"Kamu benar, aku nggak bisa menggunakan kuas ini, jadi saat ini aku hanya bisa berharap kamu menolong kami... Kekaisaran memerlukan pertolonganmu..." Han Jaeyong menangkupkan tangannya begitu memasuki kamar Arash. "Kamu bahkan menghampiriku sepagi ini, paman apa kamu nggak tidur?" tanya Arash dengan wajah kesal. Kali ini ia tidak memakai topeng, jadi Han Jaeyong tau ada perbuatan ekspresi di wajah Arash, lagipula Han Jaeyong sudah pernah melihat wajahnya. Jadi Arash tidak sungkan membuka topengnya. "Aku nggak bisa tidur sebelum tugasku selesai, tolong!! Bantulah kami..." kali ini ia bahkan berlutut. Bagi Han Jaeyong menurunkan harga diri bukanlah hal besar, ia bertanggung jawab kepada tugasnya. "Hoooaaam...." Fatta bahkan menguap karena masih mengantuk. "Arash, bantu saja dia..." kata Fatta dengan sorot mata mengantuk. "Baiklah, aku akan membantu paman, tapi dengan pembayaran yang setimpal." sahut Arash. "Aku akan membayarmu dengan 100 logam emas!" sahut Han Jaeyong berse
Hong Zicai bermimpi indah, ia merasa berada di sebuah padang rumput, dikelilingi para wanita cantik. Wanita-wanita itu berlarian dengan suara yang menggemaskan, Hong Zicai berlari mengejar mereka dan menangkap salah satunya. "Aahhh...!" Hoang Zicai tersenyum dan memeluk wanita itu dengan erat. Tapi kejadian selanjutnya membuatnya begitu tercengang, saat ia membuka mata, ia sedang memeluk seorang pria dengan tubuh keras seperti batu. "Hei, kamu mimpi jorok ya? Kamu memelukku pakai nafsu, hiiii..." Fatta langsung mendorong Hong Zicai yang kini berada di dalam tahanan. "Apa... Apa yang terjadi? Mengapa aku ada di sini?" Hong Zicai tentunya bingung, ia jelas-jelas sedang berpesta tadi malam bersama Chen'eur. Tapi mengapa sekarang ia ada di dalam sel tahanan? "Plak!! Plak!!" Hong Zicai bahkan menepuk pipinya dua kali, berharap apa yang kini ia hadapi hanya mimpi. "Apa yang kamu lakukan? Masih mengira ini mimpi?" Han Jaeyong tersenyum sinis, seolah mengejek kesialan Hong
Beberapa menit berlalu, ombak masih terlihat begitu besar. Namun tidak ada yang terjadi, meski ombak laut begitu besar, kapal masih bisa melewatinya. "Hmm... Sepertinya mereka nggak bisa menyerang kita, sepertinya ada hal yang menutup portal alam Jien..." kata Cacao, ia melihat beberapa pasukan Jien seolah melakukan ritual untuk membuat ombak besar dan menjatuhkan kapal. "Ah, dulu pernah terjadi hal seperti ini... Kalau nggak salah Tuan Muda pernah menutup portal alam Jien," kata Fatta manggut-manggut, tetap saja melihat ombak yang seakan menggulung membuat Badara dan Cacao harus berhati-hati. Mabuk laut yang tadi menyerang Arash kini sudah tidak terasa lagi, Arash terlihat lebih tenang. Arash sebenarnya ingin mencoba kegunaan Mustika Naga yang baru saja ia telan, namun melihat lautan yang begitu dalam, gelap dan mencekam, membuat Arash mengurungkan niat. "Bagaimana bisa ada Kerajaan di dalam sana?" gumam Arash. "Tentu ada, istana alam Jien sangat luar biasa, kuakui bahkan leb
"Hahaha!! Bodoh sekali mereka, dengan pusaka ini, kita bisa membuat para dewan atasan senang." Borish tergelak meski ombak masih terlihat menggulung di sekitar kapal, seolah tidak takut dengan apapun yang terjadi. "Ketua, dengan pusaka ini apakah kita akan bertambah kuat?" kali ini Michael yang bertanya, seorang pemuda berkacamata dengan teknologi yang tentunya sangat canggih. "Pusaka ini bisa membuat pil Keabadian, jika para ilmuan berhasil maka bisa dikembangkan menjadi pil Keabadian dan kekuatan yang bisa melebihi ahli beladiri lainnya." jelas Ling Wein. Seorang ahli beladiri sekaligus pahlawan dunia yang kini melintasi waktu demi bisa mendapatkan pusaka kristal pelangi satu-satunya pusaka milik alam Jien yang belum dihancurkan Rama. Beberapa kristal pelangi telah dihancurkan, pasukan Jien bahkan mencari keberadaan Raja Iblies. Karena hanya Raja Iblies yang mampu memperbanyak kristal pelangi, karena itulah Raja Iblies membawa Arash untuk menjauh dari salah satu Kerajaan alam Ji
Melihat Badara dan Cacao yang muncul di depan mereka, kini mereka sadar kalau Arash bukan lawan yang harus diremehkan. Ling Wein memberikan kristal pelangi kepada Michael, ia adalah salah satu kepercayaannya. "Michael, bawa ini bersama kalian, jika aku nggak bisa pulang sekarang, kalian bisa jemput aku nanti!" kata Ling Wein terlihat serius. Michael paham kalau Ling Wein bersedia berkorban untuk penelitian yang akan dilakukan. Jadi ia pun bertekad untuk membawa kristal pelangi bagaimanapun caranya. "Nggak akan aku biarkan salah satu dari kalian pergi!" teriak Bandara, Ia dan Cacao lalu berubah wujud dan mulai menyerang teman-teman Ling Wein. Fatta juga tak mau kalah, ia mulai melompat ke depan salah satu ahli beladiri yang bernama Borish dan mulai memainkan jemarinya. "Mau kemana? Hadapi aku dulu!" sahut Fatta. Ling Wein yang melihat itu langsung menyerang Arash dengan kedua belati di tangannya, ia menggunakan gaya bertarung jarak dekat. Menyabet setiap pergerakan Arash.
Ling Wein menatap kagum ke arah Arash, pemuda di depannya itu terbilang masih cukup muda, meski topeng itu menutupi wajahnya, Ling Wein tau kalau Arash masih muda dan belum memiliki pengalaman, setiap gerakannya terlihat meragu seakan masih mempelajari kemampuan lawannya. Ling Wein sadar kalau saat ini Arash belum mengeluarkan semua kekuatannya. Ia semakin bersemangat melihat seperti apa kekuatan yang Arash miliki. Sementara itu gerbang waktu memiliki tidak banyak waktu, ia akan tertutup sebentar lagi. "Ketua! Gerbang waktu akan tertutup!" teriak Michael di sela pertempurannya dengan Mei Xue. "Wursh!" Kesempatan itu Mei Xue gunakan untuk merebut kristal pelangi di tangan Michael. "Klang.. Klang... Klang...!" Kristal pelangi jatuh ke dasar kapal. Ketika Michael akan mengambilnya dengan cepat Mei Xue menghalanginya. Sementara itu Borish yang sedang bertarung dengan Fatta sudah merasa kelelahan, lawan di depannya terlihat tidak mengalami penurunan kekuatan, sementara mere
Ling Wein memasuki sebuah gedung dengan nuansa putih, penjagaan yang ada begitu ketat, setiap yang masuk memiliki tanda pengenal, bahkan pada ruangan-ruangan tertentu harus dipindai dengan kornea mata. Ling Wein mendekati seorang Prof yang sedang berada di ruangannya, begitu melihat Ling Wein sepertinya ia langsung tau seperti apa hasil yang mereka dapatkan pada misi kali ini. "Jadi kalian gagal mendapatkan kristal pelangi itu?" Prof Andreas terlihat dingin ketika mendapatkan laporan dari Ling Wein mengenai kegagalan mereka. "Kami nggak memiliki banyak waktu Prof, kita terlalu meremehkan para manusia kuno, mereka memiliki beberapa ertefak kuno yang nggak kita punya, mereka bahkan membunuh salah satu dari kami." jelas Ling Wein. "Aku tau soal Harley, tetapi apa maksudmu dengan artefak kuno?" tanya Prof Andreas lagi. "Seorang pemuda, dia menggunakan topeng... Saat itu kami sedang bertempur," Ling Wein mulai menceritakan tentang pertempurannya dengan Arash, ketika akan mengakhiri pe
"Aku nggak kenal kamu!" paman Zao merajuk, ia marah karena Fatta menghilang tanpa kabar, membawa anak Rama bahkan pergi ke Kerajaan lain. Meski ia sebenarnya paham maksud Fatta. "Haish! Paman Zao yang tampan, jangan marah... Lihatlah, aku membawa siapa." Fatta menunjuk ke arah Arash. Arash hanya memperlihatkan cengiran jeleknya. "Apa... Apa dia anak Rama? Arash?" tanya Paman Zao dengan linangan air mata. Melihat Rawin yang menangis serta paman Zao yang menangis membuat Arash paham, kalau ayahnya begitu dicintai. Arash hanya bisa memasang senyum maklum, paman Zao lalu mendekatinya, menepuk bahunya dan membawanya masuk. Arash bertemu dengan seorang Petua wanita, jejak kecantikannya masih terlihat meski wajah itu sudah memiliki keriput. "Fatta, kamu datang..." Bibi Wulandari memeluk Fatta, ia menatap Arash dan tersenyum bahagia. Meski tidak selebay paman Zao dan Rawin. Bibi Wulandari juga meneteskan air mata. "Kamu sudah besar rupanya," bibi Wulandari menyentuh pipi Arash d