"Hahaha!! Bodoh sekali mereka, dengan pusaka ini, kita bisa membuat para dewan atasan senang." Borish tergelak meski ombak masih terlihat menggulung di sekitar kapal, seolah tidak takut dengan apapun yang terjadi. "Ketua, dengan pusaka ini apakah kita akan bertambah kuat?" kali ini Michael yang bertanya, seorang pemuda berkacamata dengan teknologi yang tentunya sangat canggih. "Pusaka ini bisa membuat pil Keabadian, jika para ilmuan berhasil maka bisa dikembangkan menjadi pil Keabadian dan kekuatan yang bisa melebihi ahli beladiri lainnya." jelas Ling Wein. Seorang ahli beladiri sekaligus pahlawan dunia yang kini melintasi waktu demi bisa mendapatkan pusaka kristal pelangi satu-satunya pusaka milik alam Jien yang belum dihancurkan Rama. Beberapa kristal pelangi telah dihancurkan, pasukan Jien bahkan mencari keberadaan Raja Iblies. Karena hanya Raja Iblies yang mampu memperbanyak kristal pelangi, karena itulah Raja Iblies membawa Arash untuk menjauh dari salah satu Kerajaan alam Ji
Melihat Badara dan Cacao yang muncul di depan mereka, kini mereka sadar kalau Arash bukan lawan yang harus diremehkan. Ling Wein memberikan kristal pelangi kepada Michael, ia adalah salah satu kepercayaannya. "Michael, bawa ini bersama kalian, jika aku nggak bisa pulang sekarang, kalian bisa jemput aku nanti!" kata Ling Wein terlihat serius. Michael paham kalau Ling Wein bersedia berkorban untuk penelitian yang akan dilakukan. Jadi ia pun bertekad untuk membawa kristal pelangi bagaimanapun caranya. "Nggak akan aku biarkan salah satu dari kalian pergi!" teriak Bandara, Ia dan Cacao lalu berubah wujud dan mulai menyerang teman-teman Ling Wein. Fatta juga tak mau kalah, ia mulai melompat ke depan salah satu ahli beladiri yang bernama Borish dan mulai memainkan jemarinya. "Mau kemana? Hadapi aku dulu!" sahut Fatta. Ling Wein yang melihat itu langsung menyerang Arash dengan kedua belati di tangannya, ia menggunakan gaya bertarung jarak dekat. Menyabet setiap pergerakan Arash.
Ling Wein menatap kagum ke arah Arash, pemuda di depannya itu terbilang masih cukup muda, meski topeng itu menutupi wajahnya, Ling Wein tau kalau Arash masih muda dan belum memiliki pengalaman, setiap gerakannya terlihat meragu seakan masih mempelajari kemampuan lawannya. Ling Wein sadar kalau saat ini Arash belum mengeluarkan semua kekuatannya. Ia semakin bersemangat melihat seperti apa kekuatan yang Arash miliki. Sementara itu gerbang waktu memiliki tidak banyak waktu, ia akan tertutup sebentar lagi. "Ketua! Gerbang waktu akan tertutup!" teriak Michael di sela pertempurannya dengan Mei Xue. "Wursh!" Kesempatan itu Mei Xue gunakan untuk merebut kristal pelangi di tangan Michael. "Klang.. Klang... Klang...!" Kristal pelangi jatuh ke dasar kapal. Ketika Michael akan mengambilnya dengan cepat Mei Xue menghalanginya. Sementara itu Borish yang sedang bertarung dengan Fatta sudah merasa kelelahan, lawan di depannya terlihat tidak mengalami penurunan kekuatan, sementara mere
Ling Wein memasuki sebuah gedung dengan nuansa putih, penjagaan yang ada begitu ketat, setiap yang masuk memiliki tanda pengenal, bahkan pada ruangan-ruangan tertentu harus dipindai dengan kornea mata. Ling Wein mendekati seorang Prof yang sedang berada di ruangannya, begitu melihat Ling Wein sepertinya ia langsung tau seperti apa hasil yang mereka dapatkan pada misi kali ini. "Jadi kalian gagal mendapatkan kristal pelangi itu?" Prof Andreas terlihat dingin ketika mendapatkan laporan dari Ling Wein mengenai kegagalan mereka. "Kami nggak memiliki banyak waktu Prof, kita terlalu meremehkan para manusia kuno, mereka memiliki beberapa ertefak kuno yang nggak kita punya, mereka bahkan membunuh salah satu dari kami." jelas Ling Wein. "Aku tau soal Harley, tetapi apa maksudmu dengan artefak kuno?" tanya Prof Andreas lagi. "Seorang pemuda, dia menggunakan topeng... Saat itu kami sedang bertempur," Ling Wein mulai menceritakan tentang pertempurannya dengan Arash, ketika akan mengakhiri pe
"Aku nggak kenal kamu!" paman Zao merajuk, ia marah karena Fatta menghilang tanpa kabar, membawa anak Rama bahkan pergi ke Kerajaan lain. Meski ia sebenarnya paham maksud Fatta. "Haish! Paman Zao yang tampan, jangan marah... Lihatlah, aku membawa siapa." Fatta menunjuk ke arah Arash. Arash hanya memperlihatkan cengiran jeleknya. "Apa... Apa dia anak Rama? Arash?" tanya Paman Zao dengan linangan air mata. Melihat Rawin yang menangis serta paman Zao yang menangis membuat Arash paham, kalau ayahnya begitu dicintai. Arash hanya bisa memasang senyum maklum, paman Zao lalu mendekatinya, menepuk bahunya dan membawanya masuk. Arash bertemu dengan seorang Petua wanita, jejak kecantikannya masih terlihat meski wajah itu sudah memiliki keriput. "Fatta, kamu datang..." Bibi Wulandari memeluk Fatta, ia menatap Arash dan tersenyum bahagia. Meski tidak selebay paman Zao dan Rawin. Bibi Wulandari juga meneteskan air mata. "Kamu sudah besar rupanya," bibi Wulandari menyentuh pipi Arash d
Keesokan paginya Fatta dan Arash akan kembali menjelajah, mencari keberadaan pasukan bayangan yang sudah mulai menyebar. Melihat Fatta dan Arash mulai berkemas, paman Zao kembali bersedih. "Fatta, kenapa cuma sebentar di sini?" tanya paman Zao dengan ekspresi muram. Fatta mendekati paman Zao, "paman kamu tau kan kalau kami sedang mencari foto Tuan Muda Rama," setelah Fatta mendekat, paman Zao mengangguk tetapi belum paham dengan maksud Fatta, sebelum Fatta akhirnya melanjutkan perkataannya dengan berbisik, "Arash memiliki kemampuan, mendatangkan orang hanya dari lukisan dan juga foto." Mendengar itu tentunya paman Zao yang terkejut kemudian terlihat ceria. Kalau bagitu ia takkan menghalangi lagi kepergian Fatta dan Arash, meski ia sedih, tapi ia juga menjadi tidak sabar dengan keberadaan Rama yang akan segera ditemukan, ia bahkan berdoa di dalam hati kalau Rama akan kembali dalam keadaan baik-baik saja. "Baiklah... Baiklah... Jaga diri kalian, jangan terluka, tetap seha
(Yang Mulia, ada beberapa orang yang mengikutimu) lapor Cacao. Hmmm... Apa mereka salah satu ahli beladiri yang ada di kapal? (Bukan, penampilan mereka menunjukkan kalau mereka berasal dari jaman yang sama dengan kita) Cacao berdiri di dekat salah satu pasukan yang mengikuti Arash, kemampuan beladirinya cukup bagus namun tidak sepeka ahli beladiri yang dari masa depan. (Apa aku harus menyingkirkan mereka Tuan?) Jangan... Buat takut saja... (Baik Yang Mulia) Arash tersenyum dan menghentak kudanya menyusul Fatta yang berada di depan. "Gyaaaa!!" Sementara itu terdengar teriakan dari arah hutan, sepertinya Cacao dan Badara mulai menakuti pasukan yang mengikutinya dan Fatta. "Suara apa itu?" tanya Fatta, ia berhenti dan menoleh ke belakang. "Sepertinya suara orang ketakutan paman," sahut Arash ketika melalui Fatta. "Apa perlu kita bantu?" "Haish paman, kalau kita selalu membantu orang lain, kapan kita menemukan ayah?" "Hahaha... Kamu benar, sepertinya bukan masalah b
"Tapi paman, ingatlah kalau kalian nggak melakukan yang aku minta, aku akan datang dan menagih pengembalian hingga 2 kali lipat," ancam Arash, tentu saja Hadi yang mendengar itu langsung menelan ludah takut. Anak muda itu bahkan berani mengancam mereka, entah kekuatan seperti apa yang ia miliki. "Tentu Tuan, kami pasti akan melakukan perintahmu!" kata Hadi dengan cepat. "Baiklah, aku tunggu hasil kerja kalian." kata Arash lagi, sementara itu Fatta hanya bisa tersenyum melihat kelakuan Arash. "Bos, apa kamu serius akan melakukan perintah bocah itu?" Udin kembali bersuara dan berdecak kesal kesal karena bosnya bisa kalah dengan bocah tengil, menurutnya begitu. "Geplak!" kali ini Hadi menggeplak kepala Udin dengan kuat. "Aduh!" teriak Udin kesakitan. Hadi terlihat marah, Udin ini tidak menghargainya sebagai bos, sedari tadi ia selalu mendebatnya bahkan di depan Arash. "Kamu nggak sadar, kedua orang itu memiliki pancaran aura yang sangat kuat, bergerak sedikit melayang nyawa