Zaki berkali kali mengedipkan mata. Menatap seolah tak percaya dengan nama yang tertera di undangan tersebut. Mencoba memastikan penglihatanya bahwa nama di undangan tersebut tidak salah.Sean & Natari.Dengan foto preweeding di sebuah pantai. Serta angin yang memainkan gaun sang calon mempelai wanita, membuat semakin estetic sebuah foto preweeding yang dibingakai denegan senyuman keduanya.Ya Zaki kembali harus menelan pil pahit kehidupan. Sepupunya menikah dengan mantan istrinya. Dia baru paham mengapa Tante Mira sendiri yang mengantar surat cerai pada Zaki. Karena pihak mereka lah yang mengurusnya.Namun apa maksutnya mereka mengundang Zaki ke acara mereka. Notabene Zaki adalah sepupunya sekaligus mantan suami Tari. Mau memamerkan kebahagiaan mereka kini kah?"Undangan dari siapa?"Dengan cepat Bu Ratih merebut undangan itu dari tangan Zaki.Tak berbeda Bu Ratih pun terbelalak kaget dengan undangan yang ia baca. Tak berselang lama justru ia pun meremas undangan tersebut. Lalu melem
"Pemiliknya adalah...,""Zaki,"teriak Bu Ratih yang membuat kedunya terlonjak."Dipanggil pawangmu tuh,"kata Ratih.Zaki geram. Tak ubahnya ia seperti anak kecil yang selalu diteriaki ketika sedang bermain.Bu Ratih berkacak pinggang menghampiri sang anak."Hasna, berhenti kamu menggoda Zaki,"Hasna mendengkus kesal. Menatap arah lain. Menganggap omongan Bu Ratih penuh remeh."Bu, Zaki ingin bertemu Ranita. Apa salah?"tanya Zaki melawan."Kamu dan dia itu sudah tidak ada ikatan, Ki. Jadi kamu haris bisa menjaga jarak. Masalah Ranita, tidak harus kalian berduaan begini. Lagipula kamu juga sudah ada calon,"Zaki menatap ibu nya heran."Jadi calon Zaki adalah selebgram, Hasna. Model. Bahkan terakhir ia menjadi salah satu model di Dubai Fashion Week."kata Bu Ratih dengan nada yang pamer."Siapa bu?"tanya Hasna yangs seolah olah dibuat antusias dengan perkataan Bu Ratih. Dan Bu Ratih membenarkan letak tubuhnya untuk semakin meyakinkan."Calon nya Zaki,""Yang tanya,"jawab Hasna dengan mel
Bu Anis tersenyum getir. Sementara Anggi berdiri dengan geram"Ngontrak ya bu?""Eee.. Ee.. Ee.."Bu Ratih salah tingkah."Iya. Kami ngontrak tante."jawab Zaki dengan pasti.Bu Anis semakin melebarkan senyum getirnya."Saya kira juragan kontrakan. Kalian dulu priyayi kan ya? Kok bisa ngontrak?""Ya beginilah hidup tante. Ada saatnya diatas. Pun ada saatnya dibawah."Zaki mencoba bersikap tegas. Meskipun dibelakangnya Bu Ratih selalu menyembunyikan wajah dan diam seribu bahasa."Saya minta ma'af kalau ibu saya ada salah,"lanjut Zaki.Bu Anis memaksakan sebuah senyum lagi. Dia mengangkat tangan pertanda abai."Ya sudahlah. Tidak apa-apa. Lain kali jangan diulang lagi saja begitu. Kasihan kan yang kalian tipu,". Bu Anis mencoba memberi wejangan.Bu Ratih yang sedari tadi bersembunyi dibalik punggung Zaki, kini mencoba memperluhatkan wajahnya kembali."Menipu bagaimna? Saya tidak bilang apa-apa ke anda ya. Anda sendiri yang ngeyel untuk kesini. Saya juga sedikitpun tidak memeras atau memi
Bu Ratih terus saja mendesak Zaki agar membawanya ke tempat kerja. Keinginanya menggebu untuk mencarikan jodoh untuk Zaki.Yang baik bibit, bebet dan bobotnya. Begitulah katanya"Iya. Suatu saat. Pasti aku ajak ibu ke tempat kerja ku,"jawab Zaki akhirnya. Ia juga tidak bisa memastikan kapan bisa mengajak ibunya untuk kesana. Yang tak mungkin juga untuk membawanya.Selepas magrib, Zaki bersantai di teras. Suasana yang ramai dan hangat. Banyak anak-anak para penghuni kontrakan bermain di depan. Riuh tapi penuh kebersamaan. Yang tidak pernh ia temui sebelumnya dulu.Perumahan yang berpagar tinggi membuat penghuninya menjaga privasi dengan ketat seolah sudah mendarah daging menjadi hunian Zaki sedari lahir."Mas Zaki, sudah jujur saja sama ibunya,"kata Anwar yang tiba-tiba datang mengagetkan.Zaki sedikit terlonjak."Ah kamu War. Mengagetkan saja,"jawab Zaki."Bukan maksud syaa menguping mas. Tapi suara ibunya Mas Zaki itu kencang,"Zaki mendesah pelan. "Tidak segampang itu, War. Ibuku it
"Selamat pagi, Bu Ratih,"sapa seseorang yang keluar dari mobil. Bu Ratih dan Zaki sontak menoleh ke arah sumber suara.Mereka berdua ternganga. Melihat siapa yang memanggilnya. Lelaki paruh baya menuju tua memakai celana panjang dengan kemeja lengan panjang keluar dari mobil dengan seulas senyum. Lalu sejurus kemudian lelaki itu menghampiri keduanya.Namun melihat lelaki itu tersenyum justru raut wajah yang kesal yang ditunjukan Bu Ratih kepadanya. Ia melipat tanganya di dada dan melengos ke arah lain."Pak Ahmad?"sapa Zaki."Apa kabar nak Zaki?"tanya nya lagi dengan senyum dan keramahtamahan."Tidak usah sok bertanya kabar. Bilang saja kamu mau menertawakan kami kan?"tanya Bu Ratih dengan ketus.Zaki masih menatap nanar tak percaya. Pemilik usaha pengepul rongsok ini adalah Ayah dari Hasna. Mantan mertuanya."Baru punya usaha beginian saja sombongnya sudah selangit."lanjut Bu Ratih lagi.Zaki menunduk. Ia tak menyangka roda kehidupan dunia berubah sedrastis ini. Mertua yang dulu sela
Bu Ratih menatap sinis dengan perkataan Hasna yang terkesan meledek itu. Zaki pun tak kalah menunjukan raut ketidaksukaanya. Namun tidak bagi Hasna, ini hanya sebagian kecil dari balas dendamnya saat ia dan keluarganya dulu dijadikan bahan lelucon oleh keluarga sang mertua."Zaki, itu merem apa ya maunya nikah sama Hasna? Apa dia amnesia begitu kalau dia berasal dari keluarga terpandang?"kata Silvi, sepupu Zaki."Bisa jadi dipelet itu,"Maya memimpali."Ya mungkin begitu paling ya. Orang kampung yang bermimpi menjadi kaya. Biasanya dari ilmu-ilmu hitam seperti itu,"sahut Bu Ratih yang juga merasa kesal dengan pilihan anaknya."Biar saja tante. Perjanjian dengan setan itu tidak akan ada habis nya. Bisa jadi justru keluarga Hasna yang akan menjadi tumbal berikutnya,". Silvi mulai beropini lagi.Dan semua tertawa. Seakan berbicara tentang kematian itu adalah hal yang dianggap tidak tabu."Masih mending ART ku loh tante. Dia lulusan SMA. Penampilanya juga tidak ndeso dan norak-norak banget
Zaki turut penasaran terkait kepindahan Hasna. Apa itu ada kaitanya dengan pertikaian antara ibunya kemarinAndai itu benar, betapa merasa bersalahnya Zaki atas itu. Dan yang ia bisa lakukan disini hanyalah mengintip dari balik jendela. Tanpa ada keberanian sekedar menghampiri. Walaupun ia sangat merasa terharu saat pandangan Ranita terus saja menatap kontrakan papa nya."Ada apa sih?"tanya Bu Ratih mengagetkan."Hasna sepertinya akan pindah, bu,"Mata Bu Ratih membulat sempurna. Namun sejurus kemudian ia tersenyum lebar."Syukurlah. Benci aku melihat wanita itu. Tapi ada tidak enaknya jika ia pindah dari sini, nanti kalau kita sukses, siapa dong yang melihatnya,"Zaki mendnegkus kesal."Ibu tidak ikut menyalami Hasna? Lihatlah ibu-ibu kontrakan lain, ikut menghampiri sebagai ucapan perpisahan. Neneng juga ikut ada disana lho bu," Akhirnya Bu Ratih mencoba ikut melihat dari balik jendela juga. Memang benar, para ibu-ibu tampak mengerumuni Hasna. Tidak ada kaum laki-laki. Tentu itu
Namun betapa ia terkejut bahwa ternyata isinya adalah sebuah celengan plastik berbentuk beruang. Brakk..Bu Ratih membantingnya. Wajahnya berubah bersungut marah. Zaki yang mendengar barang dibanting sontak mencari sumber suara."Ibu, ada apa?""Lihatlah ulah mantan istrimu,"kata Bu Ratih sembari menunjuk celengan palstik iti.Zaki memungutnya. Memutar-mutar apa yang ia bawa saat itu."Ada apa bu? Tidak ada yang salah dari benda ini?"tanya Zaki masih membolak baliknya."Iya. Yang salah mantan istri mu. Lihat. Kamu tau yang lain diberi apa oleh si Hasna? Emas ant*m berat satu gram. Senilai satu juta an. Lah ibu dikasih celengan model begini paling seharga seuluh ribu. Apa tidak keterlaluan itu?"Bu Ratih terus saja marah-marah sembari berkacak pinggang."Tidak bu,"jawab Zaki tiba-tiba."Maksutmu?""Ya bagi Zaki, Hasna tidak keterlaluan.""Karena kamu masih mengharapkanya begitu?""Dengar dulu Zaki bicara bu. Bu, seandainya ibu memasukan uang ke dalam celengan ini mungkin jumlahnya aka