Daniel kembali ke ruangan Tuan Ming. Pria itu juga tampak sedang memeriksa beberapa dokumen yang berantakan di atas meja kerjanya.
“Sudah? Apa yang kau dapatkan?” tanyanya tanpa menengok kepada Daniel.“Han Yelu menjelaskan cukup rinci kepadaku, tapi yang berhasil aku simpulkan, cadangan bahan mentah produksi kita memang semakin menipis.”“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Tuan Ming kembali memancing dengan pertanyaan.“Membuka lahan pengeboran yang baru?” jawab Daniel ragu.“Tentu saja seperti itu anak muda. Sekarang pelajari dokumen yang telah diberikan Alex Chen kepadamu. Setelahnya segera tanda tangani dokumen itu. Nah–ini bentuk tanda tangan David Lim.”“Apa?” Daniel melotot pada kertas yang disodorkan Tuan Ming, “Apa kau memintaku untuk memalsukan tanda tangan juga?”“Mau bagaimana lagi? Kau kan memang sedang berpura-pura menjadi David Lim.&rdquo“Tungguuu! Tuan Lim! Tuan David Lim!” sejurus dengan teriakan Lidya, Jenny pun bergegas menyeberang jalan dan berteriak panik.Kini jarak antara Daniel dan si preman terhalau oleh 2 orang wanita yang berupaya melindungi Daniel.“Minggir kalian! Jangan menghalangi atau kalian yang akan merasakan kepalan maut ku ini!” Preman itu mengacungkan tinjunya.“Maaf, tuan preman. Maaf kalau boss ku telah membuat anda marah. Jika anda merasa dirugikan, kami akan membayar kerugiannya.” Jenny lekas-lekas berbicara sebelum preman itu semakin marah.“Cih! Sombong sekali, mentang-mentang kalian orang kaya. Memang siapa sebenarnya kalian ini?” preman itu tampak tergoda dengan tawaran Jenny namun dia tidak langsung berubah sikap menjadi lembek.“Kak, kalau aku tidak salah dengar, wanita itu tadi memanggil-manggil ‘Tuan David Lim’. Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelum ini.” Seorang preman lainny
‘Ternyata benar! Wanita itu adalah Serena Yao! Serena dari desa Jiaju!’ batin Daniel.Setelah itu Daniel tidak bisa tenang lagi. Sepanjang makan malam akhirnya hanya dia habiskan dengan menyantap perlahan makanannya sementara matanya terus mencari-cari sosok Serena. Sesekali dia mengomentari obrolan Tuan Ming dan Jenny, tapi pikirannya terus melayang-layang.“Yeah! Tenderloin steak di restoran hotel ini memang yang terbaik,” Tuan Ming mengelap mulutnya dengan perasaan puas, “karena ini pertama kalinya kita makan bersama, aku rasa inilah waktu yang tepat untuk kau memakai unlimited black-card milikmu.”“Aahh-unlimited black-card ?”“Jangan bilang kau tidak pernah membawanya?” Jenny mendelik curiga kepada Daniel.“Itu–benda yang seperti … ahh–benda tipis berwarna hitam emas itu? Tentu saja aku selalu membawanya di dalam dompet. A–aku sudah per
“Sayang … kenapa kau diam saja?” Rudy menengok sekejap pada kekasihnya yang sedari tadi hanya memandang jalanan di luar jendela mobil.“Apa ada pengunjung restaurant yang menggangumu lagi? Aahh – jangan bilang chef centil itu menggodamu lagi?" Tebak Rudy dengan nada usil.“Sayaaang ….” Rudy merajuk karena kekasihnya masih saja terdiam.“Ahh–maaf. Aku malah melamun. Pengunjung hari ini memang lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena iklan perayaan ulang tahun hotel sudah disebar. Oohh yaa ... chef yang kau bilang centil tadi juga akan menyiapkan menu istimewa sebagai kejutan.” Sebuah senyum tipis tersungging di bibir merahnya.“Honey, ingat! Kalau ada yang pengunjung yang bersikap kurang ajar, kau harus melaporkannya kepadaku. Aku akan menyampaikan ke ayahku untuk menindak tegas orang yang berani mengganggu staffnya.” Tegas Rudy pada kekasihnya yang selalu bersikap so
“LIM GROUP! BERANINYA MEREKA!”Kali ini aksi melempar surat kabar tidak terjadi di ruangan Shuo Ming. Melainkan di ruangan Melissa Fung di gedung Huangjia Petroleum. Baru kemarin dirinya mendapatkan kabar kalau Lim Group tidak akan berani menggelontorkan dana besar untuk pembukaan lahan baru. Sehingga artinya dapat membuka peluang besar bagi Huangjia Petroleum untuk mengambil alih proyek tersebut.Namun surat kabar bisnis pagi ini memuat satu halaman penuh membahas grafik kenaikan saham Lim Group setelah penandatanganan proyek pembukaan lahan pengeboran baru. Hal itu berarti menambah nilai investasi bagi perusahaan tersebut.“Aku seperti ratu yang diterkam oleh kuda dalam permainan catur. Mungkin sudah waktunya aku pensiun? Tidak … tidak … jangan dulu pensiun. Setidaknya sampai si tua Shuo Ming itu mundur dari jabatannya.” Melissa mengepalkan-ngepalkan jarinya gelisah.Seorang pemuda tampak terlihat mengantuk di ruang
“Hasil perkerjaan yang luar biasa, nona Cecilia. Dari penjelasan Cecilia tadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi mengenai anggaran yang sudah kita keluarkan untuk pembukaan lahan baru. Kurang dari 2 tahun investasi kita akan balik modal. Benar begitu, Cecilia?”“Benar sekali, Tuan Lim. Sudah ada 20 titik unit usaha yang berhasil di tanda tangani bersama dengan investor di asia kecil. Aku akan mengoptimalkan waktu yang aku miliki selama berada di sini. Selama waktu yang ada itu, aku akan terus memberikan laporan perkembangannya.” Papar Cecilia optimis.“Terima kasih, Cecilia. Jadi tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi mengenai pengeluaran anggaran. Setelah ini perintah akan langsung diturunkan kepada departement eksplorasi untuk meninjau lokasi lahan baru dan memastikan kapan kita bisa mulai bergerak.”“Siap laksanakan.” Alex Chen tersenyum puas.“Kalau begitu kita tutup
Dua tahun yang lalu di Desa Jiaju,Desa yang di bangun di atas bukit berhutan itu terlihat bak negeri dongeng yang dipenuhi oleh peri-peri yang bersembunyi di balik dedaunan hijau.Namun, desa nan asri itu memang semakin sepi dari sekumpulan pemuda pemudi. Sebagian besar dari mereka setelah berusia lebih dari 20 tahun dengan tekad yang kuat memutuskan untuk merantau ke kota besar demi mencari nasib baik mereka masing-masing.Tidak terkecuali Eden Liu, seorang pemuda yang merasa sudah cukup umur untuk merantau juga bertekad untuk meninggalkan desa serta sahabat dekatnya, Daniel Yuwan.“Doakan aku, sobat. Besok aku akan ikut angkutan umum paling pagi menuju Hong Kong. Meski aku hanya bermodalkan ijazah sekolah menengah atas dan surat ijin mengemudi, tapi keyakinanku sangat besar untuk meraih kehidupan yang sukses di sana.”Itulah pesan terakhir yang Daniel ingat sebelum akhirnya Eden pergi keesokan harinya. Malangnya, saat rasa s
“Selamat pagiiii!!” Daniel kembali menyapa setiap orang yang ditemuinya di jalan dengan pesona penjual bakpao tampan andalannya. Di kayuhnya sepedanya menuju pohon besar di tengah pemukiman tempatnya menjajakan dagangannya. Namun kayuhan sepedanya terhenti saat matanya menangkap sebuah mobil mewah berhenti pada titik yang sama dengan tujuannya. Seorang pria berpakaian rapih keluar dari dalam mobil dan bertolak pinggang sambil memandang berkeliling tempatnya berdiri. “Eden?” seru Daniel terkejut dengan kedatangan sobatnya yang sangat dia rindukan. Hari itu tepat tiga tahun sejak kepergian Eden dari desa Jiaju. “Daniel!! Apa kabarmu, sobat?” Pria itu membalas seruan Daniel sambil berjalan menghampiri pria yang tengah menuntun sepeda itu. “Tentu saja baik, sobat!” merekapun berpelukan, “waaahh … kau terlihat sangat hebat sekarang.” Daniel memandang sahabatnya dengan bangga. “Begitulah, sobat! Keputusanku untuk merantau ke Hong Kong tidakl
Tribibip … Tribibip … Kriiiingggg … Bunyi aneh suara ponsel Eden terdengar kembali. Eden menepuk dahinya saat melihat nama penelpon pada layar ponselnya. “Boss ku menelpon, tolong jangan bersuara dulu.” Eden memberikan peringatan sebelum mengangkat panggilan teleponnya. “Wei, boss!” Sapa Eden pada suara di ujung sana. “Apa? Aah–aku sudah dalam perjalanan kembali ke Hong Kong. Baik–boss–baik. Aku akan segera menjemput anda. Baik–baik. Apa? Sebelum jam 5 sore?” Eden menengok jam tangannya, seketikapun wajahnya berubah panik. “Tentu saja–tentu saja. Saya selalu bisa anda andalkan. Ha-ha-ha! Tenang saja. Baik boss.” Eden menutup panggilan di ponselnya. “Ada masalah?” Daniel bertanya khawatir. “Tidak, hanya aku harus segera menjemput boss ku dan mengantarkannya ke acara makan malam para pengusaha–sebelum jam 5 sore.” Jawab Eden sedikit gugup mengejar waktu. “Mengapa dia menyuruhmu untuk menjemputnya? Seorang boss pa