Big no!
Apapun Yang Kenzy katakan, nggak akan semudah itu aku mempercayainya. Nggak, walaupun mulutnya sampai berbusa-busa pun harus tetap berhati-hati dan waspada. Masa iya, dia berubah sebaik itu hanya dalam hitungan jam? Halooo, tadi pagi dia masih bertemu dan pergi bersama Marcella, lho! Bahkan, walaupun terlihat kikuk, nggak menolak tuh, sewaktu Marcella mengujaninya dengan kiss love? Sungguh, suaranya saja terdengar sampai di ruang makan. Maksudku, sama sekali nggak terdengar Kenzy melarang Marcella melakukan itu atau semacamnya. Entah, bagaimana kenyataanya. Ya ampuuun, mataku kan, nggak bisa menembus dinding?
"Percaya sama aku, Nya!" Kenzy memohon-mohon sambil berlutut di depanku, "Aku janji, mulai detik ini aku akan membahagiakan
De swiiing, wiiing, wiiing!"Aaa …!" nyaris saja aku menjerit melihat Kenzy berendam di bathtub dengan santainya, "Oooh, my God!" secepat mungkin aku membalikkan badan menghadap ke pintu kamar mandi, "What aru you doing here, Kenzy?"Oh, ooohhh, my God!Bisa-bisanya dia berendam di bathtub, padahal kan, baru jam delapan? Baru saja selesai makan malam. Eh, nggak, percayalah aku nggak memperhatikan dia. Maksudku, aku melihatnya sedang makan malam tadi di bawah. Masa, tahu-tahu sudah berendam di bathtub? Sampai berbusa-busa pula, seperti anak kecil saja!
Saatnya berkebun dengan gembira tralala. Tadi, sepulang dari DFF Amsterdam untuk mengurus registrasi, aku mampir ke rumahnya. Sebenarnya, hanya mengambil sepeda yang kututitipkan di sana, sih. Nggak sampai sepuluh menit, karena Sophia mau ada acara bersama mamanya. Lagipula, aku juga sudah ada janji dengan Oma. Dia minta dibantu membuat adonan donat. Katanya, cucu kembarnya yang di Den Haag mau bermalam di rumahnya, malam ini sampai tiga malam ke depan. Jadi, dia berniat membuatkan donat untuk mereka. Menurut Oma, cucu kembarnya itu termasuk doughnuts lovers.Kalau aku?Ice cream's lover, dong. Haha. Haha.Well, kami naik bus tadi waktu beran
Saatnya berkebun dengan gembira tralala. Tadi, sepulang dari DFF Amsterdam untuk mengurus registrasi, aku mampir ke rumahnya. Sebenarnya, hanya mengambil sepeda yang kututitipkan di sana, sih. Nggak sampai sepuluh menit, karena Sophia mau ada acara bersama mamanya. Lagipula, aku juga sudah ada janji dengan Oma. Dia minta dibantu membuat adonan donat. Katanya, cucu kembarnya yang di Den Haag mau bermalam di rumahnya, malam ini sampai tiga malam ke depan. Jadi, dia berniat membuatkan donat untuk mereka. Menurut Oma, cucu kembarnya itu termasuk doughnuts lovers.Kalau aku?Ice cream's lover, dong. Haha. Haha.Well, kami naik bus tadi waktu beran
Dengan kegembiraan yang membuncah, aku mengeja nama yang tertera di Student ID Card, "Anyelir Nuansa Asmara."Cantik ya, namaku? Bunga Anyelir dalam nuansa cinta. Tanpa kusadari, air mata ini meleleh hangat di pipi, nyaris panas. Meskipun nggak seindah nama pemberian Mama dan Papa tapi harus tetap beryukur atas segala cerita hidup, kan? Ya, yaaahhh, mungkin suatu hari nanti, cerita indah itu akan tertulis juga. Mungkin, air mata ini akan tergantikan dengan tawa bahagia. Nothing is impossible, kan? Yeaaah, kata Papa Snoek sih begitu, "Nothing is impossible, Anyelir. You understand it, don't you?"Yes, I do. Tapi sayangnya, hanya sebatas kata-kata. Dari pada Papa meninggal karena heart attack? Masa sih, dalam usiaku yang masih muda be
Mereka sedang berbincang-bincang di ruang makan, ketika aku turun. Apa yang diperbincangkan? Aku nggak tahu, nggak terlalu terdengar dari sini. Ya ampuuun, telingaku kan bukan telinga kelelawar? Tapi, ummm, sepertinya mereka memperbincangkan tentan rumah sakit? Siapa yang sakit, apa ini ada kaitannya dengan Oma? Ahhh, nggak mungkin. Manusia plastik dan batu karang itu, nggak mungkin memiliki kepedulian sosial lagi. Kalaupun memiliki, sangat kecil presentasenya, yakin.Sekarang, aku terhimpit oleh dua pilihan. Kembali ke kamar atau tetap ke ruang makan dan sarapan. Artinya, sarapan bersama Elize dan Kenzy. Oke, nggak bersama, tapi harus uji nyali untuk beberapa saat lamanya … Menyeduh lechy tea, membuat roti dan menyiapkan buah. Akhir-akhir ini, aku juga makan buah sesudah sarapan. Nah, setelah itu, baru ke kamar lagi atau
Auuuhhh, sakit sekali rasanya, melihat tubuh Sweety yang sudah menjadi bangkai kering di dalam lemari persediaan. Bukan hanya sakit sebenarnya tapi juga ngeri dan jijik. Oooh, ooohhh, my God! Hueeekkk … Ya ampuuun! Sumpah, kalau tadi kalung kerang Sweety nggak terlihat, mungkin aku sudah gila. Berderap menuruni tangga---meskipun gemetar dan mungkin malah terjatuh lalu terguling-guling sampai di gang---sambil menjerit-jerit histeris.Untung, Kenzy langsung naik tadi dan segera mengambil tindakan. Sigap juga dia, menangani masalah itu. Entah bagaimana---aku nggak terlalu ingat---Kenzy mengeluarkan Sweety sambil menangis. Hal yang membuatku heran, seheran-herannya karena
Wooow, amazing tralala!Ternyata, ketika aku kembali dari ruang laundry, tuang baca sudah bersih dan kinclong. Siapa lagi yang mengerjakan semua itu kalau bukan Kenzy? Sekarang hanya tinggal menyedot debu saja. Eh, mengepel juga, sih. Tapi kan, itu belum pernah terjadi selama ini? Jadi, yaaa, rasanya seperti mendapatkan big surprise. Sungguh, kalau nggak malu, ingin rasanya jingkrak-jingkrak atau minimal melompat sekali lalau mengatakan, "Yes!"Lebih amazing tralala lagi, Kenzy meminta vacuum cleaner itu dariku dan dia sendiri yang menyedot debu---bukan hanya di karpet bulu tapi juga di seluruh lantai---dengan wajah ceria. Dalam hati sempat bertanya, apakah ini mimpi? Apakah ini imajinasi? Ooohhh, jangan-jangan aku sudah mulai
Byuuutttzzz!Tante Theodora bercerita banyak tentang hari-harinya selama nggak ada aku. Nggak sering berkunjung ke rumah mereka, maksudnya. Jujur, aku nggak pernah menyangka kalau sampai sebesar itu Tante Theodora merindukanku. Elize juga nggak pernah cerita. Ummm, ya ... Akan berbeda pastinya, kalau demi senyum bahagia Tante Theodora. Sungguh. Sebenarnya, aku orangnya nggak tegaan, lho. Jangankan dengan Tante Theodora yang sudah kukenal dan menjadi dekat, dengan orang yang baru kenal atau nggak kenal sama sekali pun, begitu adanya.Sssttt, ini bukan pencitraan!"Mama was missing you so much, Anya!" Elize menambahkan d
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja