"Rencana, apa Non? Bapak jadi takut, apalagi Pak Syamsul tidak boleh tahu." Pak Danu bertanya padaku, tentang rencanaku itu.
Aku pun memberitahu, Pak Danu sedetail mungkin, semua yang menjadi rencanaku. Pak Danu mendengarkan, sambil manggut-manggut tanda mengerti. Setelah aku beritahu semuanya, Pak Danu pun menyetujui rencanaku dan akan membantuku.
"Oh, jadi begitu, ya Non. Baiklah, Bapak bersedia membantumu, walaupun harus tanpa sepengetahuan Papamu." ucap Pak Danu.
"Terima kasih, Pak, saya sangat bersyukur, kalau Bapak mau bantu saya." sahutku.
"Iya sama-sama, Non," ujarnya
"Ya sudah, saya permisi dulu ya Pak! Saya takut mengganggu kerjaannya, nanti Bapak di marahin Papa, gara-gara saya." Aku pamit, kepada Pak Danu karena sudah cukup lama aku di sana. Takut mengganggu kerjaannya juga.
"Assalamualaikum," ucapku, setelah mencium punggung tangannya Pak Danu.
"Waalaikumsalam, hati-hati ya, Non." sahutnya.
Aku pun segera pergi, dari ruangannya Pak Danu menuju parkiran. Untung Papa sedang tidak ada di kantor, ia sedang ada miring di luar kantor. Sehingga ia tidak tahu aku menemui Pak Danu.
*****
Satu bulan telah berlalu, dari kejadian yang membuatku syok, saat di kantor waktu itu. Saat ini keluargaku, sedang sibuk-sibuknya, untuk mempersiapkan hari esok. Hari dimana acara sakral akan dilakukan, yaitu acara pernikahanku, dengan Mas Bagas.Sanak-saudara dan handai taulan pun datang, untuk menyaksikanku menjadi seorang pengantin. Dari semenjak seminggu ini, aku dipingit. Aku tidak diperbolehkan kemana-mana, hanya berdiam diri di rumah.
Aku pun turun, dan melangkah dengan anggun, untuk menuju tempat ijab kobul. Disana, sudah terdapat Mas Bagas, beserta keluarganya berada. Begitupun dengan keluargaku, serta para tamu undangan, yang meliputi para koleganya Papa.
"Masya Allah, cantiknya!" Aku mendengar mereka memuji kecantikanku, semua merasa terpukau, karena aku tidak lagi menggunakan kaca mata tebal seperti biasa.
"Anisa! Apa benar kamu ini Anisa?" Ratna bertanya kepadaku. Ia pun seperti tidak mengenaliku.
"Iya, Ratna, aku ini Anisa ... temanmu! Masa iya, kamu enggak ngenalin aku. Padahal, kita 'kan udah sahabatan sejak SMP," kataku. Aku, menghentikan langkahku, di hadapan Ratna dan menjawab pertanyaan darinya. Setelah itu aku kembali berjalan, untuk menghampiri tempat ijab kobul tersebut.
Mata Mas Bagas pun tidak berkedip, terus saja melihat ke arahku. Membuat aku risih, saat diperhatikan olehnya. Beda dengan dulu sebelum aku tahu, kalau cintanya itu palsu. Aku akan tersipu malu dan jantung ini berdetak kencang, saat dilihat seperti itu oleh Mas Bagas. Walaupun aku tahu, kalau dia adalah wanita ular. Tetapi aku harus tetap menjaga sopan santunku, apalagi aku sekarang sedang menjadi pusat perhatian. Aku tidak boleh berbuat semauku. tidak mau, jika mereka semua mengecap, aku seorang wanita yang kasar, dan temperamen.
"Ya ampun Nis, kamu cantik banget. Aku pangling banget liat kamu," ujarnya.
"Terima kasih, ya Rat. Tapi Maaf, nanti lagi ngobrolnya, soalnya acaranya akan segera di mulai." Aku mengakhiri pembicaraan, antara aku dan Ratna.
"Iya, Nis, silakan. Semoga lancar ya, acara pernikahannya dan menjadi keluarga samawa." ucap Ratna lagi.
Ia pun mendoakan pernikahanku, supaya berjalan lancar dan menjadi keluarga yang samawa. Tapi aku tahu, ucapannya itu bukan dari dalam sanubarinya. Justru ia ingin, membuat hudupku berantakan.
"Terima kasih, doanya, Ratna," ujarku.
Setelah selesai berbicara, dengan Ratna. Aku pun kembali melangkahkan kaki, menuju tempat dimana acara ijab kobul akan dilaksanakan. Jujur aku sebenarnya ingin menyumpal mulut Ratna, saat bicara tadi. Tetapi hari ini, aku harus menjadi Anisa yang anggun.
*****
Sesampainya di tempat ijab kobul, aku tidak segera duduk, tetapi aku mengedarkan pandangan terlebih dulu ke semua penjuru hotel. Aku ingin tahu, keadaannya yang sebenarnya. Apakah semuanya telah sesuai, dengan apa yang aku inginkan, atau belum.
Ternyata, para tamu undangan pun telah hadir, termasuk semua relasinya Papa. Tetapi, ada satu orang, yang mencuri perhatianku. Ia berada di antara para tamu undangan tersebut.
'Lho kok, ada dia! Padahal aku kan tidak mengundangnya,' gumamku. Aku merasa heran saat aku melihatnya, ternyata ia pun sedang menatapku. Sehingga, kontak mata pun tidak bisa dihindari. Aku pun memalingkan wajahku karena tidak mampu, mengalahkan pandangan matanyanya yang tajam.
"Nis, ada apa? Kok, malah bengong aja. Ayo, duduk dong, sayang!" Tante Marina menegurku. Ia mengingatkanku, supaya aku segera duduk.
"Sayang, ada apa? Kamu sedang mencari siapa? Kok celingukan begitu?" tanya Mas Bagas.
"Gak lagi mencari siapa-siapa, kok, Mas. Aku cuma penasaran aja, mau melihat siapa saja yang hadir, di acara kita ini." sahutku.
"Mas. Rupanya banyak juga, ya Mas, yang datang di acara kita ini. Bahkan, semuanya juga sudah bersiap, mereka ingin segera menyaksikan acara sakral kita. Bahkan, hampir semua tamu undangan sudah pada datang." timpalku lagi. Aku berkata bohong kepada Mas Bagas, supaya Mas Bagas tidak menaruh curiga padaku.
"Oh, begitu. Ya sudah, sekarang, kamu duduk ya, Sayang! Sini dekat Mas," ucap Mas Bagas, sambil menepuk sofa disampingnya.
Kalau saja, aku bukan sedang bersandiwara. Sudah pasti, aku tidak mau untuk duduk berdampingan, dengan si br*ngs*k Bagas. Ingin rasanya aku menampol mukanya, yang sok lugu itu.
Ia pintar sekali bersandiwara, sama persis dengan kekasih tercintanya, yaitu si Ratna.
Aku pun segera duduk mengikuti arahan dari Tante Marina, dan juga si Bagas."Nis, kamu cantik sekali. Kalau tahu, kamu secantik ini, tidak mungkin mas akan ...,"
"Akan apa, Mas?" tanyaku, kepada Mas Bagas karena dia menggantung ucapannya.
"Maksudnya, tidak akan selama ini, menunggu untuk menghalalkanmu." ucap Mas Bagas menggodaku.
"Jadi maksud, Mas, kalau aku jelek. Mas, akan menggantung pernikahannya, gitu!" sahutku sewot.
"Tidak gitu juga lah, Nis. Tadi itu, Mas, hanya ingin merayumu." ungkapnya.
Aku tidak menghiraukan ucapannya Mas Bagas. Justru kini aku malah kepikiran sama seseorang, yang tadi aku lihat, dan bersitatap dengannya.
'Kenapa bisa, si Manusia Harimau hadir di acara ini? Padahal, aku sudah meminta papa, supaya tidak mengundangnya. Tetapi kenyataannya, saat ini ia berada di sini. Ini semua pasti kerjaan Papa.' gumamku dalam hati.
Manusia Harimau adalah sebutanku, untuk rekan bisnis Papah yang bernama Andre. Walaupun ia rekan bisnis Papah, tetapi usianya masih sangat muda, ia baru saja berusia dua puluh delapan tahun. Cuma beda satu tahun denganku, tetapi ia telah menjadi orang besar di usia mudanya.
Aku tidak suka padanya karena ia selalu bilang, kalau aku anak manja. Aku anak Papa, yang tidakk bisa mandiri, tanpa bantuan Papa. Ia juga bilang, aku masih berada di bawah ketiak Papa. Padahal kenyataanya tidak seperti itu.
Papa bilang, "untuk siapa semua harta ini, kalau bukan untukmu. Papa bersusah payah banting tulang, demi untuk membahagiakanmu. Papa gak mau kamu terlalu mengutamakan karier, yang penting kamu segera berikan Papa cucu."
Makanya, aku bukannya tidak mau mencari uang sendiri, tetapi demi menjaga perasaan Papa. Aku hapus, semua keinginanku itu dan berusaha memberikan, apa yang diinginkan Papa. Tapi sayang, lelaki yang mau menikahiku, bukanlah orang yang tepat untukku.
*****
Acara pun akan segera digelar, pembawa acara meminta kepada semua yang hadir, supaya menempati kursi yang telah tersedia. Acara Pernikahan ini digelar, di ballroom hotel berbintang milik Papa.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Ibu-ibu, Bapak-bapak yang telah hadir di acara ini, dikarenakan kedua mempelai telah hadir di hadapan kita, mari kita langsung saja ke acara inti yaitu ijab kobul. Karena, Bapak Penghulu masih ada acara di tempat yang lain. Kepada Bapak Penghulu, silakan dimulai saja acaranya." sambutan dari Pembawa acara, meminta supaya ijab kobul segera dilaksanakan.
"Baik, terima kasih kepada Bapak pembawa acara. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh. Kepada kedua mempelai, apakah kalian berdua sudah siap, untuk melakukan ijab kobul?" Pak Penghulu bertanya kepadaku dan juga Mas Bagas.
"Kami sudah siap, Pak!" Kami pun menjawabnya, hampir serempak.
"Alhamdulillah kalau begitu, mari semuanya kita saksikan ke acara inti kita, yaitu acara ijab kobul. Silakan, para saksi untuk maju kedepan!" perintah Pak Penghulu, sambil menyiapkan buku nikah untuk kami.
"Silakan, pak Syamsul, anda mulai mengucapkan ijab, seperti yang telah saya ajarkan tadi. Kemudian, nanti langsung di susul, oleh Nak Bagas, mengucapkan kobul. Ucapannya sama, seperti apa yang sudah Bapak ajarkan, kepada nak Bagas." ucap Pak penghulu, mempersilakan Papa dan Mas Bagas, untuk megucapkan ijab kobul.
"Kalian berdua sudah siap?" tanya Pak penghulu lagi.
"Siap Pak," jawab Papa.
"Saya juga sudah siap, Pak Penghulu." Mas Bagas pun menjawab, pertanyaan dari Pak penghulu.
"Baik kalau begitu, silakan Pak Syamsul, nanti di susul Nak Bagas, ya!" Pak penghulu mempersilakan Papa untuk memulai. Papa pun menjabat tangan Mas Bagas, kemudian beliau mengucapkan ijab.
"Ananda Bagas Permana, bin Baskoro. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, dengan Anisa Larasati binti Syamsul Prakoso, dengan mas kawin cincin berlian 5 karat tunai." Papa mengucapkan lafal ijab, kemudian di susul ucapan kobul, oleh Mas Bagas.
"Saya terima Nikah dan Ka ..."
"Tunggu," ucap Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul Ia merupakan salah seorang tangan kanan Papa, yang telah kuminta bantuan.
Bersambung ...
"Ada apa, Pak Danu?" tanya Papa heran. Raut muka Papa mengkerut, sebab ia tidak mengerti maksud Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul tersebut."Maafkan saya, Pak Syamsul. Saya, tidak bermaksud apa-apa. Lebih baik, Bapak saksikan Vidio ini dulu, sebelum Bapak menyesal." Pak Danu meminta Papa, supaya melihat sebuah vidio terlebih dulu."Apa-apaan ini Pak Danu, maksud ucapan Bapak itu apa? Apa, yang akan di sesali oleh calon mertua saya, kalau pernikahannya berlangsung? Vidio apa, maksudnya Pak Danu, tolong jelaskan sama saya! Jangan malah membuat masalah, di acara sakral ini." Mas Bagas memberondong pertanyaan, kepada Pak Danu. Mas Bagas, kelihatannya sangat jengkel, mungkin karena merasa terganggu. Pak Danu, yang merupakan tangan kanan Papa, telah berani menghentikan ijab kobul tersebut. Membuat rencana, yang telah disusunnya beserta kekasihnya Ratna harus menunggu. Pak Danu pun kemudian melanjutkan
"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya."Baiklah, sebenarnya, yang telah membikin vidio itu, adalah ... aku sendiri!" Aku mengakui, kalau akulah yang sebenarnya membuat vidio itu. Mereka yang hadir pun langsung melongo, seakan tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Namun ada pula yang geleng-geleng kepala, serta menghujat Mas Bagas serta Ratna. Setelah apa yang aku utarakan, Mas Bagas dan Ratna malah saling pandang. Mereka mungkin tak percaya, dengan apa yang aku ucapkan. Mereka mungkin berpikir, dari mana aku mendapat Vidio, tentang mereka berdua."Baiklah, akan aku beritahu alasanya, bagaimana aku sampai membuat Vidio ini." Aku menghela napas terlebih dulu, kemudian melanjutkan ceritaku."Saat itu aku dat
"Ada apa, Anisa, sayang? Apa kamu sudah berubah pikiran?" tanya Mas Bagas.Mas Bagas, sudah kegeeran karena aku menghentikan mereka. Mas Bagas mengira, kalau aku menyuruh mereka berhenti karena aku telah berubah pikiran. I am sorry, Mas Bro, itu tidak akan pernah lagi terjadi padaku. Karena aku sudah tidak sudi jika harus terus bersama dengannya."Nisa, maafin semua kesalahan, Mas, ya! Mas, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mas, menyesal, Anisa. Jika kamu meminta kepada, Mas, supaya Mas memutuskan Ratna. Mas akan lakukan semua permintaanmu itu, Nisa. Asalkan kamu bisa kembali lagi kepada, Mas." Mas Bagas memelas meminta maaf kepadaku, kalau ternyata ia tidak mau putus denganku.Dia bahkan berkata, kalau dia rela meninggalkan Ratna hanya demi aku. Padahal dulu dia jelas-jelas menghinaku, di hadapan kekasihnya itu. Mas Bagas berharap, kalau aku akan memintanya kembali. Padahal, bermimpi kembali padanya pun, aku sudah tid
"Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka."Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai."Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dala
"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre."Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menurut
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat
Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.Bugh!"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s
"Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu
"Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio
"Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa
"Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah
"Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k
"Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.
"Baik, Anisa, kami menyetujuinya," ucap mereka bertiga serempak."Bagus ... kalau begitu, silakan kalian tandatangani surat perjanjian, yang dibawa oleh Pak Danu!" Mas Andre memerintahkan mereka bertiga untuk menandatangani surat perjanjian.Setelah mendengar perintah dari Mas Andre, mereka bertiga pun menandatangani surat, yang disodorkan oleh Pak Danu. Bahkan mereka tandatangan tanpa membacanya terlebih dulu."Oke, kalian bertiga sekarang telah menandatangani surat perjanjian ini. Jadi jika kalian melanggar, maka kalian harus menerima akibatnya," ujar Papa.Ia menegaskan kepada mereka bertiga, tentang konsekuensinya jika melanggar surat perjanjian tersebut."Iya, Mas, kami sudah paham kok." Mbak Maya berkata, mewakili kedua temannya."Kalau begitu, kalian bertiga segera tinggalkan rumah Papaku! Tetapi biarkan Gio bersama kami," perintahku."Iya, Anisa, kami akan pergi. Tetapi maafkanlah semua kesalahan kami. Aku takut, jika umurku tidak akan lama lagi. Aku titipkan Gio kepada kalian
"Ya, jelaslah aku tau, Mbak. Karena, aku sendiri yang merekam Vidio ini." Aku oun berterus terang kepada Mbak Maya, sebab ku tidak takut dengan ancamannya."Oh ... jadi kamu yang telah merekamnya, Anisa? Kok kamu tega banget sih, padahal niatku baik ingin merawat Papamu dan menjadi ibu sambung buat kamu." Mbak Maya berkelit, ia tetap tidak mau mengakui kesalahannya.Mbak Maya, tetap tidak merasa bersalah, walaupun sudah ada bukti yang jelas nyata. "Sudahlah, Mbak, nggak perlu mengelak lagi! Sebab emua bukti juga sudah jelas dan itu murni, bukan rekayasa ataupun editan, seperti yang Mbak Maya bilang tadi." "Kalau memang benar, kami yang melakukannya, terus kamu mau apa Anisa? Kamu mau memenjarakan kami, silakan, kalau itu maumu, kami tidak takut. Kami akan meminta bantuan pengacara kami, buat mengurus kasus ini." Sindi berkata dengan sangat jumawa."Ok, kalau begitu. Ayo, Pah, kita bawa saja mereka ke kantor polisi. Toh kita sudah mengantongi bukti yang kongkrit. Ayo kita bawa mereka
"Oh, jadi kamu mau menikah sama aku, hanya karena ingin menguasai hartaku, ya Maya? Setelah semuanya kamu miliki, aku akan ditendang dari kehidupanmu. Enak sekali mimpimu itu, kamu nggak perlu cape kerja, tapi ingin hidup enak. Mimpi kamu Maya," ujar Papa dengan dada emosiPadahal dari awal Papa sudah tahu, tentang niat Mbak Maya tersebut. Namun, ternyata Papa tetap saja terpancing emosinya, apalagi orang yang berniat jahat tersebut bernada^^ di depan mata."Itu nggak bener, Mas. Semua ini hanya fitnah, dari orang yang ingin merusak rencana pernikahan kita. Aku beneran sayang sama kamu dan juga anakmu Nisa, Mas. Aku ingin menjadi istri dan ibu sambung yang baik untuk kalian. Kamu jangan terpengaruh, oleh vidio editan serta murahan model begini, dong Mas! Aku sungguh sayang sama kamu dan juga Nisa," ucap Mbak Maya sambil tergugu. Sungguh pandai Mbak Maya ini, akting yang ia perankan juga luar biasa memukau."Sudahlah, Maya, kamu nggak usah mengelak lagi! Sudah jelas-jelas terbukti, k