Share

Visit

Author: Degitarius
last update Last Updated: 2021-04-26 15:19:59

   Sesekali Andi menyapu helai rambut dengan sela-sela jari, menarik rambutnya sedikit melepas rasa pening di kepala. Dengus napas kerap terdengar berat, Andi tak bisa berkata-kata mendengar semua kebenaran tentang Aghata. Mengingat berapa banyak orang yang Aghata bunuh, tubuh Andi bergetar tanpa perintah.

   “Apa kamu merasa takut padaku sekarang?” tanya Aghata menatap Andi.

   Andi berdeham saat Aghata mengetahui keadaannya sekarang. “Ke-kenapa kamu tanya hal itu? Bukan bertanya aku kecewa atau tidak padamu?” tanya Andi sedikit gugup.

   “Daripada kecewa sepertinya kamu menjadi takut padaku, sejak aku menyelimutimu saat di rumah sakit,” ucap Aghata membuat Andi tertegun.

   Andi memalingkan wajahnya, kemudian melihat Aghata kembali. “Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?”

   Aghata beranjak dari kursi. “Aku akan melacak markas Baron terlebih dulu, sulit untukku bernapas jika masih ada sampah yang berserakan.” Tangan Aghata membuka pintu, setelah itu berbalik ke belakang melihat Andi.

   “Ayo! Aku traktir daging sapi sebagai rasa terima kasih sudah menyelamatkanku.”

***

   Uap berasal dari panggangan berkabut di langit-langit atap, desis lemak dari daging memeriahkan restoran daging dekat rumah Aghata. Potongan daging berdesis ketika dipanggang terdengar menenangkan, sekaleng soda berada di atas meja untuk mengimbangkan lemak pada daging. Aghata dan Andi duduk bersebelahan memanggang daging. Makhluk kecil di perut Aghata terus berpesta sejak keluar dari rumah, ia memutuskan untuk memberi makan makhluk itu sekaligus mentraktir Andi.

   Seling dua meja di kiri Aghata, seorang wanita dengan rambut pendek mengenakan seragam reporter tengah duduk bersama rekan laki-lakinya. “Apa kamu tahu? Aku jadi kesulitan menjalankan tugasku karena pembunuh misterius ... belakangan ini sering ditemukan mayat di tempat-tempat yang tak banyak orang datangi, dan anehnya lagi mayat itu merupakan kalangan pemeras hutang,” seru wanita itu dengan kening berkerut mengekspresikan perasaannya.

   “Aku juga sering melihat beritanya ... aku ingat dengan satu berita tentang pengusaha kaya yang mati tertembak di dalam ruangan, ada banyak kartu bridge bertaburan di atas mayatnya ... memang hal itu bagus karena tidak ada rentenir lagi yang menagih hutang, akan tetapi pembunuhnya sangat meresahkan, bahkan pembunuhnya menghilangkan barang bukti,” imbuh lelaki di depan wanita berseragam reporter.

   Di sisi lain Andi terus melirik Aghata, merasa takut jika Aghata harus meluncurkan sebuah peluru pada wanita itu karena membicarakannya. Akan tetapi Aghata hanya tak acuh, ia masih sibuk menyantap daging yang sudah matang. Mungkinkah ia berusaha meredam amarahnya?

    Aghata sempat bergumam, “Rupanya mereka bukan mengungkap identitas dari si mayat ... melainkan mencari tahu siapa yang membunuhnya? Apa seharusnya aku juga memendam mayatnya, agar tidak ada berita yang meresahkan?”

   “Kamu bilang sesuatu?” Andi merasa mendengar Aghata berbicara sesuatu dengan nada rendah.

   Aghata melempar senyum, ia berkata, “Bukan apa-apa.”

    Dengus napas Aghata terdengar berat, ia meminum soda dalam satu tegukan. Terlintas satu pertanyaan di otaknya, apakah dia salah jika membunuh seseorang? Tapi setelah dipikirkan kembali sepertinya tidak. Orang yang membunuh ibunya, bahkan bisa hidup dengan nyaman tanpa rasa bersalah.

   Sudah 5 tahun, Aghata melatih dirinya sendiri, tanpa pelatih atau pembimbing. Hidupnya yang hanya sebatang kara, menjadikan Aghata wanita tangguh dan pemberani. Saudara? Apa itu? Ikatan persaudaraan telah tenggelam di kisah silam. Ia tak berniat untuk mengambilnya lagi, itu sama saja dengan menyelami dasar laut dan tak bisa membuat Aghata kembali ke tepi.

   Tubuh Andi sedikit condong, wajahnya didekatkan ke telinga Aghata. “Untuk sementara kamu jangan keluar rumah dulu, kalau ada barang yang ingin kamu beli biar aku yang pergi,” bisik Andi. Kening Aghata berkerut melihat wajah Andi.

      “Memangnya kenapa?” tanya Aghata terheran.

   “Mereka pasti akan mencari pembunuh mayat-mayat itu, dan itu berbahaya untukmu ... sementara kamu tinggal di rumah beberapa hari atau beberapa minggu hingga situasi sudah membaik,” tutur Andi.

   “Aku akan menurut,” ucap Aghata. Perlahan mulai timbul senyum di bibir Andi, ia tak menyangka kalau Aghata akan menuruti perintahnya. “Tapi mulai besok ... masih ada yang harus aku urus,” imbuh Aghata.

   “Ck! Kalau begitu izinkan aku ikut bersamamu!” pinta Andi. Wajahnya sangat mencemaskan Aghata, ia memelas agar Aghata membawanya pergi.

   “Lukamu bahkan belum pulih, aku tak ingin kamu membebaniku.”

   Andi menarik kursinya lebih dekat dengan Aghata. Kedua telapak tangan Andi melingkar di lengan Aghata, membuat Aghata merasa risih dan ingin menjauh. “Aku tidak akan membebanimu, janji!” mohon Andi. Wajah Andi yang memelas terlalu dekat membuat Aghata tak kuasa melihatnya.

   “Baiklah!” Aghata setuju tak punya pilihan lain. Raut wajah Andi berubah dengan cepat, ia tersenyum-senyum tak sabar menunggu hari esok. Terkadang Andi sangat penasaran dengan kegiatan Aghata di luar, dan kali ini ia akan melihat secara langsung dengan matanya.

   “Tapi mungkin kamu akan melihat dan mendengar hal mengerikan!” tandas Aghata. Andi hanya mematung, ia juga mempunyai rasa takut ketika melihat hal yang seram.

***

     Pagi yang tenang untuk para warga sipil, tapi tidak dengan dua orang pria dan wanita yang sedang menjalankan sebuah misi. Derap langkah empat kaki berjalan di sisi rumah yang sederhana berlokasi di kota E bagian timur. Empat kaki itu berasal dari Aghata dan Andi.

   Karena sebuah keterpaksaan Aghata harus membawa Andi ke markas tersembunyi Tuan Baron. Kali ini Aghata tidak memakai jaket kulit kesayangannya, melainkan setelan formal berwarna hitam. Tentu saja topeng andalan Aghata sudah melekat di wajah cantiknya. Aghata meretas semua jaringan yang ada dalam markas Baron, bahkan CCTV yang tersembunyi.

   “Sekarang giliranmu menjalankan bagianmu, aku akan tunggu di sini sambil melihat situasi,” perintah Aghata pada Andi. Jas hitam membalut tubuh kekar Andi, penyamarannya sebagai anggota keamanan akan dimulai. Andi membawa tas ransel hitam berisi barang-barang yang Aghata dan dia perlukan.

   “Apa sekarang saatnya? Aku gugup, Aghata!” keluh Andi memasang wajah gelisah.

   “Jangan memainkan drama di depanku, atau peluru pistolku akan melayang di jantungmu!” Mata Aghata menatap tajam Andi saat mengecam. Aghata memberikan masker hitam pada Andi untuk dipakainya.

   “Buat apa ini?” tanya Andi, “aku tahu! Pasti agar wajahku tidak terlihat,” seru Andi sambil memakainya.

   “Aku tidak peduli wajahmu terlihat atau tidak ... tapi itu akan mengurangi bau anyir darah yang kamu hirup saat masuk ke dalam,” ucap Aghata bernada dingin. Bagaimana bisa Aghata terlihat setenang itu saat mengatakannya, sedangkan Andi menelan liur saat mendengar ucapan Aghata.

   Tanpa berlama-lama lagi, Andi menjalankan bagiannya. Andi meraih balok yang bersandar di dinding, ia mengayunkan balok itu tepat di punggung seorang pria yang berjaga di pintu masuk. Tubuh pria itu langsung tersungkur di tanah tidak sadarkan diri. Dari balik dinding, Aghata melihat aksi Andi, ia bergegas masuk menghiraukan Andi dan pria yang tak sadarkan diri.

   Ketika Aghata masuk ke dalam, ia sudah disambut oleh pria yang tengah duduk di kursi roda. Datanglah seseorang satu per satu dari belakang pria yang duduk di kursi roda. Dan ada satu pria lagi yang datang terlambat. Pakaian pria itu lebih rapih dari lainnya, mengenakan jas biru beludru dan kacamata hitam di mata.

   Pria dengan kacamata hitam itu berkata, “Siapa kamu? Berani sekali menerobos masuk ke markas kita!”

   “Senang bertemu dengan Anda, Tuan Regi.” Aghata menyeringai menyapa pria berkacamata hitam, membuat keningnya berkerut. Bagimana Aghata bisa langsung mengetahui namanya? Mata Aghata terfokus pada pria yang duduk di kursi roda.

   “Pasti sangat sulit berjalan sampai harus dibantu oleh alat ... kalau begitu, biar aku bantu kamu beristirahat dengan tenang, dan juga kedatanganku ingin meratakan habis kaki tangan Tuan Baron!”

   “Bicara apa kamu gadis kecil? Meratakan? Ha ha!” Tawa pria berbadan besar menggelegar dalam ruangan.

   “Apa Ibumu tidak mengajarimu tentang sopan santun saat bertamu?” imbuh pria yang berdiri di ujung kiri. Ia terkekeh menganggap ucapan Aghata sebagai lelucon.

   DOR!!!

Related chapters

  • KILLER MASK   Planned Death!

    Peluru pistol desert eagle di tangan Aghata berdesing, menembus pakaian pria yang berdiri di ujung kiri tepat di dada. Tindakan Aghata membuat semua orang terkejut, Aghata menatap pria yang ditembaknya dan berkata, “Jangan sebut nama ibuku dengan mulut kotor kalian!” kecam Aghata sambil menatap satu per satu pria di depannya. Empat pasang roda kecil di bawah kursi mulai bergetar. Pria yang duduk di atasnya melihat Aghata dengan raut wajah yang berbeda. Mata pria itu dan mata Aghata bertemu. “Psikopat! Dasar wanita psikopat!” cemooh pria itu menatap Aghata. “Psikopat?” Iris mata Aghata menatap tajam, bibirnya menyeringai. “Apa itu? Panggilan baru untukku? Kalau begitu terima kasih, tapi aku tak menyukainya!” tolak Aghata. Pria berkacamata yang dipanggil dengan nama Regi mengkatup rahangnya, ia menatap tajam Aghata sambil berkata, “Dari mana

    Last Updated : 2021-04-27
  • KILLER MASK   Unexpected Guest

    “Aku akan tetap di sini!” jawab Andi cepat. Setelah mendapat jawaban Andi, Aghata membuka paksa mulut Regi, memasukan moncong pistol ke dalam mulut. Tentu saja kali ini Aghata tidak akan menembak di dada Regi, melainkan langsung menyuruh Regi menelan peluru setelah Aghata menekan pelatuk pistol. Sontak Andi menutup mata dengan tangan, ia bahkan lupa menutup telinganya. DOR!!! Desing peluru terdengar nyaring akibat moncong pistol tidak terlalu dalam. Perlahan Regi memuntahkan darah dari mulutnya, hingga terjun ke lantai menjadi genangan darah. Aghata perlahan menjauhkan diri dari mayat Regi, ia tak ingin mengotori pakaiannya dengan darah. Dari kejauhan, Andi terjatuh ke lantai karena tak bisa menahan tubuhnya yang melemas. Ia tak menyangka akan berada dalam situasi yang membuatnya benar-benar tak berdaya. Belum lagi ingatan saat ditikam

    Last Updated : 2021-04-28
  • KILLER MASK   Alto Group Interview

    “Ampuni aku tolong! Ampun!” mohon pria itu bersujud di lantai. “Siapa yang mengirimmu datang ke sini? Cepat katakan!” gertak Aghata dengan nada meninggi. “Tidak ada yang mengirimku ... aku ... aku datang secara pribadi menemuimu, Nona!” Pria itu menangis, kedua telapak tangan menyatu di atas kepala. “Apa tujuan kamu menemuiku? Berani sekali orang kepercayaan Nando datang ke sini!” murka Aghata menatap tajam. “Aku melihat ciri-ciri pembunuh ibu Nona.” Aghata mengerutkan keningnya, ia meletakkan mocong revolver di kepala pria itu. “Ceritakan semua yang kamu tahu, tanpa terkecuali!” perintah Aghata. “Dua jam sebelum ibumu disekap, aku mendapat sebuah pesan berisi perintah. Orang dalam pesan itu menyuruhku menyekap ibumu. Saat itu aku berusaha melacak nomor itu,

    Last Updated : 2021-04-28
  • KILLER MASK   ST Group Investment Contract

    Clarista mengerutkan kening, setetes air bening turun membasahi pelipisnya. Kepanasan? Tentu saja tidak, karena ruangan itu dilengkapi pendingin ruangan. Sudut wajah Clarista yang mulai menegang bisa terlihat oleh Aghata, namun Clarista berusaha menutupi rasa tegang itu. “Bukankah ucapanmu sangat lancang? Kamu bisa ditahan atas pencemaran nama baik,” sangkal Clarista yang akhirnya menatap Aghata. “Benarkah?” “Apa maumu?” Clarista bertanya seolah melihat Aghata menginginkan sesuatu. “Saya lihat Anda menilai saya berbeda dengan yang lain, bukan begitu?” terka Aghata, “Anda bisa mempertimbangkanku untuk bekerja di sini dengan cara lain, misalnya menarik investor yang sulit sekali diajak bekerja sama,” usul Aghata. Clarista menatap Aghata dan berkata, “Kalau begitu silakan! Jika kamu berhasil, kam

    Last Updated : 2021-04-30
  • KILLER MASK   Officially Becoming Assistant Director

    “Aku bukan orang bodoh yang melakukan hal itu ... dan jangan tanyakan soal apa pun lagi padaku, kamu cukup terima saja hasilnya!” kecam Aghata berjalan ke kamar. Glen merasa tertegun oleh ucapan Aghata, sedangkan Andi hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. Bahkan Andi tidak tahu, apa yang dilakukan oleh Aghata sampai ST Grup mau menandatangani kontraknya? Cara violent yang dipakai Alto Grup saja, Andi tidak tahu-menahu. Di sisi lain Aghata sedang berbaring di ranjang dengan tangan yang merentang. Kelopak mata Aghata menutup iris matanya yang tajam. Sudah lama Aghata tak menginjakkan kaki di gedung Alto Grup, bukan rindu yang datang menyapanya melainkan amarah yang kian memuncak. Ia meraih ponsel di dalam saku celana, menelepon seseorang bernama Clarista. Begitu sudah terhubung, Aghata berkata, “Sampaikan pesanku pada Pak Anderson, suruh dia menungguku di ruan

    Last Updated : 2021-04-30
  • KILLER MASK   Investment Seminar

    Aghata menghela napasnya dan berkata, “Cara violent sudah beroperasi sejak 2014, tepatnya saat pergantian pimpinan dari ibuku ke Nando Setyoko. Cara violent sering digunakan untuk kerja sama dua pihak, cara itu sama saja dengan penindasan ... pihak Alto Grup akan melakukan penyekapan, penyiksaan, dan mengancam korban untuk mendapatkan apa yang Alto Grup inginkan. Sedangkan seminar investasi biasanya dilaksanakan setelah luka korban sudah bisa ditutupi dengan alat-alat rias.” “Bukankah itu sangat keterlaluan?” Kening Andi berkerut setelah mendengar perkataan Aghata. Bibir Aghata melengkung, ia hanya bisa tertawa saat Andi merasa marah. “Itu sudah menjadi hal yang wajar bagi Alto Grup, aku sudah tidak terkejut mendengarnya. Dan tak disangka cara itu masih dijalankan sampai sekarang.” Tangan Aghata mengepal berusaha menahan amarah. Jika mengancamnya sudah bisa membua

    Last Updated : 2021-04-30
  • KILLER MASK   Night Sports?

    “Memangnya kenapa?” tanya Glen. “Aku melihatmu berbicara dengan Taina sebelum seminar dimulai, apa kalian saling mengenal?” desak Clarista. Glen sampai tertegun, ia tak menyangka kalau Clarista akan bertanya langsung soal Aghata padanya. “Saya memang berbicara dengannya, tapi untuk menyapanya. Saya mendengar dia Asisten baru Pak Anderson,” jawab Glen. Raut wajah polos dipasang oleh Glen sambil melihat setiap sudut wajah Clarista. Sedangkan Clarista, dia membuang pandangannya setelah tahu jawaban dari Glen. Dikecam bukan berarti menyerah, Clarista terdiam untuk memikirkan rencana menyelidiki tentang Aghata lebih jauh. “Kamu boleh keluar dari ruanganku!” suruh Clarista. Kepala Glen setengah menunduk, ia berjalan keluar meninggalkan Clarista yang sedang berpikir. Glen menuju parkiran untuk mengha

    Last Updated : 2021-05-04
  • KILLER MASK   Welcome, Taina!

    Desing peluru menggelegar di seluruh penjuru ruangan. Percikan darah segar membuat noda di dinding putih, genangan darah di lantai berkamuflase menjadi hitam karena kegelapan. Malam yang sangat mengenaskan dan mencekam, keringat yang jatuh menjadi saksi pertarungan antar nyawa. Kini ruangan yang gelap itu kembali sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar di sekeliling mereka. Usaha yang cukup keras dari pria itu saat mengulurkan sebuah revolver, akan tetapi peluru yang keluar masih kalah cepat dengan peluru pistol wanita itu. Tubuh wanita itu bahkan tidak berbalik saat meluncurkan sebuah peluru, dan sebuah keberuntungan didapat wanita itu sehingga peluru miliknya mengenai tepat jantung pria itu. Saat itu, tiga pria yang mengikuti Glen sudah benar-benar tertidur lelap menjelajahi dunia yang berbeda. Tangan wanita itu kembali menurunkan pistol, ia membalikkan tubuhnya menatap satu per satu pria yang

    Last Updated : 2021-05-07

Latest chapter

  • KILLER MASK   [Salam Penulis]

    Hello everyone ... Setelah 4 bulan aku males-malesan dan sakit selama seminggu, akhirnya cerita KILLER MASK selesai ... horeee >< Aku selaku penulis cerita KILLER MASK mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca dan yang udah support ceritaku sampai selesai. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan maupun typo dalam cerita. Aku harap kalian bisa ikut terbawa dalam suasana dalam cerita, tapi kekerasan di dalam cerita tidak untuk dicontoh yaaa ... Dan buat yang belum selesai baca silahkan dilanjutkan, ga baik baca setengah-setengah apalagi buat perawan, nanti dapet suami yang brewokan loh ... tapi kalo dapet sugar daddy lain cerita yaa bund wkwkwk Pantau terus akunku yaa, siapa tahu bakal ada cerita baru :) Salam, Degitarius.

  • KILLER MASK   It's me ... Aghata Yudhisthira!

    Terdengar ledakan dari dalam bangunan tempat Clarista disekap. Ledakan itu menyemburkan bara api dari atap. Perlahan Si Jago Merah melahap seisi bangunan itu hingga luar. Kris dan pengawalnya terkejut melihat api sudah menyala besar, begitu juga dengan Andi. Dia masih tercengang sampai kayu penyanggah atap di luar mulai roboh. “Aghata!” gumam Andi yang hampir melupakannya di dalam sana. Andi berlari menuju kobaran api yang semakin besar, namun Kris dengan cepat menahan Andi. Baru tersadar mengapa Aghata menyuruh Andi meminta semua orang menjauh dari bangunan itu, ternyata Aghata berniat meledakkan bangunan itu. Lalu bagaimana dengan Aghata sendiri? Apakah dia masih terjebak di dalam? Andi tak bisa hanya berdiam diri. Dia terus meronta agar bisa lepas dari cengkeraman Kris. Tapi tak lama ada bayangan seseorang keluar dari asap tebal yang menutupi bangunan itu. Soro

  • KILLER MASK   Changing Targets?

    Seperti sedang deja vu. Seorang pria dengan pakaian tertutup berdiri di depan pandangan Aghata, sementara Glen memeluknya sampai terasa cengkeraman baju yang kuat. Terbesit satu ingatan di kepala Aghata, yaitu saat Andi memeluknya untuk menjadi perisai ketika Aghata ingin ditikam. Posisi yang hampir sama tapi dengan orang yang berbeda terjadi saat ini. Aghata masih tercengang melihat pria di depannya dengan jarak yang hanya satu setengah meter. Dia tersadar akan pria itu yang semakin mundur. Matanya melirik ke bawah dengan ragu, melekat di tangan pria itu sebuah pisau yang sudah berlumuran darah. “Ahk!” rintih Glen tiba-tiba. Aghata tersentak. Tangannya perlahan meraba punggung Glen. Basah dan likat. Mata Aghata terbelalak melihat simbah darah di tangannya. Firasat Aghata berkata benar, bahwa Glen mengorbankan dirinya agar pisau itu tidak mengenainya. Tubuh

  • KILLER MASK   Who is Taina Gamorva?

    Terdapat bangunan yang hanya ada 4 petak ruangan, berdiri tegak nan jauh dari kota atau bangunan lain. Bangunan itu terletak di bukit yang tak jauh dari pelabuhan, namun tak banyak yang tahu keberadaan bangunan itu, pemiliknya adalah Kris. Sekitar 10 orang tengah berjaga mengelilingi bangunan itu, mereka adalah anak buah Kris. Di salah satu ruangan, Clarista duduk di kursi dengan tangan dan kaki terlilit tali. Kelopak matanya perlahan terbuka, mendongakkan kepala. Dia menatap nanar ruangan yang asing baginya. Mata Clarista memindai ruangan itu, terdapat tumpukan kotak yang biasa digunakan untuk menyimpan ikan. Kotak itu menimbulkan bau amis yang membuat kening Clarista mengernyit. Terdengar samar di telinga, seseorang berjalan dari arah belakang. Merambah bahu Clarista seraya terus berjalan ke depan. Kukunya yang panjang sedikit menancap di bahu Clarista. Clarista mendongak sedikit mengekor punggung seo

  • KILLER MASK   Wrong Target!

    Desing peluru terdengar sampai penjuru halaman rumah Nando. Seisi rumah Nando menjadi heboh akibat suara tembakan berasal dari ruang kerja Nando, begitu juga Anderson yang membelalakkan matanya. Dia teringat dengan Nando yang tidak menghabiskan makanannya dan langsung pamit untuk pergi ke ruang kerja. Begitu juga dengan Sang Ibu, Natalia, yang berkata ingin mengambil barang di ruangan Nando. Firasat buruk datang menghantui. Anderson cepat berlari menuju ruang kerja Nando. Namun dia malah bergeming di simpang tiga, yang ke arah kanan menuju ruangan Nando. Dia berhadapan dengan Aghata yang sama-sama terkejut. Anderson melihat ke sisi kanan, mendapati Natalia sedang menodongkan revolver. Dia tak percaya orang yang berada tepat di depan Natalia adalah Nando. Cairan berwarna merah pekat mengalir deras melalui dada Nando. Tangannya bersimbah darah menahan plasma merah yang pecah di dada. Namun akhirnya dia tu

  • KILLER MASK   Reveal Identity

    Sebuah kebenaran yang sangat mengejutkan. Belum sempat menenangkan diri setelah melihat jubah hitam dan masker yang bersimbah darah kering, Aghata kembali dikejutkan dengan berkas warisan di tangan. Dalam berkas itu tertulis perusahaan Alto Grup murni milik Bramasta, ayah kandung Mimi Yudistira. Ketentuan warisan sendiri akan diberikan secara turun temurun. Jika ada keturunan yang masih hidup maka dia berhak mendapatkan warisan. Itu artinya Aghata mempunyai hak untuk mendapatkan warisan itu. Dia langsung memasukkan berkas itu ke dalam koper dan mengambil jubah serta masker tanpa membawa kotaknya. Aghata kembali merapihkan kamar Nando yang sedikit berantakan karena ulahnya. Lalu segera keluar dari ruang kerja Nando. Aghata pergi ke kamarnya menaruh berkas, jubah, dan masker di dalam sebuah kotak yang berisi barang bukti. Kotak itu akan digunakan untuk mengembalikan semua yang seharusnya menjadi miliknya.

  • KILLER MASK   Other Evidence

    Clarista berdiri dan mengusap kepala Aghata seraya tersenyum. “Nanti akan saya jelaskan di sana,” ucapnya. Dia keluar memberi waktu Aghata untuk berkemas. Aghata kembali menurut dan cepat mengemasi barang-barangnya. Dia membawa koper besar menghampiri Clarista yang sudah menunggu di depan mobil. Mereka langsung bergegas menuju bandara. Setelah tiba di bandara, Clarista mengantar Aghata hingga loker pemesanan tiket. Dia memastikan barang bawaan Aghata sudah terbawa semua. Sedangkan Aghata celingukan seperti orang bodoh yang memakai masker dan topi. “Kenapa kita ke sini? Apa kita sedang menunggu orang? Atau kita akan pergi ke suatu tempat?” tanya Aghata. “Bukan kita, tapi hanya Nona,” jawab Clarista. “Aku?” Menunjuk diri sendiri. “Kenapa aku harus pergi?” tanya Aghata.

  • KILLER MASK   Five Years Ago

    Kediaman pemimpin Alto Grup, 25 November 2016. Satu tahun setelah pernikahan Sang Ibu dengan pria dari keluarga terpandang, Nando Setyoko. Kala itu usia Aghata menginjak 15 tahun. Dia keluar kamar untuk mencari Sang Ibu tercinta. Sudah seharian dia tidak melihat batang hidung ibunya. Dicarilah Sang Ibu ke seluruh ruangan di dalam rumah, tapi tidak menemukannya. Sampai akhirnya mencari ke halaman depan rumah. Namun masih belum menemukannya. Aghata malah melihat seorang pria mengenakan jas hitam keluar dari mobil. Bibirnya mengulas senyum dan berlari menghampiri pria itu yang disebut sebagai Ayah. Matanya berbinar menatap lekat sosok Ayah di hadapannya. “Ayah habis dari mana?” tanya Aghata. “Bertemu dengan teman bisnis,” sahut Nando. “Oh, tapi ... kenapa wajah Ayah terlihat s

  • KILLER MASK   So actually...

    “Ini surat undangan pernikahan untuk Anda,” kata Aghata. Nando terkejut dan langsung merampas kertas di tangan Aghata. Dia membaca isi surat itu dan benar bahwa surat itu adalah undangan pernikahan. Teman bisnisnya yang tinggal di Kota C mengundang Nando untuk datang ke pernikahan putrinya. Acara akan diadakan besok sore di Kota C. Mau tidak mau Nando harus datang. Sia-sia Nando gelisah dengan isi surat itu. Dia pikir surat itu akan berisi ancaman dari si pelaku teror. Bahkan untuk menghela napas pun tidak merasa tenang. Sementara Aghata bisa melihat wajah Nando yang menegang sebelum tahu isi surat itu. “Apa Anda baik-baik saja? Anda terlihat pucat,” tanya Aghata. “Tidak apa-apa. Apa kau akan ikut ke pesta pernikahan rekan bisnisku?” tawar Nando. “Tidak perlu. B

DMCA.com Protection Status