Share

BAB 7

Baru saja Alfio ingin berbaring kembali. Suara ketukan di pintu yang terdengar lambat dan perlahan itu membuatnya bangkit kembali. Sejenak ia terduduk untuk mendengarkan lagi, mana tahu tadi hanya halusinasi karena suaranya sangat pelan.

Tok… tok… tok….

“Alfio.“

Alis Alfio bertaut, ia menoleh pada Nina yang masih pulas tertidur. Itu tadi suara maknya, sudah pulang dari Desa sebelah rupanya. Tapi malam-malam begini….

“Alfio.“

“Iya, Mak, sebentar!“ sahutnya berjalan keluar dari kamar, membuka pintu depan.

Kosong.

Angin malam bertiup kencang menerpa rambut dan baju yang ia pakai hingga berkibar. Semerbak bau busuk menusuk masuk ke indra penciumannya. Sontak Alfio menutup hidung. Bulu kuduknya meremang seketika.

“Mak!“ panggilnya dengan suara lirih. Tak ada sahutan, hanya ada suara desau angin di balik rimbunan dedaunan. Alfio melangkah keluar dari rumah. Memperhatikan jalanan Desa yang lengang.

Sudah larut malam, tak ada siapapun di luar sana. Hanya ada suara binatang malam dan anjing menggonggong yang saling sahut-sahutan.

Jadi, tadi suara siapa?

Ia mengusap tengkuk, terasa dingin sekarang. Kemudian berbalik masuk ke dalam rumah.

Langkahnya terhenti, dengan mata memicing menatap ke dalam rumah tepat di dekat pintu masuk ada Mak Lik di sana. Memakai pakaian yang biasa Alfio tadi lihat. Namun dengan posisi membelakanginya.

Rambut Mak Lik digulung dan jalan masuk ke arah dapur dengan langkah pelan serta terbungkuk-bungkuk.

“Loh, Mak, kok sudah masuk? Masuk darimana? Alfio gak lihat.“ Alfio berjalan mendekat seraya menutup pintu. Namun Mak Lik sama sekali tak menggubrisnya.

“Mak!“ panggil Alfio lagi seraya menyentuh pundak wanita tua itu.

“Aaaaaaa… M—mak!“ Alfio jatuh terduduk seraya beringsut mundur ketakukan. Melihat wajah Mak Lik dipenuhi darah. Di pinggang Maknya tertancap pisau yang terus menerus meneteskan darah.

Wanita itu berjalan mendekat dengan tangan terulur ke arahnya.

“Alfio… Mak rindu… kenapa tidak pulang-pulang….“

“Aaa… Nina! Nina!“ teriak Alfio kalut apalagi tangan itu hampir mendekat ke lehernya.

Duk

Punggungnya membentur pintu. Sudah diambang batas. Mak Lik terus mendekat. Alfio memejamkan mata sembari berteriak minta tolong.

Satu tarikan nafas kuat hingga Alfio terduduk bangun dari tidurnya. Ia terengah-engah, dengan keringat mengalir di dahi. Suhu di kamar itu mendadak naik seketika karena mimpi yang ia alami begitu menakutkan.

Alfio menetralkan jantungnya yang berdebar keras. Satu tangannya menopang tubuh yang terasa lemas. Dan terasa aneh saat merasa ranjang itu kosong.

Ia menoleh, menatap ke arah kiri tempat Nina tidur tadi malam. Tak ada wanita itu di mana pun. Bahkan bayi yang seharusnya juga tidur di tengah-tengah mereka juga tak ada.

“Nina!“ panggilnya sembari menatap sekeliling kamar itu. Tak ada sahutan. Jantungnya berpacu dengan deras. Kenapa rasanya seperti deja vu. Ia takut kalau kejadian tadi menimpanya kembali.

Ragu-ragu Alfio membuka pintu kamar. Sedikit-sedikit ia mengintip dari celah pintu yang terbuka. Ruang tengah yang kosong dengan lampu menyala. Tak ada siapapun di sana.

Alfio bernafas lega. Ia membuka pintu itu dengan lebar. Lalu keluar memeriksa satu persatu ruangan di rumah ini bahkan sampai di kamar Mak Lik.

“Tolong!“

Tangan Alfio yang hendak menarik engsel pintu ia urungkan. Tatapannya beralih pada suara lirih yang terdengar seperti merintih itu.

Suara Nina.

“Tolong, Mas, Al!“ Terdengar lagi.

Alfio melangkah menuju dapur yang tertutup tirai. Tidak ada Nina di sana namun suara itu masih terdengar. Kali ini lebih jelas dan berasal dari pintu belakang rumah.

“Nina!“ panggil Alfio pelan.

“Tolong, Mas! Nina di sini!“

Alfio menurukan engsel pintu, namun tidak bisa terbuka. Ia menatap keseluruhan pintu tersebut. Kunci di atasnya belum terbuka. Ia menurunkan kunci tersebut.

Tapi… bagaimana Nina bisa di luar kalau pintu ini terkunci. Apa wanita itu lewat dari samping rumah?

Begitu pintu terbuka, Alfio terbelalak kaget melihat Nina dan bayi mereka tengah terbaring di tanah dalam keadaan beradarah-darah. Sama seperti yang ia lihat tadi saat mimpi bertemu Mak Lik. Baju wanita itu tampak lusuh dan sobek di segala sisi. Alfio berlari mendekat

“Nina, apa yang terjadi padamu?“ tanyanya dengan tangan gemetar berusaha menyentuh pipi Nina. Cairan lengket dan berbau anyir itu menyentuh tangannya. Pandangannya beralih pada anak mereka, yang berada dalam dekapan Nina. Mika juga berdarah-darah. Bayi itu tak tampak rewel dan tubuhnya tak lagi naik turun seolah tak bernafas.

Alfio ketakutan, takut semua kemungkinan yang ada dalam kepalanya benar-benar terjadi.

“Mika … Astaghfirullah, anak kita Nina. Apa yang terjadi sebenarnya? Ayo, Mas, bawa ke tempat Pak Tori—mantri Desa—biar diobati lukanya sebelum semakin parah.“

Nina menggeleng, ada air mata yang keluar dari pipinya. Sesekali wanita itu memejamkan mata seraya meringis menahan sakit hingga membuat Alfio tak tega. Netranya ikut berembun.

“Ayo Nina!“ tangan Alfio terulur hendak meraih Mika di tangannya. Namun Nina menahan.

“Sudah terlambat, Mas.“

“Belum Nina, kita masih bisa ke sana. Mas akan gendong, Mas kuat kok. Ayo!“

Nina tetap menggeleng. “Ikhlaskan kami,” ucap Nina tak sadarkan diri dengan kepala tergolek lemas. Alfio menatapnya dengan tatapan nanar.

“Nina! “ panggil Alfio pelan. “Nina bangun!“ teriaknya mengguncang bahu wanita itu.

“Nina!“ tepuknya pelan pada pipi Nina tapi wanita itu tak kunjung bergerak.

“Ya Allah, Ya Allah….“ Alfio berusaha meraih Mika dalam dekapannya. Dan Nina di punggungnya. Tapi tubuh keduanya sangat berat hingga ia tak bisa menariknya.

“Nina sadarlah!“ seru Alfio dengan linangan air mata. Namun, sekuat apapun ia berusaha. Ia tetap tak mampu meraih tubuh Nina. Seolah ada yang menahan wanita itu beserta bayi dalam dekapannnya.

“Nina!“

***

Hhh… hhh… hhh….

Alfio terduduk, mengatur nafasnya yang naik turun tak beraturan. Ia mengerjap menatap sekeliling. Ini di kamarnya dan ia bermimpi lagi.

Apa ini? Mimpi dalam mimpi?

Degup jantungnya berdebar tak karuan. Tangan kanannya mengurut dada menetralkan rasa. Tangan kirinya ia gunakan untuk menopang tubuh.

Sekali lagi, perasaan aneh itu menjalar saat ia merasa tak ada apapun di sampingnya. Begitu menoleh, memang tak ada Nina di sana. Namun, Mika kali ini ada di tengah ranjang.

Alfio mendekat menciumi bayi perempuan itu dengan sayang. Teringat mimpi tadi membuatnya kian bersedih. Namun Nina, ada di mana wanita itu.

Perasaannya mulai tak enak. Apakah ini masih mimpi juga?

Ia bangkit, berjalan keluar. Kini mengintip lagi dari celah-celah pintu. Ruang tengah masih sama, terang dengan lampu menyala dan tak ada apapun di sana.

Alfio membuka lebar pintu itu. Menatap sekeliling, matanya menelisik ke seluruh sudut ruangan.

"Nina.“ panggilnya dengan suara pelan. Tak ada sahutan.

Kresek… kresek….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status