“Aku bukan orang bodoh yang melakukan hal itu ... dan jangan tanyakan soal apa pun lagi padaku, kamu cukup terima saja hasilnya!” kecam Aghata berjalan ke kamar.
Glen merasa tertegun oleh ucapan Aghata, sedangkan Andi hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. Bahkan Andi tidak tahu, apa yang dilakukan oleh Aghata sampai ST Grup mau menandatangani kontraknya? Cara violent yang dipakai Alto Grup saja, Andi tidak tahu-menahu.
Di sisi lain Aghata sedang berbaring di ranjang dengan tangan yang merentang. Kelopak mata Aghata menutup iris matanya yang tajam. Sudah lama Aghata tak menginjakkan kaki di gedung Alto Grup, bukan rindu yang datang menyapanya melainkan amarah yang kian memuncak. Ia meraih ponsel di dalam saku celana, menelepon seseorang bernama Clarista.
Begitu sudah terhubung, Aghata berkata, “Sampaikan pesanku pada Pak Anderson, suruh dia menungguku di ruan
Aghata menghela napasnya dan berkata, “Cara violent sudah beroperasi sejak 2014, tepatnya saat pergantian pimpinan dari ibuku ke Nando Setyoko. Cara violent sering digunakan untuk kerja sama dua pihak, cara itu sama saja dengan penindasan ... pihak Alto Grup akan melakukan penyekapan, penyiksaan, dan mengancam korban untuk mendapatkan apa yang Alto Grup inginkan. Sedangkan seminar investasi biasanya dilaksanakan setelah luka korban sudah bisa ditutupi dengan alat-alat rias.” “Bukankah itu sangat keterlaluan?” Kening Andi berkerut setelah mendengar perkataan Aghata. Bibir Aghata melengkung, ia hanya bisa tertawa saat Andi merasa marah. “Itu sudah menjadi hal yang wajar bagi Alto Grup, aku sudah tidak terkejut mendengarnya. Dan tak disangka cara itu masih dijalankan sampai sekarang.” Tangan Aghata mengepal berusaha menahan amarah. Jika mengancamnya sudah bisa membua
“Memangnya kenapa?” tanya Glen. “Aku melihatmu berbicara dengan Taina sebelum seminar dimulai, apa kalian saling mengenal?” desak Clarista. Glen sampai tertegun, ia tak menyangka kalau Clarista akan bertanya langsung soal Aghata padanya. “Saya memang berbicara dengannya, tapi untuk menyapanya. Saya mendengar dia Asisten baru Pak Anderson,” jawab Glen. Raut wajah polos dipasang oleh Glen sambil melihat setiap sudut wajah Clarista. Sedangkan Clarista, dia membuang pandangannya setelah tahu jawaban dari Glen. Dikecam bukan berarti menyerah, Clarista terdiam untuk memikirkan rencana menyelidiki tentang Aghata lebih jauh. “Kamu boleh keluar dari ruanganku!” suruh Clarista. Kepala Glen setengah menunduk, ia berjalan keluar meninggalkan Clarista yang sedang berpikir. Glen menuju parkiran untuk mengha
Desing peluru menggelegar di seluruh penjuru ruangan. Percikan darah segar membuat noda di dinding putih, genangan darah di lantai berkamuflase menjadi hitam karena kegelapan. Malam yang sangat mengenaskan dan mencekam, keringat yang jatuh menjadi saksi pertarungan antar nyawa. Kini ruangan yang gelap itu kembali sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar di sekeliling mereka. Usaha yang cukup keras dari pria itu saat mengulurkan sebuah revolver, akan tetapi peluru yang keluar masih kalah cepat dengan peluru pistol wanita itu. Tubuh wanita itu bahkan tidak berbalik saat meluncurkan sebuah peluru, dan sebuah keberuntungan didapat wanita itu sehingga peluru miliknya mengenai tepat jantung pria itu. Saat itu, tiga pria yang mengikuti Glen sudah benar-benar tertidur lelap menjelajahi dunia yang berbeda. Tangan wanita itu kembali menurunkan pistol, ia membalikkan tubuhnya menatap satu per satu pria yang
Di dalam ruangan yang gelap dan bau akibat lembab, tak ada berbagai macam barang, hanya terdapat satu kursi yang berdiri tegak di pusat ruangan. Seorang pria duduk tak sadarkan diri di kursi itu. Seutas tali melilit tangan dan kaki pria itu. Dan hanya terdapat satu cahaya berasal dari langit-langit atap tepat di kepala pria itu. Titisan air terjun dari atap sampai membuat genangan keruh di atas tanah plesteran. Suara titisan air itu mengisi kesenyapan dalam ruangan yang kosong. Kaki jenjang seorang wanita dan pria masuk, mendekati pria yang tak sadarkan diri di kursi. Masker hitam melingkupi mulut pria itu. Sementara wanita itu tidak mengenakan masker, membiarkan paras cantiknya terlihat dengan rambut terikat. Iris mata tajam, rahang yang tegas, serta sebuah pistol disert eagle yang selalu melekat di tangan, siapa lagi wanita itu kalau bukan Aghata. Aghata datang bersama seorang pria, tetapi bukan A
Aghata mendekati Gisele sambil mencoba mengokang peluru dalam pistol. Hal itu membuat sekujur tubuh Gisele gemetar hebat. Dinding di belakang Gisele menjadi titik henti dorongan tubuhnya. Titisan air terjun melalui sudut mata Gisele, tetapi tangisan itu tidak berpengaruh pada langkah Aghata yang semakin dekat. “Apa maumu?” teriak Gisele dengan tangis sambil menunduk. Aghata berdiri tegak di hadapan Gisele sambil menyeringai, tubuhnya perlahan menurun hingga setara dengan Gisele. Ia berkata, “Sederhana saja. Aku ingin kau tidur bersama Anderson malam ini.” Gisele terkejut sampai mengangkat kepalanya menatap Aghata. “Tidur dengan Anderson? Permintaanmu sangat aneh.” “Bukankah ini keinginanmu juga? Tidak! Rasa obsesimu yang ingin tidur bersama dengan Anderson, benar?” tandas Aghata sambil menyeringai. Ia mengokang revolver di tanga
Pangkal lidah Gisele terasa kelu, ia lengah sampai tak menyadari kalau Anderson berada dalam satu ruangan dengan dirinya. Dan lagi, mengapa Anderson mengecam Gisele agar ia tidak melarikan diri? Mungkinkah Anderson mengetahui rencana tersembunyi Gisele lalu berniat membunuhnya di dalam ruangan itu? Gisele mencoba untuk tenang, kemudian ia berkata, “Kenapa kamu berpikir aku akan melarikan diri? Memang apa yang ingin kamu lakukan?” “Aku tidak berpikir kamu melarikan diri. Lalu kenapa kamu berada di balik pintu, Gisele?” Mata Gisele membelalak ketika Anderson menyebut namanya. Itu berarti Anderson mengenali wanita di depannya adalah Gisele. Tetapi apakah Anderson mengetahui motif tersembunyi Gisele? Gisele berpikir Anderson sudah mulai mencurigai dirinya. Jika memang benar kecurigaan Anderson mulai tumbuh, maka Gisele harus cerdas memutarbalikkan keadaan. Ia berkata,
“Tentu saja aku yang mengunggah artikel itu,” ungkap Aghata dengan santai. Gisele terkejut bukan main. Kedua ujung alisnya hampir bertemu ketika menahan amarah yang kian memuncak. Dari awal Gisele sudah merasa kalau permintaan Aghata sangat mencurigakan, tetapi ia tak menyangka kalau rencana kemarin yang dia lakukan berujung skandal. “Dasar perempuan licik!” cemooh Gisele, “jangan bilang yang kamu maksud dengan kejutan adalah mengunggah artikel tentang skandal hari ini?” “Benar sekali! Selamat atas kejutan yang aku berikan, tapi foto itu baru awal dari rencanaku. Apa kamu tidak berpikir, kenapa aku menyuruhmu menahan diri selama 15 menit dan membiarkan Anderson merayumu lebih dulu?” Aghata menggantung ucapannya sambil beranjak dari kursi. Ia mendekat ke arah Gisele, menarik satu kursi untuk duduk di sebelah Gisele. Sementara mata Gisele mengekor pada Aghata sampai
“Kirimkan aku uang tiga kali lipat dari gaji yang Alto Grup berikan, maka aku akan mengklarifikasi berita itu ... dan menyatakan berita itu tidaklah benar,” pinta Gisele. Mata Anderson dan Clarista membelalak, termasuk Aghata yang tak menyangka Gisele akan meminta kompensasi sebanyak itu. Padahal Alto Grup menggaji Gisele sekitar 20 juta. Akan tetapi Gisele meminta kompensasi tiga kali lipat melebihi gajinya, setara dengan 60 juta. Namun Aghata tidak peduli dengan kompensasi yang Gisele lontarkan, ia hanya bersantai sambil mendengarkan pembicaran tiga orang yang berada dalam kuasanya. “Apa kamu masih waras? Jumlah yang kamu inginkan terlalu banyak,” tolak Anderson, merasa keberatan dengan jumlah yang Gisele lontarkan. “Tentu saja aku masih waras, makanya meminta jumlah yang besar. Silahkan Anda pertimbangkan ucapanku ... karena keputusan berada di tangan Anda, Pak
Hello everyone ... Setelah 4 bulan aku males-malesan dan sakit selama seminggu, akhirnya cerita KILLER MASK selesai ... horeee >< Aku selaku penulis cerita KILLER MASK mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca dan yang udah support ceritaku sampai selesai. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan maupun typo dalam cerita. Aku harap kalian bisa ikut terbawa dalam suasana dalam cerita, tapi kekerasan di dalam cerita tidak untuk dicontoh yaaa ... Dan buat yang belum selesai baca silahkan dilanjutkan, ga baik baca setengah-setengah apalagi buat perawan, nanti dapet suami yang brewokan loh ... tapi kalo dapet sugar daddy lain cerita yaa bund wkwkwk Pantau terus akunku yaa, siapa tahu bakal ada cerita baru :) Salam, Degitarius.
Terdengar ledakan dari dalam bangunan tempat Clarista disekap. Ledakan itu menyemburkan bara api dari atap. Perlahan Si Jago Merah melahap seisi bangunan itu hingga luar. Kris dan pengawalnya terkejut melihat api sudah menyala besar, begitu juga dengan Andi. Dia masih tercengang sampai kayu penyanggah atap di luar mulai roboh. “Aghata!” gumam Andi yang hampir melupakannya di dalam sana. Andi berlari menuju kobaran api yang semakin besar, namun Kris dengan cepat menahan Andi. Baru tersadar mengapa Aghata menyuruh Andi meminta semua orang menjauh dari bangunan itu, ternyata Aghata berniat meledakkan bangunan itu. Lalu bagaimana dengan Aghata sendiri? Apakah dia masih terjebak di dalam? Andi tak bisa hanya berdiam diri. Dia terus meronta agar bisa lepas dari cengkeraman Kris. Tapi tak lama ada bayangan seseorang keluar dari asap tebal yang menutupi bangunan itu. Soro
Seperti sedang deja vu. Seorang pria dengan pakaian tertutup berdiri di depan pandangan Aghata, sementara Glen memeluknya sampai terasa cengkeraman baju yang kuat. Terbesit satu ingatan di kepala Aghata, yaitu saat Andi memeluknya untuk menjadi perisai ketika Aghata ingin ditikam. Posisi yang hampir sama tapi dengan orang yang berbeda terjadi saat ini. Aghata masih tercengang melihat pria di depannya dengan jarak yang hanya satu setengah meter. Dia tersadar akan pria itu yang semakin mundur. Matanya melirik ke bawah dengan ragu, melekat di tangan pria itu sebuah pisau yang sudah berlumuran darah. “Ahk!” rintih Glen tiba-tiba. Aghata tersentak. Tangannya perlahan meraba punggung Glen. Basah dan likat. Mata Aghata terbelalak melihat simbah darah di tangannya. Firasat Aghata berkata benar, bahwa Glen mengorbankan dirinya agar pisau itu tidak mengenainya. Tubuh
Terdapat bangunan yang hanya ada 4 petak ruangan, berdiri tegak nan jauh dari kota atau bangunan lain. Bangunan itu terletak di bukit yang tak jauh dari pelabuhan, namun tak banyak yang tahu keberadaan bangunan itu, pemiliknya adalah Kris. Sekitar 10 orang tengah berjaga mengelilingi bangunan itu, mereka adalah anak buah Kris. Di salah satu ruangan, Clarista duduk di kursi dengan tangan dan kaki terlilit tali. Kelopak matanya perlahan terbuka, mendongakkan kepala. Dia menatap nanar ruangan yang asing baginya. Mata Clarista memindai ruangan itu, terdapat tumpukan kotak yang biasa digunakan untuk menyimpan ikan. Kotak itu menimbulkan bau amis yang membuat kening Clarista mengernyit. Terdengar samar di telinga, seseorang berjalan dari arah belakang. Merambah bahu Clarista seraya terus berjalan ke depan. Kukunya yang panjang sedikit menancap di bahu Clarista. Clarista mendongak sedikit mengekor punggung seo
Desing peluru terdengar sampai penjuru halaman rumah Nando. Seisi rumah Nando menjadi heboh akibat suara tembakan berasal dari ruang kerja Nando, begitu juga Anderson yang membelalakkan matanya. Dia teringat dengan Nando yang tidak menghabiskan makanannya dan langsung pamit untuk pergi ke ruang kerja. Begitu juga dengan Sang Ibu, Natalia, yang berkata ingin mengambil barang di ruangan Nando. Firasat buruk datang menghantui. Anderson cepat berlari menuju ruang kerja Nando. Namun dia malah bergeming di simpang tiga, yang ke arah kanan menuju ruangan Nando. Dia berhadapan dengan Aghata yang sama-sama terkejut. Anderson melihat ke sisi kanan, mendapati Natalia sedang menodongkan revolver. Dia tak percaya orang yang berada tepat di depan Natalia adalah Nando. Cairan berwarna merah pekat mengalir deras melalui dada Nando. Tangannya bersimbah darah menahan plasma merah yang pecah di dada. Namun akhirnya dia tu
Sebuah kebenaran yang sangat mengejutkan. Belum sempat menenangkan diri setelah melihat jubah hitam dan masker yang bersimbah darah kering, Aghata kembali dikejutkan dengan berkas warisan di tangan. Dalam berkas itu tertulis perusahaan Alto Grup murni milik Bramasta, ayah kandung Mimi Yudistira. Ketentuan warisan sendiri akan diberikan secara turun temurun. Jika ada keturunan yang masih hidup maka dia berhak mendapatkan warisan. Itu artinya Aghata mempunyai hak untuk mendapatkan warisan itu. Dia langsung memasukkan berkas itu ke dalam koper dan mengambil jubah serta masker tanpa membawa kotaknya. Aghata kembali merapihkan kamar Nando yang sedikit berantakan karena ulahnya. Lalu segera keluar dari ruang kerja Nando. Aghata pergi ke kamarnya menaruh berkas, jubah, dan masker di dalam sebuah kotak yang berisi barang bukti. Kotak itu akan digunakan untuk mengembalikan semua yang seharusnya menjadi miliknya.
Clarista berdiri dan mengusap kepala Aghata seraya tersenyum. “Nanti akan saya jelaskan di sana,” ucapnya. Dia keluar memberi waktu Aghata untuk berkemas. Aghata kembali menurut dan cepat mengemasi barang-barangnya. Dia membawa koper besar menghampiri Clarista yang sudah menunggu di depan mobil. Mereka langsung bergegas menuju bandara. Setelah tiba di bandara, Clarista mengantar Aghata hingga loker pemesanan tiket. Dia memastikan barang bawaan Aghata sudah terbawa semua. Sedangkan Aghata celingukan seperti orang bodoh yang memakai masker dan topi. “Kenapa kita ke sini? Apa kita sedang menunggu orang? Atau kita akan pergi ke suatu tempat?” tanya Aghata. “Bukan kita, tapi hanya Nona,” jawab Clarista. “Aku?” Menunjuk diri sendiri. “Kenapa aku harus pergi?” tanya Aghata.
Kediaman pemimpin Alto Grup, 25 November 2016. Satu tahun setelah pernikahan Sang Ibu dengan pria dari keluarga terpandang, Nando Setyoko. Kala itu usia Aghata menginjak 15 tahun. Dia keluar kamar untuk mencari Sang Ibu tercinta. Sudah seharian dia tidak melihat batang hidung ibunya. Dicarilah Sang Ibu ke seluruh ruangan di dalam rumah, tapi tidak menemukannya. Sampai akhirnya mencari ke halaman depan rumah. Namun masih belum menemukannya. Aghata malah melihat seorang pria mengenakan jas hitam keluar dari mobil. Bibirnya mengulas senyum dan berlari menghampiri pria itu yang disebut sebagai Ayah. Matanya berbinar menatap lekat sosok Ayah di hadapannya. “Ayah habis dari mana?” tanya Aghata. “Bertemu dengan teman bisnis,” sahut Nando. “Oh, tapi ... kenapa wajah Ayah terlihat s
“Ini surat undangan pernikahan untuk Anda,” kata Aghata. Nando terkejut dan langsung merampas kertas di tangan Aghata. Dia membaca isi surat itu dan benar bahwa surat itu adalah undangan pernikahan. Teman bisnisnya yang tinggal di Kota C mengundang Nando untuk datang ke pernikahan putrinya. Acara akan diadakan besok sore di Kota C. Mau tidak mau Nando harus datang. Sia-sia Nando gelisah dengan isi surat itu. Dia pikir surat itu akan berisi ancaman dari si pelaku teror. Bahkan untuk menghela napas pun tidak merasa tenang. Sementara Aghata bisa melihat wajah Nando yang menegang sebelum tahu isi surat itu. “Apa Anda baik-baik saja? Anda terlihat pucat,” tanya Aghata. “Tidak apa-apa. Apa kau akan ikut ke pesta pernikahan rekan bisnisku?” tawar Nando. “Tidak perlu. B