"Baiklah, aku akan menggambar di bagian sebelah sini," kata Arash, mendengar itu para siluman kera berpindah dari tempat yang akan Arash gambar.Arash mengeluarkan kuas ajaibnya, membuatnya menjadi besar, ia mulai dengan menggambar beberapa pohon buah mangga dan buah rambutan yang berada di tepian. Arash membuat gambar pohon buah yang banyak beserta buahnya. Di tengah-tengah Arash membuat air terjun yang berakhir dengan sebuah sungai besar di tengahnya. Tak lupa Arash menanam beberapa buah pisang, melihat itu para kera mulai bersorak riang gembira. "Tuan, gambarkan yang banyak pohon buah pisang!" pinta para kera, Arash mengangguk setuju. "Biasanya para siluman mengganggu manusia, tapi mengapa para siluman kera nggak melakukan itu?" tanya Arash kepada Raja kera sembari ia menggambar beberapa pohon buah kelapa. "Karena kami siluman asli, bukan siluman yang berubah dari manusia yang melakukan perjanjian dengan alam Jien.""Apa perbedaannya?" tanya Fatta. "Kami memiliki alam tersend
"Tuan, maafkan kami karena tadi meremehkan serta menyerangmu!" Ramos dan sekelompok siluman kera lainnya berlutut sembari menangkupkan tangan, mereka mengantar kepergian Arash dan Fatta dari kawasan siluman kera. "Apa-apaan? Jangan berlutut! Aku juga salah karena tadi menyerang kalian berlebihan! Maafkan aku!" sahut Arash. Melihat Arash meminta maaf membuat Fatta sedikit tercengang, apakah setelah berkomunikasi dengan Raja kera membuat pikiran Arash sedikit terbuka tentang dunia ini? Anak yang biasanya tidak mau mengalah dan percaya diri itu kini mengakui kesalahannya dan meminta maaf? "Sepertinya dunia akan berakhir!" gumam Fatta sembari menggelengkan kepala. "Terima kasih Tuan, engkau sangat rendah hati!" kata para siluman kera bersamaan, Arash hanya tersenyum malu sembari mengibaskan tangannya. "Baiklah, aku dan pamanku pamit pergi! Jaga diri kalian!" kata Arash penuh semangat. "Tuan juga jaga diri, jangan lupa berkunjung lagi ke sini!" lambai para siluman kera.
Arash dan Fatta sampai di pusat kerajaan, beberapa pengawal terlihat membereskan sisa-sisa pertarungan Arash dan para siluman kera. Begitu Arash dan Fatta datang, semua orang terlihat membuka jalan dan menatap mereka dengan takut. "Ada apa ini?" gumam Fatta, bukan hanya warga biasa, tetapi para pasukan kerajaan juga takut ketika tanpa sengaja tersenggol tubuh Arash. "Tuan, maafkan aku! Aku nggak sengaja!" pasukan itu bahkan lari terbirit-birit begitu menyadari siapa yang ia tabrak. "Aneh, apa ada hal yang mengerikan di wajahku hingga dia pergi seperti itu?" tanya Arash kepada Fatta. Fatta menggeleng, ia kemudian disambut oleh Mei Xue dan Han Hae Su. Kedua wanita cantik itu terlihat gelisah dan dengan cepat membawa Arash serta Fatta menjauh dari banyak warga. "Ada apa? Mengapa kalian terlihat tergesa-gesa?" tanya Arash. "Kakak, ikut saja, kami akan jelaskan nanti!" sahut Mei Xue. Mereka memasuki istana kerajaan, di sana berdiri Raja Lingga yang sedang terlihat gelisah
Melihat para pejabat terdiam, Raja Lingga merasa ini adalah waktu yang tepat untuk membalik keadaan. Mau bagaimana pun musuh terbesar mereka adalah manusia dari masa depan. Tak banyak dari mereka memiliki hati yang baik, tidak seperti Rama yang dulu berniat baik kepada mereka. "Apa yang Arash katakan benar, kita tak bisa seperti ini, jika kita menyerahkan sumber daya kepada mereka hanya dengan bayaran senjata dan alat, maka sebenarnya itu adalah pembodohan bagi kita! Kita adalah leluhur bagi mereka! Tetapi mereka malah mencoba membodohi kita dengan beberapa senjata dan alat dari masa depan!" kata Raja Lingga. Semua pejabat dan para bangsawan mulai saling berbisik, membenarkan apa yang Raja Lingga katakan. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita nggak bisa cuma berharap kepada pemuda ini, kita nggak bisa sepenuhnya percaya kepadanya," dengan berani Menteri Pertahanan bicara sekaligus menekan Arash. "Kamu nggak perlu percaya kepadaku, aku memang nggak punya niat sedikit pun untuk
Han Hae Su mulai mengendarai mobil yang Arash buat, Han Hae Su pikir akan terasa berbeda, namun ternyata sama saja dengan mobil dari masa depan. Bahkan terasa lebih ringan. "Mobil ini terasa begitu ringan!" kata Han Hae Su, Raja Lingga yang berada di sampingnya memegangi kursi karena rasa takut. Mobil berjalan begitu cepat, bahkan Han Hae Su mencoba mengelilingi halaman istana. Para pelayan istana semua dibuat terkejut dengan pemandangan baru di depan mata mereka. "Benda apa itu?" "Seperti sebuah kereta kuda, tetapi tanpa kuda!" "Sihirkah?" "Tetapi Raja kita berada di dalam kereta itu!" "Apakah akan berbahaya! Selamatkan Yang Mulia!" Beberapa pelayan terlihat panik, sementara Han Hae Su terlihat riang gembira ketika mengendarai mobil offroad Jaap. Ckiiiit! Han Hae Su berhenti tepat di depan para Menteri yang tadi mendebat Arash. Semua Menteri memejamkan mata mereka ketakutan, bahkan sebagian lagi menunduk dan terduduk di tanah. Beruntung mereka tidak samp
Arash, Alan dan Han Hae Su mulai bekerja sama membuat beberapa senjata yang diperlukan oleh kerajaan Bamaraya. Bahkan Raja Iblies mengajari Arash untuk memberikan waktu kepada setiap senjata yang akan digunakan, senjata itu akan menghilang bagai debu ketika waktunya habis. Sengaja dibuat seperti itu agar tidak terjadi kegaduhan di masa ini. Semakin canggih suatu senjata maka semakin besar pula keserakahan menggerogoti jiwa. Setiap orang pasti berlomba-lomba untuk melakukan penjajahan di belahan bumi mana pun. (Arash, kamu yakin mereka nggak akan mempelajari senjata yang kamu buat?) "Mereka pasti akan mempelajarinya, kalau nggak seperti itu, darimana manusia masa depan mendapatkan pengetahuan tentang senjata?" Raja Iblies terkekeh, (Kamu benar, lalu apa yang akan kamu lakukan setelah ini?) Arash menepuk keningnya, "untung kamu bertanya, harusnya aku menanyakan foto ayah kepada paman Alan!" sahut Arash. "Kamu benar! Kenapa malah nggak kepikiran daritadi?" timpal Fatta, ia
"Mereka datang! Mereka datang!" prajurit dari bangsa Bar-Bar mulai berlarian ketika beberapa kapal mulai memasuki laut mereka. Kapal-kapal itu masih terlihat seperti kapal pada umumnya di masa ini, namun yang mereka tidak ketahui adalah beberapa senjata telah mereka perbaharui, senjata-senjata yang dibawa oleh manusia masa depan. "Apa mereka bersama manusia dari masa depan itu?" Martinas, salah satu Panglima dari pasukan bangsa Bar-Bar jelas bertanya-tanya. "Apa mungkin bangsa Mamarika tega menyerang kita hanya karena nggak ingin menjadi sekutu dari manusia masa depan itu?" Bert yang juga salah satu panglima mulai berpikir kalau bangsa Mamarika telah mengkhianati mereka. "Apa mereka lupa, jika kita menyerang kerajaan Bamaraya, maka para Naga akan menyerang bangsa kita!" kecam Alberto. Kapal-kapal dari Mamarika mulai mendekat, pasukan dari bangsa Bar-Bar mulai bersiap, mereka telah mengembangkan beberapa senjata juga membeli beberapa senjata milik manusia masa depan dari
Raja Lingga yang tanpa sengaja mendengar kata-kata Arash lalu meminta para pelayannya untuk mundur. "Arash, mana mungkin aku menahanmu, kamu telah membantuku membuat beberapa senjata, kamu bahkan memberikan kami ramuan yang begitu hebat, mana mungkin aku menahan dirimu, meski hatiku ingin pun, aku nggak akan melakukan itu," sahut Raja Lingga yang berjalan masuk ke dalam. Raja Lingga kemudian memberikan sebuah plakat khusus, "Arash, ini adalah plakat khusus yang kubuat untukmu, suatu hari ketika kamu memerlukan bantuanku, kamu bisa menemuiku kapanpun kamu mau! Meski aku tahu, kamu memiliki segala hal dengan kuas ajaib itu," jelas Raja Lingga lagi. Arash tersenyum ramah dan menerima plakat tersebut dengan senang hati. Arash tahu Raja Lingga mencoba membalas kebaikannya dengan segala upaya, meski memiliki kuas ajaib, Arash rasa tidak ada salahnya menerima bantuan dari seorang teman suatu hari nanti. "Yang Mulia, kami harap kalian dalam keadaan aman, jika suatu hal terjadi tek
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.