Meski berdasarkan penjabaran Jenny, saham Lim Group sudah kembali stabil tapi masih ada sesuatu yang mengganjal bagi Shuo Ming. Selama kurang dari dua bulan ini rasanya ada beberapa hal lagi yang perlu dibenahi untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahan.
Tok! Tok! Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan pria itu.
“Silahkan masuk, Cecilia …” Dengan raut wajah sedih Cecilia masuk ke ruangan Shuo Ming.
“Permisi, Tuan Ming.” Ucap wanita itu menundukkan kepalanya.
“Bagaimana keadaanmu hari ini?”
“Aku? Baik dan tidak baik, tergantung anda menanyakan keadaan yang mana.”
“Apa kau sudah bertemu lagi dengan David hari ini?”
Cecilia menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana mungkin setelah kejadian yang sangat menghebohkan itu, dia langsung berani bertatapan dengan David Lim lagi? Wanita itu semakin menundukkan kepalanya, menatap lurus ke arah lantai.
“Begini Cecilia–jadi tujuanku memanggilmu ke sini untuk mengulang kembali pembahasan mengenai pengembangan bisnis kita di wilayah asia kecil, perbatasan turki. Respon investor di sana bisa dibilang cukup baik ….” Shuo Ming memberi ruang pada kata-katanya mengamati reaksi Cecilia.
“Namun tampaknya kita tetap harus menempatkan satu orang dari bagian pemasaran untuk melanjutkan negosiasi pada investor yang ada di negara tersebut ….”
“Jadi maksud anda …” Seperti yang telah diduga, wanita muda itu terlihat sudah mengetahui arah pembicaraan mereka siang itu.
“Iya–aku membutuhkan kau sebagai perpanjangan tangan Lim Group. Kau akan ditempatkan di sana sampai kurang lebih 6 bulan. Mungkin bisa lebih singkat jika kau berhasil menyelesaikan target dengan cepat.”
“Aku ….” Cecilia terdiam, dia sangat berat untuk melanjutkan kata-katanya.
“Apa kau keberatan?”
“Tidak. Aku–aku sudah menduga kalau anda akan melakukan hal itu terhadapku.”
“Terima kasih, Cecilia. Dengan begini David akan terhindar dari issue skandal yang masih mungkin terjadi.” Tuan Ming menyunggingkan sebuah senyuman yang berhasil menambah goresan dihati Cecilia.
Dengan langkah gontai, Ceciliapun keluar dari ruangan Shuo Ming. Langkahnya berhenti pada ruangan David Lim. Sekilas terpikirkan untuk menyapa pria itu dan mengatakan perihal kepergiannya, tapi kemudian ditahannya.
‘Aku akan terlihat sangat bodoh jika sampai menangis lagi dihadapannya.’ Batinnya.
***
[Hei, berengsek! Di mana kau sekarang?]
Sebuah pesan masuk ke ponsel Daniel, mengejutkan pria yang terus melanjutkan lamunannya sampai matahari kembali ke peraduannya. Saat ini hanya ada 4 nomor kontak di dalam ponselnya, Tuan Ming, Jenny, Eden dan Cecilia. Pesan yang masuk berasal dari deretan angka tanpa nama, artinya pesan itu dikirimkan oleh seseorang yang mungkin belum dirinya kenal.
[Kau tahu siapa aku?] Daniel membalas pesan dengan satu pertanyaan naif.
[Pria sial! Cepat katakan di mana kau tinggal sekarang! Dalam lima menit aku akan ke sana.]
“Apa yang harus aku lakukan?” Daniel menengok pada petunjuk waktu di ponsel.
Pukul sembilan malam, ‘pasti Tuan Ming sedang beristirahat,’ batinnya, ‘Jenny? Apa bertanya pada Jenny saja? Tapi tidak baik mengganggu anak gadis di malam hari.’
[Broadway apartement. Kita bertemu di taman.] balas Daniel pada akhirnya.
Benar saja, tidak sampai lebih dari lima menit, sebuah pesan singkat kembali diterima Daniel. Pria itu bergegas mengambil bomber jaket dan sebuah topi dari dalam kamarnya.
Dengan gaya kasual yang santai, Daniel turun turun dari lantai 14 apartemennya dan berjalan menuju taman yang terletak tidak terlalu jauh. Dimasukkannya kedua tangannya pada kantong jaket. Beberapa orang wanita yang dilewatinya tampak menatap kagum pada sosok maskulinnya.
“Waaah!! Kau berjalan melewatiku begitu saja!” seorang pria dengan lincah menarik topi yang di kepala Daniel.
“Hei!” Daniel yang terkejut hanya mampu menyerukan ‘hei’ pada orang yang belum dia ketahui namanya itu.
“Bodoh sekali! Kenapa aku sampai tidak mengenalimu kemarin di bar. Hahaha …. Maafkan aku karena telah memukulmu, sob.”
‘Rudy Ang?’ Daniel kembali terkejut sekaligus senang karena akhirnya dia tahu siapa pria yang ada dihadapannya itu.
“Apa kabarmu, sob?” Daniel mencoba berbasa-basi seluwes mungkin.
“Aku yang seharusnya bertanya duluan kepadamu. Apa kabarmu, sob?”
“Lumayan ….” Daniel menjawab hati-hati.
“Hah–hanya itu? Kau jahat sekali! Hampir saja membuat jantungku berhenti! Aku kira kau akan mengeluarkan pernyataan yang sangat dingin seperti biasanya. Tapi ternyata kau sudah cukup berubah. Berguru ke mana kau selama ini?”
“Eehh–berguru? Hmm … mungkin kepada kehidupan. Hahaha …”
Kedua pria tampan itu berjalan mengelilingi taman sambil terus mengobrol. Pembawaan Rudy yang ceria berhasil membuat Daniel menarik banyak kesimpulan dari pria tersebut. Ternyata hubungan Dvid dan Rudy bisa dibilang cukup dekat, meski tampak seperti hubungan simbiosis mutualisme.
“Aku sangat lega karena kau bisa memberikan penjelasan yang sangat taktis dihadapan para wartawan. Tapi, apa kau betul-betul sudah memikirkan tentang kegiatan kepada masyarakat yang kau ucapkan itu? Jujur saja, aku cukup geli mendengarnya.”
“Kenapa?”
“Pppffttt!! Kau masih bertanya kenapa? Kau pikir saja sendiri … sejauh yang aku tahu selama aku berprofesi sebagai pialang saham, Lim Group adalah perusahaan yang memegang prinsip dari, oleh dan untuk perusahaan. Tidak ada celah sama sekali bagi masyarakat.” papar Rudy seraya berjalan menjauh dari David.
“Hah–okay, sob! Malam sudah semakin larut. Senang akhirnya bisa mengobrol kembali denganmu. Ooohh yaa, aku sekarang sudah punya kekasih.” Ucap Rudy membusungkan dadanya.
“Selamat, sob.” Daniel menanggapi singkat.
“Yah–kepergianmu setidaknya memberikan peluang kepadaku untuk dilirik oleh para gadis. Hahaha … kapan-kapan akan aku kenalkan dia kepadamu. See you next, bro!” Rudy melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Daniel.
Seolah masih ingin menikmati angin malam yang bertiup dingin, Daniel masih terus berjalan menelusuri taman. Setengah tahun yang lalu pada malam dingin yang hampir sama seperti malam ini, dirinya baru saja mengambil keputusan untuk melangkah menggapai mimpinya di kota besar. Kini dia tinggal di sebuah apartemen mewah, meski secara kebetulan.
***
“Hallo-iya, aku baru saja bertemu dengannya.” Rudy menerima panggilan telepon dari seorang wanita.
“Ahh–tidak–aku rasa tidak ada yang aneh. Apartemennya memang pindah, tapi selebihnya tidak ada yang berbeda.” Dia terdiam agak lama untuk mendengarkan penuturan lawan bicaranya.
“Tidak mungkin seorang David Lim berada di bawah kendali Shuo Ming. Dia selalu punya caranya sendiri.” Lawan bicaranya bukanlah seorang wanita biasa.
Rudy juga terkadang mengambil sedikit keuntungan dari saham perusahaan yang dikelola oleh wanita itu.
“Nyonya–maaf memotong bicara anda. Aku sedang menyetir. Bisa kita bicara nanti saja lagi?” ucap Rudy berusaha sopan lalu menutup sambungan teleponnya.
“Huangjia Petroleum …,” desis Rudy, “hahahaha … Melissa Fung, kenapa dia sengaja sekali menelponku? Lucu sekali, apa dia sedang mencoba melobi seorang pialang saham? Politik bisnis yang sangat lucu.”
Dari hasil konferensi pers kemarin, orang pertama yang kebakaran jenggot tentu saja Melissa Fung. Jabatannya sebagai wakil direktur Huangjia Petroleum membuatnya memiliki ambisi untuk memajukan perusahaan tempatnya bernaung, menjadikannya yang paling unggul, meski harus dengan cara kotor sekalipun.
“Abang, kenapa selalu makan siang di kedai kecil ini? Tidak takut ada yang mengikuti?” Lidya menyorongkan sepiring nasi dengan lauk kesukaan Daniel.“Masakan buatanmu jauh lebih enak dari masakan restaurant.” Daniel mengambil piring yang disodorkan, wangi telur setengah matang dengan sayur tumis menggugah selera makannya.“Apa kau tidak pernah bercita-cita untuk memiliki kedai makanan di tempat yang lebih nyaman?” tanya Daniel menyelidik.“Hanya bermimpi kan? Tentu saja pernah. Tapi hanya menjadi pedagang kaki lima pun aku sudah senang. Aku punya pelanggan tetap.” Lidya melebarkan tangannya menunjuk para pelanggannya yang terus berdatangan.Daniel tersenyum simpul pada kesederhanaan yang ditunjukkan Lidya. Diapun semakin bersemangat menyantap makanannya bersama dengan para buruh kasar pelanggan utama kedai itu. Sementara menyuapkan makanan ke mulutnya, Danielpun dapat mendengar obrolan para buruh tersebut.
“Sayang, kenapa kau lama sekali?” Rudy berdiri dan memeluk manja kekasihnya.“Lepaskan aku! Aku masih berkeringat. Pekerjaanku hari ini sangat melelahkan.” Wanita itu mendorong tubuh Rudy lalu melepaskan long coat yang dia kenakan.Tubuh mulus wanita itu hanya terbalut sebuah blus tanpa lengan berwarna biru yang sangat serasi dengan kulit putihnya. Rok di atas lututnya tersingkap saat wanita itu menyesuaikan posisi duduknya. Sialnya, Daniel tidak bisa mengajak matanya untuk bekerja sama. Dia bergitu terpaku pada wanita yang kini kembali berdiri untuk memesan makanannya.“Woooaaahh! Jangan bilang kau sedang mencoba menghipnotis kekasihku dengan pesonamu. Tolong berikanlah waktu kepadaku sebentar lagi saja untuk menjadi pria populer.” kelakar Rudy.“Ooohh–tidak! Tentu saja tidak. Hanya saja sepertinya aku pernah berjumpa dengan kekasihmu, entah di mana.” Ucap Daniel segenap hati.“A
“Jawab pertanyaanku, nona. Apa kau baru saja berbicara dengan Nyonya Tao di desa Jiaju?” Daniel melangkah maju memojokkan wanita di depannya. “Ka–kau salah dengar, David. Bukan Tao tapi Lao.” Wanita itu reflek mengalihkan pandangannya dari Daniel. “Kau baru saja menunjukkan kalau kau berbohong, nona. Sekarang katakan kepadaku, siapa namamu?” Daniel terus memojokkan wanita yang sudah tidak bisa menghindar lagi. “Na–namaku … Eeehhh …” “PRIA MESUM! BERENGSEK!” Teriakan seorang wanita tiba-tiba memecah konsentrasi Daniel yang hampir berhasil mendapatkan identitas wanita itu. Namun dengan sigap Daniel menahan tubuh wanita yang hendak mengambil kesempatan untuk pergi darinya itu. “Katakan cepat!” desak Daniel. “BAJINGAN! LEPASKAN AKU!” Suara teriakan itu terdengar kembali dan kini Daniel dapat dengan jelas mengenali suara wanita yang berteriak itu. “Cecilia? Sial!” Daniel dihadapkan pada
“Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana keadaannya?” Daniel dengan gelisah menunggu di ruang tamu apartement Cecilia. “Dia sudah lebih tenang. Mungkin sebentar lagi dia akan tertidur.” “Huufffttt! Untung saja. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Jenny ….” “Hanya terima kasih? Kau sudah membangunkan seorang gadis tengah malam dan sekarang sudah hampir jam 2 dini hari.” Jenny memasang wajah menggoda. “Mau apa kau?” Daniel melangkah mundur melihat Jenny yang berjalan mendekat dengan wajah menyeringai yang aneh. “Pasti tidak enak rasanya hanya dapat melihat wanita yang menggeliat erotis tanpa bisa menolongnya … iya kan? Jujur saja ....” “Tidak! Ini salah! Aku mohon jangan memancingku ….” Daniel terus berjalan mundur hingga tanpa sengaja kakinya tersandung sofa. Pria itu kini terduduk sambil terus berusaha menghindari Jenny yang berjalan semakin dekat. “HAHAHAHAHA! BODOH!” Jenny melempar bantal kursi ke kepala Daniel.
“Kalau begitu aku akan kembali keruanganku. Jenny memberikan banyak sekali buku untuk aku pelajari. Nutrisi sempurna untuk otak pedagang kecil sepertiku.” Daniel tersenyum kecut.Saat pintu sudah kembali tertutup dan Daniel mungkin sudah sampai keruangannya, Shuo Ming kembali memasang wajah serius dan menatap Jenny lekat.“Apa ada yang aneh denganku?” Jenny merasa canggung dengan tatapan bossnya.“Begini, sebenarnya sejak tadi aku penasaran akan satu hal.” ucap Shuo Ming.“Apa itu?”“Kau yakin Daniel Yuwan itu hanya seorang pedagang kecil?” sebuah pertanyaan menyelidik yang tidak terduga.“Hmm … seperti yang dia katakan tadi, dia memang hanya pedagang kecil di pasar illegal. Kenapa anda tiba-tiba menanyakan hal itu?” Jenny balas bertanya curiga.“Aku tidak terlalu yakin kenapa. Tapi rasanya orang itu terlalu cerdas jika dikatakan hanya seorang pedagan
Daniel kembali ke ruangan Tuan Ming. Pria itu juga tampak sedang memeriksa beberapa dokumen yang berantakan di atas meja kerjanya.“Sudah? Apa yang kau dapatkan?” tanyanya tanpa menengok kepada Daniel.“Han Yelu menjelaskan cukup rinci kepadaku, tapi yang berhasil aku simpulkan, cadangan bahan mentah produksi kita memang semakin menipis.”“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Tuan Ming kembali memancing dengan pertanyaan.“Membuka lahan pengeboran yang baru?” jawab Daniel ragu.“Tentu saja seperti itu anak muda. Sekarang pelajari dokumen yang telah diberikan Alex Chen kepadamu. Setelahnya segera tanda tangani dokumen itu. Nah–ini bentuk tanda tangan David Lim.”“Apa?” Daniel melotot pada kertas yang disodorkan Tuan Ming, “Apa kau memintaku untuk memalsukan tanda tangan juga?”“Mau bagaimana lagi? Kau kan memang sedang berpura-pura menjadi David Lim.&rdquo
“Tungguuu! Tuan Lim! Tuan David Lim!” sejurus dengan teriakan Lidya, Jenny pun bergegas menyeberang jalan dan berteriak panik.Kini jarak antara Daniel dan si preman terhalau oleh 2 orang wanita yang berupaya melindungi Daniel.“Minggir kalian! Jangan menghalangi atau kalian yang akan merasakan kepalan maut ku ini!” Preman itu mengacungkan tinjunya.“Maaf, tuan preman. Maaf kalau boss ku telah membuat anda marah. Jika anda merasa dirugikan, kami akan membayar kerugiannya.” Jenny lekas-lekas berbicara sebelum preman itu semakin marah.“Cih! Sombong sekali, mentang-mentang kalian orang kaya. Memang siapa sebenarnya kalian ini?” preman itu tampak tergoda dengan tawaran Jenny namun dia tidak langsung berubah sikap menjadi lembek.“Kak, kalau aku tidak salah dengar, wanita itu tadi memanggil-manggil ‘Tuan David Lim’. Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelum ini.” Seorang preman lainny
‘Ternyata benar! Wanita itu adalah Serena Yao! Serena dari desa Jiaju!’ batin Daniel.Setelah itu Daniel tidak bisa tenang lagi. Sepanjang makan malam akhirnya hanya dia habiskan dengan menyantap perlahan makanannya sementara matanya terus mencari-cari sosok Serena. Sesekali dia mengomentari obrolan Tuan Ming dan Jenny, tapi pikirannya terus melayang-layang.“Yeah! Tenderloin steak di restoran hotel ini memang yang terbaik,” Tuan Ming mengelap mulutnya dengan perasaan puas, “karena ini pertama kalinya kita makan bersama, aku rasa inilah waktu yang tepat untuk kau memakai unlimited black-card milikmu.”“Aahh-unlimited black-card ?”“Jangan bilang kau tidak pernah membawanya?” Jenny mendelik curiga kepada Daniel.“Itu–benda yang seperti … ahh–benda tipis berwarna hitam emas itu? Tentu saja aku selalu membawanya di dalam dompet. A–aku sudah per
Lima bulan berlalu, sesuai dengan janji yang pernah dilontarkan David kepada Jenny, pagi itu dengan dibantu oleh Eden dan Lidya–dia membawa berpuluh-puluh klakat bambu berukuran besar. Cecilia dan Jenny tertawa-tawa melihat apa yang dilakukan oleh boss besar mereka itu.Sementara Eden dan Lidya, wajah mereka sama-sama terlihat lelah. Bagaimana tidak, sejak matahari belum berencana untuk beranjak dari peraduannya, mereka sudah berkutat dengan tepung dan kacang hijau serta kacang merah di dalam apartement David Lim.“Awas saja kalau setelah ini kau membatalkan janjimu untuk mentraktirku berendam di pemandian ari panas termahal di Hong Kong - aku akan membawa janji itu sampai ke akhirat,” ancam Eden kepada David Lim yang sedari tadi hanya berdiri mengawasi sambil terus tebar pesona kepada para karyawan wanita.Setelah perjuangan yang cukup sengit untuk menaklukkan Huangjia Petroleum, tapi kenyataanya sejak awal dewi fortuna memang sudah berp
David Lim terbangun dari tidurnya. Sinar matahari menyorot wajahnya yang seharusnya masih berada dalam pelukan Serena. Meski tak terjadi apapun yang ‘panas’ dengan mereka semalam, tapi tertidur dalam pelukan wanita yang wangi tubuhnya selalu dia sukai merupakan pilihan yang terbaik.“Serena?” lagi-lagi David kehilangan Serena atau jangan-jangan yang semalam memeluknya bukanlah Serena, melainkan hanya bayangan kerinduannya akan wanita itu.David mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, tubuh letihnya kini sudah terasa lebih baik dari kemarin. Meski ada beberapa bagian tubuh yang terasa pegal akibat pertempuran kemarin tapi kini hatinya terisi penuh. Tapi dimanakah wanita itu?“Sudah bangun ternyata …” sorot mata David kembali berbinar melihat kedatangan Serena dari arah pintu masuk, “maaf aku kembali sebentar ke rumah, di rumahmu tidak ada bahan makanan yang bisa aku masak.”Serena menyodorkan dua potong
Serombongan polisi menggerebek gedung tua setelah ada warga sipil yang kebetulan lewat di dekat gedung itu dan mendengar suara tembakan yang hampir tanpa jeda. Polisi berbondong-bondong masuk dengan menembakkan beberapa peluru ke udara.Eden serta sepasang orang tua yang tengah begulat batin dengannya itupun terkejut dengan kedatangan para polisi. Mendengar suara tembakan dari luar gedung seketika membuat wanita tua itu berlari dan melompat keluar gedung melalui jendela.Tubuh Eden diseret masuk ke dalam mobil polisi, Eden mengikuti langkah polisi yang telah memborgol tangannya tanpa perlawanan. Baginya saat ini keselamatan dirinya di atas segalanya. Perkara masuk penjara pasti nanti juga akan di selesaikan oleh sahabatnya. Itu juga kalau pria tampan itu belum mati–pikir Eden.“Kau utusan Lim Group, kan?” pertanyaan seorang polisi dari balik kemudi membuat Eden terhenyak.Dari mana orang itu tahu kalau dia salah satu pekerja Lim Group? S
Civic berharga dua digit milyar itu melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya hampir-hampir tak menginjak pedal rem selama perjalanannya. Terus saja melajukan kendaraan roda empat itu melesat menembus jalanan.Beberapa hari yang lalu David Lim telah bertemu dengan Serena Yao dalam pertemuan yang ganjil. Kala itu dirinya sempat memeluk tubuh wanita yang selalu menjadi candu baginya itu. Bahkan dia sempat menghirup wangi rambut wanita itu–wanginya masih sama dengan wangi yang dihirupnya pada sela-sela permainan panas mereka di kamar hotel.“Sial! Seharusnya aku langsung membawa saja Serena pergi dari desa Jiaju. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri seandainya ada hal buruk yang menimpa dia.” David menggigit bibir bawahnya penuh rasa bersalah.Diinjaknya tegas pedal gas menembus perbatasan kota Hong Kong dengan hutan menjadi sumber oksigen terbesar di negara tirai bambu itu. Sudah menjadi kebiasaan bagi Eden ataupun David untuk menurunkan jend
Eden mengangkat tinggi tinjunya, siap dihujamkan ke wajah pria tua yang menatapnya dingin. Jadi seperti ini rasanya berhadapan dengan pembunuh bayaran, pikir Eden. Begitu profesional sampai kepada ekspresi yang sulit untuk ditebak. Tapi Eden begitu yakin kalau pertarungan ini akan dimenangkan olehnya dengan tangan kosong.CEKREK!Suara kokangan senjata api terdengar dekat sekali dengan pelipisnya. Eden lupa kalau pria itu bersama dengan seorang wanita yang tadi sempat menembakkan peluru ke arah David. Sebersit rasa takut menyelinap di hati Eden, namun segera disingkirkannya – dia tak mau mati konyol di tangan para orang tua.“Kau masih ingat rasa biang-biang ming buatanku? Aku rindu memasak lagi untuk kalian bertiga … kini aku mulai membayangkan seperti apa wajah Serena Yao. Gadis cantik yang telah mencuri hati pemuda tampanku.” Wanita tua itu menyeringai, senjata apinya terangkat lurus – siap menembus kepala Eden.Eden kemb
Eden terus dihujani dengan peluru yang dilontarkan dari senjata api sang pria tua yang dengan cekatan terus mengisikan peluru ke senjatanya–hingga tiada habis-habisnya. Dia membungkuk, berguling hingga merangkak menghindari puluhan peluru yang mengincarnya.“Eden!” David berteriak dari balik dinding–dia baru saja selesai mengisi ulang senjata di pungutnya dari preman-preman yang berhasil dia kalahkan.“Bodoh! Cepat selamatkan dirimu! Aku tak mau memiliki boss selain dirimu! Cepat pergi!” teriak Eden, kini dirinya sudah berada cukup dekat dengan kedua orang tua itu.Wanita tua yang dipanggil ‘mama’ itu seketika menyadari kemunculan David dari balik dinding. Wajahnya kini tak terlihat lagi seperti seseorang yang menaruh kasih sayang kepada anak yang telah dibesarkannya bertahun-tahun.Sebuah peluru terlepas dari sangkarnya dan melesat lurus mengarah pada David yang masih menimbang-nimbang apa yang harus
Cecilia tak dapat tidur semalaman. Tubuhnya yang lelah memaksanya untuk berbaring di ranjang yang empuk dan menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut. Tapi kenyamanan yang bisa diciptakan dari perpaduan antara ranjang dan selimut itu pun gagal membuatnya tertidur.Dalam benak Cecilia, berputar bayangan antara David Lim dan Jeremy Lee bergantian, berulang-ulang. Dia membalikkan badannya ke kanan lalu ke kiri, seperti itu terus hingga matahari naik ke langit dan tersenyum mengejek kegundahan hatinya.“HAH! Ternyata sulit sekali mencintai pria yang benar-benar mancintai dengan tulus. Aku kira kisahku dengan Jeremy akan berbeda, tapi ternyata malah lebih tragis. Apa aku memang bukan seorang wanita yang layak untuk dicintai?” Cecilia menutup wajahnya dengan bantal.Cecilia adalah sosok wanita muda yang kerap kali membuat iri wanita lain yang seusia dengannya. Bagaimana tidak, keluarga Cecilia bukanlah keluarga tersohor seperti keluarga Han. Dia hanyalah an
Suatu pagi yang berkabut, kala dirinya masih menjadi Daniel Yuwan, dia menemukan sepucuk surat di meja makan bersama dengan semangkuk Biang-biang ming kesukaannya. Daniel membaca selembar surat yang ditinggalkan baginya itu sambil menyantap sarapannya yang masih hangat.Dalam surat tersebut memang tak disebutkan tentang harta karun yang terpendam atau semacamnya. Kalimat demi kalimat yang tertuliskan di sana hanya menyebutkan kalau Daniel tak boleh sama sekali menggeser tempayan besar yang berada di dapur, sekalipun isi tempayannya sudah kosong.“Siapa kalian sesungguhnya?” otak Daniel yang kini telah menjadi David Lim berputar penuh tanda tanya.“Maksudnya kau mau tahu profesi kami?” pria tua itu kembali bersuara.“Apapun itu, cepat katakan! Siapa kalian?” David hampir kehilangan kesabarannya lagi.“Kami bagian dari kelompok elang emas. Kelompok pembunuh bayaran yang merajai tanah Asia. Kedatangan kami di
“Mau apa kau datang ke tempat ini, anak kampung? Jangan banyak lagak mentang-mentang sudah jadi boss besar. Dulu saja kau berhasil dikalahkan oleh anak buahku. Sekarang malah datang menantang ke markas kami. Hahaha!!” gelegar tawa pria yang berjalan semakin mendekatinya itu seketika mengingatkan David pada ketua preman yang dulu mengacak-acak pasar Kai Xin.David memicingkan matanya. Dengan cepat dia menangkap tato elang yang terlukis di leher pria itu. Dia tak menyangka sebelumnya kalau preman-preman itu ternyata komplotan besar. Mereka pasti selama ini berprofesi sebagai pembunuh bayaran atau semacamnya.“Aku tidak takut! Satu lawan satu–jangan jadi pengecut yang beraninya keroyokan!” seru David dengan amarahnya yang tertahankan, teringat aksi mereka saat menghancurkan pasar.Tak heran kalau kini mereka begitu membenci David Lim, karena ladang pungli mereka kini berkurang satu. Apalagi dulu mereka hampir setiap hari mendatangi pas