"Ada apa, Pak Danu?" tanya Papa heran. Raut muka Papa mengkerut, sebab ia tidak mengerti maksud Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul tersebut.
"Maafkan saya, Pak Syamsul. Saya, tidak bermaksud apa-apa. Lebih baik, Bapak saksikan Vidio ini dulu, sebelum Bapak menyesal." Pak Danu meminta Papa, supaya melihat sebuah vidio terlebih dulu.
"Apa-apaan ini Pak Danu, maksud ucapan Bapak itu apa? Apa, yang akan di sesali oleh calon mertua saya, kalau pernikahannya berlangsung? Vidio apa, maksudnya Pak Danu, tolong jelaskan sama saya! Jangan malah membuat masalah, di acara sakral ini." Mas Bagas memberondong pertanyaan, kepada Pak Danu.
Mas Bagas, kelihatannya sangat jengkel, mungkin karena merasa terganggu. Pak Danu, yang merupakan tangan kanan Papa, telah berani menghentikan ijab kobul tersebut. Membuat rencana, yang telah disusunnya beserta kekasihnya Ratna harus menunggu. Pak Danu pun kemudian melanjutkan ucapannya. "Begini Nak Bagas, sekali lagi Bapak tidak bermaksud apa-apa. Bapak, hanya mendapat amanah, dari seseorang untuk memutarkan sebuah Vidio. Lebih baik, kita lihat dulu, apa isi vidio yang akan di putar ini.
"Pak penghulu, mohon ditunggu ya, Pak! Pak Syamsul, serta semua yang hadir di sini, tolong lihat dan saksikan ini terlebih dahulu. Mohon waktunya, sebentar saja!" Pak Danu memohon kepada Papa, dan semua undangan, serta petugas untuk mau melihat vidio tersebut.
Tidak berapa lama, layar yang terpasang di pelaminan pun menyala. Layar di putar sesuai dengan apa yang aku rekam dulu, tidak kurang dan tidak lebih. Aku melihat wajah Mas Bagas, serta Ratna menjadi pucat pasi. Mungkin mereka malu, saat melihat perbuatan mereka sendiri, diputar di khalayak ramai.
'Rasain kalian,' kataku dalam hati.
Jujur, aku merasa puas, saat melihat mereka seperti ini. Mereka yang berniat dzolim kepadaku, kini mereka merasakan malu, akibat dari perbuatan serta niat mereka yang buruk itu.
"Oh, jadi mereka bersekongkol?" ucap para hadirin.
"Ih ... dasar gak bersyukur banget, si Bagas itu, padahal ia kan dulunya hanya karyawan biasa. Dia naik jabatan, juga karena ada andil Anisa di dalamnya," sahur hadirin yang lain.
"Ternyata, si Ratna perempuan culas, sudah memiliki sahabat sebaik Anisa, masih saja diperalat." Para hadirin, riuh mengomentari perbuatan Ratna dan Bagas.
Begitu juga pihak keluargaku, beserta tamu undangan, mereka menghujat Mas Bagas dan Ratna. Bahkan pihak keluarga Mas Bagas pun, menghujat nya. Mungkin mereka tidak tahu, jika Mas Bagas mempunyai niat yang jahat kepadaku.
"Dasar, kalian manusia serakah! Seenaknya saja, kalian mau menguasai harta kakakku. Usaha dong, jangan mau enak saja!" teriak Tante Marina.
"Huu ... dasar benalu," teriak yang hadir.
"To ... tolong, saya!" seru Pak Baskoro, Bapaknya Mas Bagas. Ia berteriak, sambil memegang dada sebelah kiri.
"Pak ... Bapak, kenapa?" tanya Bu Ani istrinya. Sedangkan Pak Baskoro sudah tidak sadarkan diri.
"Pak ... bangun Pak, maafin Bagas, Pak." Mas Bagas berteriak, sambil menggoyang-goyangkan tubuh Pak Baskoro. Ia pun menangis sambil memeluk tubuh Bapaknya.
Papa pun memerintahkan para bodyguard, untuk membawanya ke rumah sakit. Pak Baskoro pun akhirnya di bawa keluar dari ballroom untuk di bawa kerumah sakit terdekat, menggunakan mobil khusus hotel.
Seluruh keluarga Mas Bagas pun pergi dari ballroom hotel, entah mau melihat kondisi Pak Baskoro, ataupun pulang karena malu. Terkecuali, Ratna dan Mas Bagas, mereka berdua tidak diperbolehkan pergi karena dicekal oleh bodyguardnya Papa.*****
"Terus, bagaimana ini Pak Syamsul? Mau dilanjutkan, atau di batalkan saja, pernikahan mereka ini?" Pak Penghulu bertanya, tentang kelanjutan acara pernikahanku ini.
"Lebih baik, di batalkan saja Pak, sudah ketahuan calon menantunya itu bukanlah orang yang baik!" Pak Candra, salah satu rekan bisnis Papa memberi usul.
"Iya betul Pak, lebih baik batal. Daripada di lanjut, nanti bagaimana nasib Anisa. Kasihan Anisa, kalau harus dinikahkan sama orang yang tidak tahu diri ini. Nanti dia diperdaya terus, sama b*j*ng*n itu!" timpal Pak Bambang, teman Papah yang lainnya, ikut bersuara.
Rekan Papa, semuanya tidak setuju, jika pernikahannya dilanjutkan.
"Ma ... maf semuanya, sa ... saya tidak bersalah! I ... ini semua, pasti ada yang keliru. Ini pasti, ada yang mau menjebak saya." Mas Bagas berkilah. Ia tidak mengakui semua perbuatannya.
"Mungkin, ada yang iri sama Mas Bagas, sehingga mengirim vidio ini. Ini pasti vidio hoax, kalian semua jangan percaya," timpal Ratna.
"Om ... percaya sama saya, ya! Bagas, gak mungkin berani berbuat seperti itu. Apalagi sama Anisa anak, Om. Ini pasti, ulah orang yang iri, Om. Om jangan langsung percaya, ya Om." Mas Bagas, memohon kepada Papa, supaya tidak mempercayai, dengan rekaman tersebut.
Mas Bagas, mungkin tidak menyangka, kalau akulah yang telah merekamnya. Sehingga ia berani berkata, kalau ini semuanya fitnah, dari orang yang syirik padanya.
"Iya benar Pak Syamsul, Anisa, kalian jangan langsung percaya. Ini pasti ada yang salah, pasti semua ini perbuatan orang yang dengki terhadap kami. Jangan di percaya, ya Pak Syamsul dan juga Anisa." Ratna pun meminta, supaya kami jangan langsung percaya.
Ia juga ikut memberikan penjelasan, supaya kami semua percaya, dengan ucapan mereka berdua.
"Baiklah Bagas, aku akan memercayai kamu. Jika yang membuat vidio itu bilang, kalau semua itu hanya hoax. Tapi jangan salahkan saya, jika ia berkata, bahwa semuanya itu benar adanya." Papa berkata, sedikit melemah.
"Pak Danu, suruh orang yang membuat vidio ini, supaya maju kepelaminan. Saya ingin mendengar sendiri, apa alasannya dia sampai berani, merekam dan membuat Vidio ini. Bahkan harus di putar, di acara sakral anakku." Papa, memerintahkan Pak Syamsul untuk memanggil pembuat vidio.
Papa meminta, supaya pembuat vidio menampakan diri.
"Baiklah, Pak Syamsul. Saya akan menyuruh orang, yang membuat Vidio ini maju," sahut Pak Danu. Ia, menyetujui permintaan Papa untuk memanggil, orang yang pembuat vidio ini .
"Kepada siapa saja, yang telah membuat vidio ini silakan maju! Jelaskan kepada kami, maksud dan tujuanmu, membuat rekaman ini." Mas Bagas berteriak, menyuruh pembuat vidio untuk maju.
"Aku tahu, kamu itu seseorang, yang tidak suka sama hubungan kami. Kamu itu memang manusia, yang tidak punya ahlak. Mau menghancurkan rencana pernikahan kami, dengan mengirim vidio hoax ini," sambung Mas Bagas lagi.
Ia terus-menerus, menyuruh si pembuat vidio, untuk maju dan menjelaskannya, tanpa dia tahu, kalau akulah si pembuat vidio tersebut.
"Ayo, silakan maju dan jelaskan, apa maksud dan tujuan pembuatan vidio tersebut!" Perintah Papa.
"Ayo ... maju, ...ayo ... maju!" teriak para undangan kompak, meminta si pembuat rekaman untuk maju.
Karena aku, yang membuat rekaman vidio tersebut, maka akhirnya aku berdiri dan maju ke arah pelaminan. Aku akan menjelaskan semuanya, supaya semua ini segera *clear.
"Nis, kamu mau kemana?" tanya Mas Bagas, sambil menarik tanganku. Hampir saja aku terjatuh, karena tarikan tangannya yang cukup kencang, kalau saja kakiku tidak memasang kuda-kuda, yang kuat.
"Sebentar, ya, Mas. Aku hanya akan memberi pelajaran, kepada orang yang telah merusak acara kita." Aku berkata, seolah-olah aku ingin memberi perhitungan kepada si pembuat Vidio tersebut. Aku berkata demikian, supaya Mas Bagas tidak banyak bertanya.
"Iya Nis, kamu kasih pelajaran aja. Biar orang itu tahu rasa, siapa yang dia hadapi." Mas Bagas, berapi-api memberi semangat kepadaku.
"Iya, Nis, kamu kasih pelajaran, sama dia. Seenaknya saja, dia mau menghancurkan pernikahan, yang sedang digelar. Masa iya sih, kamu mesti gagal nikah. Hanya gara-gara vidio hoax, yang gak bermutu itu!" Ratna juga memberi komando kepadaku, saat aku bilang ingin memberi pelajaran.
Aku pun segera melangkahkan kaki, kearah pelaminan yang tengah di pasang layar tersebut. Layar tersebut merupakan background, yang di pasang proyektor sehingga bisa menghasilkan gambar.
Setelah sampai di depan pelaminan, aku pun segera membuka suara. Aku sudah di pasang microphone wireless yang menempel di telinga, sehingga tidak memerlukan mikropon yang biasa di pegang, atau pun yang memakai penyangga. Tetapi ucapanku dapat di dengar, oleh semua orang yang hadir di ballroom tersebut."Assalamualaikum, para tamu undangan semuanya. Saya berdiri disini, karena akan mengungkapkan siapa sebenarnya, yang telah membuat vidio tersebut." Aku mulai berbicara.
"Lho Nis, kok kamu malah mau mengungkapkan, siapa orang yang telah membikin vidionya sih! Emangnya, kamu sudah tau siapa orangnya?" Mas Bagas bertanya, kepadaku.
Mas Bagas protes, atas apa yang aku katakan, tentang si pembuat Vidio.
"Iya, Nis, bukannya tadi kamu bilang, kalau mau mencari tahu, siapa orang yang membuat vidio ini? Kemudian kamu beri pelajaran, sama dia." Ratna juga ikut protes, kepadaku.
"Iya Mas, aku tahu," jawabku.
"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya.
Bersambung ...
"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya."Baiklah, sebenarnya, yang telah membikin vidio itu, adalah ... aku sendiri!" Aku mengakui, kalau akulah yang sebenarnya membuat vidio itu. Mereka yang hadir pun langsung melongo, seakan tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Namun ada pula yang geleng-geleng kepala, serta menghujat Mas Bagas serta Ratna. Setelah apa yang aku utarakan, Mas Bagas dan Ratna malah saling pandang. Mereka mungkin tak percaya, dengan apa yang aku ucapkan. Mereka mungkin berpikir, dari mana aku mendapat Vidio, tentang mereka berdua."Baiklah, akan aku beritahu alasanya, bagaimana aku sampai membuat Vidio ini." Aku menghela napas terlebih dulu, kemudian melanjutkan ceritaku."Saat itu aku dat
"Ada apa, Anisa, sayang? Apa kamu sudah berubah pikiran?" tanya Mas Bagas.Mas Bagas, sudah kegeeran karena aku menghentikan mereka. Mas Bagas mengira, kalau aku menyuruh mereka berhenti karena aku telah berubah pikiran. I am sorry, Mas Bro, itu tidak akan pernah lagi terjadi padaku. Karena aku sudah tidak sudi jika harus terus bersama dengannya."Nisa, maafin semua kesalahan, Mas, ya! Mas, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mas, menyesal, Anisa. Jika kamu meminta kepada, Mas, supaya Mas memutuskan Ratna. Mas akan lakukan semua permintaanmu itu, Nisa. Asalkan kamu bisa kembali lagi kepada, Mas." Mas Bagas memelas meminta maaf kepadaku, kalau ternyata ia tidak mau putus denganku.Dia bahkan berkata, kalau dia rela meninggalkan Ratna hanya demi aku. Padahal dulu dia jelas-jelas menghinaku, di hadapan kekasihnya itu. Mas Bagas berharap, kalau aku akan memintanya kembali. Padahal, bermimpi kembali padanya pun, aku sudah tid
"Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka."Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai."Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dala
"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre."Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menurut
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat
Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.Bugh!"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s
"Iya, Nis. Ayo kita pergi ke kamarmu, sebab Papa mau pamit sama suamimu," sahut Papa, sambil menutup pintu kamarnya, kemudian mengajakku kembali ke kamarku.Aku dan Papa pun berjalan menuju kamarku, yang tidak berada jauh dari kamar Papa. Hanya perlu berbelok saja. Kami berdua berjalan berdampingan. Aku berjalan, sambil bergelayut manja di tangan Papa, kepalaku pun aku senderkan ke pundaknya Papa. Perlakuan seperti itulah, yang selalu membuatku nyaman, bila sedang bersama Papa.Aku memang sangat manja kepada Papa. Makanya, Mas Andre selalu bilang, kalau aku adalah seorang anak manja, yang hanya bisa berada di bawah ketiak Papa. Aku hanya memiliki Papa, jadi aku hanya bisa bermanja kepadanya. Andai Mama belum meninggal, mungkin aku juga akan manja kepada Mamaku."Nis, kamu yang baik ya, ladenin suamimu. Ia adalah imammu sekarang," pesan Papa, saat kami menuju kamarku."Iya, Pah, tapi Mas Andrenya saja yang suka n
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k