“Abang, kenapa selalu makan siang di kedai kecil ini? Tidak takut ada yang mengikuti?” Lidya menyorongkan sepiring nasi dengan lauk kesukaan Daniel.
“Masakan buatanmu jauh lebih enak dari masakan restaurant.” Daniel mengambil piring yang disodorkan, wangi telur setengah matang dengan sayur tumis menggugah selera makannya.
“Apa kau tidak pernah bercita-cita untuk memiliki kedai makanan di tempat yang lebih nyaman?” tanya Daniel menyelidik.
“Hanya bermimpi kan? Tentu saja pernah. Tapi hanya menjadi pedagang kaki lima pun aku sudah senang. Aku punya pelanggan tetap.” Lidya melebarkan tangannya menunjuk para pelanggannya yang terus berdatangan.
Daniel tersenyum simpul pada kesederhanaan yang ditunjukkan Lidya. Diapun semakin bersemangat menyantap makanannya bersama dengan para buruh kasar pelanggan utama kedai itu. Sementara menyuapkan makanan ke mulutnya, Danielpun dapat mendengar obrolan para buruh tersebut.
“Kau sudah mendapat kabar?” obrolan mereka dimulai dari celetukan seorang pria dengan handuk putih di kepalanya kepada seorang rekannya.
“Belum. Mendengar nilai proyek yang mencapai triliunan itu rasanya aku ingin cepat ikut bekerja di dalamnya. Proyek pembangunan gedung seperti ini sangat menyusahkan, kita hanya dibayar harian dengan gaji kecil.” Jawab pria yang tadi ditanya.
“Kau ingat nama perusahaan yang akan menyewa jasa untuk pembukaan lahan baru itu?”
“Kalau aku tidak salah dengar Huangjia Petroleum. Tapi, katanya ada 2 perusahaan yang sedang bersengketa jadi karena itulah keputusannya terkesan lambat.”
“Lokasinya sudah tahu?”
“Entahlah. Aku juga tidak tahu wilayah mana di China yang masih memiliki kandungan minyak dan gasnya tinggi … Hei, nona! Aku mau tambahan sayur ….”
“Iya … sebentar!” Lidya menyahut dan dengan terburu-buru menghampiri pria yang memanggilnya tadi.
Daniel terus menajamkan telinganya. Obrolan buruh-buruh itu terus berlanjut sampai kepada masalah pribadi yang mereka bagikan serta saling memberikan saran. Daniel menaruh nama Huangjia Petroleum dalam hatinya.
“Abang juga mau tambahan sayur?” tanya Lidya melihat makanan di piring Daniel sudah hampir habis.
“Ahh–tidak, makanannya sudah cukup. Boleh aku minta tuangkan teh hangat lagi?”
“Boleh.” Lidya menuangkan teh hangat dari dalam teko. Asap teh melambung masuk ke hidung Daniel, membuat perasaan pria itu menjadi semakin baik.
Jam makan siang sudah berakhir, kedai makanan mulai kembali sepi. Kini waktunya para pedagang untuk mengisi perut mereka. Daniel kembali berjalan menelusuri tepi jalan yang dipenuhi pedagang kaki lima. Sesekali matanya melirik mengawasi kemungkinan si wartawan kemarin datang kembali.
Daniel masih asik bercengkerama dengan salah seorang pedagang saat deru motor tua terdengar nyaring di telinganya. Seketika dirinya menengok – benar saja, wartawan itu datang kembali. Daniel tidak langsung datang menghampiri, dia menunggu sampai pria itu sudah mulai asik dengan makanannya.
“Tidak aku sangka kita bertemu lagi di sini.” Daniel berbasa-basi seraya duduk berseberangan dengan pria wartawan yang tengah asik menyantap makanannya.
“Ahh–kau pria yang kemarin. Hmm … setelah aku pikir-pikir lagi wajahmu cukup mirip dengan seseorang yang sempat viral beberapa waktu lalu.”
“Uummm … wajahku memang tampan mirip selebritis.” Ungkap Daniel sok percaya diri.
“Bukan. Dia memang setenar selebritis, tapi dia itu seorang pewaris perusahaan terbesar di China. Kau pernah mendengar nama David Lim?” pria itu terus berbicara sambil mengunyah makanannya.
Daniel menggelangkan kepalanya, “Aku tidak tahu.”
“Sebelum aku bertemu dengan seorang nyonya kaya, aku juga sama sekali tidak mengenal pria itu. Tapi betapa beruntungnya aku, berkat keberadaan orang itu dan juga kekayaan yang dimiliki oleh perusahaannya, aku jadi mendapatkan banyak uang.”
“Nyonya kaya?” tanya Daniel penasaran.
“Iya … wakil direktur Huangjia Petroleum. Dia memberikan banyak uang kepadaku kalau aku berhasil membawakan informasi yang dia inginkan.” papar wartawan itu penuh percaya diri.
“Termasuk berita viral yang kau sebutkan tadi?”
“Tentu saja! Bayangkan–aku mendapatkan dibayar lima belas ribu yuan dari berita itu. Aku benar-benar kaya.” pria itu berdecak bangga.
Daniel menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh lagi kepada wartawan bayaran itu. Dia sudah cukup mendapatkan informasi yang dia inginkan. Seraya mendengarkan pria itu yang kini berceloteh tentang apa saja yang dia beli dari uang hasil menjual berita itu, Daniel merogoh ponsel yang disimpannya di dalam kantong jaket dan mematikan tombol perekam suara.
‘Besok aku akan membawa bukti ini kepada Tuan Ming.’ batinnya.
Daniel tidak mungkin mengendarai mobil sportnya untuk sampai ke tempat Lidya berjualan. Dia menggunakan transportasi umum untuk mengantarkannya kembali ke apartement. Namun, belum lama Daniel memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya ke jendela, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya.
Kali ini kontak di ponselnya telah ditambahkan dengan satu nama, yaitu ‘Rudy Ang’ dan hebatnya pria itulah yang mengirimkan pesan singkat kepadanya.
[Bar distrik 15, pukul 8 malam ini. Bawa uang 5 yuan yang kau pinjam.]
“5 yuan? Untuk apa?” Daniel mengusap dahinya.
[Aku mau tidak bisa kesana. Ada yang harus dikerjakan.]
Daniel mencoba menghindari kekacauan yang mungkin akan dibuat kembali oleh mereka di bar itu.
[Aku tidak akan menyuruhmu minum. Aku hanya mau memamerkan pacarku kepadamu.]
‘Apakah seorang Rudy Ang memang selalu memaksa seperti ini?’ Daniel merapatkan rahangnya.
[Tunggu saja.] balasnya singkat.
Daniel memasukkan kembali ponselnya dan mengintip penunjuk waktu di lengan kirinya. Dia masih punya waktu sekitar tiga jam lagi untuk bersiap-siap.
***
Mobil sport merah menyala dengan lambang kuda jingkrak pada bagian depannya baru saja sampai di pelataran bar distrik 15. Kali ini tanpa merasa canggung Daniel keluar dari mobil dan lalu menyerahkan kuncinya kepada petugas parkir.
Diapun melangkah tanpa ragu memasuki bar tersebut. Turtle neck hitam dan celana chino berwarna mustard menarik perhatian beberapa orang untuk melirik ke arah Daniel. Pria itupun tidak meragukan pesonanya malam itu. Setelah sebelumnya dirinya merasa ragu untuk menggunakan unlimited black-card hanya untuk membeli pakaian, kali ini dengan sangat terpaksa diapun menggunakannya.
“David! Aku di sini!” teriakan khas Rudy Ang menyadarkan Daniel yang masih menikmati tatapan orang-orang yang tersihir oleh penampilannya.
“Hai, sob! Untukmu …” Daniel menaruh selembar uang 5 yuan di atas meja.
“Hahaha! Aku kan hanya bercanda, sob. Tapi tidak mengapa – aku akan menyimpannya sebagai kenang-kenangan.” Rudy melipat 5 yuan nya dan menyelipkan ke dalam kantong celananya.
“Mana pacarmu?” Daniel duduk pada kursi kosong di depan Rudy.
“Sebentar lagi dia akan datang. Tempatnya bekerja tidak jauh dari sini.”
“Kalian kenal di mana?” tanya Daniel lagi penuh basa-basi menyelidik.
“Kau ingat tidak, aku sangat kesal pada seorang wanita yang dengan ceroboh menumpahkan kopi panas ke celanaku?”
“Hmm …” Daniel menggumam, tentu saja dia tidak bisa mengingat apapun.
“Setahun lalu, secara tidak terduga aku kembali bertemu dengannya. Saat itulah aku baru menyadari betapa cantiknya wanita itu. Lalu aku dengan berani mengajaknya berkenalan, setelahnya … kau tebak sendiri saja lah, aku malas menceritakannya. Hahaha … nah – itu dia!” Rudy melambaikan tangannya pada seorang wanita yang terburu-buru masuk ke dalam bar.
Melihat sosok wanita yang berjalan dengan sepatu hak tinggi yang sangat seksi itu, mendadak Daniel merasa jantungnya berpacu dengan cepat. Wanitapun kemudian tersenyum, sebuah senyuman yang kembali membawa Daniel pada kepingan masa lalu yang seharusnya sudah dapat dilupakan.
“Sayang, kenapa kau lama sekali?” Rudy berdiri dan memeluk manja kekasihnya.“Lepaskan aku! Aku masih berkeringat. Pekerjaanku hari ini sangat melelahkan.” Wanita itu mendorong tubuh Rudy lalu melepaskan long coat yang dia kenakan.Tubuh mulus wanita itu hanya terbalut sebuah blus tanpa lengan berwarna biru yang sangat serasi dengan kulit putihnya. Rok di atas lututnya tersingkap saat wanita itu menyesuaikan posisi duduknya. Sialnya, Daniel tidak bisa mengajak matanya untuk bekerja sama. Dia bergitu terpaku pada wanita yang kini kembali berdiri untuk memesan makanannya.“Woooaaahh! Jangan bilang kau sedang mencoba menghipnotis kekasihku dengan pesonamu. Tolong berikanlah waktu kepadaku sebentar lagi saja untuk menjadi pria populer.” kelakar Rudy.“Ooohh–tidak! Tentu saja tidak. Hanya saja sepertinya aku pernah berjumpa dengan kekasihmu, entah di mana.” Ucap Daniel segenap hati.“A
“Jawab pertanyaanku, nona. Apa kau baru saja berbicara dengan Nyonya Tao di desa Jiaju?” Daniel melangkah maju memojokkan wanita di depannya. “Ka–kau salah dengar, David. Bukan Tao tapi Lao.” Wanita itu reflek mengalihkan pandangannya dari Daniel. “Kau baru saja menunjukkan kalau kau berbohong, nona. Sekarang katakan kepadaku, siapa namamu?” Daniel terus memojokkan wanita yang sudah tidak bisa menghindar lagi. “Na–namaku … Eeehhh …” “PRIA MESUM! BERENGSEK!” Teriakan seorang wanita tiba-tiba memecah konsentrasi Daniel yang hampir berhasil mendapatkan identitas wanita itu. Namun dengan sigap Daniel menahan tubuh wanita yang hendak mengambil kesempatan untuk pergi darinya itu. “Katakan cepat!” desak Daniel. “BAJINGAN! LEPASKAN AKU!” Suara teriakan itu terdengar kembali dan kini Daniel dapat dengan jelas mengenali suara wanita yang berteriak itu. “Cecilia? Sial!” Daniel dihadapkan pada
“Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana keadaannya?” Daniel dengan gelisah menunggu di ruang tamu apartement Cecilia. “Dia sudah lebih tenang. Mungkin sebentar lagi dia akan tertidur.” “Huufffttt! Untung saja. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Jenny ….” “Hanya terima kasih? Kau sudah membangunkan seorang gadis tengah malam dan sekarang sudah hampir jam 2 dini hari.” Jenny memasang wajah menggoda. “Mau apa kau?” Daniel melangkah mundur melihat Jenny yang berjalan mendekat dengan wajah menyeringai yang aneh. “Pasti tidak enak rasanya hanya dapat melihat wanita yang menggeliat erotis tanpa bisa menolongnya … iya kan? Jujur saja ....” “Tidak! Ini salah! Aku mohon jangan memancingku ….” Daniel terus berjalan mundur hingga tanpa sengaja kakinya tersandung sofa. Pria itu kini terduduk sambil terus berusaha menghindari Jenny yang berjalan semakin dekat. “HAHAHAHAHA! BODOH!” Jenny melempar bantal kursi ke kepala Daniel.
“Kalau begitu aku akan kembali keruanganku. Jenny memberikan banyak sekali buku untuk aku pelajari. Nutrisi sempurna untuk otak pedagang kecil sepertiku.” Daniel tersenyum kecut.Saat pintu sudah kembali tertutup dan Daniel mungkin sudah sampai keruangannya, Shuo Ming kembali memasang wajah serius dan menatap Jenny lekat.“Apa ada yang aneh denganku?” Jenny merasa canggung dengan tatapan bossnya.“Begini, sebenarnya sejak tadi aku penasaran akan satu hal.” ucap Shuo Ming.“Apa itu?”“Kau yakin Daniel Yuwan itu hanya seorang pedagang kecil?” sebuah pertanyaan menyelidik yang tidak terduga.“Hmm … seperti yang dia katakan tadi, dia memang hanya pedagang kecil di pasar illegal. Kenapa anda tiba-tiba menanyakan hal itu?” Jenny balas bertanya curiga.“Aku tidak terlalu yakin kenapa. Tapi rasanya orang itu terlalu cerdas jika dikatakan hanya seorang pedagan
Daniel kembali ke ruangan Tuan Ming. Pria itu juga tampak sedang memeriksa beberapa dokumen yang berantakan di atas meja kerjanya.“Sudah? Apa yang kau dapatkan?” tanyanya tanpa menengok kepada Daniel.“Han Yelu menjelaskan cukup rinci kepadaku, tapi yang berhasil aku simpulkan, cadangan bahan mentah produksi kita memang semakin menipis.”“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Tuan Ming kembali memancing dengan pertanyaan.“Membuka lahan pengeboran yang baru?” jawab Daniel ragu.“Tentu saja seperti itu anak muda. Sekarang pelajari dokumen yang telah diberikan Alex Chen kepadamu. Setelahnya segera tanda tangani dokumen itu. Nah–ini bentuk tanda tangan David Lim.”“Apa?” Daniel melotot pada kertas yang disodorkan Tuan Ming, “Apa kau memintaku untuk memalsukan tanda tangan juga?”“Mau bagaimana lagi? Kau kan memang sedang berpura-pura menjadi David Lim.&rdquo
“Tungguuu! Tuan Lim! Tuan David Lim!” sejurus dengan teriakan Lidya, Jenny pun bergegas menyeberang jalan dan berteriak panik.Kini jarak antara Daniel dan si preman terhalau oleh 2 orang wanita yang berupaya melindungi Daniel.“Minggir kalian! Jangan menghalangi atau kalian yang akan merasakan kepalan maut ku ini!” Preman itu mengacungkan tinjunya.“Maaf, tuan preman. Maaf kalau boss ku telah membuat anda marah. Jika anda merasa dirugikan, kami akan membayar kerugiannya.” Jenny lekas-lekas berbicara sebelum preman itu semakin marah.“Cih! Sombong sekali, mentang-mentang kalian orang kaya. Memang siapa sebenarnya kalian ini?” preman itu tampak tergoda dengan tawaran Jenny namun dia tidak langsung berubah sikap menjadi lembek.“Kak, kalau aku tidak salah dengar, wanita itu tadi memanggil-manggil ‘Tuan David Lim’. Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelum ini.” Seorang preman lainny
‘Ternyata benar! Wanita itu adalah Serena Yao! Serena dari desa Jiaju!’ batin Daniel.Setelah itu Daniel tidak bisa tenang lagi. Sepanjang makan malam akhirnya hanya dia habiskan dengan menyantap perlahan makanannya sementara matanya terus mencari-cari sosok Serena. Sesekali dia mengomentari obrolan Tuan Ming dan Jenny, tapi pikirannya terus melayang-layang.“Yeah! Tenderloin steak di restoran hotel ini memang yang terbaik,” Tuan Ming mengelap mulutnya dengan perasaan puas, “karena ini pertama kalinya kita makan bersama, aku rasa inilah waktu yang tepat untuk kau memakai unlimited black-card milikmu.”“Aahh-unlimited black-card ?”“Jangan bilang kau tidak pernah membawanya?” Jenny mendelik curiga kepada Daniel.“Itu–benda yang seperti … ahh–benda tipis berwarna hitam emas itu? Tentu saja aku selalu membawanya di dalam dompet. A–aku sudah per
“Sayang … kenapa kau diam saja?” Rudy menengok sekejap pada kekasihnya yang sedari tadi hanya memandang jalanan di luar jendela mobil.“Apa ada pengunjung restaurant yang menggangumu lagi? Aahh – jangan bilang chef centil itu menggodamu lagi?" Tebak Rudy dengan nada usil.“Sayaaang ….” Rudy merajuk karena kekasihnya masih saja terdiam.“Ahh–maaf. Aku malah melamun. Pengunjung hari ini memang lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena iklan perayaan ulang tahun hotel sudah disebar. Oohh yaa ... chef yang kau bilang centil tadi juga akan menyiapkan menu istimewa sebagai kejutan.” Sebuah senyum tipis tersungging di bibir merahnya.“Honey, ingat! Kalau ada yang pengunjung yang bersikap kurang ajar, kau harus melaporkannya kepadaku. Aku akan menyampaikan ke ayahku untuk menindak tegas orang yang berani mengganggu staffnya.” Tegas Rudy pada kekasihnya yang selalu bersikap so
Lima bulan berlalu, sesuai dengan janji yang pernah dilontarkan David kepada Jenny, pagi itu dengan dibantu oleh Eden dan Lidya–dia membawa berpuluh-puluh klakat bambu berukuran besar. Cecilia dan Jenny tertawa-tawa melihat apa yang dilakukan oleh boss besar mereka itu.Sementara Eden dan Lidya, wajah mereka sama-sama terlihat lelah. Bagaimana tidak, sejak matahari belum berencana untuk beranjak dari peraduannya, mereka sudah berkutat dengan tepung dan kacang hijau serta kacang merah di dalam apartement David Lim.“Awas saja kalau setelah ini kau membatalkan janjimu untuk mentraktirku berendam di pemandian ari panas termahal di Hong Kong - aku akan membawa janji itu sampai ke akhirat,” ancam Eden kepada David Lim yang sedari tadi hanya berdiri mengawasi sambil terus tebar pesona kepada para karyawan wanita.Setelah perjuangan yang cukup sengit untuk menaklukkan Huangjia Petroleum, tapi kenyataanya sejak awal dewi fortuna memang sudah berp
David Lim terbangun dari tidurnya. Sinar matahari menyorot wajahnya yang seharusnya masih berada dalam pelukan Serena. Meski tak terjadi apapun yang ‘panas’ dengan mereka semalam, tapi tertidur dalam pelukan wanita yang wangi tubuhnya selalu dia sukai merupakan pilihan yang terbaik.“Serena?” lagi-lagi David kehilangan Serena atau jangan-jangan yang semalam memeluknya bukanlah Serena, melainkan hanya bayangan kerinduannya akan wanita itu.David mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, tubuh letihnya kini sudah terasa lebih baik dari kemarin. Meski ada beberapa bagian tubuh yang terasa pegal akibat pertempuran kemarin tapi kini hatinya terisi penuh. Tapi dimanakah wanita itu?“Sudah bangun ternyata …” sorot mata David kembali berbinar melihat kedatangan Serena dari arah pintu masuk, “maaf aku kembali sebentar ke rumah, di rumahmu tidak ada bahan makanan yang bisa aku masak.”Serena menyodorkan dua potong
Serombongan polisi menggerebek gedung tua setelah ada warga sipil yang kebetulan lewat di dekat gedung itu dan mendengar suara tembakan yang hampir tanpa jeda. Polisi berbondong-bondong masuk dengan menembakkan beberapa peluru ke udara.Eden serta sepasang orang tua yang tengah begulat batin dengannya itupun terkejut dengan kedatangan para polisi. Mendengar suara tembakan dari luar gedung seketika membuat wanita tua itu berlari dan melompat keluar gedung melalui jendela.Tubuh Eden diseret masuk ke dalam mobil polisi, Eden mengikuti langkah polisi yang telah memborgol tangannya tanpa perlawanan. Baginya saat ini keselamatan dirinya di atas segalanya. Perkara masuk penjara pasti nanti juga akan di selesaikan oleh sahabatnya. Itu juga kalau pria tampan itu belum mati–pikir Eden.“Kau utusan Lim Group, kan?” pertanyaan seorang polisi dari balik kemudi membuat Eden terhenyak.Dari mana orang itu tahu kalau dia salah satu pekerja Lim Group? S
Civic berharga dua digit milyar itu melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya hampir-hampir tak menginjak pedal rem selama perjalanannya. Terus saja melajukan kendaraan roda empat itu melesat menembus jalanan.Beberapa hari yang lalu David Lim telah bertemu dengan Serena Yao dalam pertemuan yang ganjil. Kala itu dirinya sempat memeluk tubuh wanita yang selalu menjadi candu baginya itu. Bahkan dia sempat menghirup wangi rambut wanita itu–wanginya masih sama dengan wangi yang dihirupnya pada sela-sela permainan panas mereka di kamar hotel.“Sial! Seharusnya aku langsung membawa saja Serena pergi dari desa Jiaju. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri seandainya ada hal buruk yang menimpa dia.” David menggigit bibir bawahnya penuh rasa bersalah.Diinjaknya tegas pedal gas menembus perbatasan kota Hong Kong dengan hutan menjadi sumber oksigen terbesar di negara tirai bambu itu. Sudah menjadi kebiasaan bagi Eden ataupun David untuk menurunkan jend
Eden mengangkat tinggi tinjunya, siap dihujamkan ke wajah pria tua yang menatapnya dingin. Jadi seperti ini rasanya berhadapan dengan pembunuh bayaran, pikir Eden. Begitu profesional sampai kepada ekspresi yang sulit untuk ditebak. Tapi Eden begitu yakin kalau pertarungan ini akan dimenangkan olehnya dengan tangan kosong.CEKREK!Suara kokangan senjata api terdengar dekat sekali dengan pelipisnya. Eden lupa kalau pria itu bersama dengan seorang wanita yang tadi sempat menembakkan peluru ke arah David. Sebersit rasa takut menyelinap di hati Eden, namun segera disingkirkannya – dia tak mau mati konyol di tangan para orang tua.“Kau masih ingat rasa biang-biang ming buatanku? Aku rindu memasak lagi untuk kalian bertiga … kini aku mulai membayangkan seperti apa wajah Serena Yao. Gadis cantik yang telah mencuri hati pemuda tampanku.” Wanita tua itu menyeringai, senjata apinya terangkat lurus – siap menembus kepala Eden.Eden kemb
Eden terus dihujani dengan peluru yang dilontarkan dari senjata api sang pria tua yang dengan cekatan terus mengisikan peluru ke senjatanya–hingga tiada habis-habisnya. Dia membungkuk, berguling hingga merangkak menghindari puluhan peluru yang mengincarnya.“Eden!” David berteriak dari balik dinding–dia baru saja selesai mengisi ulang senjata di pungutnya dari preman-preman yang berhasil dia kalahkan.“Bodoh! Cepat selamatkan dirimu! Aku tak mau memiliki boss selain dirimu! Cepat pergi!” teriak Eden, kini dirinya sudah berada cukup dekat dengan kedua orang tua itu.Wanita tua yang dipanggil ‘mama’ itu seketika menyadari kemunculan David dari balik dinding. Wajahnya kini tak terlihat lagi seperti seseorang yang menaruh kasih sayang kepada anak yang telah dibesarkannya bertahun-tahun.Sebuah peluru terlepas dari sangkarnya dan melesat lurus mengarah pada David yang masih menimbang-nimbang apa yang harus
Cecilia tak dapat tidur semalaman. Tubuhnya yang lelah memaksanya untuk berbaring di ranjang yang empuk dan menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut. Tapi kenyamanan yang bisa diciptakan dari perpaduan antara ranjang dan selimut itu pun gagal membuatnya tertidur.Dalam benak Cecilia, berputar bayangan antara David Lim dan Jeremy Lee bergantian, berulang-ulang. Dia membalikkan badannya ke kanan lalu ke kiri, seperti itu terus hingga matahari naik ke langit dan tersenyum mengejek kegundahan hatinya.“HAH! Ternyata sulit sekali mencintai pria yang benar-benar mancintai dengan tulus. Aku kira kisahku dengan Jeremy akan berbeda, tapi ternyata malah lebih tragis. Apa aku memang bukan seorang wanita yang layak untuk dicintai?” Cecilia menutup wajahnya dengan bantal.Cecilia adalah sosok wanita muda yang kerap kali membuat iri wanita lain yang seusia dengannya. Bagaimana tidak, keluarga Cecilia bukanlah keluarga tersohor seperti keluarga Han. Dia hanyalah an
Suatu pagi yang berkabut, kala dirinya masih menjadi Daniel Yuwan, dia menemukan sepucuk surat di meja makan bersama dengan semangkuk Biang-biang ming kesukaannya. Daniel membaca selembar surat yang ditinggalkan baginya itu sambil menyantap sarapannya yang masih hangat.Dalam surat tersebut memang tak disebutkan tentang harta karun yang terpendam atau semacamnya. Kalimat demi kalimat yang tertuliskan di sana hanya menyebutkan kalau Daniel tak boleh sama sekali menggeser tempayan besar yang berada di dapur, sekalipun isi tempayannya sudah kosong.“Siapa kalian sesungguhnya?” otak Daniel yang kini telah menjadi David Lim berputar penuh tanda tanya.“Maksudnya kau mau tahu profesi kami?” pria tua itu kembali bersuara.“Apapun itu, cepat katakan! Siapa kalian?” David hampir kehilangan kesabarannya lagi.“Kami bagian dari kelompok elang emas. Kelompok pembunuh bayaran yang merajai tanah Asia. Kedatangan kami di
“Mau apa kau datang ke tempat ini, anak kampung? Jangan banyak lagak mentang-mentang sudah jadi boss besar. Dulu saja kau berhasil dikalahkan oleh anak buahku. Sekarang malah datang menantang ke markas kami. Hahaha!!” gelegar tawa pria yang berjalan semakin mendekatinya itu seketika mengingatkan David pada ketua preman yang dulu mengacak-acak pasar Kai Xin.David memicingkan matanya. Dengan cepat dia menangkap tato elang yang terlukis di leher pria itu. Dia tak menyangka sebelumnya kalau preman-preman itu ternyata komplotan besar. Mereka pasti selama ini berprofesi sebagai pembunuh bayaran atau semacamnya.“Aku tidak takut! Satu lawan satu–jangan jadi pengecut yang beraninya keroyokan!” seru David dengan amarahnya yang tertahankan, teringat aksi mereka saat menghancurkan pasar.Tak heran kalau kini mereka begitu membenci David Lim, karena ladang pungli mereka kini berkurang satu. Apalagi dulu mereka hampir setiap hari mendatangi pas