Penampilan Dinda kali ini jelas membuat Rangga benar-benar terhipnotis. "Kenapa kamu gak dari dulu berpenampilan seperti itu sih Din?? Kalau aja sejak dulu kamu seperti itu aku bisa saja mempertimbangkan untun meninggalkanmu dulu!!" sesal Rangga saat melihat penampilan Dinda yang begitu aduhayyy menggoda iman Rangga kembali."Fasha saja kalah!!" ledek Rangga pada istrinya."Ahhhh Dinda, lihat saja aku juga tidak akan menyerah!! Kita belum bercerai!!" batin Rangga tersenyum bahagia karean dia sadar belum mengajukan perceraian pada Dinda saat itu.Sepanjang perjalanana pulang wanita yang ada di bayanganya hanyalah Dinda."Dia begitu berani mengenakan pakaian seprerti itu," ucap Rangga sambil membayangkan keseksian tubuh Dinda.***Sampai di rumah ia mendapati Fasha dengan perut besarnya."Huhh Si Gendut!!" kesal Rangga."Apa kamu bilang??? Gendut??? Aku tuh lagi hamil anak kamu Rangga!!!" hal itu terdengar oleh Fasha sehingga membuatnya kesal."Engga siapa juga yang bilang kamu gendut,
"Din kamu gak papa kan??" tanya Rara saat mereka duduk di cafe mall. Dinda yang melamun akhirnya tersadar saar mendengar pertanyaan dari Rara. "Tenang aja aku gak papa ko Ra, aku udah persiapkan hati aku saat bertemu Rangga," jawab Dinda. "Aku cuma khawatir aja trauma kamu kambuh lagi," balas Rara yang khawatir pada sahabatnya ini. "Ra.. kamu tenang aja, aku sudah pernah diinjak harga dirinya oleh Rangga kali ini aku gak akan goyah lagi oleh laki-laki yang sudah menghancurkan hidupku dan keluargaku." Dinda yang tidak akan pernah melupakan rasa sakitnya saat dulu Rangga membuangnya demi perempuan penjilat seperti Fasha. "Syukur deh kalau kamu baik-baik aja!!" Rara yang selalu care pada Dinda karena dia adalah sahabat dekatnya. "Oh iyah Din... by the way kamu juga berubah banyak ko menurut aku," Rara yang mengalihkan topik pembicaraan. "Berubah apanya sih?? Jadi ultramen??" canda Dinda. Dia sekarag sepertinya bisa lebih terbuka dan diajak bercanda. "Dasar kamu deh..." ucap Rara.
Sepulang melepas rindu dengan sahabatnya Dinda merebahkan tubuhnya di kasur. "Hari yang cukup melelahkan," ucap Dinda yang kemudian memejamkan matanya.Sebenarnya Dinda sendiri merasa asing dengan dirinya saat ini, apa lagi untuk kejadian tadi pagi di mobil Andi.Dinda bangun dan mengusap seluruh mukanya."Din kamu tuh sebenarnya sedang apa??" batin Dinda.Dinda berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Mukanya terlihat begitu kusut.Ibu Harti datang menghampiri putrinya."Kamu kenapa sih Nak, mukamu kusut sekali kaya lagi banyak pikiran??" tanya Ibu Harti.Dinda tersenyum meskipun cukup malas untuk memberikan sebuah senyuman."Dinda gak papa ko Bu," ucap Dinda yang langsung menghampiri Ibunya dan memeluk beliau.Dekapan seorang Ibu adalah tempat ternyaman untuk melepas penat dan keruwetan yang sedang ia hadapi saat ini."Ini kan hari pertama kamu masuk kerja, pasti semuanya terasa aneh kan, lama-lama juga pasti akan terbiasa." Ibu Harti memberi se
Keesokan paginya Andi kembali menjemput Dinda."Pagi Bu..." sapa Andi pada Ibu Harti yang membukakan pintu."Nak Andi," balas Ibu Harti.Dinda yang mendengar kedatangn Andi langsung memeriksa ke luar."Kamu ko jemput aku lagi sih??" tanya Dinda."Memangnya kenapa???" tanya Andi balik."Yahh gak usah lah, ngerepotin aja!!" jawab Dinda."Gak papa aku kan sekalian ikut sarapan di sini," imbuh Andi. Ia sebenarnya berusha mengalihkan rasa canggungnya."Iyah gak papa ko Nak Andi bebas pokonya buat Nak Andi mah. Anggap aja rumah sendiri." Ibu Harti yang memang memang sudah menganggap Andi seperti putranya sendiri karena kebaikan Andi selama ini."Tuhh kan kata Ibu juga bebas dong!!" Andi yang merasa dibela oleh Ibu Harti.Dinda yang cemberut kembali masuk kamar untuk merapikan penampilannya."Apaan sih Andi malah jemput lagi," gerutu Dinda yang sedang menyisir rambutnya.Setelah selesai semuanya Dinda langsung pergi ke ruang makan untuk ikut sarapan."Besok gak usah jemput lagi!!" perintah D
Dinda berpegangan erat karena sepertinya Andi marah padanya.Ia pun tak banyak bekomentar hanya diam sepanjang perjalanan menuju sekolah. Sesampainya di sekolah Dinda langsung ke luar dari mobil Andi."Terima kasih!!" singkat Dinda dan turun dari mobol Andi.Andi yang sedang marah dan tak berpikir jernih ikut ke luar dan mengejar Dinda yang sudah setengah jalan.Ia lalu mengejar Dinda dan menarik tangannya.Sebuah adegan yang tak pernah Dinda bayangkan sedikitpun, Andi tanpa kompromi mencium bibir Dinda di depan khalayak umum. Dinda pun langsung melepaskannya karena tidak enak dilihat oleh anak-anak dan guru yang lainnya."Gila kamu yah Ndi," kesal Dinda dan mendorong Andi mundur."Tenang saja ciuman itu hanya sebuah ciuman perpisahan, tidam ada sedikit rasa apa pun," sinis Andi yang kemudian berlalu begitu saja.Anak-anak langsung bersorak saat melihat adegan itu."WAW GOOD JOB BUUUU!!!" teriak salah seorang siswa."ARGHHH AKU JUGA MAUUUU," ucap yang lainnya.Risa salah satu siswa y
Hari ini Dinda mengajar di kelas 11-IPA, anak-anak saling berbisik membicarakannya."Diam!! Diam sudah!!!" suruh Dinda tapi mereka masih saja gaduh."Apa yang kalian mau dari saya??" tanya Dinda."Memangnya kalau saya berciuman dengan pria tadi, apa urusannya dengan kalian??" tanya Dinda kembali.Semua siswa terdiam tak ada satupun yang berani menjawab."Saya tau saya salah karena melakukan adegan tersebut di depan kalian, pembelaan apa pun yang saya berikan, sepertinya tidak akan membuat kalian percaya. Jadi saya tidak akan memberikan penjelasan apa pun pada kalian. Cukup satu hal yang ingin saya sampaikan saya meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi pagi ini!!" jelas Dinda pada seluruh siswa.Entah apa yang terjadi penjelasan dari Dinda justru membuat anak-anak tersenyum.Ada salah seorang anak perempuan yang mengangkat tangan."Bu... saya boleh bertanya??" izin anak tersebut."Kita hidup dengan adat ketimuran yang dijunjung tinggi oleh bangsa dan negara. Kejadian Ibu pagi ini buka
Andi tak bisa berpikir jernih, pikiranya terus saja tertuju pada Dinda."Shitttttt!!!" Andi melempar berkas yang ada di hadapannya.Pikiranya semrawut sekali saat ini. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangannya."Masuk!!" suruh Andi."Pak... Pak Rangga ingin bertemu," ucap sekretaris Andi."Suruh dia masuk!!" perintah Andi.Sekretarisnya pun langsung memanggil Rangga untuk masuk."Lo sembunyiin Dinda dimana??" Rangga datang langsung tiba-tiba saja menanyakan tentang keberadaan Dinda.Andi tersenyum sinis, Rangga yang tidak terima langsung mendaratkan pukulan di wajah Andi.Andi pun memegang wajahnya."Dinda masih istri gue, yang lo lakuin saat ini adalah tindakan kriminal," geram Rangga."Gue gak peduli, sekarang lo keluar dari ruangan gue!!" usir Andi."Awas aja lo Ndi!!!" ancam Rangga.Rangga pun keluar dari ruangan Andi dengan amarah yang masih membelenggu.Setelah Rangga mengusir Dinda sekarang dia sadar jika Dinda benar-benar berarti buatnya."Dinda harus jatuh kembali ke peluk
"Kamu berangkat sendiri??" tanya Ibu Harti saat Dinda bergegas untuk pergi."Aku udah telat!!! Aku berangkat yah Bu!!!" Dinda pergi terburu-buru."Si Andi kemana sih biasanya juga dia jemput aku!!" omel Dinda di dalam taxi.Ia lalu mencari handphonenya, saat sudah mendial no Andi ia baru sadar jika mereka sedang berselisih."Ya ampun, kita kan lagi marahan," ucap Dinda.Dinda yang sudah terbiasa dengan kesehariannya bersama Andi lupa jika mereka belum baikan usai kejadian kemarin."Hampir aja aku telat!!" Dinda bersyukut karena dia datang tepat waktu."Kamu gak di antar Andi???" tanya Rara karena tidak melihat mobil Andi."Nggak lah, lagian repotin dia juga tiap hari harus antar jemput aku," jawab Dinda."Emh Din... ada hal yang mau kamu bicarakan gak sama aku??" tanya Rara karena sampai saat ini Dinda masih belum menjelaskan tentang kejadian ciuman di halaman sekolah dengan Andi.Dinda mengerutkan keningnya berpikir tentang hal apa yang akan ia bicarakan."Kayanya gak ada deh," jawab
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu