"Papa harus mau kembali ke Indonesia. Dia anak papa dan saat ini entah kekacauan apa yang tengah dia perbuat. Papa harus kembali bersama kami dan memberikan pengertian kepada anak papa."
George menatap putranya, usianya kini sudah tidak muda, tapi perasaan bersalah selalu saja mengikuti. Selama ini ia sudah memendam semua rahasia, bahkan kepada almarhum istrinya.
"Sampai kapan papa akan berlari dan menghindar dari tante Kadita? Dia sekarang sakit, stroke, tidak bisa bicara. Jay bilang dia akan membawa ibunya berobat, tapi saat ini dia sedang berusaha menghancurkan perusahaan milikku yang dipegang oleh David, cucumu. Papa mau diam di sini terus? Hanya papa yang bisa menyelesaikan," kata Arnold.
George terdiam, ah ternyata efek dari apa yang ia lakukan dulu berimbas sampai anak cucu.
"Apa dia- Kadita ... dia ada di Jakarta?" tanyanya. Arnold menganggukkan kepalanya.
"Ya, dia ada di
“Aku akui jika tadinya aku berniat untuk mengubah formula kosmetik kita karena ....”“Karena Om tau jika Papa adalah kakak Om. Om mempunyai dendam sendiri kepadaku dan juga papa, bukan?” tembak David. Sanjaya terdiam, ia menatap keponakannya itu dalam-dalam.“Kau sudah tau?”“Papa sudah tau jika Om adalah adiknya sejak Om dan Oma Kadita pergi. Itu sebabnya saat kalian bertemu kembali enam tahun lalu Papa bersedia membeli perusahaan Om yang bangkrut. Papa menikahkan aku dengan Nadine, memberi Om lima belas persen saham La Rue. Semuan karena Papa sudah tau sejak lama jika Om adalah adiknya. “Papa tidak tau bagaimana cara mengatakan kepada Om jika Om adalah adiknya. Saat ini , Papa sedang di Thailand dan meminta agar Opa mau kembali ke Indonesia.”Sanjaya terdiam, “Jadi ....” David mengembuskan
“Kau ... Kau yang aku inginkan sejak lama, Liliana. Jika bukan karena kau aku tidak mau menerima tawaran kerjasama dengan Pak Danu,” kata Bagas sambil menatap layar ponselnya. “Aku ingin kamu, Liliana.” Bagas memandang wajah Liliana yang ada di dalam ponselnya.“Aku sudah menunggu saat ini. Saat di mana David, bos sombong itu hancur dan aku akan datang sebagai dewa penyelamatmu.” Bagas tersenyum penuh percaya diri seolah-olah sedang belajar merayu Liliana. Tanpa Liliana sadari, Bagas adalah dalang di balik masalah yang terjadi pada David. Bagas yang sudah lama mencintai Liliana merasa dendam karena David yang pada akhirnya bisa menikahi Liliana. Pada saat ia merasa galau dan sakit hati itulah ia bertemu dengan Kartika. Gadis cantik itu adalah mantan sekretaris David yang juga merasa sakit hati karena cintanya dulu bertepuk sebelah tangan dan akhirnya dip
Liliana mulai menemukan titik terang dari masalah yang sedang menimpa David lewat kata-kata Bagas. Dengan berani dan tanpa berpikir panjang ia pun segera datang ke alamat yang dikirimkan oleh Bagas. Sepanjang jalan, Liliana sudah berusaha untuk menghubungi David. Tetapi, ponsel David mati. Liliana hanya berharap jika terjadi sesuatu dengan dirinya David bisa melacak keberadaannya. Liliana tau David sudah memasang GPS pelacak di ponselnya. Jadi, dia yakin David akan menemukannya dengan mudah.“Ah, begitu cintanya kah kau pada suamimu sehingga kau tanpa berpikir panjang datang kemari sendiri, Liliana sayang?” tukas Bagas sambil tersenyum licik.“Apa yang kau inginkan?” Liliana menantang Bagas.“Kau. Sejak awal aku sudah menaruh hati padamu, tapi aku melihat kau begitu dekat dengan bos. Sampai akhirnya kita sempat makan bersama, tiba-tiba David datang. Dua kali seperti
David benar-benar panik, ia tidak menyangka jika Liliana nekad. Belum selesai masalah yang satu mengapa harus muncul masalah yang lain. Saat ponselnya menyala David terkejut saat membaca pesan dari Liliana.“Bagas,” gumamnya.“Bagas itu anak HUMAS, kan, Dave?” tanya Sanjaya. David mengangguk, “Ada hubungan apa Bagas dengan masalah sabotase ini. Apa dia adalah orang yang dibayar untuk menghancurkan aku?”“Apa kau pernah bermasalah dengannya, Dave?” tanya Sanjaya. David menghela napas, ia ingat jika ia pernah memergoki Liliana dan Bagas makan bersama. Apakah Bagas memiliki perasaan kepada Liliana?Tiba-tiba saja, ponsel David kembali berdering“Hallo ...”**&n
Melihat Bagas yang sudah mulai beraksi, Danu pun segera keluar dari kamar itu. Dia memang tidak berniat untuk melakukan lebih kepada Liliana. Tujuannya hanya membuat David hancur, tidak yang lainnya.“Mau apa kau!” teriak Liliana penuh penekanan. Saat melihat Bagas mulai merangkak di ranjang yang ditempatinya.Tersenyum penuh dengan kelicikan, Bagas berkata, “Ini kamar yang sudah disiapkan untukku oleh pak Danu. Tentu saja aku berhak untuk tempat ini, Sayang.” Bagas mengedipkan matanya. Menatap Liliana dengan tatapan yang sulit diartikan. Bulu kuduk Liliana meremang. Tangannya gemetar ketakutan. Kemudian segera bangkit dari sana. Sayangnya tidak sempat. Tangannya keburu di tarik oleh Bagas. Menghentak kasar, membawa Liliana dalam pelukan.“Lepas!” Pekik Lilian. Ia meronta, berusaha terbebas dari jeratan Bagas. Namun, kepalanya terasa pusing akib
“Bajingan! Laknat!” David mengumpat. Lelaki itu menoleh dengan tajam ke arah Bagas. Tampak Bagas sudah bangkit dan sedang menyapu sudut bibir yang berdarah dengan punggung tangan. Lalu, tanpa sempat mengelak, Bagas harus menerima kembali kepalan tangan keras David di bagian hidungnya.“Berani-beraninya kau menyerang tanpa aba-aba,” ucap Bagas sambil memegang hidungnya yang mungkin patah?Alih-alih menjawab, David kembali melayangkan kepalan tangannya bertubi-tubi. Memukul di bagian wajah, di perut hingga membuat Bagas kembali terjerembab di lantai. Ia tidak berhenti walau wajah Bagas sudah terlihat bengkak karena ulahnya. Bahkan David sampai menginjak-injak dada Bagas hingga membuatnya kesulitan bernapas. “Sudah, Dave! Cukup! Polisi sudah sampai di sini. Biar mereka yang menanganinya.” Sanjaya mencekal David. Ia tidak mau keponakannya sampai
Saat David tiba di rumah sakit, ia tidak mengizinkan Liliana untuk berjalan sendiri. Lelaki itu menggendong Liliana dan membawanya ke ruang IGD. Kebetulan sekali saat hendak masuk ia berpapasan dengan Thalita."Loh, kenapa Liliana?" tanya Thalita."Nanti aku ceritakan, Tha. Sekarang tolong periksa dulu Liliana," kata David."Kalau begitu minta suster mengambil kursi roda, kita langsung bawa ke ruang periksaku saja, kita USG," jawab Thalita. Dokter cantik itu pun segera memanggil perawat yang sedang bertugas di IGD, ia meminta supaya diambilkan kursi roda."Aku kan bisa berjalan, Mas," kata Liliana yang merasa David terlalu cemas kepadanya. Tapi, David menggelengkan kepalanya."Tidak, aku tidak akan membiarkan dirimu untuk berjalan sendiri dengan kondisi seperti ini," kata David. Liliana hanya bisa menghela napas panjang, tetapi ia tidak m
Arnold dan Kinasih melangkah bersama George dengan lega. Pesawat mereka baru saja mendarat di bandara internasional SOETA dengan selamat. Mushi yang menjemput mereka pun tampak sangat lega."Bagaimana, apa semua berjalan lancar? Bagaimana perkembangan kasusnya? Di mana David dan Sanjaya? Apa mereka di kantor?" cecar Arnold tanpa jeda membuat Kinasih dan George menggelengkan kepala. Sementara Mushi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejak kemarin, Mushi-lah yang sibuk mengurus ini dan itu karena David tidak mau meninggalkan Liiliana meski sejenak. Untunglah Sanjaya juga ikut membantu ke sana kemari termasuk memberikan kesaksian di kantor polisi bersama pengacara perusahaan mereka."Saya harus jawab dari mana dulu ini, Pak?" tanya Mushi alih-alih menjawab. Sadar jika ia sudah mengajukan banyak pertanyaan, Arnold menepuk dahinya, lalu menepuk bahu Mushi."Maaf, aku hanya
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob