“Ju-Juragan?” ucap Radisha terbata-bata.
Ia tahu sekarang, bahwa keselamatan dia dan ibunya sedang terancam.
“Mau apa Juragan datang kemari?” tanya Radisha memberanikan diri.
Raut wajah ketakutan terlihat sangat jelas dari aura wajah gadis desa itu.
Sementara juragan Komar menatapnya dengan teliti dari bawah hingga ke atas, sambil menyeringai menyesap cerutu di tangannya.
“Mau ke mana Dek Radisha manis? Jangan coba-coba pergi dari kampung ini ya! Jangan sekali-kali menghindar dari pernikahan kita!” ujar Komar menatap gadis cantik yang kini berdiri di hadapannya.
Mata Radisha membulat sempurna, setelah mendengar penuturan dari Komar, bulu kuduknya berdiri seperti sedang menyaksikan hantu.
“Me-menikah?” Radisha sangat gugup dan ketakutan setelah mendengar ucapan juragan Komar yang terkenal sadis dan bengis.
“Iya sayang ... sebentar lagi kita akan menikah!” balas Komar menyeringai.
DEG.
Sementara dua orang berkepala plontos dan yang satunya berambut gondrong tertawa terbahak-bahak menertawakan Radisha yang tengah ketakutan.
“Mau apa kalian ke sini? Jangan pernah kalian ganggu Anakku!” ucap Prasasti datang menghampiri mereka.
Seketika pandangannya beralih kepada Komar si lintah darat, yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya.
“Mau apa kamu datang ke Rumah saya Komar?” tegas Prasati menatap tajam kepada Komar si rentenir tua yang mencoba mengusik kehidupannya.
“Tentu saja saya akan menagih hutang Suamimu Prasasti! Cepat lunasi hutang Suamimu, atau Putrimu sebagai gantinya!” sambil melirik ke arah Radisha, memberikan surat piutang kepada Prasasti.
Dengan tangan gemetar Prasasti membaca surat piutang atas nama suaminya yang berjumlah tidak sedikit. Ternyata, ada bunga yang sangat tinggi!
"Kami akan membayarnya nanti. Berikan kami waktu sebentar," ucap Prasasti menahan sedih.
“Dari mana kalian mendapatkannya, hah? Ingat, kalian berdua jangan coba-coba kabur dari kampung ini!” tegas Komar penuh arogan.
Kemudian Komar pergi meninggalkan rumah kediaman Prasasti, melenggang bebas sambil tertawa menyeringai tak berhenti menatap wajah ayu Radisha.
Radisha bergidik ngeri melihat pria yang cocok menjadi ayahnya itu, ia tidak bisa membayangkan jadi apa dirinya jika sampai menikah dengan pria tua bernama Komar itu.
“Buk ... Radisha tidak mau menikah dengan Kakek tua gila itu, Radisha enggak mau Buk!” lirihnya menangis terisak di hadapan Prasasti.
Radisha merasakan ancaman terpampang sangat nyata di hadapannya, kini hidupnya merasa tidak tenang setelah tahu kalau Komar menginginkan dia jadi istrinya.
Prasasti hanya meneteskan buliran air mata, meremas kertas yang kini berada di tangannya, lalu menangkup wajah cantik putri semata wayangnya.
“Semua ini tidak akan pernah terjadi Nak ... Ibu akan melindungimu, apapun yang terjadi Ibu tidak sudi kamu menikah dengan Pria tua itu!” geram Prasasti kepada Komar.
“Kamu harus pergi hari ini juga Radisha ... biarkan Ibu tetap menetap di sini! Kamu harus selamatkan dirimu,” ucap Prasasti meminta Radisha untuk secepatnya pergi, demi menghindari Komar.
Radisha menggeleng. "Kita pergi bersama Buk! Radisha enggak mau kalau Ibu harus menghadapi tua bangka itu sendirian!”
“Radisha tidak mau kalau Ibu kenapa-kenapa, kita pergi bersama yah!” sambungnya.
“Yang diincar oleh Komar itu kamu Nak ... kamu percaya sama Ibu, cepat pergi dari sini!” perintah Prasasti kepada putrinya, lantaran Prasasti tidak mau hidup putrinya lebih buruk darinya.
“Enggak Buk ... Radisha enggak akan pergi jika tanpa Ibu!”
“Ibu bilang pergi Radisha!” sentak Prasasti terhadap Radisha.
Prasasti sengaja membentak putrinya, agar Radisha secepatnya pergi dari kampung itu. Prasasti segera mengambil barang-barang yang sudah di kemas oleh Radisha.
“Ini barang-barang kamu, ingat pesan Ibu. Jaga diri kamu baik-baik di kota!” lirih Prasasti menangkup wajah Radisha.
Perlahan Radisha pergi meninggalkan Prasasti yang masih berdiri di ambang pintu, menatap kepergiannya. Radisha tak kuasa menahan tangis, begitu besar pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya, seketika Radisha menoleh, kembali berlari menghampiri ibunya.
“Radisha tidak mau pergi jika tanpa Ibu!” lirih Radisha memeluk Prasasti.
“Tolong jangan begini Nak ... pergilah sayang, kamu ingin Ibu bahagiakan?” ucap Prasasti melepaskan tangan yang memeluk dirinya.
Sementara Radisha menangis segukkan, tak kuasa merasakan perihnya kehidupan yang harus di lalui.
“Tatap wajah Ibu! Kamu mau Ibu hidup bahagia, kan? Kamu tidak mau kalau Ibu menderita, kan?” tanya Prasasti sambil mendongakkan wajah Radisha agar menatap wajahnya.
“Iya Buk ... Radisha ingin hidup Ibu bahagia, Radisha tidak mau hidup Ibu menderita lagi!” lirihnya.
“Jika kamu tidak ingin hidup Ibu menderita, cepatlah pergi. Tinggalkan kampung ini Nak!” tukas Prasasti memerintah.
“Baik, Radisha akan pergi! Tapi Ibu harus janji pada Radisha Ibu harus baik-baik saja di sini!”
“Ibu akan baik-baik saja Nak! Cepat kamu pergi sebelum Komar mengetahuinya!” Prasasti kembali menekankan pada putrinya itu.
Akhirnya Radisha pun pergi meninggalkan kampung halaman, meskipun tidak pergi bersama ibunya.
Radisha yakin bahwa dia akan baik-baik saja hingga sampai ke Ibukota.
Radisha berjalan kaki hingga ke jalan raya, dan menghentikan angkutan umum rute terminal antar kota yang menghubungkan kota Cianjur dan kota Jakarta.
Setelah sampai ke terminal, tanpa menunggu lama Radisha langsung naik Bus jurusan terminal Kampung Rambutan Jakarta Selatan.
*******
Sementara di Jakarta, Tifany Candler--artis muda yang sedang naik daun--terlihat tersenyum miring. Dia baru saja menyelesaikan kegiatan shootingnya dan langsung menuju perjalanan pulang.
Hari itu--sekitar jam tiga sore--Tifany bahkan sudah sampai ke rumah kediamannya.
Segera, dia disambut oleh Stevani, sang Ibu.
“Sore Mom’s ...,” ucap Tifany menghampiri ibunya yang tengah duduk manis di sofa.
“Sore sayang!” balas Stevani mencium pipi kiri dan pipi kanan putri kesayangannya.
Kemudian, Tifany mengitarkan pandangannya ke sekeliling, mencari keberadaan asisten barunya yang seharusnya sudah datang hari ini.
“Kamu cari siapa celingak-celinguk begitu?”
“Asistenku yang baru Mom’s ... apa dia belum datang?” tanya Tifany.
“Enggak Mommy rasa belum ada yang datang hari ini! Coba kamu tanya ke si Mbok di dapur!” ujar Stevani sambil membuka lembaran majalah di tangannya.
“Akh ... gimana sih orang itu? Katanya hari ini mau datang!” kesal Tifany.
Tifany segera mengambil ponsel di dalam tas branded miliknya--mengusap layar ponsel untuk menghubungi pihak agensi penyalur jasa asisten pribadi.
TET!Tiba-tiba, terdengar bel rumah berbunyi.Tifany pun segera beralih dari ponsel di tangannya dan memerintahkan asisten rumah tangga untuk segera memastikan siapa yang datang kerumahnya.
“Nah ... mungkin itu Asisten barumu baru datang, coba kamu cek. Siapa tahu itu memang Orang baru untuk menggantikan Asisten lamamu!” ucap Stevani dengan tangan tidak beralih dari majalah yang sedang dibacanya.
“Ih-Ogah, nanti merasa di spesialkan. Siapa dia?” Bukannya memastikan, ia malah duduk di sebelah ibunya. “Biar saja Si Mbok yang buka-in pintu!” cetusnya lagi melanjutkan.
Satu kali lagi suara bel berbunyi, sedangkan si mbok tidak kunjung membukakan pintu yang berjarak tidak jauh dari ruang tamu.
Tifany menatap arah dapur. Tetapi, si mbok tidak kunjung datang membuka pintu, untuk seseorang yang belum diketahui secara pasti siapa sebenarnya?
‘Ke mana Si Mbok? Haruskah aku membuka pintu? Lalu apa gunanya Si Mbok diperkerjakan di Rumah ini?’ kesalnya dalam hati.
Stevani sudah melirik kanan-kiri, saat ini dia tahu jika putrinya ini sedang kesal.
“Apa susahnya kamu membukakan pintu, jika kamu ingin tahu siapa Orang yang datang itu, sesekali kamu bukakan pintunya. Mungkin, saat ini Si Mbok sedang kerepotan memasak di dapur!” saran Stevani terhadap putrinya.
Dengan malas, Tifany bangkit dari sofa, dan membuka pintu utama. Kebetulan tidak jauh dari ruang tamu.
‘Huh! Menyebalkan’ gerutu Tifany dihatinya.
****
Radisha tengah berdiri di depan pintu rumah megah sambil menggenggam tas berukuran besar.
Setelah berhasil kabur dari kampung, dia tidak mungkin kembali dengan tangan kosong.
Dengan setia, ia menunggu pintu itu dibuka.
‘Kok lama sekali pintunya dibuka? Apa tidak ada Orang di dalam ya?’ batin Radisha mulai bertanya.
Hingga pada akhirnya pintu itu terbuka.
Radisha terbelalak dengan mulut menganga, dan mata membulat sempurna.
“Mbak Tifany?” Radisha menelan ludahnya, dan mengucek dua bola mata dengan kedua tangannya.
“Sungguhan ini Mbak Tifany?” tanyanya lagi mengulang kalimat.
Tidak percaya bisa melihat langsung aktris cantik yang begitu diidolakannya selama ini.
Saking bahagianya, Radisha bahkan refleks memeluk Tifany. “Aduh Mbak ... saya senang banget, ternyata Agensi itu benar-benar mengirimkan saya pada Mbak Tifany.”
“Aduh ... Iya-iya, sudah ya lepaskan saya. Tidak usah pakai peluk-peluk!”Tifany bergidik merasa jijik ketika dirinya dipeluk oleh Radisha, gadis udik yang baru saja datang dari desa.Namun, Radisha tidak sadar. Dia masih tersenyum lebar. “Eh-iya maaf Mbak, saking senangnya saya bisa bertemu Mbak!” “Kamu serius yang lamar jadi Asisten saya?”“Iya Mbak serius! Mbak tidak percaya?” tanya Radisha, dan meyakinkan.Tifany menggeleng kepalanya, dan meminta Radisha untuk cepat masuk rumahnya. “Aduh ... kenapa aku harus dapat Asisten yang bentukannya kayak begini,” gumamnya sambil melangkah masuk.“Eh-iya siapa yang datang Nak?” Stevani bertanya pada putrinya, dan menyapa Radisha. “Kamu siapa?” tanyanya ramah.“Sa-,” belum sempat Radisha membuka mulutnya, untuk memperkenalkan dirinya. Tifany menyela ucapannya.“Dia ini Asisten baruku Mom’s ... pesan yang cantik, eh yang datang bentukannya kayak begini!” remeh Tifany, memandang Radisha sebelah mata.Meskipun perkataan Tifany sangat menyakitkan, tetapi Radisha berusaha tidak mengambil hati atas ucapan bos besarnya
Sejak semalam Tifany tidak bisa tidur dengan nyenyak. Lantaran tidak berhenti memikirkan perjodohan antara dirinya dengan pria bernama Kamandanu, pria itu adalah putra dari rekan bisnis papanya.Pagi sekali Tifany bersiap-siap akan melakukan shooting seperti yang dilakukannya tiap hari, begitu pun dengan Radisha telah bersiap dengan segala barang yang diperlukan oleh bosnya."Kamu sudah siap, kan?" Tifany bertanya pada Radisha meski malas."Saya sudah siap, Nona!" Radisha mengangguk."Ya sudah, cepat kamu masukkan barang-barang saya ke mobil," perintahnya pada Radisha.Radisha pun menyanggupi perintah dari Tifany, ia segera memasukkan tas berukuran besar, serta alat-alat make up lainnya ke bagasi mobil.Radisha rela melakukan apa pun demi membantu keuangan ibunya di kampung halaman, jika ia sudah mendapatkan uang lebih ingin membawa ibunya tinggal di kota.Beberapa menit kemudian, Tifany bergerak menghampiri Radisha yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Ayo kita berang
Tatapan menyelidik Danu menyadarkan Radisha akan kesalahannya.Tidak mau penyamarannya terbongkar, Radisha pun buru-buru mengalihkan percakapan, "Sudah jangan dibahas, lupakan saja perkataan saya yang tadi!" "Oke baiklah! Jika kau tidak mau membahas, saya juga tidak mempermasalahkannya!" balas Danu tidak melanjutkan.'Huh ... hampir saja!' batin Radisha menghela nafasnya."Kenapa kau menghela nafas? Apa kau memiliki riwayat asma?" Radisha berusaha menahan diri, untuk tidak tersinggung dengan ucapan Danu.'Sabar-sabar Radisha, kau jangan terpancing emosi oleh Pria ini,' ucapnya dalam hati, dan memijat kepalanya yang tidak terasa pusing.Radisha mengerucutkan bibirnya, dan menatap tajam pada Danu."Owh ... santai Nona, kau jangan marah. Saya hanya bercanda!" ujar Danu membujuk Radisha agar tidak marah lagi.'Huh ... dasar Orang kaya, mana ada bercanda mengatai Orang lain punya riwayat asma!' gerutunya dalam hati.Perlahan Danu bangkit dari tempat duduknya, dan melambaikan tangannya me
Lama keduanya terdiam.Radisha bahkan nyaris menangis.Ini hari pertamanya bekerja sebagai asiten Tifany dan dia sudah gagal melaksanakan tugasnya.Bagaimana bila dia dipecat dan harus kembali ke kampung?Tidak! Dia tidak mau menikahi juragan tua itu.Perlahan, Radisha menarik nafas dalam."Saya memang bukan Nona Tifany Tuan! Tapi, sungguh ... saya tidak bermaksud membohongi Anda, saya terpaksa melakukan ini atas permintaan Nona Tifany!" Sayang, meski sudah berusaha, dia masih terbata-bata. Bahkan, bibirnya bergetar ketakutan.Melihat itu, Danu memijat pelipisnya. Ada sedikit rasa bersalah karena telah menakuti perempuan di hadapannya ini. "Jadi, di mana Tifany saat ini?" "Nona Tifany sibuk shooting Tuan, makannya beliau meminta saya untuk berpura-pura jadi dirinya!" Suara Radisha terdengar parau, dengan nafas tersengal-sengal.Perlahan, Danu melepaskan tangannya dari dagu Radisha.'Sial! Berani sekali Tifany mengerjaiku, awas saja akan aku balas, kau akan menyesal Tifany, ini naman
"Baik Tuan ... titah Anda, akan segera saya laksanakan!" sahut pekerja salon kecantikan itu.Radisha menelan salivanya. Bagaimana mungkin pria yang baru saja dia kenal memaksanya untuk melakukan perawatan di salon? "Saya tidak mau!" ucap perempuan itu lantang."Kau jangan membantah!""Saya tetap tidak mau, meskipun kau paksa Tuan!" pekik Radisha."Nona, tolong diam. Jangan memberontak, kalau tidak Anda akan dibuat menyesal oleh Pria seperti Tuan Kamandanu!" ucap pekerja salon kecantikan menakuti Radisha, agar Radisha bersikap tenang."Memangnya, dia akan melakukan apa pada saya, jika saya membantahnya?""Pastinya dia akan membuat hidup Anda menderita, jika tidak menurut padanya. Dia ini adalah Orang berpengaruh di kota ini Nona. Sudahlah, lebih baik Anda menurut!"Radisha menundukkan wajahnya, dan menuruti saran dari perempuan pekerja salon kecantikan itu. *****Sementara di tempat lain, Tifany sedang menunggu kabar soal Radisha yang sedang bertemu dengan calon tunangannya."Hum ..
"Tidak Tuan ... saya tidak berbicara apa pun!" Radisha menundukkan kepalanya, lantaran takut membuat Danu semakin marah padanya."Tolong jangan macam-macam denganku, jika kau masih ingin mempertahankan kesucianmu!"Ketika Danu mengancamnya, Radisha ketar-ketir meminta maaf. Ia begitu takut terhadap Danu, takut akan ancaman pria yang baru dikenalnya. "Maafkan saya Tuan, tolong jangan lakukan hal itu pada saya!" ucap Radisha dengan bibir bergetar.Danu semakin mengerjai Radisha, ketika dia tahu jika Radisha termakan oleh ancaman yang tidak serius itu.'Hem ... aku harus membuatnya bertekuk lutut padaku, dan aku akan terus mengerjaimu wahai Gadis Desa!' batin Danu berseringai."Tidak! Saya tidak akan memaafkanmu," ketusnya."Saya mohon Tuan," Radisha sangat takut terhadap Danu. " Ini pertama kali saya bekerja di Jakarta Tuan. Tolong, jangan buat saya takut!" lirihnya."Makannya jangan membuat aku marah!" tegas Danu. "Ayo ikuti saya!""Kita akan ke mana lagi?""Sudah, jangan banyak bertan
"Saya memang kabur dari Pria itu Nona, semua itu saya lakukan karena saya takut pada Pria itu!" jawab Radisha terbata-bata."Alasan seperti apapun, saya tidak terima Radisha. Yang jelas, kamu sudah membuat hidup saya susah. Kenapa sih kamu ini tidak menurut saja pada Pria itu!" kesal Tifany terus menyalahkan Radisha di sela mengemudikan mobilnya."Bagaimana saya akan menurut pada pria itu, Nona? Sementara, pria itu mengancam saya akan merenggut kesucian saya!" lirih Radisha berterus terang."Dan kamu langsung kabut begitu saja?" tanyanya lagi.Radisha menganggukkan kepalanya."Semua gara-gara kamu Radisha, kamu tahu tidak akibat perbuatanmu saya kena marah Papa saya, karena Pria bernama Kamandanu itu mengadu kalau saya kabur darinya!""Maafkan saya Nona, saya yang salah!" Radisha merasa bersalah pada Tifany, atas tindakan yang telah dia lakukan."Maaf saja tidak akan bisa mengembalikan ke adaan Radisha! Intinya kali ini saya minta kamu harus melakukan tugas dengan sempurna!" ujar Tifan
Kamandanu ternyata memperhatikan itu semua dari jauh.Dia tidak akan membiarkan rahasia Radisha terbongkar di hadapan umum. Dia masih membutuhkan penyamaran Radisha, untuk membalas Tifany."Kamu ini apa-apaan Dek? Dia ini benar-benar Tifany. Kakak sudah menemui kedua orang tuanya!" sela Danu memotong ucapan adiknya, Audrey.Audrey menelan kembali ucapannya, dia masih yakin jika perempuan yang saat ini berhadapan dengannya bukanlah Tifany Candler."Kakak yakin Perempuan ini Tifany? Kenapa segampang ini Kakak percaya?!" ujar Audrey masih meyakini jika perempuan di hadapannya ini berbohong.Danu menimpali Audrey, dan meyakinkannya. "Ya, tentu saja Kakak mempercayainya. Lagi pula tidak ada alasan untuk Kakak mencurigai Calon Istri Kakak ini!"Audrey berjalan menjauh dari Danu, dan Radisha. 'Saya harus mencaritahu siapa sebenarnya Perempuan ini?' Tapi bagaimana caranya saya membuktikan jika Perempuan itu bukanlah Tifany!' batinnya masih penasaran.Hingar bingar pesta membuat kepala Radisha
"Aku bahagia seperti kau saat ini istriku," Danu mengecup kening Radisha, tiada kabar yang paling membahagiakan baginya selain kabar kehamilan istrinya, sudah sejak lama sekali menantikan kehadiran bayi dalam kandungan Radisha."Bisakah kita pulang?" pinta Radisha terhadap Danu."Jangan dong, wanita hamil sepertimu harus jaga kondisi kesehatan, apalagi kehamilan kamu ini rentan." larang Danu, ia tidak membiarkan istrinya pulang ke rumah sebelum memastikan kalau dia baik-baik saja."Aaaaa... pokoknya aku mau pulang, aku sudah tidak betah berada di sini Suamiku, plish." rengek Radisha tetap bersikukuh ingin pulang ke rumah.Danu kelabakan saat istrinya merengek ingin pulang ke rumahnya, sedangkan di sisi lain Danu sangat mengkhawatirkan kondisinya saat ini."Baiklah, kalau kau ingin pulang saja. Aku akan mencoba bertanya pada Dokter, semoga Dokter mengizinkan kamu untuk pulang ya," bujuknya agar Radisha bersikap tenang."Ya sudah c
"Simpan saja maafmu Audrey ... semoga dengan seperti ini kau bisa berubah," gumam Natalie lirih.Sebenarnya Natalie tidak tega melihat putrinya seperti ini. Tapi, semua ini harus dia lakukan demi kebaikannya."Kenapa kamu membiarkan Putri kita pergi Ma? Kasihani dia," ujar Naratama memprotes."Hanya dengan cara ini Putri kita bisa berubah, kamu jangan coba-coba menolongnya." tegas Natalie menatap suaminya.Naratama menggeleng kepalanya, ia tidak tega melihat putrinya harus pergi dari rumahnya sendiri. 'Maafkan Papa Audrey ... Papa tidak berdaya Nak,' batin Naratama menatap punggung putrinya yang semakin menjauh darinya."Kamu kenapa Pah? Inilah hasil dari kebodohanmu, apa kau tahu gara-gara kamu kehormatan Keluarga ini, dan Putri kita jadi korbannya." Natalie menyalahkan Naratama. Namun, Naratama sama sekali tidak memprotes istrinya lagi. Lantaran, yang di katakan Natalie memanglah benar kalau dirinya bersalah dalam hal ini.Sedangkan
"Pegang ini," Danu meminta Radisha memegang jek kabel, "Jika mereka berontak pasangkan saja colokan itu," sarannya lagi.Radisha menganggukkan kepalanya, ia mengetahui maksud Suaminya itu. "Danu ... kamu keterlaluan!" umpat Tifany marah pada sang BILLIONAIRE muda itu."Kalian jangan coba-coba berontak, jika tidak kalian akan di setrum!" ancam Radisha pada Tifany, dan Stevani."Radisha aku mohon lepaskan kami berdua, sungguh Radisha bukan saya dalang dari kecelakaan kapal itu, itu murni kesalahan nahkoda." mohon Tifany pada Radisha agar mau melepaskannya."Hei kalian berdua diam ya, say-," tiba-tiba saja ucapan Vina terhenti, Vina mulai merasa sesak."Kamu kenapa Vin?" Radisha terlihat panik saat melihat Vina tiba-tiba saja memegangi dadanya."Akhhhh! Dadaku tiba-tiba saja kenapa terasa sakit seperti ini Nona," dengan tangan meremas dadanya yang mulai sesak, Vina mencoba bertahan.Stevani tersenyum melihat kejadian itu, 'Mungkin racun dalam tubuhmu mu
Radisha menyunggingkan senyumnya, "Ya, tentu saja kau boleh menemuinya Ti," ucap Radisha mengijinkan Tifany untuk masuk ke dalam ruangan rawat tempat Vina masih berbaring lemah saat ini.Danu melirik pada Tifany, dan Stevani yang mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang rawat Vina. 'Sepertinya ada yang mencurigakan di sini? Aku harus cari tahu jangan-jangan kecelakaan Vina, dan Teman-temannya ada hubungan dengan Tifany?' batin Danu terus menatap pada Tifany yang mulai tenggelam di dalam ruangan itu.Danu beralih lagi pada istrinya, ia kecewa karena Radisha sudah membiarkan Tifany masuk kembali ke dalam kehidupannya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" ucap Radisha membuat Danu tersadar. Danu berusaha mengatur emosinya sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Aku hanya tidak habis pikir saja sama kamu, kenapa kamu membiar-,""Sttt!" Radisha menempelkan jemari tangannya di bibir suaminya, seketika Danu terdiam. "Ini adalah caraku untuk menget
Tifany segera memutus sambungan begitu mengetahui Vina dirawat di sebuah rumah sakit, dengan menghubungkan Radisha terlebih dulu Tifany pun segera berangkat ke tempat itu."Apa kau yakin akan menemui Vina Tifany?" Stevani memastikan putrinya yang akan mengunjungi Vina di rumah sakit, "Bagaimana kalau kita urungkan saja niat kita?" Di sela menyetir mobilnya, Tifany menimpali ibunya. "Mama kenapa sih, terlhat khawatir seperti itu? Santai saja Ma, semua Orang tidak akan ada yang mempercayai kita," ucap Tifany meyakinkan ibunya.Stevani merasa takut kalau di rumah sakit dia bertemu dengan Danu, dan menuduh mereka yang tidak-tidak."Bukannya Mama takut Ti, tapi kamu tahu sendiri Danu itu Over thinking sama kita. Mama tidak mau di kait-kaitkan dengan kecelakaan yang di alami asistennya itu," cegah Stevani, dan berusaha memperingatkan Tifany agar mengurungkan niatnya."Mamaku sayang ... percaya sama Tifany ya, mereka juga tidak akan tahu kalau
Danu segera menghampiri Radisha, dan memeluknya. "Aku mengkhawatirkanmu Istriku, apa yang sebenarnya terjadi pada Vina?" Danu melepaskan kembali pelukannya, dan beralih menatap pada Vina yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat.Radisha hanya menggeleng kepalanya. "Entah, aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi padanya," lirih Radisha tak sanggup berkata-kata lagi."Semoga Vina segera siuman, setelah itu kita tanya kenapa dia sampai begini, dan ke empat Temannya itu ke mana?" Danu merasa janggal, dia heran atas apa yang terjadi pada asisten istrinya itu.Radisha hanya bisa menatap dengan nanar pada asistennya, ia tidak tahu ke mana yang lainnya."Kamu harus benar-benar bertahan Vina, kami ingin tahu siapa yang melakukan semua ini padamu," gumam Radisha.Danu ikut prihatin atas apa yang telah terjadi pada asistennya itu, dia tidak menyangka Vina akan mengalami hal ini.Dokter yang memeriksa kondisi Vina pun keluar dari dalam ruan
Danu terus mengemudikan mobilnya dia merasa kesal terhadap kesalahan yang telah diperbuat oleh adiknya. Sepanjang perjalanan dia terus merutuki perbuatan Audrey."Kenapa kamu selalu saja bertindak bodoh! Dasar tidak berguna! Memalukan!" umpatnya kesal di sela mengemudikan mobilnya.Tiba-tiba saja di depan jalanan macet, membuat Danu bertambah kesal. "Sial! Ada apa sebenarnya di depan kenapa jalanan malah macet seperti ini?" kesalnya, Danu segera memundurkan mobilnya untuk mencari putaran dia berniat untuk menghindari kemacetan.Kini Danu berhasil keluar dari kemacetan itu, dan sekarang Danu hampir sama di rumahnya. Danu memasuki area rumahnya, dan sekarang keluar dari mobilnya setelah dia menghentikan mobilnya. Dengan cepat Danu beranjak ke rumahnya. "Hanya di Rumah ini aku bisa mendapatkan ketenangan," Danu duduk di sofa ruangan tengah sambil menyilang kakinya.Namun, Danu merasa ada hal yang aneh. Ia mulai memanggil istrinya. "Radisha!" panggil
Audrey terhenyak jauh dia tidak bisa lagi menyangkal kalau dia telah membuat malu keluarganya. Dia kesal, dan marah karena Edwin telah menjebaknya.“Ini semua karena Papa yang memintaku untuk datang ke Hotel itu! Puas Pah!” Audrey memaki Papanya sendiri.“Apa?” Danu tercengang ketika mengetahui hal itu, Danu menggeleng kepalanya dia meninggalkan rumah besar keluarganya, “Selesaikan masalah kalian sendiri aku sudah memiliki kehidupan sendiri, dan aku tidak mau di ganggu!” kesal Danu setelah mengetahui kalau dalang dibalik semua itu adalah papanya.“Puas kalian! Siapa lagi sekarang yang mau berbaik hati menolong Keluarga ini kalau bukan Danu, Papa sama Audrey sudah sangat keterlaluan!” Natalie mengejar putranya berusaha menghentikan. Namun, sudah terlambat Danu telah meninggalkan rumahnya.Natalie terduduk di teras depan rumahnya, dia meratapi nasib perusahaan yang di ambang kehancuran. “Hidupku! Perusahaanku kini hancur sudah,” rintih Natalie meratapi nasib sialnya.
"Audrey!" ucap Danu memberitahu Radisha."Kenapa dengan Audrey? Tumben sekali dia meneleponmu sepagi ini?" dengan rasa penasaran Radisha bertanya pada suaminya. Namun, Danu tidak langsung menjawab ia malah bangkit dan pamitan padanya."Aku harus segera ke kantor, kamu hati-hati di Rumah!" Radisha tahu kalau Danu sengaja tidak menjawabnya. "Baiklah, hati-hati di jalan," Radisha menatap nyalang langkah Danu yang semakin menjauh darinya.'Ada apa sebenarnya dengan Audrey? Apapun itu mudah-mudahan bukan kabar buruk,' batin Radisha tidak ingin ikut campur urusan suami dan adiknya terlalu jauh.Radisha kembali membersihkan ruangan makan, dan merapikan piring bekas makanan itu.Tiba-tiba saja bel rumah berbunyi, Radisha pun segera bergegas menghampiri pintu utama rumahnya untuk memastikan siapa yang bertamu ke rumahnya.Radisha tersenyum melihat kedatangan salah satu asistenya. Sedetik kemudian senyuman itu memudar setelah tah