tidak meninggal, Bude!" Adiknya Saraswati yang bernama Bayu mendekatinya, dia merangkul kakaknya sambil menangis, "Mbak Saras, Emak sudah meninggal. Mbak Saras, jangan seperti ini, kasian E mak, Mbak!" "Bayu, kamu salah! Emak tidak meninggal, dia cuman ti
"Iya, Bude! Aku tidak butuh Bapak tukang mabuk dan tukang main perempuan. Aku muak dengannya, aku tidak sudi punya Bapak seperti dia!" geram Bayu. Saraswati menepuk pundak adiknya pelan, "Bayu, tidak baik bicara seperti itu pada orang tua, bagaimanapun dia Bapak kita." "Aku tidak sudi, punya Bapak seperti orang itu, Mbak! Aku benci Bapak!" Saraswati juga tidak suka dengan Bapak yang seperti itu, tapi bagaimanapun Tugiman adalah bapaknya. Bude Sumiati mendekati Saras, matanya berkaca-kaca menahan gejolak hatinya yang dilanda kesedihan ditinggal adik kandungnya yaitu ibunya Saraswati. "Aku tidak menyangka ibumu telah tiada, Nduk!" ucapnya sembari mengusap air matanya. Tiba-tiba adik kecil Saras menangis dan memeluk Saraswati, "Mbak Saras, aku ingin Emak bangun!" Kata-kata Sundari bagai pedang tajam yang menyanyat hati Saraswati. Air matanya tanpa permisi mengalir deras bagai air terjun grojokan sewu.
Hutang-hutang bapaknya di juragan Broto, mau di lunasi oleh saudara-saudara dari ibunya Saras, mereka patungan membanyar hutang bapaknya Saras, karena mereka kasihan nasib Saras kalau sampai menjadi istri juragan Broto. Tapi sayangnya juragan Broto menolak, ia memaksa Saras menjadi istrinya, maka dengan berat hati, mereka melepas Saras untuk menjadi istri muda juragan Broto. Saat mau menikah, Saras mengajukan satu syarat agar dirinya bisa melanjutkan jualan di pasar seperti yang ibunya lakukan dulu. "Aku mau menikah denganmu, tapi ijinkan aku tetap berjualan di pasar," pinta Saras saat itu. Broto menatap tajam Saras, "Untuk apa kamu berjualan, kamu istri juragan Broto yang kaya raya. Kamu minta uang, aku kasih, wong ayu!" "Aku tidak butuh uangmu, aku tidak mau adik-adikku makan uang haram darimu, kalau kau menolak permintaanku, maka aku lebih baik mati, dari pada menikah denganmu. Aku bersumpah demi ibuku!" ancam Saras.
Saraswati memandang seorang laki-laki tampan yang tersenyum padanya. Hatinya berdebar kencang saat bertemu pandang dengannya, "Iya Mas. Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?""Maaf, saya cari ibu saya. Mbak tahu wanita dengan jilbab hijau badan gemuk lewat sini?"Saraswati bengong memandang laki-laki itu, ia sungguh terpesona dengan senyuman manis dan ketampanan laki-laki yang ada di depannya."Hello! Mbak ...!"Mendengar ucapan keras laki-laki itu, Saraswati gelagapan, "I-iya, ada apa ...?"Senyuman pria tampan itu terlukis di sudut bibirnya, manis sekali hingga Saraswati tak lepas memandang wajah orang itu."Mbak, Mbak ...!"Saraswati tersipu malu saat pria itu menjentikkan jarinya di depan wajahnya, "Mas, baru di desa ini, ya ...?""Iya, aku lagi berkunjung ke rumah Budeku.""Oh, makanya aku baru lihat Mas di desa ini.""Maaf, aku lagi cari Ibuku, apa Mbak melihatnya ...?""Orangnya kayak apa?""Tadi
Satu bulan kemudian...Setelah dirinya menjanda, banyak pria yang menggoda dirinya dan ingin.meminang Saras, tapi Saras tak tertarik dengan mereka, hatinya sudah tertawan oleh pria tampan yang ia lihat di pasar waktu itu."Mbak Saras sedang apa?" sapa Bayu saat melihat kakaknya melamun di teras sore itu."Aku sedang memikirkan sesuatu," jawab Saras tidak semangat."Mbak, aku mau minta izin ke kota," ucap Bayu."Untuk apa ke kota?" "Besok sudah mulai kuliah dan juga masuk kerja," jawab Bayu."Oh iya aku lupa, aku lupa adikku sudah besar sekarang."Saraswati tersenyum malu, ia lupa bila waktu telah berjalan cepat, adik-adiknya sudah tumbuh dewasa dan sekolahnya pintar."Mbak, aku akan ajak Permadi ke kota untuk lanjutkan kuliah di sana sambil kerja sampingan saat pulang dari kampus."Saraswati menunduk, satu per satu adiknya pergi darinya, dulu dirinya tak bisa pergi jauh karena memikirkan adik-