BAB KE : 75TANGISAN FAIZ DAN DUDUN 16+Menyadari suaminya tidak lagi bernyawa, dan merasa percuma dengan apa yang dia perbuat sekarang. Akhirnya dengan pelan Tina meletakkan kepala Thoriq di atas lantai. Kemudian dia memandang wajah suaminya itu dengan air yang tidak henti menetes dari pelupuk mata. Tina menghentikan ratapannya, tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut perempuan itu, hanya isakan yang terdengar dengan bahu menyentak turun naik karena sedak.Tina mendekatkan kepalanya ke wajah Thoriq, dan mencium suaminya itu berulang-kali dengan isak dan sedak yang tak henti menguncang tubuh Ibu muda itu.Setelah berapa lama dengan jasad suaminya. Tina bergeser mendekati jasad Kemal dan Hamilah yang ujung tangan mereka masih saling mengait."Mas ... Mbak ... kenapa kalian meninggalkan Dudun dan Naufal dengan cara seperti ini?" Mulut Tina kembali terbuka mengeluarkan kata-kata untuk sepasang suami istri yang tergeletak tanpa nyawa.Isak Tina kembali terdengar keras yang berl
BAB KE : 76LENGKINGAN SUARA DUDUN MEMBANGUNKAN WARGA 16+Ketika Faiz mendekat, Tina pun merangkul Faiz dan membawa ke dalam pelukannya. Ketiga orang itu berpelukan dengan suara isak dan tangis tak henti dari mulut mereka."Tanteeee!""Ibuuuuuu!"Mendengar rintihan kedua anak itu, Tina semakin mempererat pelukannya. Tangis Tina semakin pilu, bagian mata Tina terlihat membengkak, mungkin karena terlalu lama menangis. Namun, air masih mengalir deras dari pelupuk matanya."Ayo, kita satukan orang tuamu!" bisik Tina pada kedua anak yang ada dalam pelukannya."Ayah-ibuku kenapa, Tante?" tanya Dudun parau setelah pelukan mereka merenggang. Tangis dan isak Dudun belum mereda."Ayah kenapa, Ibu? Kenapa ayah berdarah dan tak bangun-bangun?" Faiz pun ikut bertanya di sela tangisnya.Tak satupun pertanyaan itu yang sanggup dijawab oleh Tina. Mulutnya terasa kelu dan tenggorokan seperti kering."Ayo, kita geser ayah Faiz ke dekat ayah Dudun!" ajak Tina.Dengan berurai air mata, Tina bergerak k
BAB KE : 77MALAM BERDARAH 16+Mereka melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Tiga sosok terbujur kaku dengan darah berceceran di mana-mana. Di tambah dengan suara ratapan memilukan dari tiga orang yang berada dekat jasad itu. Wajar kalau sebagian dari mereka ada yang merinding."Ada apa?!""Apa yang terjadi?!"Pertanyaan itu hampir bersamaan dan silih berganti lepas dari mulut warga yang datang. Mereka berhamburan masuk untuk menolong. Mengetahui warga berdatangan, suara tangis Tina, Faiz dan Dudun semakin menjadi. Pertanyaan dari berapa penduduk tak mampu di jawab Tina. Malah tubuhnya terasa semakin lemas dengan pandangan berkunang-kunang. Sesaat kemudian Tina ambruk. Melihat ibunya jatuh, Faiz kembali menjerit, dengan rasa cemas dan takut, Faiz menubruk tubuh ibunya yang tergeletak di lantai."Ibuuu ... Ibu kenapa?!" teriak Faiz dengan lengkingan tangis. Kejadian itu membuat warga semakin panik. Sebagian dari mereka bergegas memeriksa keadaan Tina, sebagian lagi sibuk mem
BAB : 78AWAL PERPISAHAN DUA ORANG SAHABAT 16+Setelah dapat wejangan dari Buya Heru, barulah Naufal berhenti meratap. Namun, pipinya selalu basah dilinangi air mata. Sampai ketiga jasad tersebut dimakamkan.Meskipun jasad telah di kebumikan, tapi rumah Kemal masih saja ramai oleh kerumunan warga. Tak ada di antara mereka yang mau pergi dari sana. Walau ada yang meninggalkan area tersebut, tapi sejenak saja, berapa saat kemudian mereka kembali berbaur dengan warga lain yang masih memadati pekarangan rumah Kemal.Mereka terus menasehati keluarga yang ditinggalkan almarhum dan almarhumah. Walau hati mereka juga sedih, tapi mereka berusaha terus menghibur Tina, Faiz, Dudun dan Naufal sebagai pihak keluarga yang sedang berduka.Guncangan yang teramat sangat menerpa hati Naufal dalam menghadapi kenyataan seperti ini. Kenyataan di tinggal oleh kedua orang tua yang tewas dengan mengenaskan. Tak ayal membuat anak itu lebih banyak bengong dengan air mata berurai.Tidak hanya sehari, bahk
BAB KE : 79 PERPISAHAN YANG MENYEDIHKAN 16+Ketika pagi menyingsing. Mata hari dengan malu-malu siap mengintai untuk menyinari bumi. Suhu masih terbilang dingin, ditandai dengan sekumpulan kabut yang enggan untuk meninggalkan langit Kampung Galuh. Cuaca seperti ini membuat embun-embun bergembira. Mereka begitu betah dan asik bergelantungan di ujung daun dengan memancarkan cahaya yang berkilau. Sungguh indah dipandang mata.Namun, masyarakat Kampung Galuh telah terbiasa dengan panorama seperti itu, sehingga perhatian mereka tidak akan tercurah ke sana. Apa lagi saat ini, warga Kampung Galuh sedang menghadapi kabut baru yang menyelimuti hati mereka, yang membuat resah, gundah, cemas dan sedihBahkan kesedihan itu benar-benar menguras air mata, dengan terjadinya peristiwa beberapa minggu yang lalu. Peristiwa pertama yang sekaligus menggegerkan Kampung Galuh dan wilayah sekitarnya.Peristiwa yang merenggut tiga nyawa warga mereka, yang selama ini terkenal dengan kebaikanya. Peristiwa
BAB KE : 80FAIZ BERGURU PADA BUYA HERU 16+"Sesuai amanat almarhum Thoriq ... saya diminta untuk mendidik Faiz! Maka amanahnya itu harus saya tunaikan, karena itu adalah utang janji saya pada almarhum Thoriq." Seperti itu kata-kata Buya Heru ketika menyampaikan maksud dan tujuannya, setelah beberapa saat mereka berbincang dan saling bertanya tentang kabar masing-masing.Tina terdiam mendengar apa yang disampaikan Buya Heru. Ada keraguan di hatinya melepas Faiz. Bila Faiz pergi, tentu dia akan dirundung sepi. Di samping itu, belum tentu juga Faiz mau berpisah dengannya. "Rasanya tidak mungkin saya hidup di sini sendirian. Saya tidak mau berpisah dengan Faiz, Buya," tolak Tina lembut. Tina mengira Faiz akan di bawa Buya Heru ke suraunya (pesantren atau padepokkan). Apa lagi sekarang, surau Buya Heru tidak lagi berada di wilayah Kampung Galuh. Tapi telah pindah ke wilayah kecamatan lain."Tidak harus berpisah. Faiz bisa datang setiap hari ke surau saya," jawab Buya Heru menerangka
BAB KE : 81SETELAH LIMA TAHUN 16+POV : SISILIA"Yaaaahhh, hujan!" Aku berseru ketika beberapa tetes air jatuh dengan telak di wajahku. Azral menghentikan motornya. Dengan cepat aku melompat dari jok belakang dengan telapak tangan berusaha melindungi muka dari tetesan gerimis."Buka joknya?" titahku pada Azral, setelah mesin motornya mati.Hatiku yang lagi kesal bertambah kesal, ingin rasanya memaki makhluk yang satu ini. Benar-benar manusia pembawa sial! Manusia penjilat!Kalau dia tidak pintar merayu dan menjilat pada papaku, tentu aku tidak berada dalam situasi seperti ini sekarang. "Untuk apa?" tanyanya dengan raut bingung.Ya, salam ... nih, makhluk! Untuk apa buka jok di tengah gerimis seperti ini? Sudah pasti buat ngambil jas hujan, dodol!Makian itu hanya terucap dalam hatiku, yang membuat rasa kesal ini semakin membuncah.Yah, sejak berangkat dari rumah tadi, sebenarnya hatiku telah gondok. Papa memaksaku dengan beribu rayuan untuk menemani makhluk 'Astral,' yang satu i
BAB KE : 82POV : SISILIA CARLINA KELAKUAN SI AZRAL 16+"Jangan kurang ajar!" bentakku."Apa salahnya aku melakukan itu? Toh, akhirnya kita juga akan nikah," katanya dengan senyum tersungging.Aku hanya diam sambil berusaha merapatkan tubuh ke dinding. Kini ada rasa ngeri di hatiku berada berduaan dengan Azral. Lelaki ini tidak beres rupanya!Atau mungkin juga ketidak beresan ini terjadi karena sikapku yang tak tegas. Seharusnya aku berani menolak keinginan orang tua untuk menjodohkan kami. Aku berpikir akan membicarakannya dengan kedua orang tuaku secepat mungkin. Agar aku bebas dari lelaki yang satu ini."Geser ke sana!?" bentakku, sambil menoleh ke arah Azral, ketika merasakan tubuhnya kembali bergeser dan menempel ke badanku.Wajah kami saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan aku merasakan hangatnya napas Azral di wajahku."Cuppp!"Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di pipiku saat aku hendak memalingkan wajah."Azral! Jangan kurang ajar!?" bentakku semakin m
BAB KE : 19716+Setelah pertemuan itu, hubungan mereka pun semakin membaik, malah Dudun dan Faiz hampir tiap minggu bertandang ke rumah Sisilia. Setiap hari libur, mereka berkumpul di rumah Sisilia, ada-ada saja yang mereka lakukan untuk menuai kebahagiaan. Tidak hanya Dudun dan Faiz. Naufal dan istrinya juga suka ikut berkumpul bersama mereka. Satu hal yang paling membuat Sisilia terharu. Perhatian Naufal, Dudun dan Faiz sangat luar biasa kepada papanya. Padahal Sisilia telah mengetahui bahwa orang tua Naufal dan Dudun juga termasuk korban kejahatan papanya di masa lalu, walau hal ini masih mereka rahasiakan pada Karta Setiawan. Anak-anak dari korban pembunuhan Karta Setiawan itu malah paling senang mendorong kursi roda Karta Setiawan, bahkan mereka tidak pernah bosan melatih Karta Setiawan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan papa Sisilia tersebut. Pertemuan demi pertemuan, telah membuat cinta mereka semakin mekar, bahkan Faiz tidak sungkan lagi menyusul S
BAB KE : 19616+Faiz merasa heran dengan perubahan sikap Dudun dan Naufal itu, padahal jelas sekali betapa besar keinginan Dudun untuk balas dendam beberapa hari yang lalu. "Kita tidak perlu lagi menuntutnya, karena Tuhan telah memberi teguran pada beliau, dan beliau telah menyesali perbuatannya," jawab Naufal. "Lalu, bagaimana dengan kamu, Dun?" Faiz mengalihkan pertanyaan pada Dudun yang sedang mengemudi. "Sebelum ke sini, kami telah membicarakan tindakan apa yang akan kami lakukan, dan inilah yang terjadi. Kalau mau detilnya, tanya saja pada Mas Naufal, apa yang dilakukan Mas Naufal tadi adalah keputusan Mas Naufal sendiri. Tapi saya mendukung, karena memang itu yang terbaik," jawab Dudun sambil melirik kaca spion dalam. Dia menatap wajah Faiz sekilas dari sana. Saat ini Faiz dan Naufal duduk berdua di bangku tengah, sedangkan Dudun sendirian di depan memegang kemudi. Rupanya sebelum menemui Sisilia, Naufal dan Dudun sempat berdiskusi. Naufal meminta Dudun untuk menjaga per
BAB KE : 195 16+Seketika dada Faiz bergemuruh, gemuruh itu bertalu dengan rasa cemas yang kembali hadir. Faiz dapat menebak apa maksud ucapan Dudun itu. Naufal pun tertegun ketika mendengar apa yang disampaikan Dudun, dia menatap Dudun sesaat, seakan sedang memikirkan sesuatu. "Oh, iya. Hampir lupa," jawab Naufal kemudian, lalu ujung matanya melirik pada Faiz.Naufal tercenung dengan raut serius, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya, kemudian dia bangkit, membuat semua yang ada di ruangan itu mengarahkan mata pada Naufal. "Kamu berdiri, Dun!" perintah Naufal pada Dudun. Dudun pun mengikuti titah kakaknya. "Dorang kursimu ke belakang!" Naufal kembali memerintah yang segera dilaksanakan Dudun. Hati Faiz semakin cemas melihat tingkah kedua kakak-beradik itu. Raut heran juga tergambar di wajah Vira, Sisilia dan Karta Setiawan. Naufal berjalan di antara celah meja dan kursi yang didorong Dudun tadi.Setelah posisinya berada antara Faiz dan adiknya, Naufal mendorong meja
BAB KE : 19416+Kemudian kalimat itu juga dapat dijadikan bamper oleh Faiz. Seandainya Naufal mengatakan akan menuntut Karta Setiawan, atas apa yang telah dia lakukan pada orang tua mereka. Faiz punya kesempatan untuk membela Karta Setiawan, tentu perasaan Sisilia akan terobati dengan pembelaan Faiz nantinya, karena Sisilia telah mengetahui isi hati Faiz berdasarkan ucapan Naufal tadi."Berarti mereka memang sehati. Sisilia juga seperti itu, dia tidak akan menikah kalau tidak dengan Faiz." Tawa Vira kembali meledak di ujung kalimatnya. "Saya tidak ada berkata seperti itu!" Cubitan Sisilia langsung mendarat di lengan Vira, yang membuat Vira meringis.Ruangan itu kembali penuh oleh suara tawa Naufal, Dudun dan Vira. Karta Setiawan juga ikut tertawa walau tawanya belum begitu jelas."Yang sehati, sebenarnya saya dengan kamu! Saya tidak nikah-nikah, kamu juga ikutan menjomblo sampai sekarang," balas Sisilia dengan mulut geregetan. Tangan Sisilia kembali bergerak untuk mencubit Vira,
BAB KE : 19316+Karta Setiawan duduk berhadapan dengan Dudun. Mereka juga dipisahkan oleh meja yang sama, dari ujung ke ujung, mungkin jaraknya sekitar satu meter.Setelah beberapa saat, Naufal mulai berbicara untuk menyampaikan apa sebenarnya tujuan dan maksud mereka datang. "Nama saya Naufal dan ini adik saya Dudun Suparman. Kami adalah keluarga Faiz." Naufal mengawali dengan memperkenalkan diri pada Sisilia dan Karta Setiawan, setelah melirik ke arah Faiz, dan memastikan bahwa Faiz telah siap mendengar apa yang akan dia sampaikan. Perkenalan Naufal hanya dijawab dengan anggukan oleh Sisilia dan Karta Setiawan. "Sebenarnya tujuan kami ke sini, memang membawa maksud tertentu yang ingin kami sampaikan, tapi ijinkan kami terlebih dulu mengucapkan terima kasih pada Sisilia yang telah bersedia merawat Faiz, walaupun pada saat itu keadaan rumah sakit sangat sibuk, tapi Sisilia bersedia menangani Faiz dengan cepat."Naufal menatap Sisilia sesaat, lalu beralih pada Vira yang ada di s
BAB KE : 19216+Meskipun Dudun seorang police yang bermental baja, tapi rasa haru juga menyeruak ke dalam hatinya menyaksikan adegan yang terjadi di depan matanya. Begitu pula dengan Naufal.Bola mata kakak-beradik itu memerah dengan kilauan seperti kaca. Mereka berusaha keras agar air yang ada di bola mata mereka tidak merembes keluar. Begitu pula dengan perawat Karta Setiawan, walau tidak mengetahui peristiwa apa sebenarnya yang terjadi, tapi melihat adegan tersebut, dia pun tidak mampu menahan tangis.Faiz masih terpaku di samping Sisilia, dia hanya menunduk tanpa berani menatap siapa pun. Sementara air matanya ikut berlinang di pipi. Entah sudah berapa kali Faiz mengusap wajah, demi mengapus air yang ada di sana. "Su-su-ruh-lah me-me-reka ma-masuk!" ucapan Karta Setiawan menyadarkan mereka semua, sehingga apa yang sedang menumpuk di pikiran mereka langsung buyar. "Eh, iya! Ayo masuk, Mas!" Vira menghadap Naufal dan Dudun. Terdengar suara Vira agak serak dalam isak, mungkin
BAB KE : 19116+Sebelumnya, jangankan untuk mengangkat tangan, untuk menggerakannya saja Karta Setiawan sudah kesulitan. Tidak hanya itu, pertemuannya dengan Faiz, juga telah membuat Karta Setiawan mampu berbicara, walaupun dengan susah payah dan terbata-bata, serta perlu waktu yang cukup lama untuk menyampaikan sepotong kalimat, tapi apa yang disampaikannya dapat dimengerti. Wajar, jika hal itu merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan bagi Vira, bahkan dia menganggap kejadian ini adalah sebuah keajaiban. "Papa ...! Heiiiyyy, apa yang kalian lakukan pada papa saya?!"Sebuah bentakan mengejutkan mereka yang ada di halaman. Perawat, Vira, Dudun dan Naufal serentak menoleh ke sumber suara tersebut. Faiz melepaskan pelukannya dari Karta Setiawan, kemudian ikut menoleh ke arah Sisilia yang telah berada di depan pintu. Dengan susah payah Karta Setiawan juga memalingkan mukanya ke arah Sisilia. "Naak-nak!" cukup keras suara yang keluar dari mulut Karta Setiawan memanggil anaknya
BAB KE : 19016+"Saya baik-baik aja Faiz .... " Vira menjawab pertanyaan Faiz setelah mereka berhadapan. "Eh, ya. Sampai lupa! Ayo masuk!" lanjut Vira ketika matanya menoleh pada Naufal dan Dudun. Vira sedikit kikuk menatap ke dua lelaki yang ada di depannya. Dia merasa malu karena belum sempat menyapa atau sekedar mengangguk pada dua lelaki yang posisinya jauh lebih dekat dengannya.Karena keterkejutannya ketika melihat Faiz, membuat Vira mengabaikan kedua lelaki tersebut. "Kenalkan. Saya Naufal dan ini Dudun, adik saya. Kami masih saudaranya Faiz." Sebelum melangkahkan kaki, Naufal memperkenalkan dirinya dan Dudun. "Saya Vira," jawab Vira sambil merangkapkan kedua tangan di depan dada dengan sedikit menundukan kepala tanda hormat, kemudian matanya kembali melirik pada Faiz. "Kalau Faiz, tidak perlu saya perkenalkan lagi, kan?" Senyum lepas dari bibir Naufal sambil ikut melirik ke arah Faiz. Dudun juga ikut tersenyum, hanya wajah Faiz saja yang masih terlihat agak tegang, b
BAB KE : 18916+Sejak kedatangan Vira, hampir setiap hari terdengar gelak tawa dari dalam rumah tersebut. Bahkan hampir saban hari mereka pergi jalan-jalan untuk menikmati indahnya Ibu Kota. Setiap pergi jalan-jalan, Sisilia selalu membawa semua orang yang bekerja di rumahnya, Disamping untuk berbagi kebahagiaan, tenaga mereka juga bermanfaat untuk memindahkan Karta Setiawan dari kursi roda ke dalam mobil, begitu pula sebaliknya. Ketika Sisilia menceritakan pertemuannya dengan Faiz pada Vira, tentu saja hal tersebut membuat Vira sangat terkejut, yang bahkan membuat dia sulit mempercayainya. Vira tidak pernah menyangka, Sisilia akan bertemu lagi dengan Faiz yang telah sekian lama menghilang, tapi itulah kekuasaan Tuhan, apa-apa yang tidak kita sangka, bisa saja menjadi kenyataan. Akhirnya Sisilia berkonsultasi dengan Vira tentang banyak hal, terutama tentang Faiz dan rasa yang ada di hatinya. Sisilia dan Vira adalah dua orang sahabat yang sama-sama berhasil menggapai impianny