Udin mengawal Hadi yang sedang berjalan-jalan di sekitar kawasan kelompok besar, mereka ingin melihat seperti apa tahanan yang baru ditangkap oleh kakak kedua dan kakak ketiga. Begitu sampai di lubang tahanan, pasukan yang lebih rendah kedudukannya memberikan penghormatan kepada Hadi. Hadi tersenyum sekaligus mengangguk pelan, mensyukuri kedudukannya saat ini. Hadi menunduk, begitu pula Udin. Mereka melihat langsung seperti apa tahanan yang ditangkap, namun Hadi begitu tercengang dengan siapa yang ditangkap oleh kakak kedua dan kakak ketiga. "Eh!"Hadi langsung mundur ke belakang ketika salah satu tahanan itu menoleh kepadanya. "Bos, itu pria bertopeng yang memberi kita sebatang emas dan meminta kita menyebar kata-kata itu bukan?" ternyata bukan hanya Hadi, Udin juga menyadari siapa yang baru saja mereka lihat. Hadi mengangguk, "kita harus menyelidiki, mengapa mereka bisa tertangkap, aku curiga kalau ini benar-benar jebakan darinya.""Tapi Bos, bisa jadi ia memang tertangkap men
Belum juga Hadi membalas, pasukan paling rendah yang memang tak suka kepada Hadi dan Udin mulai mengejeknya dari atas lubang tahanan. "Hadi, kemaren kamu jadi kakak keempat, kenapa sekarang jadi tahanan?""Kudengar dia ingin bernegosiasi dengan tahanan yang ditangkap kakak kedua dan kakak ketiga.""Konyol sekali, mau bicara omong kosong, pantas saja kamu dijatuhkan sekarang!"Tawa pasukan itu meledak mengejek Hafi dan Udin, saat Hadi berada di posisi kakak keempat, bahkan untuk menegakkan kepala saja mereka tak berani, sekarang bahkan mereka tanpa segan mengejeknya. "Kamu jadi bos di sini?" tanya Fatta. Hadi hanya bisa tersenyum getir, ia bahkan dihina seperti ini. "Benar, sebelumnya Bos adalah kakak keempat, karena ingin membebaskan kalian makanya aku dan bos sekarang ditahan!" sahut Udin, ia kesal karena pemuda bertopeng dan pamannya ini membuat mereka turun jabatan. "Mengapa ingin membebaskan kami?" tanya Arash. Begitu Udin ingin bicara, dengan cepat Hadi menutup mulutnya, ia
"Tahanan kabur! Tahanan kabur!" Beberapa pasukan kelompok hitam bergegas mengambil senjata, menghadang Arash dan pasukan Elang Hitam. Sedangkan Fatta dan Han Hae Su menaiki Naga muda, agar tidak mengganggu pertempuran Arash dan pasukan Elang Hitam melawan pasukan kelompok besar. "Sial! Bagaimana bisa mereka terlepas?" gumam Ganto, ia memakai baju zirah yang mereka beli dari penadah gelap. "Pasti Hadi dan Udin yang membantu mereka lepas Bos!" sahut Setyo. Jaron mengangguk, setelah siap dengan baju zirah di tubuh. Mereka mengambil beberapa senjata dan menyisipkan pedang di pinggang. "Mereka nggak sampe 10 orang, tangkap mereka hidup maupun mati!" teriak Ganto. Pasukan kelompok besar mulai membuat pondasi untuk mengepung pasukan Elang Hitam, sementara Arash di depan membuat kuas ajaibnya menjadi besar. Kuas ajaib bisa menjadi senjata tanpa perlu memperlihatkan keunggulannya. Cukup berikan Mana dan kuas ajaib akan menjadi senjata penghancur. "Hahahaha! Lihatlah, senjata it
Saat ini semua pasukan dari kelompok besar sedang terduduk pasrah, mereka telah dikalahkan, senjata-senjata yang mereka miliki tiada berguna. Karena seluruh peluru yang mereka miliki habis tak bersisa, ketika menembaki Arash, tak ada satupun peluru yang bisa menembus dinding tak kasat mata yang Arash buat. "Bos, pemuda bertopeng itu benar-benar luar biasa, kalau saja kita melawannya, sepertinya tubuh kita akan dibuat seperti rempeyek!" komentar Udin, ia bahkan menggelengkan kepala menyaksikkan pertempuran yang tidak sepadan tersebut. "Apa kubilang, meski aku jarang menggunakan energi dalam, aku masih bisa membaca siapa yang seharusnya kita hindari, pemuda bertopeng itu nggak bisa disebut manusia!" sahut Hadi. Udin mengangguk setuju, "kalau begitu apa yang harus kita lakukan bos?" tanya Udin. "Tentu saja, kita harus pergi sebelum mereka menyadari keberadaan kita," sahut Hadi, ia memberi isyarat agar mereka segera pergi. Namun Hadi dan Udin yang sedang mengendap-endap d
Bukan hanya menggambar pepohonan buah, Arash juga membuatkan bangunan-bangunan kokoh untuk warga yang tidak ditangkap. Arash berpikir, jika memberikan mereka kesempatan sekali lagi, setidaknya Arash harus menyiapkan alat agar mereka bisa memulai. Setidaknya mereka memiliki tempat berlindung dan bekerja. Jika telah dibuatkan alat, sedangkan mereka tidak mempergunakannya dengan baik. Maka bukan orang lain yang bersalah, melainkan diri mereka sendiri. Setidaknya Arash ingin percaya jika setiap manusia masih menyimpan kebaikan di hatinya, untuk dirinya sendiri. Melihat dengan mudahnya Arash membuat pohon dan bangunan menjadi nyata membuat semua warga terpana, hampir tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Namun semua adalah nyata bukan mimpi, dikira hanya mitos, namun sihir nyatanya memang ada. "Dewa!!" "Pemuda ini adalah seorang Dewa!" "Seorang Dewa turun untuk menolong kita!" Beberapa warga bekas pasukan perompak kelompok besar langsung berlutut dan bersujud kepada Arash.
Tak terasa selama 5 hari perjalanan menuju kerajaan Bamaraya, akhirnya Arash, Fatta, Han Hae Su dan pasukan Elang Hitam sampai di pusat kota kerajaan. Han Hae Su tak henti-hentinya menatapi pusat kota, selama ini ia selalu berada di pusat penelitian. Jadi Han Hae Su tak pernah melihat seperti apa keadaan di masa lalu, karena hanya para pahlawan yang memiliki akses untuk pergi menjalankan misi dari para anggota dewan. "Nona, kamu cantik sekali, cobalah beberapa baju dari tokoku, bahannya sangat lembut, kamu pasti akan suka Nona," teriak paman penjual pakaian. Melihat itu Han Hae Su menyadari baju yang ia pakai sudah terlihat lusuh, beberapa noda terlihat di kemeja putihnya. "Arash, bisakah kamu membelikanku baju, aku tak punya banyak, tapi aku punya perhiasan ini." Han Hae Su memberikan sebuah kalung emas miliknya kepada Arash, melihat itu Arash hanya mendorong kembali tangan Han Hae Su. "Kalau hanya baju, aku bisa belikan," sahut Arash. Han Hae Su tentu tersenyum senang, seda
Rambut Arash mulai memanjang, rambut putihnya mulai terlihat tumbuh, jadi Arash mulai mengikat rambutnya karena ia merasa gerah. Pemuda dengan rambut sebagian putih, memakai topeng dengan tatapan tajam merah menyala. Hal yang ada pada diri Arash sudah cukup mencolok dan menarik perhatian orang banyak, terlebih saat ini dua orang wanita cantik menggandeng tangannya, Arash merasa ingin berteriak! Namun jika teringat akan ibunya, ia tak boleh menyakiti wanita baik. Jika itu wanita jahat, mungkin Arash akan bersikap berbeda. "Kakak, kamu ingat wanita dari masa depan itu? Aku mengikuti wanita itu, dia pergi ke daerah padang pasir, nggak cuma satu, ada beberapa tempat yang bernuansa sama dengan tempat itu, di sana mereka menahan banyak anak kecil dan dewasa untuk dijadikan bahan penelitian," kata Mei Xue memberikan informasi yang selama ini ia dapatkan. Arash mendengarkan dengan baik, "setahumu ada berapa pusat penelitian di sana?" tanya Arash lagi. "Ada 5, tetapi kudengar salah
"Hei, lepas topeng kalau mau ikut, kami nggak membenarkan kecurangan jenis apa pun," seorang pengawal yang bertugas sebagai pencatat menegur Arash. Fatta maju dan berkata, "bagaimana bisa memakai topeng dikatakan curang?" tanyanya tidak terima. "Kalau nggak mau lepas topeng, nggak boleh daftar!" kata pengawal itu. "Haish! Mau ikut lomba saja ribet sekali!" protes Fatta, beberapa orang malah menunggu Arash untuk melepas topengnya. Han Hae Su dan Mei Xue yang berada di tepi antrian juga penasaran dengan wajah Arash tanpa topeng. Yah, lagipula tak ada alasan pula saat ini untuk Arash memakai topengnya, jadi Arash melepaskan topengnya dengan sukarela. "Waaahhh!" "Matanya putih!" "Pemuda itu tampan sekali, bahkan meski matanya putih seperti itu," Para wanita jelas memuji ketampanan Arash yang tak biasa bagi mereka. Sedangkan para laki-laki jelas tak suka Arash dipuji seperti itu. "Hei, kalian para wanita hanya tahu tampan saja apanya yang tampan dari wajah seperti itu?" "Be