“Aku akui jika tadinya aku berniat untuk mengubah formula kosmetik kita karena ....”
“Karena Om tau jika Papa adalah kakak Om. Om mempunyai dendam sendiri kepadaku dan juga papa, bukan?” tembak David. Sanjaya terdiam, ia menatap keponakannya itu dalam-dalam.
“Kau sudah tau?”
“Papa sudah tau jika Om adalah adiknya sejak Om dan Oma Kadita pergi. Itu sebabnya saat kalian bertemu kembali enam tahun lalu Papa bersedia membeli perusahaan Om yang bangkrut. Papa menikahkan aku dengan Nadine, memberi Om lima belas persen saham La Rue. Semuan karena Papa sudah tau sejak lama jika Om adalah adiknya.
“Papa tidak tau bagaimana cara mengatakan kepada Om jika Om adalah adiknya. Saat ini , Papa sedang di Thailand dan meminta agar Opa mau kembali ke Indonesia.”
Sanjaya terdiam, “Jadi ....”
David mengembuskan
“Kau ... Kau yang aku inginkan sejak lama, Liliana. Jika bukan karena kau aku tidak mau menerima tawaran kerjasama dengan Pak Danu,” kata Bagas sambil menatap layar ponselnya. “Aku ingin kamu, Liliana.” Bagas memandang wajah Liliana yang ada di dalam ponselnya.“Aku sudah menunggu saat ini. Saat di mana David, bos sombong itu hancur dan aku akan datang sebagai dewa penyelamatmu.” Bagas tersenyum penuh percaya diri seolah-olah sedang belajar merayu Liliana. Tanpa Liliana sadari, Bagas adalah dalang di balik masalah yang terjadi pada David. Bagas yang sudah lama mencintai Liliana merasa dendam karena David yang pada akhirnya bisa menikahi Liliana. Pada saat ia merasa galau dan sakit hati itulah ia bertemu dengan Kartika. Gadis cantik itu adalah mantan sekretaris David yang juga merasa sakit hati karena cintanya dulu bertepuk sebelah tangan dan akhirnya dip
Liliana mulai menemukan titik terang dari masalah yang sedang menimpa David lewat kata-kata Bagas. Dengan berani dan tanpa berpikir panjang ia pun segera datang ke alamat yang dikirimkan oleh Bagas. Sepanjang jalan, Liliana sudah berusaha untuk menghubungi David. Tetapi, ponsel David mati. Liliana hanya berharap jika terjadi sesuatu dengan dirinya David bisa melacak keberadaannya. Liliana tau David sudah memasang GPS pelacak di ponselnya. Jadi, dia yakin David akan menemukannya dengan mudah.“Ah, begitu cintanya kah kau pada suamimu sehingga kau tanpa berpikir panjang datang kemari sendiri, Liliana sayang?” tukas Bagas sambil tersenyum licik.“Apa yang kau inginkan?” Liliana menantang Bagas.“Kau. Sejak awal aku sudah menaruh hati padamu, tapi aku melihat kau begitu dekat dengan bos. Sampai akhirnya kita sempat makan bersama, tiba-tiba David datang. Dua kali seperti
David benar-benar panik, ia tidak menyangka jika Liliana nekad. Belum selesai masalah yang satu mengapa harus muncul masalah yang lain. Saat ponselnya menyala David terkejut saat membaca pesan dari Liliana.“Bagas,” gumamnya.“Bagas itu anak HUMAS, kan, Dave?” tanya Sanjaya. David mengangguk, “Ada hubungan apa Bagas dengan masalah sabotase ini. Apa dia adalah orang yang dibayar untuk menghancurkan aku?”“Apa kau pernah bermasalah dengannya, Dave?” tanya Sanjaya. David menghela napas, ia ingat jika ia pernah memergoki Liliana dan Bagas makan bersama. Apakah Bagas memiliki perasaan kepada Liliana?Tiba-tiba saja, ponsel David kembali berdering“Hallo ...”**&n
Melihat Bagas yang sudah mulai beraksi, Danu pun segera keluar dari kamar itu. Dia memang tidak berniat untuk melakukan lebih kepada Liliana. Tujuannya hanya membuat David hancur, tidak yang lainnya.“Mau apa kau!” teriak Liliana penuh penekanan. Saat melihat Bagas mulai merangkak di ranjang yang ditempatinya.Tersenyum penuh dengan kelicikan, Bagas berkata, “Ini kamar yang sudah disiapkan untukku oleh pak Danu. Tentu saja aku berhak untuk tempat ini, Sayang.” Bagas mengedipkan matanya. Menatap Liliana dengan tatapan yang sulit diartikan. Bulu kuduk Liliana meremang. Tangannya gemetar ketakutan. Kemudian segera bangkit dari sana. Sayangnya tidak sempat. Tangannya keburu di tarik oleh Bagas. Menghentak kasar, membawa Liliana dalam pelukan.“Lepas!” Pekik Lilian. Ia meronta, berusaha terbebas dari jeratan Bagas. Namun, kepalanya terasa pusing akib
“Bajingan! Laknat!” David mengumpat. Lelaki itu menoleh dengan tajam ke arah Bagas. Tampak Bagas sudah bangkit dan sedang menyapu sudut bibir yang berdarah dengan punggung tangan. Lalu, tanpa sempat mengelak, Bagas harus menerima kembali kepalan tangan keras David di bagian hidungnya.“Berani-beraninya kau menyerang tanpa aba-aba,” ucap Bagas sambil memegang hidungnya yang mungkin patah?Alih-alih menjawab, David kembali melayangkan kepalan tangannya bertubi-tubi. Memukul di bagian wajah, di perut hingga membuat Bagas kembali terjerembab di lantai. Ia tidak berhenti walau wajah Bagas sudah terlihat bengkak karena ulahnya. Bahkan David sampai menginjak-injak dada Bagas hingga membuatnya kesulitan bernapas. “Sudah, Dave! Cukup! Polisi sudah sampai di sini. Biar mereka yang menanganinya.” Sanjaya mencekal David. Ia tidak mau keponakannya sampai
Saat David tiba di rumah sakit, ia tidak mengizinkan Liliana untuk berjalan sendiri. Lelaki itu menggendong Liliana dan membawanya ke ruang IGD. Kebetulan sekali saat hendak masuk ia berpapasan dengan Thalita."Loh, kenapa Liliana?" tanya Thalita."Nanti aku ceritakan, Tha. Sekarang tolong periksa dulu Liliana," kata David."Kalau begitu minta suster mengambil kursi roda, kita langsung bawa ke ruang periksaku saja, kita USG," jawab Thalita. Dokter cantik itu pun segera memanggil perawat yang sedang bertugas di IGD, ia meminta supaya diambilkan kursi roda."Aku kan bisa berjalan, Mas," kata Liliana yang merasa David terlalu cemas kepadanya. Tapi, David menggelengkan kepalanya."Tidak, aku tidak akan membiarkan dirimu untuk berjalan sendiri dengan kondisi seperti ini," kata David. Liliana hanya bisa menghela napas panjang, tetapi ia tidak m
Arnold dan Kinasih melangkah bersama George dengan lega. Pesawat mereka baru saja mendarat di bandara internasional SOETA dengan selamat. Mushi yang menjemput mereka pun tampak sangat lega."Bagaimana, apa semua berjalan lancar? Bagaimana perkembangan kasusnya? Di mana David dan Sanjaya? Apa mereka di kantor?" cecar Arnold tanpa jeda membuat Kinasih dan George menggelengkan kepala. Sementara Mushi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejak kemarin, Mushi-lah yang sibuk mengurus ini dan itu karena David tidak mau meninggalkan Liiliana meski sejenak. Untunglah Sanjaya juga ikut membantu ke sana kemari termasuk memberikan kesaksian di kantor polisi bersama pengacara perusahaan mereka."Saya harus jawab dari mana dulu ini, Pak?" tanya Mushi alih-alih menjawab. Sadar jika ia sudah mengajukan banyak pertanyaan, Arnold menepuk dahinya, lalu menepuk bahu Mushi."Maaf, aku hanya
Kinasih memeluk Liliana dengan erat, ia merasa sangat berutang budi pada menantunya itu."Kau memang anak nakal, lain kali jangan bertindak seperti superhero. Kau ini menantu mama, bukan Wonder Woman."Liliana hanya tersenyum melihat kecemasan di wajah Kinasih ia sangat yakin jika Kinasih begitu mencintainya."Oya, Papa ke mana, Ma?" tanya Liliana."Papamu sedang ke Gereja, mengantar Opamu. Opamu sekarang memang rajin sekali berdoa," kata Kinasih. Keluarga Romano memang memeluk agama Katholik. Sementara Arnold menjadi mualaf yang baik atas bimbingan Kinasih."Nanti papa ke sini, Ma?" tanya David."Iya, papamu mau mampir ke kantor dulu sebentar. Mushi bilang dana perusahaan menipis, Dave?" David menghela napas panjang. "Iya, Ma. Kami harus menarik semua produk yang kemarin bermasalah. Bukan hanya itu, penjualan menurun juga imbasnya pada produk yang lain. Mau tida