Bu Ratih menatap sinis dengan perkataan Hasna yang terkesan meledek itu. Zaki pun tak kalah menunjukan raut ketidaksukaanya. Namun tidak bagi Hasna, ini hanya sebagian kecil dari balas dendamnya saat ia dan keluarganya dulu dijadikan bahan lelucon oleh keluarga sang mertua."Zaki, itu merem apa ya maunya nikah sama Hasna? Apa dia amnesia begitu kalau dia berasal dari keluarga terpandang?"kata Silvi, sepupu Zaki."Bisa jadi dipelet itu,"Maya memimpali."Ya mungkin begitu paling ya. Orang kampung yang bermimpi menjadi kaya. Biasanya dari ilmu-ilmu hitam seperti itu,"sahut Bu Ratih yang juga merasa kesal dengan pilihan anaknya."Biar saja tante. Perjanjian dengan setan itu tidak akan ada habis nya. Bisa jadi justru keluarga Hasna yang akan menjadi tumbal berikutnya,". Silvi mulai beropini lagi.Dan semua tertawa. Seakan berbicara tentang kematian itu adalah hal yang dianggap tidak tabu."Masih mending ART ku loh tante. Dia lulusan SMA. Penampilanya juga tidak ndeso dan norak-norak banget
Zaki turut penasaran terkait kepindahan Hasna. Apa itu ada kaitanya dengan pertikaian antara ibunya kemarinAndai itu benar, betapa merasa bersalahnya Zaki atas itu. Dan yang ia bisa lakukan disini hanyalah mengintip dari balik jendela. Tanpa ada keberanian sekedar menghampiri. Walaupun ia sangat merasa terharu saat pandangan Ranita terus saja menatap kontrakan papa nya."Ada apa sih?"tanya Bu Ratih mengagetkan."Hasna sepertinya akan pindah, bu,"Mata Bu Ratih membulat sempurna. Namun sejurus kemudian ia tersenyum lebar."Syukurlah. Benci aku melihat wanita itu. Tapi ada tidak enaknya jika ia pindah dari sini, nanti kalau kita sukses, siapa dong yang melihatnya,"Zaki mendnegkus kesal."Ibu tidak ikut menyalami Hasna? Lihatlah ibu-ibu kontrakan lain, ikut menghampiri sebagai ucapan perpisahan. Neneng juga ikut ada disana lho bu," Akhirnya Bu Ratih mencoba ikut melihat dari balik jendela juga. Memang benar, para ibu-ibu tampak mengerumuni Hasna. Tidak ada kaum laki-laki. Tentu itu
Namun betapa ia terkejut bahwa ternyata isinya adalah sebuah celengan plastik berbentuk beruang. Brakk..Bu Ratih membantingnya. Wajahnya berubah bersungut marah. Zaki yang mendengar barang dibanting sontak mencari sumber suara."Ibu, ada apa?""Lihatlah ulah mantan istrimu,"kata Bu Ratih sembari menunjuk celengan palstik iti.Zaki memungutnya. Memutar-mutar apa yang ia bawa saat itu."Ada apa bu? Tidak ada yang salah dari benda ini?"tanya Zaki masih membolak baliknya."Iya. Yang salah mantan istri mu. Lihat. Kamu tau yang lain diberi apa oleh si Hasna? Emas ant*m berat satu gram. Senilai satu juta an. Lah ibu dikasih celengan model begini paling seharga seuluh ribu. Apa tidak keterlaluan itu?"Bu Ratih terus saja marah-marah sembari berkacak pinggang."Tidak bu,"jawab Zaki tiba-tiba."Maksutmu?""Ya bagi Zaki, Hasna tidak keterlaluan.""Karena kamu masih mengharapkanya begitu?""Dengar dulu Zaki bicara bu. Bu, seandainya ibu memasukan uang ke dalam celengan ini mungkin jumlahnya aka
Rupanya tidak perlu waktu lama menunggu jawaban mengapa Hasna ada di tempat ini. Seorang pria gagah mengenakan kemeja batik lengan panjang. Senada dengan gaun yang dipakai Hasna menghampiri wanita itu. Dengan mesra Hasna menggandeng tangan sang suami. Pasangan yang ideal dan serasi.Zaki hanya melamun melihat itu. Membayangkan dulu bahkan sekalipun ia tidak pernah mengajak Hasna ke acara seperti ini. Dengan alasan malu. Hasna terlalu kucel. Tidak cantik dan lain sebagainya. Andai saja Zaki sadar bahwa Hasna pun mampu tampil berkelas. Tergantung siapa laki-laki yang mendampingi dia. Siapapun wanita. Dari kalangan manapun. Asal ada uang, mereka pun bisa tampil cantik.Wanita yang jatuh pada lelaki yan tepat, tentu ia akan menjadi ratu. Sebaliknya jika wanita jatuh pada lelaki yang salah, ia bisa menjadi babu. Seperti Hasna saat terikat pernikahan dengan Zaki dulu."Kamu mau jadi patung disini atau memilih masuk?"tanya Bu Ratih membuyarkan lamunan Zaki."Hasna, bu,"jawab lirih Zaki."Ya
Zaki menghampiri dengan geram pasangan suami istri yang tampak begitu bahagia itu."Hasna,"panggilnya dengan ketus dan dingin.Yang dipanggil menoleh sewajarnya. Namun ia pun juga merasa kaget bahwa yang memanggilnya adalah Zaki. Bukan karena ia merasa heran mengapa Zaki ada di acara ini. Namun ia lebih ingin menjaga perasaan suaminya. Karena menurut Hasna mempertemukan suami dan mantan suami dalam sebuah kesempatan itu kurang tepat. "M.. Mas..Zaki. Ada apa?"jawabnya sedikit gugup. Robert yang kebetulan mendengar kalimat dari istrinya juga sontak menoleh.Hasna semakin takut, jika justru memancing amarah Robert. Terlihat juga tatapan Robert kepada Zaki yang kurang bersahabat. Ah memang dari fisik saja, Zaki terlihat lemah. Dibandingkan Robert dengan tubuh tegap, gagah serta berisi serta bingkai wajahnya yang menyiratkan kewibawaan. "Perkenalkan ini Mas Zaki, mas,"lanjut Hasna sembari hatinya tidak berhenti berdo'a agar semua baik-baik saja.Sejenak Hasna pun memejamkan mata. Ber
Dan tanpa disangka, ia justru mendapat tepuk tangan dari semua yang hadir. Merasa didukung, seulas senyum juga tergambar dari bingkai wajah tampan seorang Robertio.Sementara Zaki dengan wajah merah padam menahan emosi serta geram yang sudah memuncak.Ia kalah. "Tih, anak membuat kekacauan dengan pemilik perusahaan besar itu. Jangan makan saja kerjaanmu. Datang kesini cuma gara-gara isi perut. Tidak peka dengan keadaan sekitar,"omel Tante Mela kepada Bu Ratih dengan tiba-tiba. Padahal baru satu suap saja masuk kedalam mulutnya. Bu Ratih mendesah pelan. Beginikah rasanya menjadi miskin. Tidak dibela walaupun kerabat sendiri. Sedikit panik ia mencari keberadaan Zaki. Menyeruak kerumunan orang-orang yang berkumpulDi depan sana tampak Zaki tengah berhadapan dengan seorang pria blasteran yang gagah, berwajah penuh wibawa dan tegas. Dan di samping sang pria telah berdiri seorang Hasna demgan mimik wajah resah yang tidak bisa disembunyikan. "Zaki, "seru Bu Ratih.Zaki hanya menole
Zaki celingukan saat kembali memasuki gedung tempat acara pesta pernikahan Sean dan Tari digelar. Sepertinya ia tengah mencaribsesuatu. Namun yang terlihat hanya wara-wiri petugas kebersihan. "Cari apa mas? "sapa seorang pria paruh baya dengan vacum cleaner di tanganya"Ehm. Saya cari pelayan bernama Fatihah. Dia tadi ada disini saat acara berlangsung,""Oh. Neng Fatihah? Dia sedang ganti pakaian mau pulang. Mungkin sebentar lagi juga keluar. Mas ini siapanya Neng Fatihah ya? Teman dekatnya kah?"Zaki enggeleng dengan cepat. "Oh bukan pak. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Fatihah yang sempat menolong sya, "Pria paruh baya itu mengangguk. "Tidak apa-apa atuh jadi teman dekatnya. Pantas. Memang lebih baik Neng Fatihah bersama pria yang lebih dewasa. Daripada pria muda yang ujung-ujungnya tidak bertanggung jawab, "Zaki membulatkan netra. Mengeryitkan dahi. Seolah sebagai isyarat ingin tau kiranya apa yang terjadi dengan masa lalu Fatihah."Jadi ceritanya Neng
Atau mungkin ia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Hasna? Di atas montor milik Fatihah, Zaki ingin sekali menanyakan itu. Namun kekuatan ragu berkali-kali menepisnya.Untuk apa menanyakan hal yang tidak penting itu. Namun seandainya memang Hasna bersaudara dengan Fatihah. Justru ia akan merasa malu."Apa kamu kenal dengan istri Pak Robert, Fat? "tanya Zaki akhirnya. Di jok belakang Fatihah memicingkan mata, lalu tertawa kecil. "Bu Hasna?"tanyanya lagi memastikan.Zaki mengangguk kecil."Ya kali mas. Rakyat jelata seperti ku bersaudara dengan serang istri konglomerat,"Zaki merasakan apa yang mengganjal di hati dan fikiranya sedikit lega."Tapi wajah kamu.., ""Mirip dengan Bu Hasna? Mas Zaki bukan orang yang pertama kali mengatakan itu. Tetapi ya lebih bening Bu Hasna lah. Suaminya bermodal. Ya begitu kalau wanita di ratukan oleh sang suami. Aura kebahagiaanya terpancar. Menambah wajah cantiknya semakin berseri. Apa nasibku kelak bisa sama dengan Bu Hasna ya?"celetuk