Melihat Saraswati yang menolak kebenaran, orang-orang semakin merasa terharu. Mereka pun tidak percaya bahwa ibunya Saraswati meninggal dunia begitu cepat, banyak orang terkejut mendengar kabar atas kematiannya.
"Saras kamu harus tabah ya! Kamu harus tabah, Nduk! Lihatlah, ini memang Emak kamu, Nduk!" suara Bude Sumiati di sela isak tangisnya, air matanya mengalir deras hingga matanya bengkak.
Tangan Bulek Nuning mendekat dan menutup kembali wajah almarhum ibunya Saraswati dengan kain batik itu.
"Jangan membuat arwah Emak kamu bersedih dan menghambat perjalanan pulang ke akhirat Emak kamu, Nduk!" Bulek Sumiati mengelus punggung Saraswati.
"Tidak, Bude! Mak e tidak meninggal, dia tidak meninggal, Bude!"
Adiknya Saraswati yang bernama Bayu mendekatinya, dia merangkul kakaknya sambil menangis, "Mbak Saras, Emak sudah meninggal. Mbak Saras, jangan seperti ini, kasian E mak, Mbak!"
"Bayu, kamu salah! Emak tidak meninggal, dia cuman tidur, suruh Emak bangun, Bayu! Suruh dia, bangun! Hiks ..." Saraswati menangis tersedu dalam pelukan adiknya, dia menangis tersedu-sedan.
Kedua adiknya yang lain, ikut mendekat dan memeluk Saraswati. Permadi dan Sundari memeluk erat tubuh Saraswati.
Mereka berempat berpelukan dan menangis tersedu-sedu bersama, ruangan itu di penuhi tangisan yang menyayat hati.
Saraswati melepas rangkulannya, ia lalu menatap tubuh yang terbaring kaku di depannya memeluknya, "Emaaak ...!"
Saraswati tersadar bahwa ibunya telah tiada. Dia memeluk erat tubuh yang terbujur kaku itu, Saraswati menangis sejadi-jadinya, hatinya betul-betul hancur.
Hatinya hancur, belum terlepas dengan masalah dengan juragan Broto, sekarang di hadapkan dengan cobaan yang sangat besar. Ibu yang selama ini, menjaga dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, kini telah meninggal dunia begitu cepat.
"Ya Allah, cobaan apa lagi ini?" batin Saraswati.
"Saras, kamu tahu bapakmu di mana?" bisik Bulek Nuning.
Saraswati langsung menatap wajah Bulek Nuning dengan rasa heran. "Bapak, memangnya, di mana?" tanyanya balik.
"Kami tidak tahu, Nduk!" jawab Bulek Nuning.
"Jadi, Bapak tidak tahu, kalau Ibu telah meninggal?" tanya Saraswati penuh rasa heran.
"Kami, sudah mencoba mencari, tapi, belum ada yang tau bapakmu ada di mana?" ucap Bulek Nuning di sela isak tangisnya.
"Bapak pasti main judi di rumah Broto! Biar aku yang cari, Mbak!" ucap Bayu penuh emosi, adiknya itu memang kurang suka dengan sikap bapaknya.
Bayu berumur 13 tahun, dia sudah paham mana yang baik juga mana yang buruk. Kelakuan buruk bapaknya membuat Bayu sangat membenci bapaknya itu.
"Jangan kamu yang pergi, biar orang lain yang menjemput bapakmu," kata Bude Sumiati.
"Aku tahu tempat judi juragan Broto, aku yang jemput Bapak, ya!" sahut Permadi.
Adik kecil Saraswati yang berumur 8 tahun. Ia tahu betul tempat bapaknya berjudi, karena Permadi yang sering di suruh ibunya untuk menyusul bapaknya bila tidak pulang ke rumah. Permadi itu anak yang pemberani. Walau masih berumur 8 tahun.
"Biar aku yang susul, Mbak!" sahutnya lagi,
"Jangan. Kita tidak pergi ke mana-mana, kita di sini jaga Ibu untuk yang terakhir kalinya." tegas Saraswati.
Bayu berdiri, melihat adiknya berdiri, Saraswati lalu bertanya, "Kamu mau ke mana?"
"Aku akan membuat perhitungan dengan Bapak, gara-gara Bapak yang suka judi dan main perempuan, di tambah punya hutang sama Broto edan itu, makanya sekarang Emak meninggal kena serangan jantung. Aku sudah muak dengan sikap Bapak!"
"Duduklah! Jangan bertidak gegabah! Ayo duduklah!" perintah Saraswati dengan nada tegas.
Bayu menyeka air matanya yang mengalir deras, ia terlihat marah bercampur kecewa dan juga sedih.
"Bayu, biar orang lain yang menjemput Bapak, kita jaga jenazah Emak di sini, jangan pedulikan Bapak lagi."
Bayu pun duduk kembali setelah mendengar ucapan Saraswati. Walau terlihat kecewa karena tidak bisa pergi, tapi yang di katakan kakaknya benar, jadi ia menuruti ucapan Saraswati.
"Kita harus mengurus jenazah Emak dengan baik agar Emak tenang di alam sana. Duduk diam dan baca doa untuk Emak!"
"Bayu, betul kata Saras, biar orang lain saja yang menjemput bapakmu," suara Bude Sumiati dari belakang Bayu.
Lalu datang suami Bude Sumiati yang bernama Pakde Jarwo. Pakde Jarwo kakak kandung dari ibunya Saraswati.
"Katakan padaku di mana bapakmu, biar aku saja yang seret dia kemari!" geram Pakde Jarwo.
"Bapak pasti lagi berjudi, di rumah juragan Broto, Pakde!" sahut Bayu.
"Dasar kurang ajar si Tukiman! Bapakmu memang tidak tahu diri, aku betul-betul pingin tak hajar aja bapakmu itu! Kamu duduk sini saja! Biar aku yang seret bapakmu pulang!" geram Pakde Jarwo.
Pakde Jarwo pergi meninggalkan tempat itu dengan wajah yang merah padam di bakar api amarah.
"Kenapa Bapak selalu membuat kesalahan, aku jadi semakin benci melihatnya!" geram Bayu sambil mengepalkan tangan.
,Saraswati memandang Bayu yang terlihat marah, ucapan Bayu membuat hati Saraswati semakin teriris, bagaimana bisa seorang anak bisa membenci bapaknya?
"Bayu, jangan begitu, jangan bicara kasar pada Bapa!"
"Mbak Saras, aku sudah muak melihat sikap bapak yang arogan," geram Bayu.
"Sudahlah, biar Paklek dan Bulek saja yang mengurus bapakmu. Kalian duduk aja di sini," ucap Paklek Giman seraya menggandeng Bulek Nuning, mereka berjalan ke arah halaman rumah dan melewati kerumunan para pelayat.
***
Suasana rumah Saraswati ramai orang yang membantu menyiapkan perlengkapan untuk memandikan jenazah.
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di rumah juragan Broto, namun tidak berapa lama Paklek Giman dan Bulek Nuning kembali dari rumah juragan Broto dengan wajah yang terlihat panik.
Paklek Giman begitu ketakutan, raut wajahnya begitu panik. Nada bicaranya gemeteran, dia berbicara dengan Bude Sumiati dengan suara bergetar.
"Yu, Kang Jarwo sama bapaknya Saras berkelahi di rumah juragan Broto!" kata Paklek Giman.
"Ayo cepat ke sana Yu! Ayo cepat! Kang Jarwo ngamuk!" sahut Bulek Nuning.
"Kok, ngamuk? Apa Tukiman menolak di bawa pulang?"
"Tidak, Yu! Kang Jarwo melihat bapaknya Saras mabuk dan main perempuan di rumah juragan Broto, makanya ngamuk, Yu!" jelas Paklek Giman.
"Tugimannya, gimana?"
"Dia lari pontang-panting, Yu! Tapi terus ke tangkap sama Kang Jarwo!" jawab Bulek Nuning.
"Gimana, ceritanya? Aku kok, gak paham, Ning!" tanya Bude Sumiati.
"Bapaknya Saras berusaha lari soalnya di gebukin sama Kang Jarwo, Yu!" jelas Paklek Giman.
"Oalah, sokor kuwi, rasakno ben kapok! Kalau bisa dihajar saja sampai patah tulang, huh! Aku ikut emosi melihat tingkahnya itu!" geram Bude Sumiati.
"Sabar, Yu! Tapi kita harus misahkan mereka, Yu!" Bulek Nuning mencoba menenangkan hatinya.
"Terus dia itu lari ke mana?" tanya Bude Sumiati lagi.
"Gak tahu, Yu? Kang Jarwo ngancam kalau sampai balik ke rumah dan bikin ulah, bapaknya Saras mau dihajar sama Kang Jarwo," jelas Paklek Giman.
"Oalah, mungkin takut sama suamiku makanya dia kabur," Bude Sumiati manggut-manggut lalu berkata lagi, "biar saja pergi, orang tidak tahu diri macam dia perlu dimusnahkan!"
"Iya, Bude! Aku tidak butuh Bapak tukang mabuk dan tukang main perempuan. Aku muak dengannya, aku tidak sudi punya Bapak seperti dia!" geram Bayu. Saraswati menepuk pundak adiknya pelan, "Bayu, tidak baik bicara seperti itu pada orang tua, bagaimanapun dia Bapak kita." "Aku tidak sudi, punya Bapak seperti orang itu, Mbak! Aku benci Bapak!" Saraswati juga tidak suka dengan Bapak yang seperti itu, tapi bagaimanapun Tugiman adalah bapaknya. Bude Sumiati mendekati Saras, matanya berkaca-kaca menahan gejolak hatinya yang dilanda kesedihan ditinggal adik kandungnya yaitu ibunya Saraswati. "Aku tidak menyangka ibumu telah tiada, Nduk!" ucapnya sembari mengusap air matanya. Tiba-tiba adik kecil Saras menangis dan memeluk Saraswati, "Mbak Saras, aku ingin Emak bangun!" Kata-kata Sundari bagai pedang tajam yang menyanyat hati Saraswati. Air matanya tanpa permisi mengalir deras bagai air terjun grojokan sewu.
Hutang-hutang bapaknya di juragan Broto, mau di lunasi oleh saudara-saudara dari ibunya Saras, mereka patungan membanyar hutang bapaknya Saras, karena mereka kasihan nasib Saras kalau sampai menjadi istri juragan Broto. Tapi sayangnya juragan Broto menolak, ia memaksa Saras menjadi istrinya, maka dengan berat hati, mereka melepas Saras untuk menjadi istri muda juragan Broto. Saat mau menikah, Saras mengajukan satu syarat agar dirinya bisa melanjutkan jualan di pasar seperti yang ibunya lakukan dulu. "Aku mau menikah denganmu, tapi ijinkan aku tetap berjualan di pasar," pinta Saras saat itu. Broto menatap tajam Saras, "Untuk apa kamu berjualan, kamu istri juragan Broto yang kaya raya. Kamu minta uang, aku kasih, wong ayu!" "Aku tidak butuh uangmu, aku tidak mau adik-adikku makan uang haram darimu, kalau kau menolak permintaanku, maka aku lebih baik mati, dari pada menikah denganmu. Aku bersumpah demi ibuku!" ancam Saras.
Saraswati memandang seorang laki-laki tampan yang tersenyum padanya. Hatinya berdebar kencang saat bertemu pandang dengannya, "Iya Mas. Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?""Maaf, saya cari ibu saya. Mbak tahu wanita dengan jilbab hijau badan gemuk lewat sini?"Saraswati bengong memandang laki-laki itu, ia sungguh terpesona dengan senyuman manis dan ketampanan laki-laki yang ada di depannya."Hello! Mbak ...!"Mendengar ucapan keras laki-laki itu, Saraswati gelagapan, "I-iya, ada apa ...?"Senyuman pria tampan itu terlukis di sudut bibirnya, manis sekali hingga Saraswati tak lepas memandang wajah orang itu."Mbak, Mbak ...!"Saraswati tersipu malu saat pria itu menjentikkan jarinya di depan wajahnya, "Mas, baru di desa ini, ya ...?""Iya, aku lagi berkunjung ke rumah Budeku.""Oh, makanya aku baru lihat Mas di desa ini.""Maaf, aku lagi cari Ibuku, apa Mbak melihatnya ...?""Orangnya kayak apa?""Tadi
Satu bulan kemudian...Setelah dirinya menjanda, banyak pria yang menggoda dirinya dan ingin.meminang Saras, tapi Saras tak tertarik dengan mereka, hatinya sudah tertawan oleh pria tampan yang ia lihat di pasar waktu itu."Mbak Saras sedang apa?" sapa Bayu saat melihat kakaknya melamun di teras sore itu."Aku sedang memikirkan sesuatu," jawab Saras tidak semangat."Mbak, aku mau minta izin ke kota," ucap Bayu."Untuk apa ke kota?" "Besok sudah mulai kuliah dan juga masuk kerja," jawab Bayu."Oh iya aku lupa, aku lupa adikku sudah besar sekarang."Saraswati tersenyum malu, ia lupa bila waktu telah berjalan cepat, adik-adiknya sudah tumbuh dewasa dan sekolahnya pintar."Mbak, aku akan ajak Permadi ke kota untuk lanjutkan kuliah di sana sambil kerja sampingan saat pulang dari kampus."Saraswati menunduk, satu per satu adiknya pergi darinya, dulu dirinya tak bisa pergi jauh karena memikirkan adik-
"Emmm, sepertinya aku pernah lihat kamu deh!" ucap Reyndra."Lihat di mana Pak?" tanya Bayu sambil memandang ke arah Reyndra lalu ke Saraswati secara bergantian."Pasar, kayaknya aku pernah lihat dia di pasar saat aku diajak ibuku ke pasar waktu itu.""Oh gitu, kakakku memang kerjanya jualan di pasar.""Oh iya, waktu itu aku bertanya padamu, tapi belum kamu jawab," ucap Reyndra sambil menatap Saraswati.Saraswati mengeryitkan dahi, ia lupa tentang pertanyaan Reyndra, "Maaf, saya lupa.""Aku bertanya padamu waktu itu, apa kamu sudah menikah?""Kakakku janda," sahut Permadi dengan cepat.Saraswati tersipu malu dan mencubit pinggang Permadi yang berdiri di sampingnya. Permadi meringis kesakitan saat tangan kakaknya mencubit pinggangnya."Oh jadi kamu janda, tapi kamu masih terlihat sangat muda dan cantik," ucap Reyndra."Kakakku menikah sangat muda saat itu," jawab Bayu."Tunggu, dari tad
"Ya Allah, kaki kamu berdarah."Reyndra panik dan entah kenapa dirinya langsung reflek membopong tubuh Saraswati."Bayu, cepat ambilkan alkohol!" seru Reyndra lagi.Permadi mematikan kompor yang sedang menyala dan membersihkan pecahan kaca. Bayu segera mengambil perlengkapan kesehatan yang kakaknya taruh di lemari kaca di ruang tengah, sedangkan Reyndra membopong tubuh Saraswati ke kursi yang ada di dapur."Kamu duduk sini ya!""Aku tidak apa-apa kok!""Bagaimana tidak apa-apa? Lihat kaki kamu itu, berdarah kayak begitu.""Sungguh aku tidak apa-apa," ucap Saraswati sambil memegang tangan Reyndra.Sejenak mereka berdua saling berpandangan, lalu Saraswati menoleh ke samping karena tak sanggup bertemu pandang dengan Reyndra.'Tatapan matanya seperti menghujam hatiku, aku tak berdaya dibuatnya,' batin Saraswati.Reyndra menyibakkan sedikit baju Saraswati agar tak kena darah karena baju Saraswati ya
Saraswati seorang gadis cantik kembang desa. Orang-orang biasanya memanggil dia Saras. Bapaknya suka mabuk-mabukan dan main perempuan membuat Saraswati, menjadi takut membuka hati untuk laki-laki. Umur Saraswati sudah 18 tahun, sudah waktunya menikah bagi orang desa seperti dia. Tapi, dia belum mau membuka hati untuk laki-laki manapun. Walau, banyak laki-laki di desa itu, yang mencoba mendekati Saras, dan ingin melamar untuk di jadikan istri, tapi Saras menolak mereka semua. "Dasar wong setengah liter!" maki Saraswati dalam hati. Suatu hari ada seorang laki-laki yang datang membawa sebuah lamaran pada Saras, ia datang bersama para pengawalnya ke rumah Saras, laki-laki itu bernama Broto. Dia laki-laki yang sangat berpengaruh di desa itu. Dia sudah mempunyai istri tapi ingin menambah istri lagi. Saras, melihatnya aja sudah muak. Broto berumur kira-kira sekitar 45 tahun, usianya sama dengan usia bapaknya. Wajah Broto brewokan dan juga bermata tajam
"Aku tidak mau menikah denganmu!" ketus Saraswati. "Walah, lek marah kamu itu tambah cantik, lo! Hehehe!" Broto mencoba menggoda Saraswati. Saraswati tidak merespon ucapan Broto, ia memalingkan mukanya ke arah lain. "Baik, baiklah, wong ayu! Aku aku akan bersabar, aku tunggu sampai hatimu terbuka untukku!" "Datanglah, satu bulan lagi," ucap Saraswati, "bulan depan aku akan bawa uang untuk membayar hutang bapakku!" Broto manggut-manggut kepalanya sambil mengusap janggutnya, "Baiklah! Aku akan datang satu bulan lagi ke sini!" "Sekarang pergilah!" usir Saraswati. "Iyo, wong ayu! Aku akan pergi dulu. Jangan lupa janji mu, wong ayu!" ucap Broto sambil berdiri dan menatap Saraswati tajam. Saraswati memalingkan mukanya, ia muak melihat wajah bandot tua itu. Broto cuek aja dan melangkah menuju pintu rumah Saraswati. Di teras rumah Broto berhenti dan berbisik ke telinga pengawalnya, "Jago! Awasi calon istriku