43. Kembalinya Sebuah KeluargaKeesokan harinya, kabar gempar akan penyerangan monster semalam di Kerajaan Samudra dan Worewolf tersebar luas. Semua membincangkannya. Raut takut, khawatir sekaligus penasaran terhias cantik di semua orang yang memperbincangkannya. Terlebih bagi mereka yang tidak mendapati serangan dadakan dari monster, takut suatu saat nanti juga menjadi giliran mereka. Tidak sedikit juga yang mempertanyakan kebingungannya mengenai para monster yang telah ditidurkan Kyana beberapa bulan lalu. Satu-dua berbisik-bisik mencurigai gadis itu sebagai penyebab akan penyerangan di kedua kerajaan tersebut."Hanya anggota Kerajaan Kegelapan yang dapat mengendalikan para monster, sudah dipastikan gadis itu yang melakukannya.""Tetapi bukankah Raja Reegan juga dapat melakukannya mengingat ia masih hidup?"Wajah mereka seketika memucat, mengingat Raja Kegelapan yang paling ditakuti itu. Kasak-kusuk semakin terdengar ruyam. Mereka semua yakin bahwa penyerangan monster ini diakibatka
44. Kekacauan"Tuan.""Hancurkan mereka!"Sosok berjubah itu mengangguk, gegas melakukan perintah sang tuan. Usai sampai di luar ruangan sang tuan, sosok berjubah itu hilang dalam sekejap. Meninggalkan lorong ruangan yang begitu hening. Sedangkan sang tuan yang baru saja ditemui menggoyangkan cangkir emasnya yang berisikan alkohol. Seringai tercipta menampilkan gigi taringnya."Mati kalian semua!"Tawa menggelegar keluar dari bibir pucat sang tuan. Memecahkan keheningan ruangan itu. Bersamaan dengan tawanya, angin kencang bertiup memadamkan jajaran obor api yang menjadi penerang ruangan itu. Menyisakan siluet sang tuan yang terlihat samar-samar, hanya terbantu dengan sinar rembulan merah yang lagi-lagi menghiasi malam Dunia Immortal.***Queem membuka matanya, menampilkan iris mata merahnya. Gegas dia menyibak selimut tebalnya, berjalan tergesa-gesa keluar kamar mendapati para prajurit dan pelayan yang berlarian ke sana-kemari dengan wajah cemas. Gadis itu tidak menghiraukannya, terus
45. Terpisah"Ratu jangan diambil hati atas ucapan Ibu Ratu Elle, dia memang sejak awal tidak menyukaimu jadi ucapannya memang suka melantur."Kyana hanya menghela napas panjang mendengar ucapan Archeros yang mencoba untuk menghiburnya. Ketiganya memang kini tengah berjalan menembus hutan Kerajaan Vampir. Bukan karena mereka kehilangan banyak tenaga usai melawan para monster yang mengacauan Kerajaan Vampir, tetapi memang karena kenginan Kyana sendiri sedangkan kedua pengawalnya hanya mengekor saja dalam diam di belakangnya. Barulah ketika mereka sudah cukup jauh dari pemukiman, Archeros memberanikan diri untuk bersuara."Aku tidak pernah memikirkan omongan bibi tiriku, Arc," jawab Kyana seraya menghentikan langkahnya. Membuat kedua laki-laki di belakangnya spontan ikut berhenti."Ratu ...." Bibir Glo terantup rapat ketika mendapati kode dari Kyana untuk diam. Ketiganya seketika hening. Suasana hutan itu menjadi terasa dua kali lipat hening dan cukup mengerikan. Bahkan Glo dan Archeros
46. Rentan Ancaman (Sekarat)Bruuk!Pada akhirnya kedua kaki yang sejak tadi dipaksa untuk berjalan, menyerah jua. Kyana kembali mengerang kembali merasakan nyeri ketika tubuhnya limbung dan berujung terduduk lemah di atas tanah. Napas gadis itu memburu dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhnya. Penampilannya begitu menyedihkan dan kacau, bahkan gaun yang ia kenakan terlihat begitu kotor. Menggigit bibir bawahnya, menahan erangan ketika ia mencoba menggerakkan kembali kedua kakinya.Andai ia memiliki kemampuan penyembuhan layaknya kaum elf atau kurcaci, pasti ia tidak akan terlihat semnyedihkan sekarang. Mengembuskan napas panjang, mencoba kembali bangkit. Dia menekan energinya yang tersisa ke kedua kakinya agar kembali bisa berdiri walau tampak bergetar. Kentara sekali bahwa gadis itu begitu memaksakan diri. Di tengahnya hutan yang gelap bermodalkan cahaya remang-remang dari rembulan purnama merah ia kembali melangkah mengikuti energi gelang milik Archeros. Tampa ia sadari mahk
47. Rencana PembunuhanSudah dua jam Avram terus terjaga di samping gadisnya yang masih setia memejamkan kedua matanya. Avram curiga bahwa gadisnya saat ini tengah terlelap bukan lagi pingsan. Tetapi tak apa, memang gadisnya tengah membutuhkan istirahat yang cukup. Laki-laki itu tidak bosan di tempatnya. Begitu tenang mengusap surai panjang gadisnya seraya memberikan kecupan lembut di punggung tangan gadisnya yang ia genggam. Senyum manis tidak luntur sedikit pun dari wajahnya. Bahkan rasa kantuk rasanya tidak akan bisa mengusik ketenangan laki-laki itu dalam memandangi wajah gadisnya.Tidak peduli ketika malam semakin larut. Tidak peduli ketika hanya keheningan yang menemaninya. Tidak peduli ketika esok banyak pekerjaan yang mengantri untuk ia selesaikan. Avram hanya ingin terus memandangi wajah tenang gadisnya. Dia bahkan ingin menghentikan waktu saat itu juga. Menunggu gadisnya hingga membuka kedua matanya, menjadikan dirinya objek pertama yang ia lihat. Lalu menyapanya, menyebutka
48. Kebrutalan AvramAvram menyeringai, mengusap darah segar yang menempel di pipi kirinya dengan kasar. Bukan, itu bukan darahnya melainkan darah dari salah satu orang bermasker hitam yang telah ia habisi sebelumnya dengan begitu sadis. Mengandalkan kekuatan cekikannya, kepala orang bermasker itu retak hingga mengeluarkan bunyi mengerikkan di keheningan malam itu. Tidak memberi kesempatan untuk sang korban menjerit karena rasa sakit, tetapi jika dilihat dari kedua mata sang korban yang melotot dengan tatapan terkejut sekaligus ketakutan membuat para rekannya mengerti sesakit apa maut yang temannya itu rasakan.Keempat orang yang tersisa hanya bisa membeku di tempat mereka masing-masing begitu pula dengan Alo. Kedua matanya bergetar, merasakan ketakutan yang luar biasa akan kemarahan sang lord. Belum sempat ia tersadar akan keterkejutannya melihat salah satu rekannya mati dengan cara yang begitu mengerikan. Teriakkan salah satu temannya membuatnya tersentak. Entah sejak kapan Avram te
49. Tidak Bisa DiremehkanKedua mata yang cukup lama terpejam itu akhirnya membuka matanya. Manik keunguan dengan merah miliknya mengkilap. Seakan tidak terjadi apapun dengan tubuhnya, ia bangkit mengubah posisinya menjadi duduk. Bangun dari tidurnya ia malah disambut akan aroma anyir dengan darah yang berada di mana-mana. Ia tahu darimana asal darah yang hampir memenuhi ruang kamar yang ia tempati itu. Memilih duduk tenang menonton aksi Avram yang tengah membabi-buta beberapa orang bermasker hitam.Merasa menarik untuk ditonton, ia memilih duduk tenang memandangi punggung tegap Avram. Tidak berniat untuk menghentikan aksi laki-laki itu. Jika boleh jujur ia malah menukai aksinya. Suara erangan, teriakkan, pekikan dari lawannya adalah sesuatu hiburan yang menyenangkan baginya. Ditambah bau anyir yang semakin menyeruak tajam di indera penciumannya membuatnya tenang. Sesuatu yang cukup lama ia pendam selama ini.Barulah ketika lawan terakhir mati, Avram berbalik tertegun melihat gadisnya
50. Kehancuran Semakin DekatSuara ketukan pintu membuat ketiga orang yang berada di dalam kamar itu menoleh ke arah Phygeros yang menjadi pelaku. Melihat pengawalnya itu seketika membuat manik hitam Avram menajam. Dia masih ingat bahwa ia harus menginterogasi Phygeros akan kelalaiannya dalam mengawasi gadisnya. Sedangkan Phygeros yang mendapatkan tatapan Avram mengulum senyum tipis. Ia tahu semua ini kesalahannya yang tidak becus menjaga ratunya."Hormat saya, Yang Mulia Lord, Raja Reegan dan Ratu Kyana," ucapnya sejenak memberi hormat kepada ketiga orang pemilik kedudukan tinggi itu. Setelahnya ia kembali melanjutkan kalimatnya, "Maaf mengganggu waktunya Yang Mulia tetapi di luar istana sudah ramai para penduduk yang mencoba menerobos masukk ke istana hanya untuk bertemu dengan anda."Mendengar itu membuat dahi Avram mengerut, tetapi tak urung dia melangkah keluar kamar diikuti oleh Phygeros di belakangnya. Benar saja, suara ramai penuh kericuhan samar-samar terdengar setelah mereka