BAB KE : 132SURAT PANGGILAN BUAT BUYA HERU 16+Setelah dua hari Buya Heru melaporkan, tapi kasus itu belum juga diusut, mandeg di tangan Hendro Parangsing sebagai kepala penyelidik tindak kriminal di resort tersebut. Menyadari hal itu, Buya Heru segera minta bantuan lembaga hukum yang berkompeten dengan peristiwa yang dihadapinya sekarang. Akibatnya berita ini semakin heboh. Pihak police mulai dihujat karena ketidak becusan mereka, berita di surat kabar kembali mengkritik kinerja police yang tidak profesional. Namun, ada juga beberapa berita yang terus berusaha untuk menutup-nutupi kebobrokkan kinerja aparat tersebut. Bahkan segala puja dan puji mereka rangkai untuk membela pemerintah kabupaten dan aparat yang mulai tersudut. Tentu mereka ini dari golongan kuli tinta bayaran cukong. Fakta di lapangan tidak bisa dibantah, police memang bekerja lelet, karena ada sebagian wartawan investigasi telah mengetahui ke arah mana korban dibawa oleh sepuluh orang bertubuh tegap. Masyara
BAB KE : 133BUYA HERU MEMINTA FAIZ UNTUK PERGI DARI KAMPUNG 16+Karena tindakan arogan para police waktu mengantarkan surat panggilan kepada Buya Heru, akibatnya sempat terjadi bentrokan antara pihak police dengan santri padepokkan. Ternyata mereka siap bertaruh nyawa untuk melindungi guru mereka. Ini dibuktikan dengan kesigapan mereka dalam menghadang police yang ingin membawa Buya Heru. Akibatnya baku hantam tak dapat dihindari. Melihat keadaan yang demikian, police terpaksa mengurungkan niat mereka untuk membawa Buya Heru. Lalu surat panggilan pertama pun diberikan. Batas waktunya cuma dua hari saja mereka berikan, dengan berbagai dalih. Police menegaskan bila dalam dua hari Buya Heru tidak memenuhi panggilan tersebut, maka akan dilayangkan surat panggilan kedua. Semua murid Buya Heru melarang gurunya untuk memenuhi panggilan itu, karena kemungkinan besar bila Buya Heru memenuhi panggilan tersebut, beliau akan langsung ditahan. Buya Heru benar-benar menghadapi dilema yang
BAB KE : 134AGAR KORBAN TIDAK BERJATUHAN BUYA HERU SIAP DIPENJARA16+ Ternyata apa yang disarankan Buya Heru, merupakan sesuatu yang tidak masuk akal bagi Faiz. Hati pemuda itu sedikit gelisah dengan kalimat yang dia dengar dari mulut Buya Heru. Bagaimana dia akan tenang meninggalkan tanah kelahirannya disaat keadaan seperti ini. Apalagi dengan sembunyi-sembunyi seperti pengecut. Dendamnya belum terbalas dan orang-orang jahat semakin merajalela dalam menzholimi masyarakat. Apalagi Buya Heru juga sedang dibidik oleh para bedebah itu. Tak mungkin Faiz pergi dalam situasi seperti ini. Mana ada murid yang tega meninggalkan gurunya dalam keadaan bahaya. Mustahil itu!"Saya tidak bisa melakukan itu, Buya. Saya akan tetap di sini menghadapi mereka bersama Buya," ucap Faiz pelan.Faiz terpaksa menolak apa yang diinginkan gurunya. Walau berat rasanya untuk tidak memenuhi keinginan Buya Heru, tapi apa boleh buat, Faiz telah bertekat akan menggunakan ilmu bela diri yang dia pelajari untuk
BAB KE : 135PEMBALASAN UNTUK PARA BEDEBAH DIMULAI 16+Pagi buta sebelum subuh, Faiz telah melaju di atas motor. Melewati jalan perkebunan dan meluncur ke arah Ibu Kota Kabupaten tempat Hendro Parangsing bermukim. Motor yang dikendarai Faiz berjalan dengan tenang. Faiz beruntung, selama di Gunung Roncek, motornya dirawat dengan baik oleh Syaiful. Sehingga motor tersebut terasa sangat nyaman dikendarainya saat ini. Syaiful adalah salah satu murid Buya Heru, yang selalu menggunakan motor tersebut ketika Faiz sedang berlatih di Gunung Roncek. Dia termasuk teman yang sangat dekat dengan Faiz. Sebelum azan berkumandang, Faiz telah sampai di lokasi. Dia memilih ikut salat Subuh berjamaah di sebuah mesjid yang cukup jauh dari rumah Hendro Parangsing. Setelah selesai salat Subuh, Faiz kembali menuju ke lokasi rumah Hendro Parangsing. Faiz pernah mendengar kebiasaan Hendro Parangsing setiap pagi. Menurut keterangan yang dia terima, police yang satu ini selalu mengawali pagi dengan jo
BAB KE : 136PEKATNYA MALAM TAK SEPEKAT DENDAM 16+Ada beberapa jarum yang dilumuri Faiz dengan racun tuba, setelah kering, jarum-jarum tersebut dia sematkan pada sabuk berwarna hitam, sehingga jarum-jarum itu seperti hiasan yang membuat sabuk Faiz semakin indah.Setelah Faiz selesai dengan jarum-jarum tersebut, lalu pemuda itu memasuki kamar ibunya. Dia tertegun ketika menatap ranjang yang biasa digunakan sang ibu untuk beristirahat. Semua kenangan bersama ibu kini bermain di kepala Faiz. Suka dan duka bersama keluarganya seakan kembali dirasakan Faiz. Sampai akhirnya otaknya mengingat betapa banyaknya darah yang tumpah di rumah Dudun dan betapa perih hatinya mengenang darah yang mengalir dari tubuh ibunya. Seketika kesedihan bergelayut di wajah Faiz yang memunculkan sebersit embun di netranya. Wajah pemula itu mengelam dengan tatapan mata tak lepas dari kasur yang masih terlihat rapi di atas ranjang. Bola mata Faiz yang bening semakin bertambah bening, berkilau seperti kaca, s
BAB KE : 137JARUM BERACUN MULAI MENUAI KORBAN 16+Di area pekarangan rumah Zulfa Adiatma ditumbuhi aneka tanaman yang tertata dengan indah. Berbagai jenis kembang ikut menghiasinya. Area taman juga ditunjang oleh fasilisitas jalan yang beralas semen coran. Jalan itu cukup besar, bisa untuk berpapasan dua mobil berukuran sedang. Saat ini ada empat orang yang sedang berjaga di sana. Keempat tenaga keamanan tersebut duduk di dalam pos, sambil mengobrol di sebuah bangku panjang. Dua diantara mereka bersandar di dinding, sedangkan yang dua lagi duduk dengan tangan terlipat di atas meja berwarna coklat. Posisi mereka semua menghadap ke arah Utara.Sekali-kali tawa terdengar dari mulut mereka. Mungkin mereka sedang berkelakar untuk mengusir kantuk yang mulai menyerang. Di luar ... di bagian samping kanan rumah Zulfa Adiatma, terlihat Faiz sedang menatap tingginya pagar beton yang membentengi rumah Zulfa Adiatma. Faiz memperkirakan posisi dia berada sekarang, persis di depan pintu
BAB ke : 138BELATI YANG SAMA UNTUK BUPATI 16+Setelah sampai di pintu rumah Zulfa Adiatma, Faiz menyapu semua area pekarangan dengan pandangannya, setelah itu tangan Faiz menyentuh tombol bel.Berapa kali Faiz memencet tombol yang ada di dekat pintu rumah Zulfa Adiatma. Namun, tidak ada tanggapan dari dalam. Faiz menekan terus tanpa jeda. Suara bel yang berisik membuat Zulfa Adiatma terbangun dari tidurnya. Jelas saja kekesalan timbul di hati bupati tersebut. Dengan cepat dia bangkit dari peraduan, segera keluar kamar untuk menuju ruang depan, meninggalkan sang istri yang masih terlelap. Hanya rasa kesal yang ada di hati Zulfa Adiatma karena waktu istirahatnya telah terganggu oleh suara bel. Sehingga dia tidak berpikir bahwa bahaya sedang mengintai. Mungkin pikiran seperti itu tidak pernah timbul di hatinya karena Zulfa Adiatma terlalu yakin dengan tenaga keamanan yang tersedia. Apalagi, selama ini belum pernah terjadi peristiwa kriminal apa pun di kediamannya. Jangankan di rum
BAB KE : 139TEWASNYA SANG BUPATI 16+Mungkin nafas Faiz turun naik di sela ucapannya disebabkan oleh amarah yang sangat besar di dalam dada pemuda itu. Kemarahan yang luar biasa bergemuruh di dada Faiz, membuatnya tidak memiliki rasa kasihan sama sekali. Atau mungkin juga pejabat seperti Zulfa Adiatma memang tidak pantas untuk dikasihani.Mengasihi manusia yang suka mencitrakan diri sama seperti mengundang tamu untuk mencuri. Tak ada kebaikan bagi si pencari muka. Dia sangat mudah berdusta, bahkan suka membalikan fakta agar tetap di puja. "Se-se-selamatkan ... sss-saya ... apa-ya-yang kamu... i-ingin a-akan sa-saya pe-penuhi." Nafas Zulfa Adiatma semakin tersengal. Zulfa Adiatma coba membujuk Faiz untuk menyelamatkan jiwanya. Memang begitu sifat pengecut si pencari muka bila terbentur sebuah kendala. Apapun akan dilakukan untuk menyelamatkan dirinya. Menyogok, merubah aturan yang telah disepakati, mencari alasan yang tak masuk akal, melemparkan tanggung jawab pada orang lain,