DRAP! DRAP! DRAP!
Pria itu menapakkan kakinya di lantai marmer lobby kantor. Dia berjalan dengan pasti, masih mengenakan kacamata hitam andalannya serta kedua tangan yang dimasukkan ke kantong celana. Pria itu tersenyum sekilas pada karyawan yang sedang melintas atau dengan sengaja menyongsong kedatangannya.
“Apa rapat direksi masih berlangsung?” tanya Daniel pada resepsionis yang dengan cepat mengangguk dan mempersilahkannya untuk menuju ruang rapat.
“Terima kasih, nona … semoga kau dapat terus mengingatku.” Daniel memamerkan senyumnya yang mempersona kemudian melenggangkan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke lantai ruang rapat.
Waktunya kurang dari seminggu lagi, dari lubuk hati yang paling dalam Daniel sudah muak dengan drama dirinya sebagai David Lim. Ternyata, meskipun secara hitam di atas putih, pewaris perusahaan ini adalah David Lim. Tapi kekuasaan yang dimiliki oleh David begitu terbatas, karena semua berada
Apartement David Lim terlihat sangat rapi. Hampir tidak ada jejak kalau apartement itu pernah ditempati oleh seseorang bahkan untuk setahun yang lalu. Jika tidak ada barang-barang mewah yang terpajang di dalam sana mungkin Jenny akan mengira kalau apartement itu sudah tak berpenghuni.“Di mana kira-kira seorang pria akan menyimpan benda pribadinya?” Jenny berusaha berpikir cepat sambil matanya menyapu setiap sudut ruangan.Tangannya dengan cekatan mulai membuka laci-laci di ruang utama apartement David Lim. Sesuai dugaan, lemari dan meja di ruangan itu hanyalah pajangan–kosong–tidak ada isinya sama sekali. Sebuah telepon analog klasik menarik perhatian Jenny. Deretan angka yang seperti rangkaian nomor tertulis rapi pada selembar kertas di dekatnya.“Kalau aku tebak, ini bukanlah nomor telepon Hong Kong. David menelpon siapa?” Jenny mengambil kertas itu dan menyimpannya pada tote bag yang sejak tadi dibawanya.Matanya ke
Seharian ini kantor Lim Group dipenuhi dengan kasak kusuk terkait persiapan rapat besar pemegang saham. Martin Wang tampak bolak balik keluar masuk ruangan David Lim. Hal itu sedikit banyak membuat Shuo Ming merasakan dirinya terabaikan.Tapi bukan tanpa alasan mengapa Martin yang menjadi lebih sibuk. Rapat pemegang saham berarti berkaitan erat dengan keuangan perusahaan dan orang yang paling memahami tentang kondisi keuangan Lim Group pastilah seorang kepala bagian keuangan, yaitu Martin Wang.“Anda sudah membereskan bagian ini? Aku akan mengulang membacanya, karena aku masih merasa kurang memahaminya.” Daniel menatap layar laptopnya takjub, “sekarang bantu aku untuk membuat presentasi yang bagus sehingga dapat diterima oleh peserta rapat nanti.”“Tentu saja, anak muda. Aku sangat suka semangatmu.” Martin dengan penuh percaya diri mulai mengajari Daniel mempresentasikan skema nilai investasi Lim Group.Satu jam,
“Kau pasti cukup kesulitan akhir-akhir ini, kan? Tapi, kalau tak berkeberatan, aku mau sedikit meminta tolong kepadamu. Bolehkah aku meminta daftar nama pekerja yang bekerja di hutan luse saat ini?” Daniel merapatkan tangannya serta duduk menghadap Han Yelu.Daniel mengamati daftar pekerja dalam lembaran-lembaran putih yang disusun rapi setebal proposal tugas akhir mahasiswa. Biodata setiap pekerja di jelaskan dalam satu lembar penuh, lengkap dengan foto dan bidang keahlian yang dimiliki.“benar, semua pekerja sudah menandatangani kontrak di bawah Lim Group?” Daniel memastikan kecurigaannya karena ada satu nama yang belum memiliki tanggal masuk bergabung dengan Lim Group.“Oohh … tentu saja, David.” Han Yelu menautkan alisnya, dia yakin tapi seketika meragu.“Apa kau pernah memeriksa biodata pekerja seperti yang aku lakukan saat ini?” tanya David yang masih terus membolak balik lembar demi lembar doku
Wajah keseluruhan dewan direksi Lim Group terlihat penuh ketegangan. Rapat besar yang sudah ditunggu-tunggu sejak dua bulan lalu pun akan digelar siang hari ini tepat pada pukul 10 siang di gedung pusat pengelolaan keuangan.“Kau sudah mengecek dua kali untuk bahan presentasi yang telah disiapkan? Apa tidak sebaiknya aku membawa laptop yang memang sudah biasa aku gunakan?” lebih dari pada yang lainnya, wajah Daniel terlihat paling tegang.Sedari pertama dia memasuki ruangannya pagi ini, dia tidak bisa duduk dengan diam dan terus berjalan bolak-balik di ruangannya dengan gerakan yang mengkhawatirkan. Beberapa kali, sepatunya menyandung karpet di dalam ruangan. Membuatnya hampir terjatuh tapi untung saja dia dapat menjaga keseimbangannya dengan baik.“Laptop serta peralatan lainnya sudah di siapkan oleh panitia acara. Semua diatur sedemikian rupa untuk menghindari kemungkinan adanya kecurangan yang mungkin saja dilakukan oleh peserta rapat.&rdquo
“Test … test … test ….” Seorang moderator rapat mengambil microphone dan berdiri di depan panggung.“Kita akan segera membuka rapat besar pada siang hari ini.” Moderator itu seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan yang nampaknya sudah begitu berpengalaman dalam melakukan tugasnya.Ruangan menjadi sunyi selama kurang lebih 5 menit. Rasanya Daniel ingin sekali melirik ke arah Rudy Ang yang duduk berseberangan agak jauh dari tempatnya. Perasaannya mengatakan kalau pria itu juga tengah memperhatikannya.“Selamat siang para hadirin sekalian. Mari kita mulai rapat besar pemegang saham pada siang hari ini. Topi yang akan kita bahas adalah eksistensi Lim Group dalam saham perdagangan China ….”Wanita moderator acara itupun memulai rapat dengan penuh keanggunan. Dia kemudian mempersilahkan seorang tokoh keuangan Hong Kong untuk memberikan kata sambutan. Lalu setelahnya ada beberapa orang lagi yang d
Rapat besar telah kembali dimulai. Dengan berdiri tegak di panggung, memegang microphone dengan penuh percaya diri. Meski tadi Rudy Ang sempat melayangkan acaman kepadanya yang seharusnya dapat membuat dia gentar, tapi Daniel terus menguatkan hatinya.Cukup banyak pertanyaan yang diajukan termasuk mengenai pembukaan lahan baru pengeboran yang menguras dana besar. Namun semua pertanyaan dapat dijawab dengan mulus oleh Daniel. Kini semua orang di dalam ruangan semakin meyakini kehebatan David Lim. Karena dia dapat membalas setiap serangan pertanyaan dengan nilai-nilai investasi yang dapat diperoleh Lim Group.“Kami buka satu orang lagi untuk mengajukan pertanyaan. Masih ada waktu sekitar lima menit lagi sebelum kita menutup rapat besar hari ini dengan grafik saham Lim Group terkini.” Ucap moderator rapat kepada seluruh peserta rapat.Dari tempat duduknya, Rudy Ang mengangkat tangannya tinggi-tinggi.“Wah–saya sampai tidak menya
Jauh di asia kecil–Turki, Cecilia baru saja bangun dari tidurnya. Kemarin menjadi hari yang sangat sibuk baginya hingga harus tidur menjelang larut malam dan itu membuatnya terlambat bangun pagi ini. Cecilia berdecak kesal pada dirinya sendiri saat melihat petunjuk waktu di kamarnya.“Aku bisa terlambat satu jam dari waktu janjian. Sepertinya aku harus menghubungi orang itu lagi dan mengatur ulang waktu pertemuan.” Ujar Cecilia lalu bergegas mencari nomor ponsel seorang pria yang sudah disimpan olehnya.Meski sesungguhnya Cecilia memiliki akses kendaraan pribadi selama berada di asia kecil, namun hari ini dia memutuskan untuk menggunakan angkutan umum. Alasannya karena keperluannya hari ini karena kepentingan pribadi, bukan urusan pekerjaan.“Ehli cafe. Kata orang yang tadi–letaknya sudah dekat-dekat sini.” Cecilia tampak mencari-cari sebuah café yang berada dipertokoan dekat komplek perumahan warga.Di Caf&eacut
Cecilia menyeret koper dan menjinjing tas di tangan kirinya. Hatinya sudah gelisah sejak semalam. Pembelian tiket yang terlalu mendadak itu juga diputuskan semalam. Meski pria yang dia temui kemarin mengatakan kalau dia tak perlu terburu-buru, tapi Cecilia bukanlah seorang yang bisa bersikap tenang-tenang saja ditengah hatinya yang bergejolak.“Silahkan nona, saya akan mengantarkan nona sampai ke bandara. Boleh saya tahu jam penerbangan anda?” seorang supir utusan yang telah di sewa oleh Cecilia telah datang menjemput, 3 jam lebih awal dari jadwal penerbangannya.Kemarin seolah tersambar petir di siang bolong, Cecilia merasakan reuni yang tidak biasa dengan pria yang sesuai dengan janjinya–datang menemui Cecilia. Meskipun pertemuan mereka diakhiri dengan sebuah berita yang membuat Cecilia pedih untuk kesekian kalinya.Pria yang sekarang tidak ingin lagi dipanggil dengan nama David itupun mengatakan kalau dia akan pergi lagi ke negara berbeda da
Lima bulan berlalu, sesuai dengan janji yang pernah dilontarkan David kepada Jenny, pagi itu dengan dibantu oleh Eden dan Lidya–dia membawa berpuluh-puluh klakat bambu berukuran besar. Cecilia dan Jenny tertawa-tawa melihat apa yang dilakukan oleh boss besar mereka itu.Sementara Eden dan Lidya, wajah mereka sama-sama terlihat lelah. Bagaimana tidak, sejak matahari belum berencana untuk beranjak dari peraduannya, mereka sudah berkutat dengan tepung dan kacang hijau serta kacang merah di dalam apartement David Lim.“Awas saja kalau setelah ini kau membatalkan janjimu untuk mentraktirku berendam di pemandian ari panas termahal di Hong Kong - aku akan membawa janji itu sampai ke akhirat,” ancam Eden kepada David Lim yang sedari tadi hanya berdiri mengawasi sambil terus tebar pesona kepada para karyawan wanita.Setelah perjuangan yang cukup sengit untuk menaklukkan Huangjia Petroleum, tapi kenyataanya sejak awal dewi fortuna memang sudah berp
David Lim terbangun dari tidurnya. Sinar matahari menyorot wajahnya yang seharusnya masih berada dalam pelukan Serena. Meski tak terjadi apapun yang ‘panas’ dengan mereka semalam, tapi tertidur dalam pelukan wanita yang wangi tubuhnya selalu dia sukai merupakan pilihan yang terbaik.“Serena?” lagi-lagi David kehilangan Serena atau jangan-jangan yang semalam memeluknya bukanlah Serena, melainkan hanya bayangan kerinduannya akan wanita itu.David mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, tubuh letihnya kini sudah terasa lebih baik dari kemarin. Meski ada beberapa bagian tubuh yang terasa pegal akibat pertempuran kemarin tapi kini hatinya terisi penuh. Tapi dimanakah wanita itu?“Sudah bangun ternyata …” sorot mata David kembali berbinar melihat kedatangan Serena dari arah pintu masuk, “maaf aku kembali sebentar ke rumah, di rumahmu tidak ada bahan makanan yang bisa aku masak.”Serena menyodorkan dua potong
Serombongan polisi menggerebek gedung tua setelah ada warga sipil yang kebetulan lewat di dekat gedung itu dan mendengar suara tembakan yang hampir tanpa jeda. Polisi berbondong-bondong masuk dengan menembakkan beberapa peluru ke udara.Eden serta sepasang orang tua yang tengah begulat batin dengannya itupun terkejut dengan kedatangan para polisi. Mendengar suara tembakan dari luar gedung seketika membuat wanita tua itu berlari dan melompat keluar gedung melalui jendela.Tubuh Eden diseret masuk ke dalam mobil polisi, Eden mengikuti langkah polisi yang telah memborgol tangannya tanpa perlawanan. Baginya saat ini keselamatan dirinya di atas segalanya. Perkara masuk penjara pasti nanti juga akan di selesaikan oleh sahabatnya. Itu juga kalau pria tampan itu belum mati–pikir Eden.“Kau utusan Lim Group, kan?” pertanyaan seorang polisi dari balik kemudi membuat Eden terhenyak.Dari mana orang itu tahu kalau dia salah satu pekerja Lim Group? S
Civic berharga dua digit milyar itu melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya hampir-hampir tak menginjak pedal rem selama perjalanannya. Terus saja melajukan kendaraan roda empat itu melesat menembus jalanan.Beberapa hari yang lalu David Lim telah bertemu dengan Serena Yao dalam pertemuan yang ganjil. Kala itu dirinya sempat memeluk tubuh wanita yang selalu menjadi candu baginya itu. Bahkan dia sempat menghirup wangi rambut wanita itu–wanginya masih sama dengan wangi yang dihirupnya pada sela-sela permainan panas mereka di kamar hotel.“Sial! Seharusnya aku langsung membawa saja Serena pergi dari desa Jiaju. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri seandainya ada hal buruk yang menimpa dia.” David menggigit bibir bawahnya penuh rasa bersalah.Diinjaknya tegas pedal gas menembus perbatasan kota Hong Kong dengan hutan menjadi sumber oksigen terbesar di negara tirai bambu itu. Sudah menjadi kebiasaan bagi Eden ataupun David untuk menurunkan jend
Eden mengangkat tinggi tinjunya, siap dihujamkan ke wajah pria tua yang menatapnya dingin. Jadi seperti ini rasanya berhadapan dengan pembunuh bayaran, pikir Eden. Begitu profesional sampai kepada ekspresi yang sulit untuk ditebak. Tapi Eden begitu yakin kalau pertarungan ini akan dimenangkan olehnya dengan tangan kosong.CEKREK!Suara kokangan senjata api terdengar dekat sekali dengan pelipisnya. Eden lupa kalau pria itu bersama dengan seorang wanita yang tadi sempat menembakkan peluru ke arah David. Sebersit rasa takut menyelinap di hati Eden, namun segera disingkirkannya – dia tak mau mati konyol di tangan para orang tua.“Kau masih ingat rasa biang-biang ming buatanku? Aku rindu memasak lagi untuk kalian bertiga … kini aku mulai membayangkan seperti apa wajah Serena Yao. Gadis cantik yang telah mencuri hati pemuda tampanku.” Wanita tua itu menyeringai, senjata apinya terangkat lurus – siap menembus kepala Eden.Eden kemb
Eden terus dihujani dengan peluru yang dilontarkan dari senjata api sang pria tua yang dengan cekatan terus mengisikan peluru ke senjatanya–hingga tiada habis-habisnya. Dia membungkuk, berguling hingga merangkak menghindari puluhan peluru yang mengincarnya.“Eden!” David berteriak dari balik dinding–dia baru saja selesai mengisi ulang senjata di pungutnya dari preman-preman yang berhasil dia kalahkan.“Bodoh! Cepat selamatkan dirimu! Aku tak mau memiliki boss selain dirimu! Cepat pergi!” teriak Eden, kini dirinya sudah berada cukup dekat dengan kedua orang tua itu.Wanita tua yang dipanggil ‘mama’ itu seketika menyadari kemunculan David dari balik dinding. Wajahnya kini tak terlihat lagi seperti seseorang yang menaruh kasih sayang kepada anak yang telah dibesarkannya bertahun-tahun.Sebuah peluru terlepas dari sangkarnya dan melesat lurus mengarah pada David yang masih menimbang-nimbang apa yang harus
Cecilia tak dapat tidur semalaman. Tubuhnya yang lelah memaksanya untuk berbaring di ranjang yang empuk dan menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut. Tapi kenyamanan yang bisa diciptakan dari perpaduan antara ranjang dan selimut itu pun gagal membuatnya tertidur.Dalam benak Cecilia, berputar bayangan antara David Lim dan Jeremy Lee bergantian, berulang-ulang. Dia membalikkan badannya ke kanan lalu ke kiri, seperti itu terus hingga matahari naik ke langit dan tersenyum mengejek kegundahan hatinya.“HAH! Ternyata sulit sekali mencintai pria yang benar-benar mancintai dengan tulus. Aku kira kisahku dengan Jeremy akan berbeda, tapi ternyata malah lebih tragis. Apa aku memang bukan seorang wanita yang layak untuk dicintai?” Cecilia menutup wajahnya dengan bantal.Cecilia adalah sosok wanita muda yang kerap kali membuat iri wanita lain yang seusia dengannya. Bagaimana tidak, keluarga Cecilia bukanlah keluarga tersohor seperti keluarga Han. Dia hanyalah an
Suatu pagi yang berkabut, kala dirinya masih menjadi Daniel Yuwan, dia menemukan sepucuk surat di meja makan bersama dengan semangkuk Biang-biang ming kesukaannya. Daniel membaca selembar surat yang ditinggalkan baginya itu sambil menyantap sarapannya yang masih hangat.Dalam surat tersebut memang tak disebutkan tentang harta karun yang terpendam atau semacamnya. Kalimat demi kalimat yang tertuliskan di sana hanya menyebutkan kalau Daniel tak boleh sama sekali menggeser tempayan besar yang berada di dapur, sekalipun isi tempayannya sudah kosong.“Siapa kalian sesungguhnya?” otak Daniel yang kini telah menjadi David Lim berputar penuh tanda tanya.“Maksudnya kau mau tahu profesi kami?” pria tua itu kembali bersuara.“Apapun itu, cepat katakan! Siapa kalian?” David hampir kehilangan kesabarannya lagi.“Kami bagian dari kelompok elang emas. Kelompok pembunuh bayaran yang merajai tanah Asia. Kedatangan kami di
“Mau apa kau datang ke tempat ini, anak kampung? Jangan banyak lagak mentang-mentang sudah jadi boss besar. Dulu saja kau berhasil dikalahkan oleh anak buahku. Sekarang malah datang menantang ke markas kami. Hahaha!!” gelegar tawa pria yang berjalan semakin mendekatinya itu seketika mengingatkan David pada ketua preman yang dulu mengacak-acak pasar Kai Xin.David memicingkan matanya. Dengan cepat dia menangkap tato elang yang terlukis di leher pria itu. Dia tak menyangka sebelumnya kalau preman-preman itu ternyata komplotan besar. Mereka pasti selama ini berprofesi sebagai pembunuh bayaran atau semacamnya.“Aku tidak takut! Satu lawan satu–jangan jadi pengecut yang beraninya keroyokan!” seru David dengan amarahnya yang tertahankan, teringat aksi mereka saat menghancurkan pasar.Tak heran kalau kini mereka begitu membenci David Lim, karena ladang pungli mereka kini berkurang satu. Apalagi dulu mereka hampir setiap hari mendatangi pas