"Alexei!" Elang menatap tajam pada Alexei yang salah tingkah. Lalu, pandangan laki-laki itu beralih pada Aruna dengan datar. Tak enak hati, Aruna mendorong pelan dada Alexei yang berdiri tepat di depannya hampir tanpa jarak."Em, Milyy, dia bosku dan juga ...""Teman Alexei!" sahut Elang cepat sambil mengulurkan tangan pada Aruna. "Senang bisa bertemu artis terkenal seperti Anda, Nona!" ucapnya dengan tatapan penuh arti.Aruna mengangguk kaku dan membalas uluran tangan Elang sebentar. Aruna dan Elang saling pandang. Semakin lama menatap mata Aruna, detak jantung Elang semakin tak terkendali. Aruna memutus pandangan lebih dahulu. Di sebelahnya, Alexei kembali menunjukkan sikap posesif.Alexei menatap keduanya, kemudian berdehem lirih. "Ayo, kita makan siang. Ini masakan calon istriku!" tunjuknya pada nasi ayam di dalam mangkuk besar.Suwiran daging ayam bercampur bawang goreng di atas nasi hangat, membuat Elang menelan ludah berat. Bukan masalah rasa nasi ayam yang dipastikan enak, te
Pesona dan kemolekan tubuh Aruna seperti candu bagi Alexei. Keduanya terus meniti puncak kenikmatan bersama. Seprei yang tadi tertata rapi, kini sudah kusut masai. Bahkan, bantal dan pakaian mereka berserakan di bawah tempat tidur begitu saja. Suara desahan lirih bersahutan di kamar mewah itu.Aruna melenguh berkali-kali. Dia mencengkeram seprei dengan erat ketika sang kekasih memujanya di puncak kenikmatan. Alexei mencium bibir basah Aruna dan mendekap tubuh molek gadis itu."Thank you, Milyy. I love you," bisik Alexei sembari mengatur napasnya.Aruna mengusap keringat di dahi Alexei. Kedua lengannya melingkari bahu sang kekasih. "Biarkan begini dulu, Alex," balasnya, lalu mencium pipi Alexei.Berulang kali, Alexei menciumi wajah lembab Aruna sembari terus mengucapkan kata-kata romantis. Alexei tidak ingin lagi kehilangan kekasihnya itu. Di bawahnya, Aruna mencibir dan meledek Alexei tengah mengucapkan rayuan gombal. Alexei tertawa kecil. Dia memang seperti kehilangan kewarasan ketika
"Welcome, Aruna!"Suara itu menyentak ketiganya. Sontak mereka melepaskan pelukan. Aruna menatap heran pada Elang yang berdiri di ambang pintu. Laki-laki muda yang beberapa jam lalu masih makan siang bersamanya, kini berada di rumah megah Bagaskara.Di sampingnya, Alexei dan Isma tak kalah heran. Isma melongokkan kepala menatap ke dalam rumah. Tidak ada Bagaskara di sana. Justru pandangannya tertuju pada dua orang laki-laki asing berpakaian rapi."Elang, what are you doing here?" tanya Alexei bingung.Elang maju selangkah. Dia menepuk pundak Alexei dan berkata santai, "Ini yang aku katakan padamu tadi. Eto biznes, Alexei!" Elang terkekeh pelan, lalu mengulurkan sebelah tangan, menyilakan mereka masuk.Alexei mengernyit, lalu menatap penuh arti pada Aruna yang berdiri kaku di sampingnya. Aruna mengikuti arah pergerakan tangan Elang. Gadis itu melirik ke dalam rumah, mencari keberadaan Bagaskara.Namun, sama halnya dengan Isma, dia tidak mendapati laki-laki itu. Beberapa ART menyapa Arun
Aruna termangu menatap bangunan sederhana di depan mereka. Dia menoleh sekilas pada Alexei yang berdiri di sampingnya. Laki-laki itu menyandarkan punggung di body depan mobil. Rumah satu lantai dengan desain minimalis itu sangat terawat dan bersih. Hal itu nampak dari bunga-bunga yang tumbuh subur di sekitarnya."Rumah ini mengingatkan aku dengan Astrakhan, Milyy." Mendengar ucapan Alexei, Aruna langsung menatap dalam laki-laki itu. "Oh, ya? Tapi suasananya beda, pastinya!" tebaknya.Bahu Alexei terangkat sekilas. "Ya, di sana ada danau di belakang rumah. Kalau musim panas banyak angsa berenang. Kalau musim dingin kami jadikan tempat bermain ice skating!" jelasnya.Aruna semakin antusias. Dia mengubah posisi menjadi di depan laki-laki itu. Aruna melingkarkan lengan di pinggang Alexei. Laki-laki itu menunduk dan mencium kening Aruna lembut."Seminggu dari sekarang, kita akan menjadi suami istri, Milyy. Bagaimana perasaanmu?" tanya laki-laki bermata kebiruan itu lirih."Nggak sabar!" j
Alexei langsung panik. Dia melihat siluet tubuh Aruna terus meluncur turun bersama tanah becek. "Aruna! Where are you?" tanya Alexei sembari berlari turun.Laki-laki itu tidak menghiraukan kakinya menginjak-injak tanaman padi. Dia terus berlari mencari keberadaan Aruna.Sementara itu, tubuh Aruna tertahan pohon pisang yang telah roboh. "Arrrgh! Alex, help me!" teriaknya.Suara Aruna menggema di antara area persawahan yang miring. Aruna menatap sekitar dengan ngeri. Dia mengusap kakinya yang terasa perih. Berkali-kali gadis itu mendesis merasakan sakit di dekat mata kakinya."Aruna! Aruna, can you hear me?" tanya Alexei di atas sana.Dari tempatnya berdiri, Alexei mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Matanya menelisik keadaan sekitar, takut Aruna terancam bahaya. Nihil.Tempat itu hanya area persawahan dan jalan setapak berkelok. Tidak ada manusia, hanya lampu temaram 5 watt berwarna kuning sebagai penerang jalan, terombang-ambing angin. Di sekeliling, hamparan padi dihiasi orang-o
"Saya yang jadi wali nikah Aruna, Pak Halim!" Aruna masih melongo. Dia melirik Alexei yang justru menunjukkan sikap tanpa ekspresi. Elang mendekat. Laki-laki berwajah rupawan itu menatap manik hitam Aruna dengan tatapan berkabut."Jangan mendekat!" cegah Aruna sembari beringsut mundur. "Hentikan kegilaan kamu, Elang! Aku nggak pernah mengundangmu ke sini!" ucapnya setengah berteriak.Elang mengangguk samar. "Tapi aku yang menyiapkan semua tempat di sini, Aruna. Resort depan itu milikku. Perkebunan teh dan rumah itu juga milikku!" ucapnya santai.Aruna tersenyum miring. "Hh, mulai ngaco! Atau memang hobi kotormu merebut milik penduduk desa ini?" cibirnya sewot.Terdengar decakan dari mulut Elang. "Aku nggak sekotor itu, Aruna!" bantah laki-laki itu ketus."Kalau begitu, aku akan pergi dari sini. Aku bisa menikah di tempat lain!" sergah Aruna dengan suara bergetar. Gadis itu segera menarik tangan Alexei. Alexei menggeleng pelan dan justru bergeming. Aruna mengerutkan kening mendapati s
"Aruna..." Alexei menatap wanita yang belum genap 24 jam menjadi istrinya itu tak berkedip. Aruna menunduk malu-malu, sedangkan jemarinya saling meremas. Di samping Alexei, Elang memindai penampilan sang adik.Sesaat kemudian, Aruna mendongak menatap ketiganya bergantian. "Eng ... ke-napa dengan kalian? Jelek ya, Gospodin Alexei, Kak Elang, Neng?" tanyanya, lalu menggigit bibir.Alexei tidak menjawab. Dia justru mendekat dan memeluk tubuh ramping yang terbalut celana panjang, blouse lengan panjang, dan hijab. Iya, Aruna memutuskan meninggalkan semua pakaian seksinya. "Milyy, kamu lakukan ini demi siapa?" tanya Alexei sambil menciumi kepala istrinya.Elang mengusap kepala sang adik. Isma masih diam memperhatikan interaksi pengantin baru itu. Aruna mendongak menatap wajah Alexei. Kedua lengannya sedikit terangkat dan mengusap kedua belah pipi Alexei."Aku ingin mulai dari awal, Alex. Aku ingin menjadi istrimu yang baik. Aku ingin menjadi muslimah yang baik. Kita mulai sama-sama supaya
Bagaskara kembali terperangah. Tidak tahan lagi, laki-laki itu menggebrak meja. Brakk!Elang masih bersikap santai menatap laki-laki yang mulai terpancing emosi itu. "Apa Anda tidak mengerti aturan berbisnis Saudara Elang? Kita sudah tanda tangan di atas berkas itu!" Elang mengangguk-angguk. "Anda salah, Pak Tua! Saya sangat memahami bisnis. Berkas itu hanya sampah, tidak ada nilainya sama sekali bagi saya!" ejeknya lagi.Kedua tangan Bagaskara terkepal erat. "Kurang ajar sekali, Anda. Saya akan bawa kasus ini ke jalur hukum!" Bagaskara mulai mengancam.Lagi-lagi, Elang bergeming dengan ancaman Bagaskara. Laki-laki sebaya Gerald itu hanya terkekeh sembari menggigit ujung ballpoint. Bagaskara tertegun melihat hal itu. Laki-laki tua itu menatap manik hitam pemuda kurang ajar di depannya."Sudahlah, katakan tujuan Anda ke sini, Saudara Elang!" ucap Bagaskara melunak.Elang sedikit mencondongkan badan ke arah Bagaskara. Dua pasang mata itu saling tatap mewakili pikiran masing-masing. Di