Meski berdasarkan penjabaran Jenny, saham Lim Group sudah kembali stabil tapi masih ada sesuatu yang mengganjal bagi Shuo Ming. Selama kurang dari dua bulan ini rasanya ada beberapa hal lagi yang perlu dibenahi untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahan.
Tok! Tok! Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan pria itu.
“Silahkan masuk, Cecilia …” Dengan raut wajah sedih Cecilia masuk ke ruangan Shuo Ming.
“Permisi, Tuan Ming.” Ucap wanita itu menundukkan kepalanya.
“Bagaimana keadaanmu hari ini?”
“Aku? Baik dan tidak baik, tergantung anda menanyakan keadaan yang mana.”
“Apa kau sudah bertemu lagi dengan David hari ini?”
Cecilia menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana mungkin setelah kejadian yang sangat menghebohkan itu, dia langsung berani bertatapan dengan David Lim lagi? Wanita itu semakin menundukkan kepalanya, menatap lurus ke arah lantai.
“Begini Cecilia–jadi tujuanku memanggilmu ke sini untuk mengulang kembali pembahasan mengenai pengembangan bisnis kita di wilayah asia kecil, perbatasan turki. Respon investor di sana bisa dibilang cukup baik ….” Shuo Ming memberi ruang pada kata-katanya mengamati reaksi Cecilia.
“Namun tampaknya kita tetap harus menempatkan satu orang dari bagian pemasaran untuk melanjutkan negosiasi pada investor yang ada di negara tersebut ….”
“Jadi maksud anda …” Seperti yang telah diduga, wanita muda itu terlihat sudah mengetahui arah pembicaraan mereka siang itu.
“Iya–aku membutuhkan kau sebagai perpanjangan tangan Lim Group. Kau akan ditempatkan di sana sampai kurang lebih 6 bulan. Mungkin bisa lebih singkat jika kau berhasil menyelesaikan target dengan cepat.”
“Aku ….” Cecilia terdiam, dia sangat berat untuk melanjutkan kata-katanya.
“Apa kau keberatan?”
“Tidak. Aku–aku sudah menduga kalau anda akan melakukan hal itu terhadapku.”
“Terima kasih, Cecilia. Dengan begini David akan terhindar dari issue skandal yang masih mungkin terjadi.” Tuan Ming menyunggingkan sebuah senyuman yang berhasil menambah goresan dihati Cecilia.
Dengan langkah gontai, Ceciliapun keluar dari ruangan Shuo Ming. Langkahnya berhenti pada ruangan David Lim. Sekilas terpikirkan untuk menyapa pria itu dan mengatakan perihal kepergiannya, tapi kemudian ditahannya.
‘Aku akan terlihat sangat bodoh jika sampai menangis lagi dihadapannya.’ Batinnya.
***
[Hei, berengsek! Di mana kau sekarang?]
Sebuah pesan masuk ke ponsel Daniel, mengejutkan pria yang terus melanjutkan lamunannya sampai matahari kembali ke peraduannya. Saat ini hanya ada 4 nomor kontak di dalam ponselnya, Tuan Ming, Jenny, Eden dan Cecilia. Pesan yang masuk berasal dari deretan angka tanpa nama, artinya pesan itu dikirimkan oleh seseorang yang mungkin belum dirinya kenal.
[Kau tahu siapa aku?] Daniel membalas pesan dengan satu pertanyaan naif.
[Pria sial! Cepat katakan di mana kau tinggal sekarang! Dalam lima menit aku akan ke sana.]
“Apa yang harus aku lakukan?” Daniel menengok pada petunjuk waktu di ponsel.
Pukul sembilan malam, ‘pasti Tuan Ming sedang beristirahat,’ batinnya, ‘Jenny? Apa bertanya pada Jenny saja? Tapi tidak baik mengganggu anak gadis di malam hari.’
[Broadway apartement. Kita bertemu di taman.] balas Daniel pada akhirnya.
Benar saja, tidak sampai lebih dari lima menit, sebuah pesan singkat kembali diterima Daniel. Pria itu bergegas mengambil bomber jaket dan sebuah topi dari dalam kamarnya.
Dengan gaya kasual yang santai, Daniel turun turun dari lantai 14 apartemennya dan berjalan menuju taman yang terletak tidak terlalu jauh. Dimasukkannya kedua tangannya pada kantong jaket. Beberapa orang wanita yang dilewatinya tampak menatap kagum pada sosok maskulinnya.
“Waaah!! Kau berjalan melewatiku begitu saja!” seorang pria dengan lincah menarik topi yang di kepala Daniel.
“Hei!” Daniel yang terkejut hanya mampu menyerukan ‘hei’ pada orang yang belum dia ketahui namanya itu.
“Bodoh sekali! Kenapa aku sampai tidak mengenalimu kemarin di bar. Hahaha …. Maafkan aku karena telah memukulmu, sob.”
‘Rudy Ang?’ Daniel kembali terkejut sekaligus senang karena akhirnya dia tahu siapa pria yang ada dihadapannya itu.
“Apa kabarmu, sob?” Daniel mencoba berbasa-basi seluwes mungkin.
“Aku yang seharusnya bertanya duluan kepadamu. Apa kabarmu, sob?”
“Lumayan ….” Daniel menjawab hati-hati.
“Hah–hanya itu? Kau jahat sekali! Hampir saja membuat jantungku berhenti! Aku kira kau akan mengeluarkan pernyataan yang sangat dingin seperti biasanya. Tapi ternyata kau sudah cukup berubah. Berguru ke mana kau selama ini?”
“Eehh–berguru? Hmm … mungkin kepada kehidupan. Hahaha …”
Kedua pria tampan itu berjalan mengelilingi taman sambil terus mengobrol. Pembawaan Rudy yang ceria berhasil membuat Daniel menarik banyak kesimpulan dari pria tersebut. Ternyata hubungan Dvid dan Rudy bisa dibilang cukup dekat, meski tampak seperti hubungan simbiosis mutualisme.
“Aku sangat lega karena kau bisa memberikan penjelasan yang sangat taktis dihadapan para wartawan. Tapi, apa kau betul-betul sudah memikirkan tentang kegiatan kepada masyarakat yang kau ucapkan itu? Jujur saja, aku cukup geli mendengarnya.”
“Kenapa?”
“Pppffttt!! Kau masih bertanya kenapa? Kau pikir saja sendiri … sejauh yang aku tahu selama aku berprofesi sebagai pialang saham, Lim Group adalah perusahaan yang memegang prinsip dari, oleh dan untuk perusahaan. Tidak ada celah sama sekali bagi masyarakat.” papar Rudy seraya berjalan menjauh dari David.
“Hah–okay, sob! Malam sudah semakin larut. Senang akhirnya bisa mengobrol kembali denganmu. Ooohh yaa, aku sekarang sudah punya kekasih.” Ucap Rudy membusungkan dadanya.
“Selamat, sob.” Daniel menanggapi singkat.
“Yah–kepergianmu setidaknya memberikan peluang kepadaku untuk dilirik oleh para gadis. Hahaha … kapan-kapan akan aku kenalkan dia kepadamu. See you next, bro!” Rudy melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Daniel.
Seolah masih ingin menikmati angin malam yang bertiup dingin, Daniel masih terus berjalan menelusuri taman. Setengah tahun yang lalu pada malam dingin yang hampir sama seperti malam ini, dirinya baru saja mengambil keputusan untuk melangkah menggapai mimpinya di kota besar. Kini dia tinggal di sebuah apartemen mewah, meski secara kebetulan.
***
“Hallo-iya, aku baru saja bertemu dengannya.” Rudy menerima panggilan telepon dari seorang wanita.
“Ahh–tidak–aku rasa tidak ada yang aneh. Apartemennya memang pindah, tapi selebihnya tidak ada yang berbeda.” Dia terdiam agak lama untuk mendengarkan penuturan lawan bicaranya.
“Tidak mungkin seorang David Lim berada di bawah kendali Shuo Ming. Dia selalu punya caranya sendiri.” Lawan bicaranya bukanlah seorang wanita biasa.
Rudy juga terkadang mengambil sedikit keuntungan dari saham perusahaan yang dikelola oleh wanita itu.
“Nyonya–maaf memotong bicara anda. Aku sedang menyetir. Bisa kita bicara nanti saja lagi?” ucap Rudy berusaha sopan lalu menutup sambungan teleponnya.
“Huangjia Petroleum …,” desis Rudy, “hahahaha … Melissa Fung, kenapa dia sengaja sekali menelponku? Lucu sekali, apa dia sedang mencoba melobi seorang pialang saham? Politik bisnis yang sangat lucu.”
Dari hasil konferensi pers kemarin, orang pertama yang kebakaran jenggot tentu saja Melissa Fung. Jabatannya sebagai wakil direktur Huangjia Petroleum membuatnya memiliki ambisi untuk memajukan perusahaan tempatnya bernaung, menjadikannya yang paling unggul, meski harus dengan cara kotor sekalipun.
“Abang, kenapa selalu makan siang di kedai kecil ini? Tidak takut ada yang mengikuti?” Lidya menyorongkan sepiring nasi dengan lauk kesukaan Daniel.“Masakan buatanmu jauh lebih enak dari masakan restaurant.” Daniel mengambil piring yang disodorkan, wangi telur setengah matang dengan sayur tumis menggugah selera makannya.“Apa kau tidak pernah bercita-cita untuk memiliki kedai makanan di tempat yang lebih nyaman?” tanya Daniel menyelidik.“Hanya bermimpi kan? Tentu saja pernah. Tapi hanya menjadi pedagang kaki lima pun aku sudah senang. Aku punya pelanggan tetap.” Lidya melebarkan tangannya menunjuk para pelanggannya yang terus berdatangan.Daniel tersenyum simpul pada kesederhanaan yang ditunjukkan Lidya. Diapun semakin bersemangat menyantap makanannya bersama dengan para buruh kasar pelanggan utama kedai itu. Sementara menyuapkan makanan ke mulutnya, Danielpun dapat mendengar obrolan para buruh tersebut.
“Sayang, kenapa kau lama sekali?” Rudy berdiri dan memeluk manja kekasihnya.“Lepaskan aku! Aku masih berkeringat. Pekerjaanku hari ini sangat melelahkan.” Wanita itu mendorong tubuh Rudy lalu melepaskan long coat yang dia kenakan.Tubuh mulus wanita itu hanya terbalut sebuah blus tanpa lengan berwarna biru yang sangat serasi dengan kulit putihnya. Rok di atas lututnya tersingkap saat wanita itu menyesuaikan posisi duduknya. Sialnya, Daniel tidak bisa mengajak matanya untuk bekerja sama. Dia bergitu terpaku pada wanita yang kini kembali berdiri untuk memesan makanannya.“Woooaaahh! Jangan bilang kau sedang mencoba menghipnotis kekasihku dengan pesonamu. Tolong berikanlah waktu kepadaku sebentar lagi saja untuk menjadi pria populer.” kelakar Rudy.“Ooohh–tidak! Tentu saja tidak. Hanya saja sepertinya aku pernah berjumpa dengan kekasihmu, entah di mana.” Ucap Daniel segenap hati.“A
“Jawab pertanyaanku, nona. Apa kau baru saja berbicara dengan Nyonya Tao di desa Jiaju?” Daniel melangkah maju memojokkan wanita di depannya. “Ka–kau salah dengar, David. Bukan Tao tapi Lao.” Wanita itu reflek mengalihkan pandangannya dari Daniel. “Kau baru saja menunjukkan kalau kau berbohong, nona. Sekarang katakan kepadaku, siapa namamu?” Daniel terus memojokkan wanita yang sudah tidak bisa menghindar lagi. “Na–namaku … Eeehhh …” “PRIA MESUM! BERENGSEK!” Teriakan seorang wanita tiba-tiba memecah konsentrasi Daniel yang hampir berhasil mendapatkan identitas wanita itu. Namun dengan sigap Daniel menahan tubuh wanita yang hendak mengambil kesempatan untuk pergi darinya itu. “Katakan cepat!” desak Daniel. “BAJINGAN! LEPASKAN AKU!” Suara teriakan itu terdengar kembali dan kini Daniel dapat dengan jelas mengenali suara wanita yang berteriak itu. “Cecilia? Sial!” Daniel dihadapkan pada
“Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana keadaannya?” Daniel dengan gelisah menunggu di ruang tamu apartement Cecilia. “Dia sudah lebih tenang. Mungkin sebentar lagi dia akan tertidur.” “Huufffttt! Untung saja. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Jenny ….” “Hanya terima kasih? Kau sudah membangunkan seorang gadis tengah malam dan sekarang sudah hampir jam 2 dini hari.” Jenny memasang wajah menggoda. “Mau apa kau?” Daniel melangkah mundur melihat Jenny yang berjalan mendekat dengan wajah menyeringai yang aneh. “Pasti tidak enak rasanya hanya dapat melihat wanita yang menggeliat erotis tanpa bisa menolongnya … iya kan? Jujur saja ....” “Tidak! Ini salah! Aku mohon jangan memancingku ….” Daniel terus berjalan mundur hingga tanpa sengaja kakinya tersandung sofa. Pria itu kini terduduk sambil terus berusaha menghindari Jenny yang berjalan semakin dekat. “HAHAHAHAHA! BODOH!” Jenny melempar bantal kursi ke kepala Daniel.
“Kalau begitu aku akan kembali keruanganku. Jenny memberikan banyak sekali buku untuk aku pelajari. Nutrisi sempurna untuk otak pedagang kecil sepertiku.” Daniel tersenyum kecut.Saat pintu sudah kembali tertutup dan Daniel mungkin sudah sampai keruangannya, Shuo Ming kembali memasang wajah serius dan menatap Jenny lekat.“Apa ada yang aneh denganku?” Jenny merasa canggung dengan tatapan bossnya.“Begini, sebenarnya sejak tadi aku penasaran akan satu hal.” ucap Shuo Ming.“Apa itu?”“Kau yakin Daniel Yuwan itu hanya seorang pedagang kecil?” sebuah pertanyaan menyelidik yang tidak terduga.“Hmm … seperti yang dia katakan tadi, dia memang hanya pedagang kecil di pasar illegal. Kenapa anda tiba-tiba menanyakan hal itu?” Jenny balas bertanya curiga.“Aku tidak terlalu yakin kenapa. Tapi rasanya orang itu terlalu cerdas jika dikatakan hanya seorang pedagan
Daniel kembali ke ruangan Tuan Ming. Pria itu juga tampak sedang memeriksa beberapa dokumen yang berantakan di atas meja kerjanya.“Sudah? Apa yang kau dapatkan?” tanyanya tanpa menengok kepada Daniel.“Han Yelu menjelaskan cukup rinci kepadaku, tapi yang berhasil aku simpulkan, cadangan bahan mentah produksi kita memang semakin menipis.”“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Tuan Ming kembali memancing dengan pertanyaan.“Membuka lahan pengeboran yang baru?” jawab Daniel ragu.“Tentu saja seperti itu anak muda. Sekarang pelajari dokumen yang telah diberikan Alex Chen kepadamu. Setelahnya segera tanda tangani dokumen itu. Nah–ini bentuk tanda tangan David Lim.”“Apa?” Daniel melotot pada kertas yang disodorkan Tuan Ming, “Apa kau memintaku untuk memalsukan tanda tangan juga?”“Mau bagaimana lagi? Kau kan memang sedang berpura-pura menjadi David Lim.&rdquo
“Tungguuu! Tuan Lim! Tuan David Lim!” sejurus dengan teriakan Lidya, Jenny pun bergegas menyeberang jalan dan berteriak panik.Kini jarak antara Daniel dan si preman terhalau oleh 2 orang wanita yang berupaya melindungi Daniel.“Minggir kalian! Jangan menghalangi atau kalian yang akan merasakan kepalan maut ku ini!” Preman itu mengacungkan tinjunya.“Maaf, tuan preman. Maaf kalau boss ku telah membuat anda marah. Jika anda merasa dirugikan, kami akan membayar kerugiannya.” Jenny lekas-lekas berbicara sebelum preman itu semakin marah.“Cih! Sombong sekali, mentang-mentang kalian orang kaya. Memang siapa sebenarnya kalian ini?” preman itu tampak tergoda dengan tawaran Jenny namun dia tidak langsung berubah sikap menjadi lembek.“Kak, kalau aku tidak salah dengar, wanita itu tadi memanggil-manggil ‘Tuan David Lim’. Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelum ini.” Seorang preman lainny
‘Ternyata benar! Wanita itu adalah Serena Yao! Serena dari desa Jiaju!’ batin Daniel.Setelah itu Daniel tidak bisa tenang lagi. Sepanjang makan malam akhirnya hanya dia habiskan dengan menyantap perlahan makanannya sementara matanya terus mencari-cari sosok Serena. Sesekali dia mengomentari obrolan Tuan Ming dan Jenny, tapi pikirannya terus melayang-layang.“Yeah! Tenderloin steak di restoran hotel ini memang yang terbaik,” Tuan Ming mengelap mulutnya dengan perasaan puas, “karena ini pertama kalinya kita makan bersama, aku rasa inilah waktu yang tepat untuk kau memakai unlimited black-card milikmu.”“Aahh-unlimited black-card ?”“Jangan bilang kau tidak pernah membawanya?” Jenny mendelik curiga kepada Daniel.“Itu–benda yang seperti … ahh–benda tipis berwarna hitam emas itu? Tentu saja aku selalu membawanya di dalam dompet. A–aku sudah per