BAB KE : 119LUKA YANG TAK AKAN SEMBUH 16+Sangat berat bagi Sisilia menerima kenyataan yang saat ini dia hadapi. Otaknya tidak bisa mencerna untuk mencari celah agar dia dapat menerimanya dengan sabar. Mungkin dia akan bisa sabar, bila mengetahui apa alasan Faiz mengusir dirinya. Namun, karena semua itu terjadi tanpa alasan sama sekali membuat batin gadis itu semakin terbalut oleh rasa penasaran. Akhirnya tak ada pilihan lain, untuk mencari jawabannya, Sisilia memutuskan kembali menemui Faiz. Dia datang ke rumah Faiz hanya berdua dengan Vira. Kedatangan Sisilia dan Vira kali ini diterima oleh Faiz walau tanpa senyum. Sebenarnya setelah mengusir Sisilia waktu itu, penyesalan hadir di hati pemuda tersebut. Rasa sedih dan sesal karena telah melukai perasaan Sisilia, gadis yang telah berhasil mengisi ruang hatinya.Faiz juga tidak mengerti kenapa dia sampai lepas kontrol, padahal Buya Heru telah wanti-wanti menasehatinya. Tapi mungkin semua itu terjadi karena Faiz baru saja mengal
BAB KE : 120BILA LUKA INI SEMBUH MAKA HATIMULAH YANG AKAN BERDARAH 16+Sisilia menghentikan gerakan tangannya, mata gadis itu mengarah ke wajah Faiz. Sesaat pandangan mereka bertemu, ada debar yang bertalu di hati mereka. "Aku tidak ingin kamu melakukan itu, Sisil," ucap Faiz lirih sambil menundukan pandangan. "Kenapa?" Sisilia mengerutkan dahinya. Mata gadis itu masih menatap ke arah Faiz. "Karena bila luka di hatiku sembuh, maka hatimulah yang akan berdarah." Jawaban yang keluar dari mulut Faiz terdengar datar dan intonasi suaranya sangat dingin dan rahangnya pun sedikit mengeras. Tentu saja jawaban tersebut membuat Sisilia dan Vira semakin heran. Mereka tidak dapat menebak apa maksud dari kalimat Faiz. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka untuk menanggapi kalimat Faiz itu, hanya kening mereka saja yang semakin berkerut. "Sebaiknya sekarang kita tidak usah bertemu lagi," ucap Faiz kemudian dengan suara lirih. Lelaki itu masih tetap menunduk, seolah enggan
BAB KE : 121 FAIZ DITAHAN HENDRO PARANGSING 16+"Kasus ini masih kami selidiki dan kami akan berusaha bekerja semaksimal mungkin, termasuk dalam mengantisipasi apapun yang akan terjadi." Hendro Parangsing coba memberi gambaran kepada dua lelaki yang ada di depannya. Sengaja dia memberi tekanan dalam kata-katanya untuk memukul mental pak RT dan Kartolo. Hendro Parangsing sangat paham bahwa kedua orang yang ada di depannya saat ini adalah warga Kampung Galuh yang terkenal gigih dalam mempertahankan tanah milik mereka. "Maksudnya apa? Saya tidak mengerti dengan apa yang anda ucapkan itu! Coba anda bicara dengan kalimat yang bisa kami pahami," pak RT ikut bicara tanpa basa-basi. Kekesalan juga tergambar di wajahnya, karena bukan kali ini saja dia berhadapan dengan Hendro Parangsing. Dulu mereka sering adu argumentasi saat pihak swasta ingin membeli tanah di wilayah naungan ketua RT tersebut, jadi masih ada rasa kesal yang tersimpan di hatinya."Begini, Pak. Kasus ini sangat rum
BAB KE : 122TUNTUTAN MASA YANG ANARKIS 16+Selama ini hampir semua warga masyarakat kecewa terhadap pemerintah setempat, sebab sejak mereka pindah dari Kampung Galuh kehidupan ekonomi mereka menjadi buruk. Lahan pertanian mereka habis dibeli pengusaha dan sekarang sebagian besar dari mereka terpaksa menjadi kuli untuk sekedar menyambung hidup. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi pengangguran.Apalagi, lowongan kerja yang ada tidak diperuntukan bagi masyarakat setempat, tapi pihak perusahaan malah mendatang tenaga kerja dari seberang sana. Akhirnya pribumi hanya gigit jari. Sudah sering mereka menyampaikan aspirasi pada sang bupati, tapi keadaan tidak juga kunjung berubah. Ketika warga menagih janji yang pernah diucapkan sang bupati, malah sang bupati berjanji lagi.Untuk menghibur warganya, bupati mengeluarkan program bantuan sembako, yang dibagikan setiap tiga bulan sekali dari pemerintah untuk warga yang terdampak industri perkebunan, tapi jumlahnya tidak seberapa.
BAB KE : 123RENCANA CULAS SANG BUPATI 16+Lewat telepon Hendro Parangsing segera melaporkan apa yang terjadi pada Zulfa Adiatma. "Benar, Pak. Jumlah mereka cukup banyak. Mereka datang dari dua kampung yang berbeda. Tak ada jalan lain, kami harus melepaskan anak itu sekarang juga ..." suara Hendro Parangsing terputus karena dipotong oleh sang bupati dari ujung sana. "Kami memang telah meminta bantuan pada kepala police daerah. Bantuan telah di kirim, tapi belum sampai ke sini ..." Hendro Parangsing meneruskan setelah mendengarkan apa yang disampaikan bupati, tapi kembali dia harus berhenti sejenak, sepertinya Zulfa Adiatma kembali memotong kalimatnya dari seberang telepon. "Rasanya itu tidak mungkin Pak. Mereka terlihat sangat beringas dengan membawa golok dan parang. Bila kita memaksa mereka, jelas akan ada korban berjatuhan. Ini preseden buruk untuk police dan Bapak sendiri sebagai seorang Bupati. Wartawan akan semakin gatal untuk mengungkap kasus lama yang kita tutupi," lanjut
BAB KE : 124PENCITRAAN SANG BUPATI 16+Mendengar apa yang dikatakan Hendro Parangsing, membuat kemarahan kembali muncul di hati warga yang ikut mendampingi Buya Heru. Terlihat mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bisikan. Melihat gelagat seperti itu, Buya Heru dengan cepat bertindak untuk mencari jalan keluarnya. Dia khawatir warga yang emosi tidak mau lagi mendengar kata-katanya sebagai tokoh masyarakat. "Lalu apa yang harus saya sampaikan sekarang pada masa yang ada di luar sana? Saya kawatir, mereka tidak sabar menunggu terlalu lama," tanya Buya Heru yang diiyakan empat temanya yang berada di ruangan tersebut. Dua di antaranya adalah Pak RT Kampung Galuh dan Kartolo. "Tunggu dulu sebentar! Saat ini atasan saya sedang menuju ke sini," jawab Hendro Parangsing berusaha menyabarkan. Sementara di luar, bantuan dari police daerah telah datang bersama atasan Hendro Parangsing. Kedatangan mereka justru disambut dengan teriakkan mengejek oleh para pendemo. Namun, police
BAB KE : 125DENDAM FAIZ DAN ZULFA ADIATMA 16+Tak ada yang memperhatikan perubahan yang ada di wajah Zulfa Adiatma, karena mereka semua lebih fokus pada kehadiran Faiz. Suara gemuruh meneriakan nama Faiz semakin keras yang membuat Zulfa Adiatma semakin tenggelam. Dia merasa kalah populer dengan Faiz yang membuat kebenciannya semakin memuncak. Ketika jarak mereka telah dekat, Zulfa Adiatma membuang muka, ada getar di hatinya ketika melihat tatapan Faiz yang teramat tajam. Buya Heru menghampiri Faiz dan berniat hendak memeluknya, tapi Faiz dengan cepat menunduk meraih tangan Buya Heru dan mencium punggung tangan gurunya tersebut. Setelah itu mereka baru berpelukan. "Sabarkan hatimu dan jangan terlalu ikuti emosi!" bisik Buya Heru di kuping Faiz."Baik, Buya! Insha Allah, " jawab Faiz pelan. Setelah pelukan mereka lepas, Faiz menyalami perwakilan warga yang ikut dengan Buya Heru ke ruang kantor tadi satu persatu, dengan tidak lupa mencium punggung tangan mereka yang rata-rata l
BAB KE : 126AMANAT SANG GURU 16+Setelah mereka memasuki mobil Buya Heru, mobil itu berjalan meninggalkan area kantor police yang diikuti warga lainnya. Mereka ada yang jalan kaki dan ada pula yang memakai kendaraan roda dua. Masa meninggalkan area kantor police dengan tertib walau gemuruh suara tetap mengiringi langkah mereka sepanjang jalan. Sementara Zulfa Adiatma dan para police yang ada di teras kantor menatap kepergian mereka dengan pikiran masing-masing. Tak ada sedikit pun kegembiraan yang tergambar di wajah mereka. Mereka kecewa, terutama Zulfa Adiatma dan Hendro Parangsing. "Besok Pak Hendro datang ke rumah saya! Ada yang harus kita bicarakan," kata Zulfa Adiatma setelah warga masyarakat hilang dari pandangan mereka. "Siap, Pak!" jawab Hendro Parangsing penuh hormat. Berapa saat kemudian mobil Zulfa Adiatma meninggalkan kantor police dengan pengawalan ketat.Setelah tiba di padepokkan, Faiz di suruh istirahat dan makan. Setelah menunaikan salat Isya yang sudah telat