Bak adegan pembukaan sebuah film kolosal, segerombolan preman berbadan besar serta berpakaian serba hitam, berjalan dengan sombong dari ujung gang pasar. Daniel di kejauhan dengan bola mata yang terbelalak sekelebat mulai merasakan adanya suatu kemustahilan.
“Hei! Bagaimana ini? Kita tidak mungkin melawan mereka semua.” Bisik seorang pedagang yang sudah bersiap, bersembunyi di balik meja yang digulingkan.
“Tenang! Kita harus tetap tenang. Semua dalam posisi yang sudah ditentukan. Jangan bergerak sebelum aba-aba dariku.” Daniel mencoba tetap tenang meski tangannya mulai berkeringat dingin.
“WOIII! Bersembunyi di mana kalian pedagang-pedagang bodoh?!” seruan sang ketua preman yang berjalan paling depan, mengema ke telinga setiap pedagang yang tengah bersembunyi.
“Pengecut! Beraninya datang rombongan. Kau! Cepat ke sini dan lawan aku!” seru Daniel dengan jari yang menunjuk ke arah sang ketua.
“KURA
Kini, Daniel tidak dapat mundur lagi dari perannya sebagai David Lim. Malah rasanya dia semakin menikmatinya. Dengan cepat dirinya menyerap ilmu-ilmu baru yang telah diterimanya dan juga mulai menggabungkan karakter David Lim dengan karakter alami dirinya. Waktu menjelang rapat besar para pemegang saham tersisa 3 minggu lagi. Siang itu, tiga orang yang telah menjadi sangat dekat; Daniel, Shuo Ming dan Jenny berkumpul melakukan rapat tertutup di ruangan Tuan Ming. SREEK! Jenny membentangkan sebuah blue print atau sketsa pembangunan di atas meja. “Aku telah mendapatkan sketsa terbaru dari arsitek yang menggarap proyek pembangunan gedung pusat bisnis. Proyek yang sempat mangkrak setelah meninggalnya Hongli Lim memang sudah dimulai kembali pembangunannya.” Ujar Lidya membuka rapat. Daniel mencoba memahami sketsa bangunan yang ada di hadapannya. Gedung 10 lantai itu telah diproyeksikan untuk menjadi pusat segala macam bisnis Hong Kong. Dimana nant
Daniel pun memutuskan untuk meminta bantuan Jenny memesan ruangan pertemuan. Jenny dengan senang hati membantu, karena sejak awal David Lim berkerja sendirian untuk mengatur jadwal kesibukannya juga merapikan pekerjaannya. “Aku sudah melakukan pemesanan ruangan pertemuan dengan kapasitas 50 orang. Apakah itu cukup atau kau butuh tempat yang lebih besar?” tanya Jenny. “Sudah cukup. Kau melakukan pemesanan atas nama siapa?” “Lim Group, sesuai dengan yang kau perintahkan. Kenapa tidak langsung saja mengatakan David Lim sih?” Jenny menjadi bingung, setelah sebelumnya Daniel bilang dia yang akan melakukan pemesanan sendiri, tapi setelahnya malah tetap meminta tolong Jenny untuk melakukannya. “A–aku tadi sudah mencoba menelpon ke sana, tapi tidak ada yang mengangkat.” Daniel berkelit. “Baiklah … apapun itu alasannya yang jelas aku sudah melakukan pemesanan untuk minggu depan.” Jenny membalikkan badannya bersiap meninggalkan ruangan. “Jenny …
Serena terkejut dengan suara jatuhnya ponsel yang baru dibelinya. Kepalanya sempat menengok ke arah meja, namun dengan cepat Rudy menghalangi pandangan Serena dengan kembali melumat bibir wanita itu dengan buas.“Emm … Ru … Rudy …” Serena berusaha mengambil jeda dari keliaran kekasihnya.“Serena … My baby … Aku tahu ponselmu terjatuh, tolong jangan pikirkan itu sekarang. Sekalipun ponselmu rusak, aku akan membelikan yang baru untukmu.” Ucap Rudy dengan mata yang tak bisa lepas dari bibir Serena.“Tapi … Rudy …”“No, baby! Tidak ada lagi kata tapi …” Rudy menurunkan lagi satu tali gaun Serena.Gaun itupun merosot dengan sukses dari tubuh Serena hingga memperlihatkan bahu dan dada Serena yang mulus dan berbentuk sempurna.“Kau hanya milikku malam ini, Serena …” Rudy menggendong Serena yang sudah kehilangan gaunnya
“Apa anda pria penelpon aneh kemarin?” tebak Serena.“Iya, nona! Mari kita menyelesaikan perkenalan kita–nama saya Daniel Yuwan.”Dunia seakan runtuh. Serena tidak pernah membayangkan untuk mendengar nama itu kembali terucap di telinganya. Nama yang sudah dengan susah payah dilupakan olehnya. Nama yang telah memberikan kenangan indah beserta goresan yang diciptakan oleh keegoisannya sendiri.“Daniel Yuwan? Kau Daniel dari …”“Desa Jiaju. Kau sudah makan siang?” tanya Daniel dengan perasaan yang berkecambuk.Mereka terdiam sekitar 1 menit lamanya, otak Serena tampak berkelana, menebak-nebak sesuatu yang rasanya mustahil baginya.“Sungguhkah aku sedang berbicara dengan Daniel? Daniel yang aku kenal?” tanya Serena. Ada getaran dalam suaranya.“Iya–aku Daniel yang itu …” ucap Daniel, “kau belum menjawab pe
Jenny mengeryitkan keningnya. Sudah lama juga Lim Group tidak melakukan kerjasama apapun dengan The Mandarin Hotel, sejak batalnya acara pertunangan antara David Lim dan Cecilia yang berhasil mengundang wartawan memenuhi hotel tersebut. “Aku akan menanyakannya terlebih dahulu kepada Tuan Lim. Jika beliau bisa mengosongkan jadwalnya untuk makan malam bersama, maka aku akan menghubungimu kembali.” Jawab Jenny ramah. “Terima kasih, Jenny. Kau memang selalu bisa diandalkan.” Puji Serena dengan nada bahagia. Pertemuan terakhirnya dengan David Lim malam itu berada dalam waktu yang salah. Rudy yang pencemburu itu hampir saja melihat mereka mengobrol dan kalau sampai kekasihnya itu melihat pastilah dia akan merajuk semalaman. Selain itu, Serena masih belum siap kalau harus kehilangan Rudy sebelum menemukan pengganti yang lebih dari pria itu, sebagai brankas berjalannya. *** “Kau di mana?” Jenny berbisik di depan ponselnya, “Serena Yao menelpo
Setelah obrolan mengenai rangkaian acara yang akan diadakan, mereka melanjutkan obrolan lebih santai seraya menyantap makan malam yang sudah tersaji sedari tadi. Daniel memuji Tom Yum Soup yang dengan wangi jeruk yang khas. Tanpa sengaja dia juga mengatakan kalau dia sangat ahli membuat Tom Yum Soup dan itu membuat Serena terkejut. “Aku mengakui kehebatan koki di hotel ini, masakannya sangatlah enak. Sedikit usulan dariku, kau harus memasukkan menu bakpao daging dan kacang merah ke dalam menu hotel. Aku jamin, aku akan lebih sering datang kesini jika salah satu terbaikmu bisa membuat bakpao yang enak.” “Wah … aku takjub sekali, ternyata seorang David Lim bisa juga menaruh perhatian terhadap makanan tradisional.” Serena kembali terkejut. Sekelebat dalam pikirannya malah terlintas kembali percakapannya dengan Daniel siang tadi. “Kalau koki di sini belum ada yang bisa membuat bakpao enak, aku bisa mengajari mereka. Hahaha ….” Daniel dengan nalu
Daniel terpaksa harus menikmati pemandangan yang cukup menyakitkan bagi dirinya. Namun apa daya, dia bukan siapa-siapa bagi Serena kini.Daniel berdehem menanggapi pernyataan Rudy, “iya–Serena yang mengusulkannya. Aku jadi sangat tertolong karenanya ide darinya. Aku ucapkan terima kasih sekali lagi, Serena. Terima kasih karena telah bersedia membantu Lim Group.” Daniel berkata lebih tegas pada kalimat terakhirnya. Dia kemudian mencuri pandang kepada Serena, mencoba mencari jejak atas perubahan sikap wanita itu.Tetapi Serena terus saja menundukkan kepalanya. Dia tampaknya sedang menghindari tatapan Daniel. Aneh sekali padahal di ruangan–saat mereka hanya berdua – jelas-jelas Serena bersikap seolah hendak melakukan pendekatan lebih kepada David Lim.“Kalau begitu sudah bisa dipastikan rapat besar pemegang saham nanti akan berjalan dengan lancar, benar kan? Kau juga harus ingat, aku menaruh investasi bersar tehadap Lim Group. Ja
Siang menjelang sore hari yang tenang seperti biasanya di Desa Jiaju–dimana para ibu dan anak-anak perempuan bersantai di halaman rumah sambil menikmati pemandangan burung-burung yang beterbangan dari satu ranting ke ranting lain.Tatkala keasikan menikmati hari, lima orang anak lelaki tampak baru kembali setelah bermain dari dalam hutan dan menangis. Mereka kompak memegangi perut mereka sambil mengaduh. Para ibu dengan penuh kekhawatiran menyongsong anak-anak mereka dan buru-buru menggiring masuk ke dalam rumah.“Ibu … perutku sakit.” Seorang anak kecil menangis dipelukan ibunya.“Nak, apa yang terjadi? Siapa saja yang tadi bermain bersamamu?” tanya ibu anak itu cemas.Sang ibu pun mengantarkan anaknya ke kamar–mengompres perut anaknya, lalu mendatangi satu persatu rumah anak-anak yang tadi bermain bersama buah hatinya itu. Betapa kagetnya ibu itu saat dia mendapati kondisi kelima anak itu yang hampir sama denga