“Itu bukan unik, Mas. Tapi kebanyakan tipe manusia tega gitu. Kalau mau putus, harusnya cari alasan yang logis. Masa dapat bisikan gaib?”Untung saja saat itu, Nami tidak menangis. Malah ingin melemparkan hak sepatunya ke kepala sang mantan. “Saya turut prihatin dengan kisah cintanya nona.”“Nggak usah prihatin, Mas. Sekarang kalau diingat, saya udah bisa senyum bahkan ketawa.” Duh, Nami jadi semakin kagum dengan Samudra! Samudra tahu bagaimana cara merespon curahan hati orang lain dengan baik. Bukan malah merespon dengan mengatakan hal yang kurang enak didengar apalagi malah adu nasib dan terkesan ngotot kalau memiliki cerita paling mengenaskan. “Ya, fasenya memang begitu. Semua penderitaan yang kita alami akan menjadi kenangan yang membuat kita naik level untuk ujian berikutnya. Ketika kita sudah jauh melangkah, apabila menengok ke belakang untuk refleksi, memang kadang ada beberapa hal yang bisa kita tertawakan. Saya juga pernah menertawakan masa lalu saya yang pernah makan mie
“Ini, Mas. Uangnya kelebihan banyak.”Nami mengembalikan uang Samudra dan setelahnya memberikan bungkusan sate. Nami mengira kalau Samudra memutuskan makan di dalam mobil. “Tahan sebentar, Nona. Kita akan makan di studio saya.”“Hah?!”Dalam satu malam, Nami dibuat terkejut berulang kali.“Mas Dirga serius mau ngajakkin saya ke studio?”“Iya.” “Studio tempat mas bikin lagu?”“Iya.”“Studio yang sering Mas Dirga tunjukkin waktu live, kan?”“Iya.” Senyum Samudra tidak pernah surut ketika menanggapi apa yang terlontar dari mulut Nami. Belum lagi ketika Samudra melihat ekspresi lucu Nami saat terkejut. Samudra rasanya lupa untuk bersikap biasa saja saat pertama kali bertemu dengan orang asing. “Mas, serius ini? Mas percaya sama saya? Nggak curiga kalau saya bakalan aji mumpung dengan memanfaatkan kesempatan ini?”“Saya percaya dengan Nona Nami. Jika memang nona orang jahat, pasti uang saya sudah ludes di rekening.”Nami tidak tersanjung dengan kepercayaan yang Samudra beri. Justru seb
“Kalian melihat postinganku?”Samudra duduk tenang menyimak banyak komentar yang masuk. Ada sekitar satu menit, pria itu diam dan sudah dipastikan para penggemar yang bergabung menonton livenya akan mengoleksi banyak tangkapan layar. Termasuk Nami yang spontan menyembunyikan diri di belakang sofa studio Samudra. “Ya. Aku mendapat rekomendasi dari seorang teman tentang warung sate yang lezat. Kalian harus coba, karena aku tidak berbohong tentang itu.”Nami membaca banyak permintaan Mellifluous yang menginginkan Samudra memperlihatkan latar belakangnya. Samudra tersenyum jahil dengan sedikit menyipitkan mata.“Tidak ada hal menarik di belakangku.” Namun diam-diam Samudra meraih ponsel dengan punggung tangan yang sekarang diletakkan di atas paha. Mata dan ekspresi tetap diatur sedemikian rupa untuk terus melihat ke arah depan. Icon kamera depan aktif dan diarahkan Samudra ke belakang untuk memastikan apakah Nami ada di sana. Setelah memastikan Nami tidak ada, barulah Samudra memperli
“Saya pernah sampai tiga bulan mendekam di sini. Pulang hanya untuk mandi dan mengambil beberapa barang yang dibutuhkan. Bahkan saya sering mandi di agensi. Selama itu, tidak ada pengalaman diganggu makhluk halus.”Nami menyesal menanyakan hal yang aneh pada Samudra. Untuk mengatasi salah tingkahnya, Nami mengambil sate kambing dan mencocolkannya pada salah satu kuah yang ada di hadapannya. “Aduh, pedashhh!”Nami menyedot susu yang disodorkan Samudra. Mengatasi salah tingkah malah berakhir dengan menunjukkan kecerobohannya. “Nona tidak tahan pedas?”“Tahan, tapi bukan pedas banget begini, Mas.” Harusnya Nami membaluri satenya dengan kuah yang disamping kuah pedas. Kuah tersebut sudah dicampur Nami dengan kecap manis. Samudra menusukkan sedotan di kemasan susu selanjutnya dan kembali diserahkan kepada Nami. Nami menerimanya dan menyedotnya langsung untuk menghargai Samudra. Nami memperhatikan Samudra yang memakan satenya dengan begitu lahap. Rupanya bukan citra buatan agensi semat
“Bilangin Junaidi alias Junot kalau saya bukan siapa-siapanya, Mas.”Nami mengatakannya dengan nada yang sedikit ketus dan itu dapat ditangkap dengan baik oleh Samudra. “Saya sudah mengatakan hal itu, Nona.” Samudra menunjukkan bukti balasannya kepada Junot. Nami tetap merasa jengkel.“Lagian si Junot itu aneh. Udah bertahun-tahun mulai masih trainee temenan sama Mas Dirga, masa ngira Mas Dirga player?” Nami merasa sakit hati, karena sosok idolanya malah dikatai demikian. Mana yang mengatai juga adalah idolanya. Aduh, Nami jadi puyeng mendadak!Nami yakin sekali kalau Samudra bukan seorang player, meski sering tersandung gosip dengan banyak selebriti wanita. Memang Nami akui jika ia belum mengenal Samudra luar dalam. Namun jika memang seorang Samudra memiliki sifat-sifat negatif, Nami yakin itu bukan doyan main perempuan. “Dia begitu karena peduli pada saya, Nona.”Nami tidak berkomentar panjang lebar lagi. Bahkan ia meminta maaf pada Samudra, karena sudah seenak jidat berkomentar
“Mari saya antar pulang.”Samudra mengabaikan protes agensi dan pembahasan seru di grup chat Tupai Lapuk mengenai dirinya yang keceplosan saat live tadi yang memberitahu bahwa Arson akan bermain film action. Meski Nami mengaku tidak ada yang memarahinya akibat pulang larut setibanya di rumah. Tetap saja Samudra merasa kurang nyaman harus membuat Nami pulang jauh lebih lama dari itu. Hujan lebat diterjang Samudra. Berkali-kali Nami meminta maaf, karena membuat Samudra harus berada di tengah jalanan yang macet plus di tengah hujan deras seperti sekarang. “Sudah tanggung jawab saya harus mengantarkan nona pulang.”Namun macet di jalan tak dapat dihindari. Hujan deras malam itu membuat pohon besar tumbang di tengah jalan raya. Alhasil, banyak kendaraan roda empat yang tak bisa lewat, termasuk mobilnya Samudra. “Kita harus masuk jalan tikus.”“Emang bisa mobilnya Mas Dirga masuk jalan tikus?”“Tentu saja tidak.”Nami bingung sekarang. Jawaban Samudra membuat suasana menjadi canggung me
“Siapa yang datang?”Samudra membawa dua mangkok mie instan kuah dengan uap panas yang mengepul. Televisi di ruang tengah sudah menyala, tapi ditinggalkan Nami untuk menyambut tamu tak diundang. “Teman.” Nami sedikit tidak nyaman sebenarnya dengan kedatangan tamu tersebut. Samudra menengok ke ruang tamu. Ada seorang pria yang sepertinya ia kenali duduk di salah satu sofa tunggal. “Pacar Nona Nami, ya?” Samudra jadi was-was jika itu benar. Bagaimanapun Samudra tidak ingin menjadi sumber permasalahan. Lagipula jika itu benar pacar Nami, bukankah kesannya terlalu nekat membiarkan Samudra mampir sampai menguasai dapur?“Bukan. Teman, Mas.”Pria itu menoleh ke belakang, tepat ke arah Nami yang baru keluar membawakan minuman. Netra pria itu bertemu tatap dengan Samudra. Keduanya benar saling mengenal, meskipun tidak dekat. Samudra lebih dulu melemparkan senyum ramah, menguntai langkahnya menuju ruang tamu untuk menyapa tamunya Nami. “Eh, Chef David?” “Hai!” Chef David mengenal betul s
“Apa Chef David marah?” Nami mengangkat bahu sekilas. Nami berharap semoga saja Chef David adalah orang yang tidak mudah tersinggung. Lagipula Nami mengatakannya dengan jujur. Ia dan Chef David tidak ada hubungan apa-apa. Selain pernah melakukan kencan buta dan berakhir bertukar nomor ponsel. Chef David memang rutin menghubungi Nami di malam hari. Tentu saja di saat para majikannya tidak membutuhkannya lagi. Itu pun Nami membalas seadanya. Bukannya malas, tapi sudah dikatakan jika Nami bingung menyambung pembicaraan dengan Chef David. “Maksudnya saya serius melakukan pendekatan dengan Nami.”Satu kalimat yang membuat Nami merinding. Merinding bukan karena terkesima apalagi takut. Nami sudah hapal betul dengan para lelaki yang awalmya terkesan sat set sat set dalam mendekati sampai menjalin hubungan yang katanya lagi harus sampai serius. Namun ujung-ujungnya sama saja. Putus karena diselingkuhi, lah. Putus karena tidak direstui orang tuanya, lah. Putus karena mendapat bisikan gaib,