"Iya, Non, sama-sama. Semua ini Bibi lakukan karena Bibi sayang sama Non dan keluarga Non. Serta semua itu sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban Bibi, sebagai asisten rumah tangga di rumah ini." Bi Sumi menyahuti ucapanku, hingga terasa damai dan tentram hati ini mendengar penuturannya. Ternyata, selain ada orang yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan keluargaku. Masih ada orang yang sayang dan sangat peduli terhadap aku dan Papa."Ya sudah, Bi, aku mau istirahat dulu ya." Aku pamit ingin beristirahat karena aku merasa lelah setelah menangis barusan."Iya, Non, silakan." Bi Sumi, mempersilahkanku untuk beristirahat.Aku pun segera bangkit dan berjalan menuju kamarku, serta meninggalkan Bi Sumi sendirian. Sesampainya ke dalam kamar, aku segera membaringkan tubuhku ke atas kasur. Saking lelahnya, tidak berapa lama mata ini pun terpejam. Aku kini telah berada di alam mimpi, dan tidak lagi mengingat tentang apa yang telah membuatku menangis. Pada saat aku dalam keadaan setengah sad
"Terima kasih ya, Mas," ucapku."Iya, Sayang," sahut Mas Andre.Aku pun memegang kalung, yang barusan dipakaian oleh Mas Andre. Kemudian Papa pun memintaku supaya aku segera meniup lilin."Nisa, ayo ditiup dulu lilinnya. Semoga kamu selalu menjadi anak dan istri yang sholeha, baik hati dan tidak sombong. Kamu juga harus menjadi ibu dan orang tua yang baik, bagi keturunanmu kelak. Pokoknya Papa selalu berdoa yang terbaik untukmu, semoga kamu diberikan kebaikan di dunia dan di akhirat." Papa mendoakanku."Terima kasih, Papa," ucapku berterima kasih kepada Papaku. "Nisa, ini kado dari Papa untuk putri tercinta Papa," ucap Papa, sambil memberikan sebuah tas bermerk keluaran terbaru.Aku juga mengucapkan terima kasih, serta tidak lupa aku mencium punggung tangan Papa dengan takzim. Aku juga memeluk dan mencium pipi Papa."Bi Ijah, kok Bibi juga ada di sini. Kapan Bibi datang," tanyaku."Tadi, Non. Bibi datang, saat Non Nisa sedang tidur." Bi Ijah menjawabku."Ya ampun, ternyata aku tidur
"Ya Sudahlah, Mbak, dari pada marah-marah begitu, lebih baik ke sini deh kita makan kue ulang tahun," ajakku.Mbak Maya pun menghampiri kami dan ikut duduk bersama kami. Aku pun memberinya kue beserta sendok ke piring kecil, yang telah disediakan Bi Sumi. Setelah itu kami makan kue bersama-sama.***Oh iya Mas, bagaimana Mas bagimana apakah Anisa dan Andre sudah memberikan keputusan, tentang rencana pernikahan kita?Bagaimana jawaban mereka, Mas? Apa mereka setuju atau tidak dengan rencana pernikahan kita?" Mbak Maya langsung to the poin bertanya ke intinya, tanpa berbasa basi terlebih dulu.Ia bertanya ketika kami telah makan kie ultah tersebut."Iya, Maya, mereka sudah memberikan keputusannya. Mereka juga telah menyetujui," Papa menjawab pertanyaan Mbak Maya tersebut. "Syukurlah, kalau memang mereka setuju. Kita memang berjodoh, Mas. Terus kapan rencana pernikahannya," tanya Mbak Maya."Untuk acaranya selanjutnya, nanti kita bicarakan lagi setelah acara empat bulanan Anisa ya. Mas a
"Pah, jadi Papa merencanakan pernikahannya bulan depan ya dan akan dilangsungkan di rumah Papa?" Aku bertanya kepada Papa, berpura-pura belum tahu."Iya, Anisa, acaranya bukan depan," sahut Papa. "Ya sudah kalau memang sudah ada kepastian, aku mau pamit pulang ya Mas. Kebetulan hari ini, aku juga ada acara arisan bersama teman-temanku. Aku permisi ya, assalamualaikum," pamit Mbak Maya.Kami pun menjawab salamnya, kemudian Mbak Maya pergi meninggalkan kami. Setelah Mbak Kavaleri san sudah tidak terlihat lagi aku pun menanyakan kembali rencana ke depannya tersebut."Pah, jadi rencana kita akan dilakukan bulan depan ya?" Aku bertanya kepada Papa."Iya, Nisa. Kita akan melakukan misinya di sini, kita harus melakukannya secara profesional. Biar benar-benar berkesan di hatinya si maya itu." Papa memberitahu maksud dan tujuan rencananya itu."Iya, Pah, kita harus membuat Mbak Maya and the gank kapok. Mereka harus tahu, kalau semua perbuatan ada konsekuensinya yang harus diterima." Mas Andr
"Hai, sayang, apa kabar? Kok kamu cuma duduk sendirian sih, apa kamu sengaja sedang menunggu Mas Arya," tanya Mas Arya dengan begitu percaya diri, kalau aku sedang menunggu kedatangannya "Iya, Nisa, sepertinya kalian berdua itu sehati. Kamu sampai tau, kalau Arya mau datang ke sini. Hingga kamu menunggu kedatangannya, kalian sepertinya memang berjodoh," timpal Sindi, ia ikut membenarkan ucapan Mas Arya. "Yang jelas, Nisa itu sedang menungguku. Karena aku 'kan sebentar lagi bakal menjadi ibu tirinya. Iya kan, Nis," tanya Mbak Maya kepadaku. Mbak Maya juga ikut nimbrung, dengan para sohibnya. Ia ikut berkomentar, tentang aku yang sedang duduk bersantai di teras depan."Terserah, kalian semua mau ngomong apa. Terus kalian bertiga mau ngapain datang kerumahku? Perasaan, aku nggak mengundang kalian untuk datang deh," tanyaku menyelidik, ketika bertanya apa maksud kedatangan mereka."Oh iya, ternyata Mas Arya juga bagian dari kalian berdua ya? Sepertinya kalian bertiga itu sudah saling
Mungkin karena dia pikir, aku tidak memiliki barang bukti apa-apa tentang semua ini. Padahal ia salah besar, sebab aku telah merekam ini semua dengan gadgetku, serta ada CCTV yang merekam keberadaan kami ini. Tadi setelah aku mengetahui, kalau yang datang adalah Mbak Maya dan juga Sindi. Aku langsung menyalakan hp, serta masuk ke aplikasi khusus merekam. Aku sengaja melakukan semua itu untuk merekam mereka. Barangkali saja, mereka akan berbuat anarkis terhadapku, jadi aku akan memiliki bukti yang akurat dan juga kuat, kalau mereka telah berbuat jahat terhadapku. Ternyata benar saja, mereka malah membongkar semua kejahatan mereka sendiri."Apa yang dibilang Maya itu benar, Anisa. Nanti setelah Maya menikahi Papa kamu, lalu giliran aku untuk mengambil suamimu. Aku akan berbuat apapun, supaya Andre menjadi milikku," timpal Sindi.Ia juga tidak ketinggalan mengatakan niat busuknya tersebut."Nah setelah Andre jatuh ke pelukan Sindi, baru aku datang untuk membuatmu menjadi milikku. Aku a
"Jadi dong, sayang, masa iya nggak. Memangnya kenapa," tanya Mas Andre malah balik bertanya."Ya barangkali saja, besok Mas akan ada miting, atau akan bertemu klien gitu. Kalau memang Mas sibuk, ya nggak usah antar aku. Biar besok, aku ditemani sama Bi Ijah saja," sahutku menjelaskan.Aku memberitahu suamiku, tentang maksud dari ucapanku barusan."Nggak kok, besok Mas akan sengaja menyempatkan diri, Mas mau menemani istri tercinta Mas periksa kehamilan." Mas Andre berkata, membuat aku bahagia."Alhamdulillah, syukurlah kalau Mas perhatian sama aku," sahutku.Setelah itu, kami berdua pun tidur. Aku dan Mas Andre mempersiapkan tenaga buat besok pagi, serta mengistirahatkan tubuh, setelah seharian energi dalam tubuh terkuras.Keesokan harinya aku bersiap-siap untuk pergi ke klinik bersalin. Tempat dimana teman Mas Andre membuka praktek. Semenjak aku hamil, aku selalu periksa kehamilanku kepadanya."Non, hari ini jadwal Non Anisa periksa kehamilan bukan?" Bi Ijah bertanya, saat aku dan Ma
"Ya sudah ayo, Sayang," sahut Mas Andre.Kami pun, berjalan menghampiri keberadaan Ratna dan Mas Bagas. Sesampainya di tempat mereka berada, aku pun segera menyapa mereka, walau hanya untuk sekedar berbasa-basi saja"Hai, Rat, kamu ternyata ada di sini juga. Kamu mau periksa kehamilan juga ya, sudah berapa bulan sekarang," tanyaku."A-Anisa, kamu kok ada di sini juga?" Ratna bertanya balik. Ia bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi Ratna malah balik bertanya kepadaku."Aku ke sini, mau periksa kehamilan. Karena aku sudah ada janji dengan dokternya. Kamu sendiri mau periksa kehamilan juga kan, sudah berapa bulan? Kelihatannya kehamilanku sudah lebih besar dari kehamilanku ya." Akumemberondong pertanyaan kepada Ratna."Iya, Nis, aku juga mau memeriksakan kehamilan. Usia kandunganku sudah memasuki usia delapan bulan," sahut Ratna.Ratna bercerita, kalau dia juga mau periksa kehamilannya. Bahkan kandungannya sudah memasuki usia delapan bulan."Wow ... sudah mau lahirkan ya, jadi kalau be
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k