BAB KE : 124PENCITRAAN SANG BUPATI 16+Mendengar apa yang dikatakan Hendro Parangsing, membuat kemarahan kembali muncul di hati warga yang ikut mendampingi Buya Heru. Terlihat mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bisikan. Melihat gelagat seperti itu, Buya Heru dengan cepat bertindak untuk mencari jalan keluarnya. Dia khawatir warga yang emosi tidak mau lagi mendengar kata-katanya sebagai tokoh masyarakat. "Lalu apa yang harus saya sampaikan sekarang pada masa yang ada di luar sana? Saya kawatir, mereka tidak sabar menunggu terlalu lama," tanya Buya Heru yang diiyakan empat temanya yang berada di ruangan tersebut. Dua di antaranya adalah Pak RT Kampung Galuh dan Kartolo. "Tunggu dulu sebentar! Saat ini atasan saya sedang menuju ke sini," jawab Hendro Parangsing berusaha menyabarkan. Sementara di luar, bantuan dari police daerah telah datang bersama atasan Hendro Parangsing. Kedatangan mereka justru disambut dengan teriakkan mengejek oleh para pendemo. Namun, police
BAB KE : 125DENDAM FAIZ DAN ZULFA ADIATMA 16+Tak ada yang memperhatikan perubahan yang ada di wajah Zulfa Adiatma, karena mereka semua lebih fokus pada kehadiran Faiz. Suara gemuruh meneriakan nama Faiz semakin keras yang membuat Zulfa Adiatma semakin tenggelam. Dia merasa kalah populer dengan Faiz yang membuat kebenciannya semakin memuncak. Ketika jarak mereka telah dekat, Zulfa Adiatma membuang muka, ada getar di hatinya ketika melihat tatapan Faiz yang teramat tajam. Buya Heru menghampiri Faiz dan berniat hendak memeluknya, tapi Faiz dengan cepat menunduk meraih tangan Buya Heru dan mencium punggung tangan gurunya tersebut. Setelah itu mereka baru berpelukan. "Sabarkan hatimu dan jangan terlalu ikuti emosi!" bisik Buya Heru di kuping Faiz."Baik, Buya! Insha Allah, " jawab Faiz pelan. Setelah pelukan mereka lepas, Faiz menyalami perwakilan warga yang ikut dengan Buya Heru ke ruang kantor tadi satu persatu, dengan tidak lupa mencium punggung tangan mereka yang rata-rata l
BAB KE : 126AMANAT SANG GURU 16+Setelah mereka memasuki mobil Buya Heru, mobil itu berjalan meninggalkan area kantor police yang diikuti warga lainnya. Mereka ada yang jalan kaki dan ada pula yang memakai kendaraan roda dua. Masa meninggalkan area kantor police dengan tertib walau gemuruh suara tetap mengiringi langkah mereka sepanjang jalan. Sementara Zulfa Adiatma dan para police yang ada di teras kantor menatap kepergian mereka dengan pikiran masing-masing. Tak ada sedikit pun kegembiraan yang tergambar di wajah mereka. Mereka kecewa, terutama Zulfa Adiatma dan Hendro Parangsing. "Besok Pak Hendro datang ke rumah saya! Ada yang harus kita bicarakan," kata Zulfa Adiatma setelah warga masyarakat hilang dari pandangan mereka. "Siap, Pak!" jawab Hendro Parangsing penuh hormat. Berapa saat kemudian mobil Zulfa Adiatma meninggalkan kantor police dengan pengawalan ketat.Setelah tiba di padepokkan, Faiz di suruh istirahat dan makan. Setelah menunaikan salat Isya yang sudah telat
BAB KE : 127BUYA HERU MASUK TARGET PARA BEDEBAH 16+Suara azan Zuhur baru saja terdengar, tiga mobil sport secara beriringan memasuki sebuah taman pribadi milik seorang bupati.Ketiga mobil tersebut parkir berjejer di lahan kosong yang cukup luas, itulah tempat parkir bila ada tamu sang bupati berkunjung. Zulfa Adiatma turun lebih dulu dan dengan senyum serta sedikit basa-basi, dia mengiringi kedua temannya menuju sebuah meja bundar di bawah naungan payung besar yang berwarna warni. Kedua temannya itu adalah Karta Setiawan dan Hendro Parangsing. Jarak dari tempat parkir ke meja yang sedang mereka tuju tidak sampai lima puluh meter. Mereka berjalan begitu santai sambil berbincang dan sekali-kali tawa lepas dari mulut mereka. Terkadang mata mereka bergerilya menyapu indahnya aneka tanaman yang ada di area tersebut. Pemandangan yang menyejukan. Tidak begitu lama mereka menyusuri tempat tersebut, kini ketiganya telah duduk di kursi, kursi itu tertata dengan rapi mengelilingi sebua
BAB KE : 128BUYA HERU MULAI DISASAR 16+Zulfa Adiatma memang memiliki ambisi yang besar untuk menjadi gubernur. Inilah kesempatan emas baginya untuk mencitrakan diri lewat berita ke seluruh pelosok negeri. Apalagi jika Karta Setiawan bersedia mengucurkan dana untuk membayar para wartawan. Dengan demikian dia bisa menyetir berita untuk memuji-mujinya tanpa harus memikirkan dana. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Itulah kira-kira yang ada dalam pikiran sang bupati. "Apa yang dikatakan Pak Zulfa itu sangat bagus. Kita perlu orang yang bisa mengangkat citra kita, dengan naiknya pamor, kecurigaan masyarakat bisa ditutupi. Kemudian kita juga perlu mereka untuk mengalihkan isu-isu yang berkaitan dengan kita, bila perlu mereka harus berani menebar fitnah kepada orang-orang yang menjadi penghalang bisnis kita." Karta Setiawan mendukung apa yang disampaikan Zulfa Adiatma tersebut. Jelas hal ini membuat Zulfa Adiatma sangat gembira. "Apa kopensasi yang akan Bapak-bapak berika
BAB KE : 129SUARA TEMBAKAN AWAL PETAKA16+Suara tembakan dari salah satu penguntit berbaur dengan suara mesin kendaraan yang sedang melintas di jalan tersebut, kemudian diikuti oleh dua suara berikutnya. "Duarrr ...!""Ciiittttt ...!"Tiga suara keras itu terdengar hampir bersamaan. Tembakan pistol dari lelaki bertubuh kekar tepat mengenai ban belakang mobil yang dikemudikan Darmawan. Kemudian disusul dengan suara ban meledak yang cukup memekakan telinga, lalu terdengar bunyi decitan rem dan gesekan aspal dengan roda belakang yang telah pecah.Tentu saja suara tersebut mengganggu para pengemudi yang berada di sekitar sana sehingga terjadi kepanikan, begitu pula dengan Darmawan. Dia juga ikut panik dengan tembakan yang begitu tiba-tiba. "Mereka menembak mobil kita! Ban belakang kena!?" teriak Darmawan sambil terus berusaha mengendalikan laju kendaraannya yang tidak stabil. Wajah Darmawan memucat. "Tetap halangi jalan mereka, jangan sampai mereka melewati kita! Sepertinya mereka
BAB KE : 130SATU NYAWA MELAYANG TIGA NYAWA MENUNGGU WAKTU 16+Setelah Rampud memasuki mobil dan duduk di belakang setir, dia mengambil alih kemudi. Jok mobil terasa sempit karena diisi oleh empat orang, apalagi satu dari mereka sudah tidak bernyawa. "Buka pintu belakang!?" perintah Ngalbin pada dua teman Rizal yang duduk di bangku tengah sambil mengancungkan pistol ke arah mereka. Dengan tergopoh salah satu dari murid Buya Heru mengikuti perintah tersebut. Baru saja kunci pintu lepas, dari luar ada tarikan keras. Sebelum pintu terbuka dengan sempurna, dua orang masuk dengan bergegas, masing-masing di tangan mereka memegang pistol yang langsung terarah pada dua orang murid Buya Heru tersebut. Kedua lelaki itu adalah Abujar dan Densirtus. "Cari area, Mpud! Bawa kita ke sana!"perintah Ngalbin dengan pistol masih mengarah ke kepala Rizal. "Siap!" jawab Rampud dan mulai melajukan mobil. Ketika mobil itu berjalan terdengar suara seperti besi beradu dengan aspal yang mengeluarkan s
BAB KE : 131EMPAT NYAWA KEMBALI MELAYANG 16+Ketika mobil baru saja berjalan, orang-orang itu segera menutup mata Rizal, sehingga Rizal tidak mengetahui ke mana dia dibawa. Tidak hanya Rizal, dua temannya yang di mobil berbeda juga diperlakukan dengan hal yang sama.Cukup lama mereka menempuh perjalanan, mungkin lebih dari dua jam. Tentu ini perjalanan yang sangat tidak menyenangkan bagi ketiga murid Buya Heru tersebut. Barulah setelah sampai di sebuah rumah yang tidak diketahui entah di mana, penutup mata mereka dilepas. Ketiga murid Buya Heru terlihat sempoyongan saat digiring dari mobil.Kesepuluh orang berbadan tegap, ikut bersama mereka memasuki sebuah rumah bercat merah dengan kombinasi kuning. Ngalbin, Abujar dan Rampud. Masing-masing menggiring satu orang. Mereka terus memasuki ruang tengah, sementara tujuh yang lainnya memilih duduk di atas kursi yang terdapat di ruang denpan.Rasa takut menjalar pada tubuh ke tiga remaja tersebut. Takut karena tidak tahu di mana merek
BAB KE : 19716+Setelah pertemuan itu, hubungan mereka pun semakin membaik, malah Dudun dan Faiz hampir tiap minggu bertandang ke rumah Sisilia. Setiap hari libur, mereka berkumpul di rumah Sisilia, ada-ada saja yang mereka lakukan untuk menuai kebahagiaan. Tidak hanya Dudun dan Faiz. Naufal dan istrinya juga suka ikut berkumpul bersama mereka. Satu hal yang paling membuat Sisilia terharu. Perhatian Naufal, Dudun dan Faiz sangat luar biasa kepada papanya. Padahal Sisilia telah mengetahui bahwa orang tua Naufal dan Dudun juga termasuk korban kejahatan papanya di masa lalu, walau hal ini masih mereka rahasiakan pada Karta Setiawan. Anak-anak dari korban pembunuhan Karta Setiawan itu malah paling senang mendorong kursi roda Karta Setiawan, bahkan mereka tidak pernah bosan melatih Karta Setiawan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan papa Sisilia tersebut. Pertemuan demi pertemuan, telah membuat cinta mereka semakin mekar, bahkan Faiz tidak sungkan lagi menyusul S
BAB KE : 19616+Faiz merasa heran dengan perubahan sikap Dudun dan Naufal itu, padahal jelas sekali betapa besar keinginan Dudun untuk balas dendam beberapa hari yang lalu. "Kita tidak perlu lagi menuntutnya, karena Tuhan telah memberi teguran pada beliau, dan beliau telah menyesali perbuatannya," jawab Naufal. "Lalu, bagaimana dengan kamu, Dun?" Faiz mengalihkan pertanyaan pada Dudun yang sedang mengemudi. "Sebelum ke sini, kami telah membicarakan tindakan apa yang akan kami lakukan, dan inilah yang terjadi. Kalau mau detilnya, tanya saja pada Mas Naufal, apa yang dilakukan Mas Naufal tadi adalah keputusan Mas Naufal sendiri. Tapi saya mendukung, karena memang itu yang terbaik," jawab Dudun sambil melirik kaca spion dalam. Dia menatap wajah Faiz sekilas dari sana. Saat ini Faiz dan Naufal duduk berdua di bangku tengah, sedangkan Dudun sendirian di depan memegang kemudi. Rupanya sebelum menemui Sisilia, Naufal dan Dudun sempat berdiskusi. Naufal meminta Dudun untuk menjaga per
BAB KE : 195 16+Seketika dada Faiz bergemuruh, gemuruh itu bertalu dengan rasa cemas yang kembali hadir. Faiz dapat menebak apa maksud ucapan Dudun itu. Naufal pun tertegun ketika mendengar apa yang disampaikan Dudun, dia menatap Dudun sesaat, seakan sedang memikirkan sesuatu. "Oh, iya. Hampir lupa," jawab Naufal kemudian, lalu ujung matanya melirik pada Faiz.Naufal tercenung dengan raut serius, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya, kemudian dia bangkit, membuat semua yang ada di ruangan itu mengarahkan mata pada Naufal. "Kamu berdiri, Dun!" perintah Naufal pada Dudun. Dudun pun mengikuti titah kakaknya. "Dorang kursimu ke belakang!" Naufal kembali memerintah yang segera dilaksanakan Dudun. Hati Faiz semakin cemas melihat tingkah kedua kakak-beradik itu. Raut heran juga tergambar di wajah Vira, Sisilia dan Karta Setiawan. Naufal berjalan di antara celah meja dan kursi yang didorong Dudun tadi.Setelah posisinya berada antara Faiz dan adiknya, Naufal mendorong meja
BAB KE : 19416+Kemudian kalimat itu juga dapat dijadikan bamper oleh Faiz. Seandainya Naufal mengatakan akan menuntut Karta Setiawan, atas apa yang telah dia lakukan pada orang tua mereka. Faiz punya kesempatan untuk membela Karta Setiawan, tentu perasaan Sisilia akan terobati dengan pembelaan Faiz nantinya, karena Sisilia telah mengetahui isi hati Faiz berdasarkan ucapan Naufal tadi."Berarti mereka memang sehati. Sisilia juga seperti itu, dia tidak akan menikah kalau tidak dengan Faiz." Tawa Vira kembali meledak di ujung kalimatnya. "Saya tidak ada berkata seperti itu!" Cubitan Sisilia langsung mendarat di lengan Vira, yang membuat Vira meringis.Ruangan itu kembali penuh oleh suara tawa Naufal, Dudun dan Vira. Karta Setiawan juga ikut tertawa walau tawanya belum begitu jelas."Yang sehati, sebenarnya saya dengan kamu! Saya tidak nikah-nikah, kamu juga ikutan menjomblo sampai sekarang," balas Sisilia dengan mulut geregetan. Tangan Sisilia kembali bergerak untuk mencubit Vira,
BAB KE : 19316+Karta Setiawan duduk berhadapan dengan Dudun. Mereka juga dipisahkan oleh meja yang sama, dari ujung ke ujung, mungkin jaraknya sekitar satu meter.Setelah beberapa saat, Naufal mulai berbicara untuk menyampaikan apa sebenarnya tujuan dan maksud mereka datang. "Nama saya Naufal dan ini adik saya Dudun Suparman. Kami adalah keluarga Faiz." Naufal mengawali dengan memperkenalkan diri pada Sisilia dan Karta Setiawan, setelah melirik ke arah Faiz, dan memastikan bahwa Faiz telah siap mendengar apa yang akan dia sampaikan. Perkenalan Naufal hanya dijawab dengan anggukan oleh Sisilia dan Karta Setiawan. "Sebenarnya tujuan kami ke sini, memang membawa maksud tertentu yang ingin kami sampaikan, tapi ijinkan kami terlebih dulu mengucapkan terima kasih pada Sisilia yang telah bersedia merawat Faiz, walaupun pada saat itu keadaan rumah sakit sangat sibuk, tapi Sisilia bersedia menangani Faiz dengan cepat."Naufal menatap Sisilia sesaat, lalu beralih pada Vira yang ada di s
BAB KE : 19216+Meskipun Dudun seorang police yang bermental baja, tapi rasa haru juga menyeruak ke dalam hatinya menyaksikan adegan yang terjadi di depan matanya. Begitu pula dengan Naufal.Bola mata kakak-beradik itu memerah dengan kilauan seperti kaca. Mereka berusaha keras agar air yang ada di bola mata mereka tidak merembes keluar. Begitu pula dengan perawat Karta Setiawan, walau tidak mengetahui peristiwa apa sebenarnya yang terjadi, tapi melihat adegan tersebut, dia pun tidak mampu menahan tangis.Faiz masih terpaku di samping Sisilia, dia hanya menunduk tanpa berani menatap siapa pun. Sementara air matanya ikut berlinang di pipi. Entah sudah berapa kali Faiz mengusap wajah, demi mengapus air yang ada di sana. "Su-su-ruh-lah me-me-reka ma-masuk!" ucapan Karta Setiawan menyadarkan mereka semua, sehingga apa yang sedang menumpuk di pikiran mereka langsung buyar. "Eh, iya! Ayo masuk, Mas!" Vira menghadap Naufal dan Dudun. Terdengar suara Vira agak serak dalam isak, mungkin
BAB KE : 19116+Sebelumnya, jangankan untuk mengangkat tangan, untuk menggerakannya saja Karta Setiawan sudah kesulitan. Tidak hanya itu, pertemuannya dengan Faiz, juga telah membuat Karta Setiawan mampu berbicara, walaupun dengan susah payah dan terbata-bata, serta perlu waktu yang cukup lama untuk menyampaikan sepotong kalimat, tapi apa yang disampaikannya dapat dimengerti. Wajar, jika hal itu merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan bagi Vira, bahkan dia menganggap kejadian ini adalah sebuah keajaiban. "Papa ...! Heiiiyyy, apa yang kalian lakukan pada papa saya?!"Sebuah bentakan mengejutkan mereka yang ada di halaman. Perawat, Vira, Dudun dan Naufal serentak menoleh ke sumber suara tersebut. Faiz melepaskan pelukannya dari Karta Setiawan, kemudian ikut menoleh ke arah Sisilia yang telah berada di depan pintu. Dengan susah payah Karta Setiawan juga memalingkan mukanya ke arah Sisilia. "Naak-nak!" cukup keras suara yang keluar dari mulut Karta Setiawan memanggil anaknya
BAB KE : 19016+"Saya baik-baik aja Faiz .... " Vira menjawab pertanyaan Faiz setelah mereka berhadapan. "Eh, ya. Sampai lupa! Ayo masuk!" lanjut Vira ketika matanya menoleh pada Naufal dan Dudun. Vira sedikit kikuk menatap ke dua lelaki yang ada di depannya. Dia merasa malu karena belum sempat menyapa atau sekedar mengangguk pada dua lelaki yang posisinya jauh lebih dekat dengannya.Karena keterkejutannya ketika melihat Faiz, membuat Vira mengabaikan kedua lelaki tersebut. "Kenalkan. Saya Naufal dan ini Dudun, adik saya. Kami masih saudaranya Faiz." Sebelum melangkahkan kaki, Naufal memperkenalkan dirinya dan Dudun. "Saya Vira," jawab Vira sambil merangkapkan kedua tangan di depan dada dengan sedikit menundukan kepala tanda hormat, kemudian matanya kembali melirik pada Faiz. "Kalau Faiz, tidak perlu saya perkenalkan lagi, kan?" Senyum lepas dari bibir Naufal sambil ikut melirik ke arah Faiz. Dudun juga ikut tersenyum, hanya wajah Faiz saja yang masih terlihat agak tegang, b
BAB KE : 18916+Sejak kedatangan Vira, hampir setiap hari terdengar gelak tawa dari dalam rumah tersebut. Bahkan hampir saban hari mereka pergi jalan-jalan untuk menikmati indahnya Ibu Kota. Setiap pergi jalan-jalan, Sisilia selalu membawa semua orang yang bekerja di rumahnya, Disamping untuk berbagi kebahagiaan, tenaga mereka juga bermanfaat untuk memindahkan Karta Setiawan dari kursi roda ke dalam mobil, begitu pula sebaliknya. Ketika Sisilia menceritakan pertemuannya dengan Faiz pada Vira, tentu saja hal tersebut membuat Vira sangat terkejut, yang bahkan membuat dia sulit mempercayainya. Vira tidak pernah menyangka, Sisilia akan bertemu lagi dengan Faiz yang telah sekian lama menghilang, tapi itulah kekuasaan Tuhan, apa-apa yang tidak kita sangka, bisa saja menjadi kenyataan. Akhirnya Sisilia berkonsultasi dengan Vira tentang banyak hal, terutama tentang Faiz dan rasa yang ada di hatinya. Sisilia dan Vira adalah dua orang sahabat yang sama-sama berhasil menggapai impianny