Kini, Daniel tidak dapat mundur lagi dari perannya sebagai David Lim. Malah rasanya dia semakin menikmatinya. Dengan cepat dirinya menyerap ilmu-ilmu baru yang telah diterimanya dan juga mulai menggabungkan karakter David Lim dengan karakter alami dirinya.
Waktu menjelang rapat besar para pemegang saham tersisa 3 minggu lagi. Siang itu, tiga orang yang telah menjadi sangat dekat; Daniel, Shuo Ming dan Jenny berkumpul melakukan rapat tertutup di ruangan Tuan Ming.
SREEK! Jenny membentangkan sebuah blue print atau sketsa pembangunan di atas meja.
“Aku telah mendapatkan sketsa terbaru dari arsitek yang menggarap proyek pembangunan gedung pusat bisnis. Proyek yang sempat mangkrak setelah meninggalnya Hongli Lim memang sudah dimulai kembali pembangunannya.” Ujar Lidya membuka rapat.
Daniel mencoba memahami sketsa bangunan yang ada di hadapannya. Gedung 10 lantai itu telah diproyeksikan untuk menjadi pusat segala macam bisnis Hong Kong. Dimana nant
Terima kasih kepada kalian yang sudah membaca sampai dengan bab ini. Untuk mengenal lebih jauh penulis dan karya-karya novelnya yang lain silahkan follow IG : @caffeinated_writer88. God bless!
Daniel pun memutuskan untuk meminta bantuan Jenny memesan ruangan pertemuan. Jenny dengan senang hati membantu, karena sejak awal David Lim berkerja sendirian untuk mengatur jadwal kesibukannya juga merapikan pekerjaannya. “Aku sudah melakukan pemesanan ruangan pertemuan dengan kapasitas 50 orang. Apakah itu cukup atau kau butuh tempat yang lebih besar?” tanya Jenny. “Sudah cukup. Kau melakukan pemesanan atas nama siapa?” “Lim Group, sesuai dengan yang kau perintahkan. Kenapa tidak langsung saja mengatakan David Lim sih?” Jenny menjadi bingung, setelah sebelumnya Daniel bilang dia yang akan melakukan pemesanan sendiri, tapi setelahnya malah tetap meminta tolong Jenny untuk melakukannya. “A–aku tadi sudah mencoba menelpon ke sana, tapi tidak ada yang mengangkat.” Daniel berkelit. “Baiklah … apapun itu alasannya yang jelas aku sudah melakukan pemesanan untuk minggu depan.” Jenny membalikkan badannya bersiap meninggalkan ruangan. “Jenny …
Serena terkejut dengan suara jatuhnya ponsel yang baru dibelinya. Kepalanya sempat menengok ke arah meja, namun dengan cepat Rudy menghalangi pandangan Serena dengan kembali melumat bibir wanita itu dengan buas.“Emm … Ru … Rudy …” Serena berusaha mengambil jeda dari keliaran kekasihnya.“Serena … My baby … Aku tahu ponselmu terjatuh, tolong jangan pikirkan itu sekarang. Sekalipun ponselmu rusak, aku akan membelikan yang baru untukmu.” Ucap Rudy dengan mata yang tak bisa lepas dari bibir Serena.“Tapi … Rudy …”“No, baby! Tidak ada lagi kata tapi …” Rudy menurunkan lagi satu tali gaun Serena.Gaun itupun merosot dengan sukses dari tubuh Serena hingga memperlihatkan bahu dan dada Serena yang mulus dan berbentuk sempurna.“Kau hanya milikku malam ini, Serena …” Rudy menggendong Serena yang sudah kehilangan gaunnya
“Apa anda pria penelpon aneh kemarin?” tebak Serena.“Iya, nona! Mari kita menyelesaikan perkenalan kita–nama saya Daniel Yuwan.”Dunia seakan runtuh. Serena tidak pernah membayangkan untuk mendengar nama itu kembali terucap di telinganya. Nama yang sudah dengan susah payah dilupakan olehnya. Nama yang telah memberikan kenangan indah beserta goresan yang diciptakan oleh keegoisannya sendiri.“Daniel Yuwan? Kau Daniel dari …”“Desa Jiaju. Kau sudah makan siang?” tanya Daniel dengan perasaan yang berkecambuk.Mereka terdiam sekitar 1 menit lamanya, otak Serena tampak berkelana, menebak-nebak sesuatu yang rasanya mustahil baginya.“Sungguhkah aku sedang berbicara dengan Daniel? Daniel yang aku kenal?” tanya Serena. Ada getaran dalam suaranya.“Iya–aku Daniel yang itu …” ucap Daniel, “kau belum menjawab pe
Jenny mengeryitkan keningnya. Sudah lama juga Lim Group tidak melakukan kerjasama apapun dengan The Mandarin Hotel, sejak batalnya acara pertunangan antara David Lim dan Cecilia yang berhasil mengundang wartawan memenuhi hotel tersebut. “Aku akan menanyakannya terlebih dahulu kepada Tuan Lim. Jika beliau bisa mengosongkan jadwalnya untuk makan malam bersama, maka aku akan menghubungimu kembali.” Jawab Jenny ramah. “Terima kasih, Jenny. Kau memang selalu bisa diandalkan.” Puji Serena dengan nada bahagia. Pertemuan terakhirnya dengan David Lim malam itu berada dalam waktu yang salah. Rudy yang pencemburu itu hampir saja melihat mereka mengobrol dan kalau sampai kekasihnya itu melihat pastilah dia akan merajuk semalaman. Selain itu, Serena masih belum siap kalau harus kehilangan Rudy sebelum menemukan pengganti yang lebih dari pria itu, sebagai brankas berjalannya. *** “Kau di mana?” Jenny berbisik di depan ponselnya, “Serena Yao menelpo
Setelah obrolan mengenai rangkaian acara yang akan diadakan, mereka melanjutkan obrolan lebih santai seraya menyantap makan malam yang sudah tersaji sedari tadi. Daniel memuji Tom Yum Soup yang dengan wangi jeruk yang khas. Tanpa sengaja dia juga mengatakan kalau dia sangat ahli membuat Tom Yum Soup dan itu membuat Serena terkejut. “Aku mengakui kehebatan koki di hotel ini, masakannya sangatlah enak. Sedikit usulan dariku, kau harus memasukkan menu bakpao daging dan kacang merah ke dalam menu hotel. Aku jamin, aku akan lebih sering datang kesini jika salah satu terbaikmu bisa membuat bakpao yang enak.” “Wah … aku takjub sekali, ternyata seorang David Lim bisa juga menaruh perhatian terhadap makanan tradisional.” Serena kembali terkejut. Sekelebat dalam pikirannya malah terlintas kembali percakapannya dengan Daniel siang tadi. “Kalau koki di sini belum ada yang bisa membuat bakpao enak, aku bisa mengajari mereka. Hahaha ….” Daniel dengan nalu
Daniel terpaksa harus menikmati pemandangan yang cukup menyakitkan bagi dirinya. Namun apa daya, dia bukan siapa-siapa bagi Serena kini.Daniel berdehem menanggapi pernyataan Rudy, “iya–Serena yang mengusulkannya. Aku jadi sangat tertolong karenanya ide darinya. Aku ucapkan terima kasih sekali lagi, Serena. Terima kasih karena telah bersedia membantu Lim Group.” Daniel berkata lebih tegas pada kalimat terakhirnya. Dia kemudian mencuri pandang kepada Serena, mencoba mencari jejak atas perubahan sikap wanita itu.Tetapi Serena terus saja menundukkan kepalanya. Dia tampaknya sedang menghindari tatapan Daniel. Aneh sekali padahal di ruangan–saat mereka hanya berdua – jelas-jelas Serena bersikap seolah hendak melakukan pendekatan lebih kepada David Lim.“Kalau begitu sudah bisa dipastikan rapat besar pemegang saham nanti akan berjalan dengan lancar, benar kan? Kau juga harus ingat, aku menaruh investasi bersar tehadap Lim Group. Ja
Siang menjelang sore hari yang tenang seperti biasanya di Desa Jiaju–dimana para ibu dan anak-anak perempuan bersantai di halaman rumah sambil menikmati pemandangan burung-burung yang beterbangan dari satu ranting ke ranting lain.Tatkala keasikan menikmati hari, lima orang anak lelaki tampak baru kembali setelah bermain dari dalam hutan dan menangis. Mereka kompak memegangi perut mereka sambil mengaduh. Para ibu dengan penuh kekhawatiran menyongsong anak-anak mereka dan buru-buru menggiring masuk ke dalam rumah.“Ibu … perutku sakit.” Seorang anak kecil menangis dipelukan ibunya.“Nak, apa yang terjadi? Siapa saja yang tadi bermain bersamamu?” tanya ibu anak itu cemas.Sang ibu pun mengantarkan anaknya ke kamar–mengompres perut anaknya, lalu mendatangi satu persatu rumah anak-anak yang tadi bermain bersama buah hatinya itu. Betapa kagetnya ibu itu saat dia mendapati kondisi kelima anak itu yang hampir sama denga
Ditengah panasnya proses rapat di kantor Lim Group, Daniel dan Jenny baru saja sampai di pasar Kai Xin. Shuo Ming begitu antusias melibatkan sepenuhnya David Lim dalam proyek pembangunan gedung Lim Group. Sehingga, hari itu mereka ditugaskan untuk kembali melakukan pendekatan kepada para pedagang serta memantau perkembangan pembangunan.“Selamat datang, Tuan David Lim.” Seru Lidya Huanran saat melihat sebuah mobil mewah terparkir tidak jauh dari pasar.Wanita muda itu menyongsong Daniel dalam setelan David Lim dengan wajah berseri-seri. Sebelumnya dia sudah mendengar kabar dari Eden kalau David Lim sedang merencanakan relokasi pasar Kai Xin. Tapi menyambut kedatangan pujaan hatinya itu merupakan kebahagiaan tersendiri baginya.“Nona Jenny, selamat datang.” Tidak lupa Lidya pun menyapa Jenny yang berdiri di sebelah Daniel.“Hai, nona Lidya ….” Jenny membalas sapaan Lidya seraya melambaikan tangannya.&ldquo
Lima bulan berlalu, sesuai dengan janji yang pernah dilontarkan David kepada Jenny, pagi itu dengan dibantu oleh Eden dan Lidya–dia membawa berpuluh-puluh klakat bambu berukuran besar. Cecilia dan Jenny tertawa-tawa melihat apa yang dilakukan oleh boss besar mereka itu.Sementara Eden dan Lidya, wajah mereka sama-sama terlihat lelah. Bagaimana tidak, sejak matahari belum berencana untuk beranjak dari peraduannya, mereka sudah berkutat dengan tepung dan kacang hijau serta kacang merah di dalam apartement David Lim.“Awas saja kalau setelah ini kau membatalkan janjimu untuk mentraktirku berendam di pemandian ari panas termahal di Hong Kong - aku akan membawa janji itu sampai ke akhirat,” ancam Eden kepada David Lim yang sedari tadi hanya berdiri mengawasi sambil terus tebar pesona kepada para karyawan wanita.Setelah perjuangan yang cukup sengit untuk menaklukkan Huangjia Petroleum, tapi kenyataanya sejak awal dewi fortuna memang sudah berp
David Lim terbangun dari tidurnya. Sinar matahari menyorot wajahnya yang seharusnya masih berada dalam pelukan Serena. Meski tak terjadi apapun yang ‘panas’ dengan mereka semalam, tapi tertidur dalam pelukan wanita yang wangi tubuhnya selalu dia sukai merupakan pilihan yang terbaik.“Serena?” lagi-lagi David kehilangan Serena atau jangan-jangan yang semalam memeluknya bukanlah Serena, melainkan hanya bayangan kerinduannya akan wanita itu.David mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, tubuh letihnya kini sudah terasa lebih baik dari kemarin. Meski ada beberapa bagian tubuh yang terasa pegal akibat pertempuran kemarin tapi kini hatinya terisi penuh. Tapi dimanakah wanita itu?“Sudah bangun ternyata …” sorot mata David kembali berbinar melihat kedatangan Serena dari arah pintu masuk, “maaf aku kembali sebentar ke rumah, di rumahmu tidak ada bahan makanan yang bisa aku masak.”Serena menyodorkan dua potong
Serombongan polisi menggerebek gedung tua setelah ada warga sipil yang kebetulan lewat di dekat gedung itu dan mendengar suara tembakan yang hampir tanpa jeda. Polisi berbondong-bondong masuk dengan menembakkan beberapa peluru ke udara.Eden serta sepasang orang tua yang tengah begulat batin dengannya itupun terkejut dengan kedatangan para polisi. Mendengar suara tembakan dari luar gedung seketika membuat wanita tua itu berlari dan melompat keluar gedung melalui jendela.Tubuh Eden diseret masuk ke dalam mobil polisi, Eden mengikuti langkah polisi yang telah memborgol tangannya tanpa perlawanan. Baginya saat ini keselamatan dirinya di atas segalanya. Perkara masuk penjara pasti nanti juga akan di selesaikan oleh sahabatnya. Itu juga kalau pria tampan itu belum mati–pikir Eden.“Kau utusan Lim Group, kan?” pertanyaan seorang polisi dari balik kemudi membuat Eden terhenyak.Dari mana orang itu tahu kalau dia salah satu pekerja Lim Group? S
Civic berharga dua digit milyar itu melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya hampir-hampir tak menginjak pedal rem selama perjalanannya. Terus saja melajukan kendaraan roda empat itu melesat menembus jalanan.Beberapa hari yang lalu David Lim telah bertemu dengan Serena Yao dalam pertemuan yang ganjil. Kala itu dirinya sempat memeluk tubuh wanita yang selalu menjadi candu baginya itu. Bahkan dia sempat menghirup wangi rambut wanita itu–wanginya masih sama dengan wangi yang dihirupnya pada sela-sela permainan panas mereka di kamar hotel.“Sial! Seharusnya aku langsung membawa saja Serena pergi dari desa Jiaju. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri seandainya ada hal buruk yang menimpa dia.” David menggigit bibir bawahnya penuh rasa bersalah.Diinjaknya tegas pedal gas menembus perbatasan kota Hong Kong dengan hutan menjadi sumber oksigen terbesar di negara tirai bambu itu. Sudah menjadi kebiasaan bagi Eden ataupun David untuk menurunkan jend
Eden mengangkat tinggi tinjunya, siap dihujamkan ke wajah pria tua yang menatapnya dingin. Jadi seperti ini rasanya berhadapan dengan pembunuh bayaran, pikir Eden. Begitu profesional sampai kepada ekspresi yang sulit untuk ditebak. Tapi Eden begitu yakin kalau pertarungan ini akan dimenangkan olehnya dengan tangan kosong.CEKREK!Suara kokangan senjata api terdengar dekat sekali dengan pelipisnya. Eden lupa kalau pria itu bersama dengan seorang wanita yang tadi sempat menembakkan peluru ke arah David. Sebersit rasa takut menyelinap di hati Eden, namun segera disingkirkannya – dia tak mau mati konyol di tangan para orang tua.“Kau masih ingat rasa biang-biang ming buatanku? Aku rindu memasak lagi untuk kalian bertiga … kini aku mulai membayangkan seperti apa wajah Serena Yao. Gadis cantik yang telah mencuri hati pemuda tampanku.” Wanita tua itu menyeringai, senjata apinya terangkat lurus – siap menembus kepala Eden.Eden kemb
Eden terus dihujani dengan peluru yang dilontarkan dari senjata api sang pria tua yang dengan cekatan terus mengisikan peluru ke senjatanya–hingga tiada habis-habisnya. Dia membungkuk, berguling hingga merangkak menghindari puluhan peluru yang mengincarnya.“Eden!” David berteriak dari balik dinding–dia baru saja selesai mengisi ulang senjata di pungutnya dari preman-preman yang berhasil dia kalahkan.“Bodoh! Cepat selamatkan dirimu! Aku tak mau memiliki boss selain dirimu! Cepat pergi!” teriak Eden, kini dirinya sudah berada cukup dekat dengan kedua orang tua itu.Wanita tua yang dipanggil ‘mama’ itu seketika menyadari kemunculan David dari balik dinding. Wajahnya kini tak terlihat lagi seperti seseorang yang menaruh kasih sayang kepada anak yang telah dibesarkannya bertahun-tahun.Sebuah peluru terlepas dari sangkarnya dan melesat lurus mengarah pada David yang masih menimbang-nimbang apa yang harus
Cecilia tak dapat tidur semalaman. Tubuhnya yang lelah memaksanya untuk berbaring di ranjang yang empuk dan menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut. Tapi kenyamanan yang bisa diciptakan dari perpaduan antara ranjang dan selimut itu pun gagal membuatnya tertidur.Dalam benak Cecilia, berputar bayangan antara David Lim dan Jeremy Lee bergantian, berulang-ulang. Dia membalikkan badannya ke kanan lalu ke kiri, seperti itu terus hingga matahari naik ke langit dan tersenyum mengejek kegundahan hatinya.“HAH! Ternyata sulit sekali mencintai pria yang benar-benar mancintai dengan tulus. Aku kira kisahku dengan Jeremy akan berbeda, tapi ternyata malah lebih tragis. Apa aku memang bukan seorang wanita yang layak untuk dicintai?” Cecilia menutup wajahnya dengan bantal.Cecilia adalah sosok wanita muda yang kerap kali membuat iri wanita lain yang seusia dengannya. Bagaimana tidak, keluarga Cecilia bukanlah keluarga tersohor seperti keluarga Han. Dia hanyalah an
Suatu pagi yang berkabut, kala dirinya masih menjadi Daniel Yuwan, dia menemukan sepucuk surat di meja makan bersama dengan semangkuk Biang-biang ming kesukaannya. Daniel membaca selembar surat yang ditinggalkan baginya itu sambil menyantap sarapannya yang masih hangat.Dalam surat tersebut memang tak disebutkan tentang harta karun yang terpendam atau semacamnya. Kalimat demi kalimat yang tertuliskan di sana hanya menyebutkan kalau Daniel tak boleh sama sekali menggeser tempayan besar yang berada di dapur, sekalipun isi tempayannya sudah kosong.“Siapa kalian sesungguhnya?” otak Daniel yang kini telah menjadi David Lim berputar penuh tanda tanya.“Maksudnya kau mau tahu profesi kami?” pria tua itu kembali bersuara.“Apapun itu, cepat katakan! Siapa kalian?” David hampir kehilangan kesabarannya lagi.“Kami bagian dari kelompok elang emas. Kelompok pembunuh bayaran yang merajai tanah Asia. Kedatangan kami di
“Mau apa kau datang ke tempat ini, anak kampung? Jangan banyak lagak mentang-mentang sudah jadi boss besar. Dulu saja kau berhasil dikalahkan oleh anak buahku. Sekarang malah datang menantang ke markas kami. Hahaha!!” gelegar tawa pria yang berjalan semakin mendekatinya itu seketika mengingatkan David pada ketua preman yang dulu mengacak-acak pasar Kai Xin.David memicingkan matanya. Dengan cepat dia menangkap tato elang yang terlukis di leher pria itu. Dia tak menyangka sebelumnya kalau preman-preman itu ternyata komplotan besar. Mereka pasti selama ini berprofesi sebagai pembunuh bayaran atau semacamnya.“Aku tidak takut! Satu lawan satu–jangan jadi pengecut yang beraninya keroyokan!” seru David dengan amarahnya yang tertahankan, teringat aksi mereka saat menghancurkan pasar.Tak heran kalau kini mereka begitu membenci David Lim, karena ladang pungli mereka kini berkurang satu. Apalagi dulu mereka hampir setiap hari mendatangi pas