"Tuan dan Nona, aku Arash, tetap ikuti perjalananku dan tinggalkan jejak pada kolom komentar, jangan segan untuk mengkritik author kami!!" Fatta kemudian melambaikan tangan, tapi Arash mencoba menghalanginya."Paman!! kau sudah banyak fans, jangan rebut pembacaku lagi!"
Saat ini Wu Xubang membawa Arash dan Fatta ke kediamannya. Kediaman Wu Xubang lumayan besar, beberapa pelayan terlihat menundukkan kepala ketika melihat Wu Xubang dan tamunya. "Wah, kamu memiliki rumah yang besar!" kata Arash. Fatta juga terpana, tapi jika dibandingkan dengan rumah Arash saat di Mekarsari, maka Arash pasti tidak akan menyangka kalau rumahnya lebih indah dan berkelas. Saat ini rumah di Mekarsari diurus oleh Alan dan adik-adiknya, Arash tidak tau menahu soal itu. Tapi jika ia bertanya, tentu saja dengan senang hati Fatta akan membawanya kembali ke Mekarsari. "Arash, paman Fatta duduklah dulu. Aku akan meminta beberapa pelayan menyiapkan makanan." jelas Wu Xubang. Mendengar itu Arash dan Fatta tentunya senang, Arash jadi tidak perlu menampilkan keajaiban kuasnya. "Wu Xubang!" Wu Huang, ayah Wu Xubang datang dengan tangan di belakang. Dari tatapannya ia memperlihatkan sikap tidak suka melihat Wu Xubang bersama Arash dan Fatta. Wu Huang sudah mendengar ke
Hua Lian terkejut begitu Wu Xubang memeluk dirinya, bahkan dia tidak nampak menua. Bukan cuma Hua Lian yang terkejut, Wu Huang juga ikut terkejut dengan penampilan istrinya yang masih seperti dulu. "Astaga! Anak muda jangan berbuat nggak sopan!" Hua Lian langsung mendorong Wu Xubang dan menatap suaminya dengan haru. Ia lalu mendekat dan mendekap suami yang sudah lama tidak ia temui. Sementara Wu Subang menatap ayahnya dengan tatapan horor. "Sayang, mengapa wajahmu terlihat menua, apa karena aku menghilang?" "Bukan begitu.. sayang, apa yang terjadi, mengapa kamu menghilang?" tanya Wu Huang dengan rasa penasaran yang ia pendam selama 8 tahun. Karena rumor yang beredar, membuat ia membenci istrinya, namun begitu bertemu rasa benci itu musnah. "Aku terlempar ke sebuah tempat, saat itu aku dan anak kita dihadang para perompak, tapi ada ledakan cahaya disaat kami bertarung, kemudian aku terlempar ke sebuah tempat yang bernama alam Fana." jelas Hua Lian, ia kemudian mengusap air matanya
"Wuxu'ku sudah besar, ibu tak menyangka bisa kembali bersama kalian lagi..." Hua Lian menangis haru, ia tak henti-hentinya memegang kedua tangan Wu Xubang. "Anakku, setelah sekian lama nggak bertemu, ibu akan memasak untukmu... Kamu mau ibu masakkan apa?" tanya Hua Lian sembari mengusap air matanya. "Sayang, jangan pikirkan itu... Asal kamu kembali dengan selamat saja, sudah membuat kami senang." Wu Huang memegangi bahu istrinya, rasa bersalah kian membesar kala ia telah salah paham kepada Hua Lian. Dia bahkan percaya ketika beberapa warga menuduh istrinya kawin lari dengan pria lain. Ah... Mengingat itu membuat Wu Huang ingin mengutuk dirinya sendiri. "Ibu jangan merepotkan dirimu, masih ada hari lain untukmu memasak buatku." sahut Wu Xubang, "ibu, aku ingin tau. Kamu bilang, dirimu terlempar ke alam Fana. Tempat seperti apa itu?" Hua Lian menghela napas panjang sebelum benar-benar akan bercerita. "Tempat itu seperti bumi, namun bukan bumi. Sejauh mata memandang hanya ad
"Geledah semua kapal!! Cari pemuda bertopeng dan berambut putih!!" Perintah Erik Chu, semua pasukan yang mereka punya mulai menggeledah 3 kapal yang belum berangkat. "Hei, siapa di dalam ruangan ini? Cepat keluar!" Bahkan mereka memeriksa ke setiap ruangan yang ada di dalam kapal tanpa luput satu sisi pun. Semua ruangan diperiksa, ruang makan, kamar mandi, ruang mesin, ruang kapten, ruang awak kapal, ruang masak, ruang penyimpanan barang, semua riangan diperiksa, semua lemari dibuka namun mereka tidak menemukan Arash. "Siapa yang mereka cari? Apakah seorang penjahat yang kabur?" "Entahlah, sepertinya orang itu harus ditemukan entah bagaimana caranya!" "Kalau begini keberangkatan kita bisa tertunda!" "Benar, keberangkatan tertunda membuat rugi, kita bisa rugi secara waktu!" Mendengar para penumpang kapal mulai protes akhirnya Han Jaeyong meminta pasukannya untuk kembali. Ia juga tidak ingin membuat keributan dengan warga. Terlebih penumpang bukan hanya warga asli Qiantan, a
"Brakh!" Sebuah kursi melayang diantara pelanggan, beberapa pria dengan tubuh besar sedang mengamuk, sebagian karena pengaruh alkohol yang mereka minum. Karena itulah pemilik penginapan mengatakan semua kamar penuh, padahal masih ada beberapa kamar yang kosong. "Heh!! Aku minta kamar, mengapa kamu bilang penuh?" Lei Kuan sedang kesal, ketua perompak itu melampiaskan amarahnya dengan meminum alkohol hari ini. Beberapa hari yang lalu kelompoknya dibuat malu oleh seorang pemuda bertopeng. Beruntung saat mereka tidak bisa bergerak, belum ada satu warga pun yang lewat. Bagaimana kalau ada yang lewat? Sudah tentu nyawa mereka akan melayang mengingat kejahatan mereka selama ini. "Kamu nggak dengar apa kata Ketua kami? Cepat berikan kami kamar!" Bong bai salah satu anak buah terkuat Lei Kuan juga tak kalah kesalnya, ia merasa semua orang meremehkan mereka. Apa ada yang tau soal kekalahan mereka saat itu? "Tuan, aku minta maaf, tapi kamar saat ini benar-benar penuh..." Jaixin, pemilik pe
"Bos, bagaimana ini? Nggak ada penginapan yang mau menerima kita! Di mana kita akan tidur malam ini? Apa kita kembali ke gunung saja?" "Jangan, sementara sangat berbahaya! Kamu nggak dengar rumor? Para pemberontak ada diluar sana, kalau kita nggak segera kabur dari kota ini, nanti kita terkena dampaknya." Para perompak sedang berdiskusi di sebuah rumah makan yang masih buka, tanpa mereka sadari Han Jaeyong dan Erik Chu yang sedang menyamar mendengar percakapan mereka. "Ini semua karena pemuda bertopeng itu, mengapa kita harus bernasib sial seperti ini?" Bong Bai bahkan menggebrak meja saking kesalnya, hari sudah mulai dingin. Tentu akan sulit jika tidur di jalanan. Mendengar kata pemuda bertopeng Han Jaeyong dan Erik Chu jelas bereaksi, namun mereka masih sabar menunggu dan mendengarkan cerita selanjutnya. "Aku rasa kita harus menghindar dari pemuda itu, bukan hanya dia bahkan yang bertubuh besar juga sangat kuat!" "Apa kalian nggak lihat? Dia sepertinya memiliki tim ya
"Tok... Tok... Tok..." "Tuan, maaf mengganggu..." Arash dan Fatta yang kebetulan belum tidur langsung menengok ke arah pintu ketika mendengar suara Jaixin, pemilik penginapan dari luar. (Yang Mulia, pejabat itu menemukanmu) sahut Cacao. (Saat ini ia ada di depan pintu bersama pemilik penginapan, apa aku harus membunuhnya?) tanya Badara dengan dingin. "Nggak perlu, kalian hanya cukup berjaga saja." sahut Arash, mendengar Arash bicara dengan kedua siluman yang tidak nampak itu. Fatta paham, sepertinya ada sesuatu di luar sana yang membuat para siluman itu siaga melindungi Arash. Kebenciannya perlahan menurun karena itu. "Cklek!" "Masuklah Pejabat Han..." kata Arash begitu membuka pintu. Pejabat Han Jaeyong tentu kaget, bagaimana bisa pemuda di depannya ini tau kalau dia yang datang. Begitu Han Jaeyong masuk ke dalam ruangan, Jaixin izin pamit. Meski ia ingin menguping, ia tak melakukan itu. Sangat tidak sopan menguping pembicaraan orang lain. Terlebih sepertinya
"Kamu benar, aku nggak bisa menggunakan kuas ini, jadi saat ini aku hanya bisa berharap kamu menolong kami... Kekaisaran memerlukan pertolonganmu..." Han Jaeyong menangkupkan tangannya begitu memasuki kamar Arash. "Kamu bahkan menghampiriku sepagi ini, paman apa kamu nggak tidur?" tanya Arash dengan wajah kesal. Kali ini ia tidak memakai topeng, jadi Han Jaeyong tau ada perbuatan ekspresi di wajah Arash, lagipula Han Jaeyong sudah pernah melihat wajahnya. Jadi Arash tidak sungkan membuka topengnya. "Aku nggak bisa tidur sebelum tugasku selesai, tolong!! Bantulah kami..." kali ini ia bahkan berlutut. Bagi Han Jaeyong menurunkan harga diri bukanlah hal besar, ia bertanggung jawab kepada tugasnya. "Hoooaaam...." Fatta bahkan menguap karena masih mengantuk. "Arash, bantu saja dia..." kata Fatta dengan sorot mata mengantuk. "Baiklah, aku akan membantu paman, tapi dengan pembayaran yang setimpal." sahut Arash. "Aku akan membayarmu dengan 100 logam emas!" sahut Han Jaeyong berse