Tifany bergidik merasa jijik ketika dirinya dipeluk oleh Radisha, gadis udik yang baru saja datang dari desa.
Namun, Radisha tidak sadar. Dia masih tersenyum lebar. “Eh-iya maaf Mbak, saking senangnya saya bisa bertemu Mbak!”
“Kamu serius yang lamar jadi Asisten saya?”
“Iya Mbak serius! Mbak tidak percaya?” tanya Radisha, dan meyakinkan.
Tifany menggeleng kepalanya, dan meminta Radisha untuk cepat masuk rumahnya.
“Aduh ... kenapa aku harus dapat Asisten yang bentukannya kayak begini,” gumamnya sambil melangkah masuk.
“Eh-iya siapa yang datang Nak?” Stevani bertanya pada putrinya, dan menyapa Radisha. “Kamu siapa?” tanyanya ramah.
“Sa-,” belum sempat Radisha membuka mulutnya, untuk memperkenalkan dirinya. Tifany menyela ucapannya.
“Dia ini Asisten baruku Mom’s ... pesan yang cantik, eh yang datang bentukannya kayak begini!” remeh Tifany, memandang Radisha sebelah mata.
Meskipun perkataan Tifany sangat menyakitkan, tetapi Radisha berusaha tidak mengambil hati atas ucapan bos besarnya itu.
Perlahan Stevani bangkit, menyambut hangat kedatangan Radisha di rumahnya. “Semoga kamu betah bekerja dengan Putri saya yah,”
“I-iya Nyonya!” gugup Radisha.
“Eh jangan panggil saya Nyonya, panggil saja saya Ibu. Semua yang bekerja di sini panggil saya Ibu Kok!” ucap Stevani.
“Baik Buk!”
“Siapa namanya?”
“Radisha Buk!” jawabnya lagi.
“Nama yang bagus!” puji Stevani, setelah itu dia menuju kamarnya begitu pun Tifany meminta Radisha untuk segera ke kamarnya.
“Ayo ikut saya!” ajak Tifany, berjalan lebih dulu dari Radisha.
Perlahan Radisha berjalan di belakang Tifany hingga akhirnya langkahnya berhenti di depan kamar cukup besar meskipun tidak terlalu mewah.
“Ini kamar siapa Nona?” tanya Radisha heran, lantaran malah di bawa ke salah satu kamar berukuran besar, yang menurutnya tidak pantas untuk ukuran pekerja sepertinya.
“Mulai sekarang kamarmu di sini, dan ingat jangan bangun terlalu siang, minimal kamu harus bangun jam 4 pagi, paham!” tegas Tifany menatap pada Radisha.
“Siap Nona! Tapi ...,” belum sempat Radisha melanjutkan perkataannya, Tifany sudah menyelanya.
“Tapi apalagi! Jangan aneh-aneh deh!” Tifany bersedekap tangan menatap geram pada Radisha.
“Kamar ini terlalu mewah bagi saya Nona!” ucapnya kemudian.
Hampir saja emosi Tifany meluap. Namun, setelah mendengar penuturan Radisha selanjutnya ia menahan emosinya dengan cara mengambil nafas dalam-dalam.
“Huh!” Tifany menghela nafasnya dalam-dalam, dan berceloteh kembali. “Sudahlah kau tidur saja, tidak usah banyak komentar!”
Tifany kesal pada Radisha, menurutnya sang asisten barunya ini terlalu bawel.
“Hm ... kenapa dengan Nona Tifany? Rasanya tadi seperti akan marah? Atau hanya perasaanku saja!” gumam Radisha menggeleng kepalanya.
“Ah sudahlah, enggak mungkin Nona Tifany segampang itu marah padaku?” Radisha langsung masuk dalam kamarnya, ia tidak mau berpikiran buruk tentang bosnya.
Sementara Tifany kembali ke ruang tamu, dan duduk santai sambil menonton televisi di sana. Tiba-tiba saja suara bel berbunyi, dan mengalihkan perhatiannya.
“Hm ... siapa lagi yang datang si?” kesalnya dengan mengitarkan pandangan ke sekeliling. Kali ini si mbok sudah siap-siap akan membukakan pintu untuk seseorang yang baru saja datang ke rumah.
“Kebetulan ada Mbok,”
“Kenapa Nona?”
“Enggak, apa-apa! Sudah sana bukakan pintu!” perintahnya.
Si mbok pun langsung bergegas, dan membuka pintu. Ternyata yang baru saja sampai rumah adalah Tuan Alexandre Candler.
“Eh Tuan?”
“Iya Mbok kenapa?”
“Enggak Tuan ... Mbok kira tamu, bukan Tuan!”
“Oh seperti itu!” ucap Tuan Candler ramah.
Tuan Candler menuju ruang tamu, dan menelepon rekan bisnisnya untuk mengobrol perihal perjodohan dengan putrinya.
‘Halo Tuan,'
‘Ya ada apa Tuan Candler?’ sahut seseorang di seberang sana.
‘Em ... a-anu Tuan!”
‘Ada apa Tuan Candler? Katakan saja jangan sungkan!’
‘Begini Tuan, saya mau bertanya soal perjodohan di antaran Anak Anda, dan Anak saya?’
‘O, masalah itu ... Anda jangan khawatir, saya akan bicarakan dengan Putra saya Kamandanu!’ celoteh seseorang itu lagi.
‘Ah-ya baiklah kalau begitu Tuan, baik saya tunggu kabar selanjutnya!’ Tuan Candler segera memutus sambungan itu.
Tuan Candler segera memasukkan ponselnya ke saku, sedangkan Tifany saat ini tengah menatap tajam padanya.
“Kamu kenapa menatap Papa seperti itu?” tanya tuan Candler duduk di sebelah Tifany, putrinya.
“Papa bicara dengan siapa? Kenapa membahas masalah Perjodohan?”
“Oh iya masalah itu, kebetulan Papa mau sampaikan padamu Tifany!”
Tifany, mulai menanggapi papanya dengan serius, dan beralih memerhatikan papanya.
“Apa yang ingin Papa sampaikan pada Tifany?” tanyanya penasaran.
“Kamu maukan dijodohkan dengan Anak rekan Bisnis Papa?”
Sontak Tifany tidak percaya, dan menatap tajam pada sang papa. “Apa, dijodohkan? Yang benar saja Pa! Karier Tifany sedang menanjak, bagaimana mungkin Tifany akan meninggalkannya!”
“Jadi kamu menolak keinginan Papa?” Candler terlihat kecewa terhadap putrinya. “Jika kau menolak Perjodohan ini, kamu sudah tidak sayang Papa lagi Tifany!”
Tuan Candler bangkit kembali setelah berbicara pada putrinya, dia beranjak pergi menuju kamarnya.
“Tunggu, Pah!” panggil Tifany menghentikan langkah papanya. Lantaran tidak mau mengecewakan sang papa, akhirnya Tifany menyanggupi permintaan itu.
Candler pun menoleh. “Ada apa Tifany?”
“Saya setuju dengan Perjodohan itu, tapi Tifany harus bertemu secara langsung dengan Pria yang akan menjadi Suami saya!”
“Tentu saja! Kau akan bertemu langsung dengannya!”
“Lantas, siapa nama pria itu?”
“Kamandanu. Papa harap kau tidak menolaknya!” ucap Tuan Candler dengan tegas.
Sejak semalam Tifany tidak bisa tidur dengan nyenyak. Lantaran tidak berhenti memikirkan perjodohan antara dirinya dengan pria bernama Kamandanu, pria itu adalah putra dari rekan bisnis papanya.Pagi sekali Tifany bersiap-siap akan melakukan shooting seperti yang dilakukannya tiap hari, begitu pun dengan Radisha telah bersiap dengan segala barang yang diperlukan oleh bosnya."Kamu sudah siap, kan?" Tifany bertanya pada Radisha meski malas."Saya sudah siap, Nona!" Radisha mengangguk."Ya sudah, cepat kamu masukkan barang-barang saya ke mobil," perintahnya pada Radisha.Radisha pun menyanggupi perintah dari Tifany, ia segera memasukkan tas berukuran besar, serta alat-alat make up lainnya ke bagasi mobil.Radisha rela melakukan apa pun demi membantu keuangan ibunya di kampung halaman, jika ia sudah mendapatkan uang lebih ingin membawa ibunya tinggal di kota.Beberapa menit kemudian, Tifany bergerak menghampiri Radisha yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Ayo kita berang
Tatapan menyelidik Danu menyadarkan Radisha akan kesalahannya.Tidak mau penyamarannya terbongkar, Radisha pun buru-buru mengalihkan percakapan, "Sudah jangan dibahas, lupakan saja perkataan saya yang tadi!" "Oke baiklah! Jika kau tidak mau membahas, saya juga tidak mempermasalahkannya!" balas Danu tidak melanjutkan.'Huh ... hampir saja!' batin Radisha menghela nafasnya."Kenapa kau menghela nafas? Apa kau memiliki riwayat asma?" Radisha berusaha menahan diri, untuk tidak tersinggung dengan ucapan Danu.'Sabar-sabar Radisha, kau jangan terpancing emosi oleh Pria ini,' ucapnya dalam hati, dan memijat kepalanya yang tidak terasa pusing.Radisha mengerucutkan bibirnya, dan menatap tajam pada Danu."Owh ... santai Nona, kau jangan marah. Saya hanya bercanda!" ujar Danu membujuk Radisha agar tidak marah lagi.'Huh ... dasar Orang kaya, mana ada bercanda mengatai Orang lain punya riwayat asma!' gerutunya dalam hati.Perlahan Danu bangkit dari tempat duduknya, dan melambaikan tangannya me
Lama keduanya terdiam.Radisha bahkan nyaris menangis.Ini hari pertamanya bekerja sebagai asiten Tifany dan dia sudah gagal melaksanakan tugasnya.Bagaimana bila dia dipecat dan harus kembali ke kampung?Tidak! Dia tidak mau menikahi juragan tua itu.Perlahan, Radisha menarik nafas dalam."Saya memang bukan Nona Tifany Tuan! Tapi, sungguh ... saya tidak bermaksud membohongi Anda, saya terpaksa melakukan ini atas permintaan Nona Tifany!" Sayang, meski sudah berusaha, dia masih terbata-bata. Bahkan, bibirnya bergetar ketakutan.Melihat itu, Danu memijat pelipisnya. Ada sedikit rasa bersalah karena telah menakuti perempuan di hadapannya ini. "Jadi, di mana Tifany saat ini?" "Nona Tifany sibuk shooting Tuan, makannya beliau meminta saya untuk berpura-pura jadi dirinya!" Suara Radisha terdengar parau, dengan nafas tersengal-sengal.Perlahan, Danu melepaskan tangannya dari dagu Radisha.'Sial! Berani sekali Tifany mengerjaiku, awas saja akan aku balas, kau akan menyesal Tifany, ini naman
"Baik Tuan ... titah Anda, akan segera saya laksanakan!" sahut pekerja salon kecantikan itu.Radisha menelan salivanya. Bagaimana mungkin pria yang baru saja dia kenal memaksanya untuk melakukan perawatan di salon? "Saya tidak mau!" ucap perempuan itu lantang."Kau jangan membantah!""Saya tetap tidak mau, meskipun kau paksa Tuan!" pekik Radisha."Nona, tolong diam. Jangan memberontak, kalau tidak Anda akan dibuat menyesal oleh Pria seperti Tuan Kamandanu!" ucap pekerja salon kecantikan menakuti Radisha, agar Radisha bersikap tenang."Memangnya, dia akan melakukan apa pada saya, jika saya membantahnya?""Pastinya dia akan membuat hidup Anda menderita, jika tidak menurut padanya. Dia ini adalah Orang berpengaruh di kota ini Nona. Sudahlah, lebih baik Anda menurut!"Radisha menundukkan wajahnya, dan menuruti saran dari perempuan pekerja salon kecantikan itu. *****Sementara di tempat lain, Tifany sedang menunggu kabar soal Radisha yang sedang bertemu dengan calon tunangannya."Hum ..
"Tidak Tuan ... saya tidak berbicara apa pun!" Radisha menundukkan kepalanya, lantaran takut membuat Danu semakin marah padanya."Tolong jangan macam-macam denganku, jika kau masih ingin mempertahankan kesucianmu!"Ketika Danu mengancamnya, Radisha ketar-ketir meminta maaf. Ia begitu takut terhadap Danu, takut akan ancaman pria yang baru dikenalnya. "Maafkan saya Tuan, tolong jangan lakukan hal itu pada saya!" ucap Radisha dengan bibir bergetar.Danu semakin mengerjai Radisha, ketika dia tahu jika Radisha termakan oleh ancaman yang tidak serius itu.'Hem ... aku harus membuatnya bertekuk lutut padaku, dan aku akan terus mengerjaimu wahai Gadis Desa!' batin Danu berseringai."Tidak! Saya tidak akan memaafkanmu," ketusnya."Saya mohon Tuan," Radisha sangat takut terhadap Danu. " Ini pertama kali saya bekerja di Jakarta Tuan. Tolong, jangan buat saya takut!" lirihnya."Makannya jangan membuat aku marah!" tegas Danu. "Ayo ikuti saya!""Kita akan ke mana lagi?""Sudah, jangan banyak bertan
"Saya memang kabur dari Pria itu Nona, semua itu saya lakukan karena saya takut pada Pria itu!" jawab Radisha terbata-bata."Alasan seperti apapun, saya tidak terima Radisha. Yang jelas, kamu sudah membuat hidup saya susah. Kenapa sih kamu ini tidak menurut saja pada Pria itu!" kesal Tifany terus menyalahkan Radisha di sela mengemudikan mobilnya."Bagaimana saya akan menurut pada pria itu, Nona? Sementara, pria itu mengancam saya akan merenggut kesucian saya!" lirih Radisha berterus terang."Dan kamu langsung kabut begitu saja?" tanyanya lagi.Radisha menganggukkan kepalanya."Semua gara-gara kamu Radisha, kamu tahu tidak akibat perbuatanmu saya kena marah Papa saya, karena Pria bernama Kamandanu itu mengadu kalau saya kabur darinya!""Maafkan saya Nona, saya yang salah!" Radisha merasa bersalah pada Tifany, atas tindakan yang telah dia lakukan."Maaf saja tidak akan bisa mengembalikan ke adaan Radisha! Intinya kali ini saya minta kamu harus melakukan tugas dengan sempurna!" ujar Tifan
Kamandanu ternyata memperhatikan itu semua dari jauh.Dia tidak akan membiarkan rahasia Radisha terbongkar di hadapan umum. Dia masih membutuhkan penyamaran Radisha, untuk membalas Tifany."Kamu ini apa-apaan Dek? Dia ini benar-benar Tifany. Kakak sudah menemui kedua orang tuanya!" sela Danu memotong ucapan adiknya, Audrey.Audrey menelan kembali ucapannya, dia masih yakin jika perempuan yang saat ini berhadapan dengannya bukanlah Tifany Candler."Kakak yakin Perempuan ini Tifany? Kenapa segampang ini Kakak percaya?!" ujar Audrey masih meyakini jika perempuan di hadapannya ini berbohong.Danu menimpali Audrey, dan meyakinkannya. "Ya, tentu saja Kakak mempercayainya. Lagi pula tidak ada alasan untuk Kakak mencurigai Calon Istri Kakak ini!"Audrey berjalan menjauh dari Danu, dan Radisha. 'Saya harus mencaritahu siapa sebenarnya Perempuan ini?' Tapi bagaimana caranya saya membuktikan jika Perempuan itu bukanlah Tifany!' batinnya masih penasaran.Hingar bingar pesta membuat kepala Radisha
Audrey heran dengan ucapan Danu, ia masih berusaha mencernanya. "Bagaimana bisa Tifany menipumu Kak? Jelas-jelas Perempuan itu yang telah berbohong pada kita!""Dia di suruh oleh Tifany agar berbohong pada kita Audrey!" tutur Danu menyampaikan.Audrey menggeleng kepalanya, dia masih tidak bisa menerimanya. "Tunggu, Kak. Sepertinya Tifany tidak menyuruhnya ini pasti hanya akal-akalan Perempuan itu saja, siapa tadi namanya?""Radisha!""Ya pokoknya dia lah, yang berbohong." Audrey tetap bersikukuh menyalahkan Radisha.Danu menatap Audrey, dan tidak percaya pada adiknya yang malah menyalahkan Radisha. Padahal, sudah jelas Tifany lah yang menolak untuk bertemu dengannya, dan malah mengutus Radisha untuk berpura-pura menjadi dirinya."Kakak capek jika harus berdebat denganmu Audrey, sudah Kakak katakan barusan bukan. Perempuan bernama Radisha itu tidak berniat membohongi kita!" tegasnya meyakinkan Audrey."Jikalau dia tidak b
"Aku bahagia seperti kau saat ini istriku," Danu mengecup kening Radisha, tiada kabar yang paling membahagiakan baginya selain kabar kehamilan istrinya, sudah sejak lama sekali menantikan kehadiran bayi dalam kandungan Radisha."Bisakah kita pulang?" pinta Radisha terhadap Danu."Jangan dong, wanita hamil sepertimu harus jaga kondisi kesehatan, apalagi kehamilan kamu ini rentan." larang Danu, ia tidak membiarkan istrinya pulang ke rumah sebelum memastikan kalau dia baik-baik saja."Aaaaa... pokoknya aku mau pulang, aku sudah tidak betah berada di sini Suamiku, plish." rengek Radisha tetap bersikukuh ingin pulang ke rumah.Danu kelabakan saat istrinya merengek ingin pulang ke rumahnya, sedangkan di sisi lain Danu sangat mengkhawatirkan kondisinya saat ini."Baiklah, kalau kau ingin pulang saja. Aku akan mencoba bertanya pada Dokter, semoga Dokter mengizinkan kamu untuk pulang ya," bujuknya agar Radisha bersikap tenang."Ya sudah c
"Simpan saja maafmu Audrey ... semoga dengan seperti ini kau bisa berubah," gumam Natalie lirih.Sebenarnya Natalie tidak tega melihat putrinya seperti ini. Tapi, semua ini harus dia lakukan demi kebaikannya."Kenapa kamu membiarkan Putri kita pergi Ma? Kasihani dia," ujar Naratama memprotes."Hanya dengan cara ini Putri kita bisa berubah, kamu jangan coba-coba menolongnya." tegas Natalie menatap suaminya.Naratama menggeleng kepalanya, ia tidak tega melihat putrinya harus pergi dari rumahnya sendiri. 'Maafkan Papa Audrey ... Papa tidak berdaya Nak,' batin Naratama menatap punggung putrinya yang semakin menjauh darinya."Kamu kenapa Pah? Inilah hasil dari kebodohanmu, apa kau tahu gara-gara kamu kehormatan Keluarga ini, dan Putri kita jadi korbannya." Natalie menyalahkan Naratama. Namun, Naratama sama sekali tidak memprotes istrinya lagi. Lantaran, yang di katakan Natalie memanglah benar kalau dirinya bersalah dalam hal ini.Sedangkan
"Pegang ini," Danu meminta Radisha memegang jek kabel, "Jika mereka berontak pasangkan saja colokan itu," sarannya lagi.Radisha menganggukkan kepalanya, ia mengetahui maksud Suaminya itu. "Danu ... kamu keterlaluan!" umpat Tifany marah pada sang BILLIONAIRE muda itu."Kalian jangan coba-coba berontak, jika tidak kalian akan di setrum!" ancam Radisha pada Tifany, dan Stevani."Radisha aku mohon lepaskan kami berdua, sungguh Radisha bukan saya dalang dari kecelakaan kapal itu, itu murni kesalahan nahkoda." mohon Tifany pada Radisha agar mau melepaskannya."Hei kalian berdua diam ya, say-," tiba-tiba saja ucapan Vina terhenti, Vina mulai merasa sesak."Kamu kenapa Vin?" Radisha terlihat panik saat melihat Vina tiba-tiba saja memegangi dadanya."Akhhhh! Dadaku tiba-tiba saja kenapa terasa sakit seperti ini Nona," dengan tangan meremas dadanya yang mulai sesak, Vina mencoba bertahan.Stevani tersenyum melihat kejadian itu, 'Mungkin racun dalam tubuhmu mu
Radisha menyunggingkan senyumnya, "Ya, tentu saja kau boleh menemuinya Ti," ucap Radisha mengijinkan Tifany untuk masuk ke dalam ruangan rawat tempat Vina masih berbaring lemah saat ini.Danu melirik pada Tifany, dan Stevani yang mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang rawat Vina. 'Sepertinya ada yang mencurigakan di sini? Aku harus cari tahu jangan-jangan kecelakaan Vina, dan Teman-temannya ada hubungan dengan Tifany?' batin Danu terus menatap pada Tifany yang mulai tenggelam di dalam ruangan itu.Danu beralih lagi pada istrinya, ia kecewa karena Radisha sudah membiarkan Tifany masuk kembali ke dalam kehidupannya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" ucap Radisha membuat Danu tersadar. Danu berusaha mengatur emosinya sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Aku hanya tidak habis pikir saja sama kamu, kenapa kamu membiar-,""Sttt!" Radisha menempelkan jemari tangannya di bibir suaminya, seketika Danu terdiam. "Ini adalah caraku untuk menget
Tifany segera memutus sambungan begitu mengetahui Vina dirawat di sebuah rumah sakit, dengan menghubungkan Radisha terlebih dulu Tifany pun segera berangkat ke tempat itu."Apa kau yakin akan menemui Vina Tifany?" Stevani memastikan putrinya yang akan mengunjungi Vina di rumah sakit, "Bagaimana kalau kita urungkan saja niat kita?" Di sela menyetir mobilnya, Tifany menimpali ibunya. "Mama kenapa sih, terlhat khawatir seperti itu? Santai saja Ma, semua Orang tidak akan ada yang mempercayai kita," ucap Tifany meyakinkan ibunya.Stevani merasa takut kalau di rumah sakit dia bertemu dengan Danu, dan menuduh mereka yang tidak-tidak."Bukannya Mama takut Ti, tapi kamu tahu sendiri Danu itu Over thinking sama kita. Mama tidak mau di kait-kaitkan dengan kecelakaan yang di alami asistennya itu," cegah Stevani, dan berusaha memperingatkan Tifany agar mengurungkan niatnya."Mamaku sayang ... percaya sama Tifany ya, mereka juga tidak akan tahu kalau
Danu segera menghampiri Radisha, dan memeluknya. "Aku mengkhawatirkanmu Istriku, apa yang sebenarnya terjadi pada Vina?" Danu melepaskan kembali pelukannya, dan beralih menatap pada Vina yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat.Radisha hanya menggeleng kepalanya. "Entah, aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi padanya," lirih Radisha tak sanggup berkata-kata lagi."Semoga Vina segera siuman, setelah itu kita tanya kenapa dia sampai begini, dan ke empat Temannya itu ke mana?" Danu merasa janggal, dia heran atas apa yang terjadi pada asisten istrinya itu.Radisha hanya bisa menatap dengan nanar pada asistennya, ia tidak tahu ke mana yang lainnya."Kamu harus benar-benar bertahan Vina, kami ingin tahu siapa yang melakukan semua ini padamu," gumam Radisha.Danu ikut prihatin atas apa yang telah terjadi pada asistennya itu, dia tidak menyangka Vina akan mengalami hal ini.Dokter yang memeriksa kondisi Vina pun keluar dari dalam ruan
Danu terus mengemudikan mobilnya dia merasa kesal terhadap kesalahan yang telah diperbuat oleh adiknya. Sepanjang perjalanan dia terus merutuki perbuatan Audrey."Kenapa kamu selalu saja bertindak bodoh! Dasar tidak berguna! Memalukan!" umpatnya kesal di sela mengemudikan mobilnya.Tiba-tiba saja di depan jalanan macet, membuat Danu bertambah kesal. "Sial! Ada apa sebenarnya di depan kenapa jalanan malah macet seperti ini?" kesalnya, Danu segera memundurkan mobilnya untuk mencari putaran dia berniat untuk menghindari kemacetan.Kini Danu berhasil keluar dari kemacetan itu, dan sekarang Danu hampir sama di rumahnya. Danu memasuki area rumahnya, dan sekarang keluar dari mobilnya setelah dia menghentikan mobilnya. Dengan cepat Danu beranjak ke rumahnya. "Hanya di Rumah ini aku bisa mendapatkan ketenangan," Danu duduk di sofa ruangan tengah sambil menyilang kakinya.Namun, Danu merasa ada hal yang aneh. Ia mulai memanggil istrinya. "Radisha!" panggil
Audrey terhenyak jauh dia tidak bisa lagi menyangkal kalau dia telah membuat malu keluarganya. Dia kesal, dan marah karena Edwin telah menjebaknya.“Ini semua karena Papa yang memintaku untuk datang ke Hotel itu! Puas Pah!” Audrey memaki Papanya sendiri.“Apa?” Danu tercengang ketika mengetahui hal itu, Danu menggeleng kepalanya dia meninggalkan rumah besar keluarganya, “Selesaikan masalah kalian sendiri aku sudah memiliki kehidupan sendiri, dan aku tidak mau di ganggu!” kesal Danu setelah mengetahui kalau dalang dibalik semua itu adalah papanya.“Puas kalian! Siapa lagi sekarang yang mau berbaik hati menolong Keluarga ini kalau bukan Danu, Papa sama Audrey sudah sangat keterlaluan!” Natalie mengejar putranya berusaha menghentikan. Namun, sudah terlambat Danu telah meninggalkan rumahnya.Natalie terduduk di teras depan rumahnya, dia meratapi nasib perusahaan yang di ambang kehancuran. “Hidupku! Perusahaanku kini hancur sudah,” rintih Natalie meratapi nasib sialnya.
"Audrey!" ucap Danu memberitahu Radisha."Kenapa dengan Audrey? Tumben sekali dia meneleponmu sepagi ini?" dengan rasa penasaran Radisha bertanya pada suaminya. Namun, Danu tidak langsung menjawab ia malah bangkit dan pamitan padanya."Aku harus segera ke kantor, kamu hati-hati di Rumah!" Radisha tahu kalau Danu sengaja tidak menjawabnya. "Baiklah, hati-hati di jalan," Radisha menatap nyalang langkah Danu yang semakin menjauh darinya.'Ada apa sebenarnya dengan Audrey? Apapun itu mudah-mudahan bukan kabar buruk,' batin Radisha tidak ingin ikut campur urusan suami dan adiknya terlalu jauh.Radisha kembali membersihkan ruangan makan, dan merapikan piring bekas makanan itu.Tiba-tiba saja bel rumah berbunyi, Radisha pun segera bergegas menghampiri pintu utama rumahnya untuk memastikan siapa yang bertamu ke rumahnya.Radisha tersenyum melihat kedatangan salah satu asistenya. Sedetik kemudian senyuman itu memudar setelah tah