Home / Lain / KILLER MASK / Become a Shield?

Share

Become a Shield?

Author: Degitarius
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

   Pria bertubuh besar dan wanita itu langsung berpaling melihat seorang pria di belakang pria bertubuh besar. Dan tentunya benar! Nama dari wanita bertopeng adalah Aghata. Kini bertambah satu orang lagi yang mengetahui identitas Aghata sebagai wanita bertopeng.

   Mata Aghata dan pria itu bertemu, beradu dengan mulut yang membisu. Tatkala kegelisahan datang, Aghata berkata, “Andi?”

   Tepat sekali! Pria yang berdiri terpaku di belakang pria bertubuh besar adalah Andi, seseorang yang dianggap sebagai keluarga oleh Aghata. Andi tak bisa berkata-kata, lidahnya terasa kelu dan tenggorokan terasa kering. Dibanding dengan rasa takut ketika dikepung, Aghata lebih takut jika identitasnya diketahui, terlebih lagi oleh orang yang berharga bagi dirinya.

   Sementara pria berkumis tipis di belakang Aghata bangkit, mengambil pisau yang tergeletak di lantai. Ujung pisau yang tajam melayang di udara, mengarah ke tubuh Aghata. Akan tetapi Andi dengan cepat menyadari hal itu, dan berlari ke arah Aghata. Andi memeluk dan mengubah arah pandang Aghata, sehingga Aghata bisa melihat pria berkumis tipis berdiri di hadapannya.

   Mata Aghata dan pria berkumis tipis beradu tanpa suara dan makna. Awalnya Aghata tidak menyadari sesuatu, sampai Andi merintih kesakitan dengan suara serak. Perasaan buruk mulai menyelimuti Aghata. Ia teringat satu film yang pernah ditonton. Ada salah satu bagian dalam film itu terjadi saat ini. Di mana bagian itu adalah penikaman pada orang yang sudah ditandai sebagai target. Akan tetapi target yang sudah ditandai meleset, dan mengenai orang lain yang berkorban untuk si target.

   Sayang sekali! Aghata telat menyadari bagian itu. Perlahan dia menyentuh punggung Andi, simbah darah melekat di tangannya. Aghata terkejut bukan main! Tubuh Andi langsung terhuyung membuat Aghata jatuh ke lantai sambil memangkunya.

   Aghata ingin menangis, akan tetapi kemarahan lebih menguasai dirinya. Menyesal? Tentu saja! Jika Aghata menyadari lebih awal tindakan pria berkumis tipis, ia tidak akan membiarkan Andi menjadikan tubuhnya sebagai perisai. Dengan cepat Aghata merobek sebagian baju di balik mantel, membalut luka Andi untuk menghentikan pendarahan sementara.

   Iris mata Aghata menatap tajam ke arah pria berkumis tipis, kemudian berdiri setelah menepikan tubuh Andi yang masih setengah sadar. Semua jemari tangan Aghata mengepal, menahan amarah yang sudah di ujung tanduk. Perkataan Aghata tentang melukai dirinya bukanlah semu! Meski yang terluka adalah Andi, akan tetapi pisau yang menggores bagaikan kunci untuk membuka kandang singa.  

   Tanpa mengulur waktu Aghata langsung meluncurkan peluru pada pria berkumis tipis, kemudian bergilir ke arah pria bertubuh besar. Kedua pria itu terkulai lemas di lantai akibat tembakan di tulang kering, sehingga mereka berada di ambang kematian.

   Aghata menghampiri pria bertubuh besar lebih dulu. Ia menginjak batang leher pria itu dengan satu kaki. Kemudian menekan kakinya dengan sekuat tenaga sampai pria bertubuh besar kehabisan napas. Karena belum puas, moncong pistol diletakkan di dada pria itu tanpa membidik melalui mata. Jemarinya menarik pelatuk, membuat darah segar menyembur.

   Kini tinggal tersisa pria berkumis tipis, Aghata menghampirinya sambil menyeringai. Karena pria itu adalah pelaku utama yang menikam Andi, maka akan diberikan perlakuan istimewa dari Aghata. Ia meletakkan moncong pistol di dada pria itu, meluncurkan peluru pertama sampai darah bersimbur memberi motif pada lorong yang polos.

   Dan untuk peluru kedua, Aghata membuka paksa mulut pria itu, sebagai tempat memuntahkan peluru. Suara pistol meredam di dalam tenggorokan pria itu. Perlahan darah segar mengucur melalui mulut pria itu.

   Tentunya tidak sampai situ perlakuan istimewa dari Aghata. Ia memecahkan kaca transparan yang ada di hadapannya dengan kaki, kemudian menyeret pria itu dan melemparnya ke tanah dengan ketinggian 15 meter. Suara mayat pria itu yang jatuh menyentuh tanah membuat seringai tipis di wajah Aghata. Kegelapan kala itu seakan bersahabat dengan Aghata, si wanita bertopeng berdarah dingin.

***

   Dinding putih menemani setiap langkah Aghata yang bergerak cepat. Roda kecil berjumlah empat membawa Andi ke ruangan ICU. Perawat menyuruh Aghata menunggu sampai dokter selesai menyelamatkan nyawa Andi.     

   Cemas? Tentu saja! Tapi apa boleh buat, Aghata hanya berdiam sambil menunggu. Ia pergi ke toilet untuk membasuh wajah dengan air. Cermin berbentuk persegi panjang terbentang di dinding depannya. Tiba-tiba ia teringat saat Andi tertikam, hal itu mengingatkannya pada luka tikam di perut ibunya.

   Ingatan itu bagaikan roll film, berwarna hitam putih yang membawa Aghata menyelami kisah kelam. Garis pembuluh darah bermunculan seperti kilat, ketika ia berusaha menahan trauma yang mencekamnya. Tangan Aghata berusaha melonggarkan lingkar pakaian agar bisa bernapas luas.

   Hampir 10 menit ia menahan rasa trauma yang mencekam dirinya. Energi Aghata terkuras habis melalui keringat yang bercucuran. Dan akhirnya trauma itu mulai hilang secara perlahan. Ia kembali membasuh wajah yang sempat memucat dan kembali menghampiri ruangan di mana Andi berada.

   Aghata tiba di ruangan Andi bersamaan dengan dokter yang mengobatinya keluar dari ruangan Andi. Dengan segera ia mendekati dokter itu ingin tahu keadaan Andi.

   “Dokter, bagaimana keadaan teman saya?” tanya Aghata.

   “Syukurlah kamu cepat membawanya ke rumah sakit, kalau tidak? Bisa saja teman kamu tidak tertolong,” ucap dokter itu.

   Aghata bisa menghela napasnya sejenak, dan kembali bertanya, “Lalu apakah lukanya sangat parah?”

   “Tidak terlalu parah, pisau yang menikam punggungnya tidak terlalu dalam. Tapi mungkin butuh beberapa jam untuk dia kembali sadar.”

   “Apakah saya sudah bisa melihatnya ke dalam?”

   “Silahkan!”

   Aghata masuk dengan ragu, perlahan celah-celah pintu terbuka. Jauh mata Aghata memandang, Andi terkulai lemas di atas ranjang. Aghata memberanikan diri untuk mendekati Andi. Tangan Andi terlihat lebih pucat dengan jarum terbalut plester cokelat. Aghata melirik tiang impusan di sebelah Andi, membuatnya berdengus tak bisa berkata-kata.

   Aghata menarik kursi untuk duduk di sebelah Andi. Tangan Aghata ingin menyentuh impusan di punggung tangan Andi. Namun ia ragu dan kembali meletakkan tangannya di tepi ranjang. Ia menatap wajah Andi yang tak sadarkan diri.

   Bagaimana bisa Aghata tidak menyadari sosok Andi yang membuntutinya? Dan kenapa Andi harus mengorbankan dirinya? Rasa kesal karena tidak bisa melindungi orang terdekatnya mulai bermunculan, kepala Aghata terus menunduk. Tak jemu ia menunggu Andi sampai sadarkan diri, menebus rasa bersalah karena menempatkannya dalam posisi yang berbahaya.

   Walaupun Aghata lebih cenderung bersikap dingin, akan tetapi Aghata tak ragu menaikan selimut di tubuh Andi agar ia tidak merasa dingin. Tangan Aghata ditumpuk menjadi satu di tepi ranjang, sebagai bantal untuk menopang kepalanya yang ingin beristirahat.

***

   Raja siang keluar dari ufuk timur, sinarnya menembus jendela besar yang transparan ke ruangan di mana Andi dirawat. Andi mengerutkan kening sambil membuka kelopak mata. Ia merasa tak asing dengan bau obat di dalam ruangan itu, di mana ruangan itu tak lain dari rumah sakit. Baru saja terlintas di pikirannya, bahwa alasan dia berada di rumah sakit karena ditikam seseorang. Entah sudah berapa lama ia terbaring, tapi bisa merasakan tubuhnya remuk.

   Ketika Andi melihat sisi ranjang, ia mendapati Aghata yang sedang tertidur pulas di sebelahnya. Lesung pipi mulai timbul saat Andi tersenyum, jemari Andi menyapu rambut Aghata yang menutupi wajah. Tak sengaja jari Andi menyentuh pipi Aghata yang mulus, membuatnya terbangun dari tidur. Andi langsung menarik tangannya dan berpaling melihat ke arah lain. Sementara Aghata masih mengumpulkan kesadaran.

   “Kamu sudah sadar?” tanya Aghata.

   “Baru saja. Seharusnya kamu pulang saja ke rumah dan istirahat, tapi kenapa malah menemaniku di sini?”

   Andi ingin mengangkat tubuhnya sedikit ke atas, akan tetapi ia terlihat kesusahan. Dan Aghata berniat untuk membantu Andi membenarkan posisi tubuhnya. Entah karena gugup atau bahkan takut, Andi kerap berpaling saat Aghata menatap matanya. Lalu Aghata menyadari sesuatu, kalau tubuh Andi sedikit bergemetar saat dilihat lebih dekat. Hal itu membuat Aghata berpikir kalau Andi merasa takut jika dekat dengannya.

   “Kenapa kamu harus bertindak ceroboh seperti itu?” marah Aghata dengan raut wajah tak bersahabat.

   “Lalu aku harus bagaimana? Diam ... menyaksikanmu ditikam oleh pria itu?” Mata Andi menatap Aghata yang berbalik marah. Sementara Aghata tak tahu harus menjawab apa. Hal itu membuat Andi sedikit geram akan sikap Aghata yang selalu terlibat hal berbahaya.

   “Jangan lupa kamu masih berhutang penjelasan padaku!” tandas Andi.

   Mana mungkin Aghata lupa kalau ia harus menjelaskan semuanya tanpa ada yang terlewat. Aghata menunduk sambil berkata, “Aku ...”

Related chapters

  • KILLER MASK   A Truth

    “Jangan bicara sekarang! Bisa saja ruangan ini sudah disadap seseorang,” sela Andi membuat Aghata berhenti bicara. “Aku memang tidak berniat menjelaskan di sini.” Aghata menjawab dengan dingin. Andi berdecak sambil menatap Aghata dengan tajam. Tiba-tiba Andi merasakan rasa sakit yang menjulur ke seluruh tubuhnya, ketika berusaha mengingat saat tertikam dan jatuh di pangkuan Aghata. Dan untuk pertama kali Andi bisa melihat tatapan hangat dari sosok Aghata yang lebih cenderung bersikap dingin. Berapa banyak lagi kepingan misteri yang Aghata sembunyikan? Wanita yang cantik di depannya, bukanlah wanita yang hanya memikirkan percintaan. Akan tetapi di mata Andi, Aghata adalah wanita yang mempunyai banyak rahasia. “Aku akan pesankan makanan untukmu, karena aku tahu makanan rumah sakit sangatlah tidak enak rasanya.” Aghata beranjak dari kursi sambil merapihkan rambutnya.

  • KILLER MASK   Visit

    Sesekali Andi menyapu helai rambut dengan sela-sela jari, menarik rambutnya sedikit melepas rasa pening di kepala. Dengus napas kerap terdengar berat, Andi tak bisa berkata-kata mendengar semua kebenaran tentang Aghata. Mengingat berapa banyak orang yang Aghata bunuh, tubuh Andi bergetar tanpa perintah. “Apa kamu merasa takut padaku sekarang?” tanya Aghata menatap Andi. Andi berdeham saat Aghata mengetahui keadaannya sekarang. “Ke-kenapa kamu tanya hal itu? Bukan bertanya aku kecewa atau tidak padamu?” tanya Andi sedikit gugup. “Daripada kecewa sepertinya kamu menjadi takut padaku, sejak aku menyelimutimu saat di rumah sakit,” ucap Aghata membuat Andi tertegun. Andi memalingkan wajahnya, kemudian melihat Aghata kembali. “Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” Aghata beranjak dari kursi.

  • KILLER MASK   Planned Death!

    Peluru pistol desert eagle di tangan Aghata berdesing, menembus pakaian pria yang berdiri di ujung kiri tepat di dada. Tindakan Aghata membuat semua orang terkejut, Aghata menatap pria yang ditembaknya dan berkata, “Jangan sebut nama ibuku dengan mulut kotor kalian!” kecam Aghata sambil menatap satu per satu pria di depannya. Empat pasang roda kecil di bawah kursi mulai bergetar. Pria yang duduk di atasnya melihat Aghata dengan raut wajah yang berbeda. Mata pria itu dan mata Aghata bertemu. “Psikopat! Dasar wanita psikopat!” cemooh pria itu menatap Aghata. “Psikopat?” Iris mata Aghata menatap tajam, bibirnya menyeringai. “Apa itu? Panggilan baru untukku? Kalau begitu terima kasih, tapi aku tak menyukainya!” tolak Aghata. Pria berkacamata yang dipanggil dengan nama Regi mengkatup rahangnya, ia menatap tajam Aghata sambil berkata, “Dari mana

  • KILLER MASK   Unexpected Guest

    “Aku akan tetap di sini!” jawab Andi cepat. Setelah mendapat jawaban Andi, Aghata membuka paksa mulut Regi, memasukan moncong pistol ke dalam mulut. Tentu saja kali ini Aghata tidak akan menembak di dada Regi, melainkan langsung menyuruh Regi menelan peluru setelah Aghata menekan pelatuk pistol. Sontak Andi menutup mata dengan tangan, ia bahkan lupa menutup telinganya. DOR!!! Desing peluru terdengar nyaring akibat moncong pistol tidak terlalu dalam. Perlahan Regi memuntahkan darah dari mulutnya, hingga terjun ke lantai menjadi genangan darah. Aghata perlahan menjauhkan diri dari mayat Regi, ia tak ingin mengotori pakaiannya dengan darah. Dari kejauhan, Andi terjatuh ke lantai karena tak bisa menahan tubuhnya yang melemas. Ia tak menyangka akan berada dalam situasi yang membuatnya benar-benar tak berdaya. Belum lagi ingatan saat ditikam

  • KILLER MASK   Alto Group Interview

    “Ampuni aku tolong! Ampun!” mohon pria itu bersujud di lantai. “Siapa yang mengirimmu datang ke sini? Cepat katakan!” gertak Aghata dengan nada meninggi. “Tidak ada yang mengirimku ... aku ... aku datang secara pribadi menemuimu, Nona!” Pria itu menangis, kedua telapak tangan menyatu di atas kepala. “Apa tujuan kamu menemuiku? Berani sekali orang kepercayaan Nando datang ke sini!” murka Aghata menatap tajam. “Aku melihat ciri-ciri pembunuh ibu Nona.” Aghata mengerutkan keningnya, ia meletakkan mocong revolver di kepala pria itu. “Ceritakan semua yang kamu tahu, tanpa terkecuali!” perintah Aghata. “Dua jam sebelum ibumu disekap, aku mendapat sebuah pesan berisi perintah. Orang dalam pesan itu menyuruhku menyekap ibumu. Saat itu aku berusaha melacak nomor itu,

  • KILLER MASK   ST Group Investment Contract

    Clarista mengerutkan kening, setetes air bening turun membasahi pelipisnya. Kepanasan? Tentu saja tidak, karena ruangan itu dilengkapi pendingin ruangan. Sudut wajah Clarista yang mulai menegang bisa terlihat oleh Aghata, namun Clarista berusaha menutupi rasa tegang itu. “Bukankah ucapanmu sangat lancang? Kamu bisa ditahan atas pencemaran nama baik,” sangkal Clarista yang akhirnya menatap Aghata. “Benarkah?” “Apa maumu?” Clarista bertanya seolah melihat Aghata menginginkan sesuatu. “Saya lihat Anda menilai saya berbeda dengan yang lain, bukan begitu?” terka Aghata, “Anda bisa mempertimbangkanku untuk bekerja di sini dengan cara lain, misalnya menarik investor yang sulit sekali diajak bekerja sama,” usul Aghata. Clarista menatap Aghata dan berkata, “Kalau begitu silakan! Jika kamu berhasil, kam

  • KILLER MASK   Officially Becoming Assistant Director

    “Aku bukan orang bodoh yang melakukan hal itu ... dan jangan tanyakan soal apa pun lagi padaku, kamu cukup terima saja hasilnya!” kecam Aghata berjalan ke kamar. Glen merasa tertegun oleh ucapan Aghata, sedangkan Andi hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. Bahkan Andi tidak tahu, apa yang dilakukan oleh Aghata sampai ST Grup mau menandatangani kontraknya? Cara violent yang dipakai Alto Grup saja, Andi tidak tahu-menahu. Di sisi lain Aghata sedang berbaring di ranjang dengan tangan yang merentang. Kelopak mata Aghata menutup iris matanya yang tajam. Sudah lama Aghata tak menginjakkan kaki di gedung Alto Grup, bukan rindu yang datang menyapanya melainkan amarah yang kian memuncak. Ia meraih ponsel di dalam saku celana, menelepon seseorang bernama Clarista. Begitu sudah terhubung, Aghata berkata, “Sampaikan pesanku pada Pak Anderson, suruh dia menungguku di ruan

  • KILLER MASK   Investment Seminar

    Aghata menghela napasnya dan berkata, “Cara violent sudah beroperasi sejak 2014, tepatnya saat pergantian pimpinan dari ibuku ke Nando Setyoko. Cara violent sering digunakan untuk kerja sama dua pihak, cara itu sama saja dengan penindasan ... pihak Alto Grup akan melakukan penyekapan, penyiksaan, dan mengancam korban untuk mendapatkan apa yang Alto Grup inginkan. Sedangkan seminar investasi biasanya dilaksanakan setelah luka korban sudah bisa ditutupi dengan alat-alat rias.” “Bukankah itu sangat keterlaluan?” Kening Andi berkerut setelah mendengar perkataan Aghata. Bibir Aghata melengkung, ia hanya bisa tertawa saat Andi merasa marah. “Itu sudah menjadi hal yang wajar bagi Alto Grup, aku sudah tidak terkejut mendengarnya. Dan tak disangka cara itu masih dijalankan sampai sekarang.” Tangan Aghata mengepal berusaha menahan amarah. Jika mengancamnya sudah bisa membua

Latest chapter

  • KILLER MASK   [Salam Penulis]

    Hello everyone ... Setelah 4 bulan aku males-malesan dan sakit selama seminggu, akhirnya cerita KILLER MASK selesai ... horeee >< Aku selaku penulis cerita KILLER MASK mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca dan yang udah support ceritaku sampai selesai. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan maupun typo dalam cerita. Aku harap kalian bisa ikut terbawa dalam suasana dalam cerita, tapi kekerasan di dalam cerita tidak untuk dicontoh yaaa ... Dan buat yang belum selesai baca silahkan dilanjutkan, ga baik baca setengah-setengah apalagi buat perawan, nanti dapet suami yang brewokan loh ... tapi kalo dapet sugar daddy lain cerita yaa bund wkwkwk Pantau terus akunku yaa, siapa tahu bakal ada cerita baru :) Salam, Degitarius.

  • KILLER MASK   It's me ... Aghata Yudhisthira!

    Terdengar ledakan dari dalam bangunan tempat Clarista disekap. Ledakan itu menyemburkan bara api dari atap. Perlahan Si Jago Merah melahap seisi bangunan itu hingga luar. Kris dan pengawalnya terkejut melihat api sudah menyala besar, begitu juga dengan Andi. Dia masih tercengang sampai kayu penyanggah atap di luar mulai roboh. “Aghata!” gumam Andi yang hampir melupakannya di dalam sana. Andi berlari menuju kobaran api yang semakin besar, namun Kris dengan cepat menahan Andi. Baru tersadar mengapa Aghata menyuruh Andi meminta semua orang menjauh dari bangunan itu, ternyata Aghata berniat meledakkan bangunan itu. Lalu bagaimana dengan Aghata sendiri? Apakah dia masih terjebak di dalam? Andi tak bisa hanya berdiam diri. Dia terus meronta agar bisa lepas dari cengkeraman Kris. Tapi tak lama ada bayangan seseorang keluar dari asap tebal yang menutupi bangunan itu. Soro

  • KILLER MASK   Changing Targets?

    Seperti sedang deja vu. Seorang pria dengan pakaian tertutup berdiri di depan pandangan Aghata, sementara Glen memeluknya sampai terasa cengkeraman baju yang kuat. Terbesit satu ingatan di kepala Aghata, yaitu saat Andi memeluknya untuk menjadi perisai ketika Aghata ingin ditikam. Posisi yang hampir sama tapi dengan orang yang berbeda terjadi saat ini. Aghata masih tercengang melihat pria di depannya dengan jarak yang hanya satu setengah meter. Dia tersadar akan pria itu yang semakin mundur. Matanya melirik ke bawah dengan ragu, melekat di tangan pria itu sebuah pisau yang sudah berlumuran darah. “Ahk!” rintih Glen tiba-tiba. Aghata tersentak. Tangannya perlahan meraba punggung Glen. Basah dan likat. Mata Aghata terbelalak melihat simbah darah di tangannya. Firasat Aghata berkata benar, bahwa Glen mengorbankan dirinya agar pisau itu tidak mengenainya. Tubuh

  • KILLER MASK   Who is Taina Gamorva?

    Terdapat bangunan yang hanya ada 4 petak ruangan, berdiri tegak nan jauh dari kota atau bangunan lain. Bangunan itu terletak di bukit yang tak jauh dari pelabuhan, namun tak banyak yang tahu keberadaan bangunan itu, pemiliknya adalah Kris. Sekitar 10 orang tengah berjaga mengelilingi bangunan itu, mereka adalah anak buah Kris. Di salah satu ruangan, Clarista duduk di kursi dengan tangan dan kaki terlilit tali. Kelopak matanya perlahan terbuka, mendongakkan kepala. Dia menatap nanar ruangan yang asing baginya. Mata Clarista memindai ruangan itu, terdapat tumpukan kotak yang biasa digunakan untuk menyimpan ikan. Kotak itu menimbulkan bau amis yang membuat kening Clarista mengernyit. Terdengar samar di telinga, seseorang berjalan dari arah belakang. Merambah bahu Clarista seraya terus berjalan ke depan. Kukunya yang panjang sedikit menancap di bahu Clarista. Clarista mendongak sedikit mengekor punggung seo

  • KILLER MASK   Wrong Target!

    Desing peluru terdengar sampai penjuru halaman rumah Nando. Seisi rumah Nando menjadi heboh akibat suara tembakan berasal dari ruang kerja Nando, begitu juga Anderson yang membelalakkan matanya. Dia teringat dengan Nando yang tidak menghabiskan makanannya dan langsung pamit untuk pergi ke ruang kerja. Begitu juga dengan Sang Ibu, Natalia, yang berkata ingin mengambil barang di ruangan Nando. Firasat buruk datang menghantui. Anderson cepat berlari menuju ruang kerja Nando. Namun dia malah bergeming di simpang tiga, yang ke arah kanan menuju ruangan Nando. Dia berhadapan dengan Aghata yang sama-sama terkejut. Anderson melihat ke sisi kanan, mendapati Natalia sedang menodongkan revolver. Dia tak percaya orang yang berada tepat di depan Natalia adalah Nando. Cairan berwarna merah pekat mengalir deras melalui dada Nando. Tangannya bersimbah darah menahan plasma merah yang pecah di dada. Namun akhirnya dia tu

  • KILLER MASK   Reveal Identity

    Sebuah kebenaran yang sangat mengejutkan. Belum sempat menenangkan diri setelah melihat jubah hitam dan masker yang bersimbah darah kering, Aghata kembali dikejutkan dengan berkas warisan di tangan. Dalam berkas itu tertulis perusahaan Alto Grup murni milik Bramasta, ayah kandung Mimi Yudistira. Ketentuan warisan sendiri akan diberikan secara turun temurun. Jika ada keturunan yang masih hidup maka dia berhak mendapatkan warisan. Itu artinya Aghata mempunyai hak untuk mendapatkan warisan itu. Dia langsung memasukkan berkas itu ke dalam koper dan mengambil jubah serta masker tanpa membawa kotaknya. Aghata kembali merapihkan kamar Nando yang sedikit berantakan karena ulahnya. Lalu segera keluar dari ruang kerja Nando. Aghata pergi ke kamarnya menaruh berkas, jubah, dan masker di dalam sebuah kotak yang berisi barang bukti. Kotak itu akan digunakan untuk mengembalikan semua yang seharusnya menjadi miliknya.

  • KILLER MASK   Other Evidence

    Clarista berdiri dan mengusap kepala Aghata seraya tersenyum. “Nanti akan saya jelaskan di sana,” ucapnya. Dia keluar memberi waktu Aghata untuk berkemas. Aghata kembali menurut dan cepat mengemasi barang-barangnya. Dia membawa koper besar menghampiri Clarista yang sudah menunggu di depan mobil. Mereka langsung bergegas menuju bandara. Setelah tiba di bandara, Clarista mengantar Aghata hingga loker pemesanan tiket. Dia memastikan barang bawaan Aghata sudah terbawa semua. Sedangkan Aghata celingukan seperti orang bodoh yang memakai masker dan topi. “Kenapa kita ke sini? Apa kita sedang menunggu orang? Atau kita akan pergi ke suatu tempat?” tanya Aghata. “Bukan kita, tapi hanya Nona,” jawab Clarista. “Aku?” Menunjuk diri sendiri. “Kenapa aku harus pergi?” tanya Aghata.

  • KILLER MASK   Five Years Ago

    Kediaman pemimpin Alto Grup, 25 November 2016. Satu tahun setelah pernikahan Sang Ibu dengan pria dari keluarga terpandang, Nando Setyoko. Kala itu usia Aghata menginjak 15 tahun. Dia keluar kamar untuk mencari Sang Ibu tercinta. Sudah seharian dia tidak melihat batang hidung ibunya. Dicarilah Sang Ibu ke seluruh ruangan di dalam rumah, tapi tidak menemukannya. Sampai akhirnya mencari ke halaman depan rumah. Namun masih belum menemukannya. Aghata malah melihat seorang pria mengenakan jas hitam keluar dari mobil. Bibirnya mengulas senyum dan berlari menghampiri pria itu yang disebut sebagai Ayah. Matanya berbinar menatap lekat sosok Ayah di hadapannya. “Ayah habis dari mana?” tanya Aghata. “Bertemu dengan teman bisnis,” sahut Nando. “Oh, tapi ... kenapa wajah Ayah terlihat s

  • KILLER MASK   So actually...

    “Ini surat undangan pernikahan untuk Anda,” kata Aghata. Nando terkejut dan langsung merampas kertas di tangan Aghata. Dia membaca isi surat itu dan benar bahwa surat itu adalah undangan pernikahan. Teman bisnisnya yang tinggal di Kota C mengundang Nando untuk datang ke pernikahan putrinya. Acara akan diadakan besok sore di Kota C. Mau tidak mau Nando harus datang. Sia-sia Nando gelisah dengan isi surat itu. Dia pikir surat itu akan berisi ancaman dari si pelaku teror. Bahkan untuk menghela napas pun tidak merasa tenang. Sementara Aghata bisa melihat wajah Nando yang menegang sebelum tahu isi surat itu. “Apa Anda baik-baik saja? Anda terlihat pucat,” tanya Aghata. “Tidak apa-apa. Apa kau akan ikut ke pesta pernikahan rekan bisnisku?” tawar Nando. “Tidak perlu. B

DMCA.com Protection Status