BAB KE : 139TEWASNYA SANG BUPATI 16+Mungkin nafas Faiz turun naik di sela ucapannya disebabkan oleh amarah yang sangat besar di dalam dada pemuda itu. Kemarahan yang luar biasa bergemuruh di dada Faiz, membuatnya tidak memiliki rasa kasihan sama sekali. Atau mungkin juga pejabat seperti Zulfa Adiatma memang tidak pantas untuk dikasihani.Mengasihi manusia yang suka mencitrakan diri sama seperti mengundang tamu untuk mencuri. Tak ada kebaikan bagi si pencari muka. Dia sangat mudah berdusta, bahkan suka membalikan fakta agar tetap di puja. "Se-se-selamatkan ... sss-saya ... apa-ya-yang kamu... i-ingin a-akan sa-saya pe-penuhi." Nafas Zulfa Adiatma semakin tersengal. Zulfa Adiatma coba membujuk Faiz untuk menyelamatkan jiwanya. Memang begitu sifat pengecut si pencari muka bila terbentur sebuah kendala. Apapun akan dilakukan untuk menyelamatkan dirinya. Menyogok, merubah aturan yang telah disepakati, mencari alasan yang tak masuk akal, melemparkan tanggung jawab pada orang lain,
BAB KE : 140FAIZ MENUJU RUMAH SISILIA CARLINA 16+Di bagian dada Azral telah menancap sebuah jarum. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba jarum itu menempel di dadanya. Rasanya lumayan sakit seperti disengat tawon. Tapi ada hal aneh yang dia rasakan, tiba-tiba tubuhnya jadi susah untuk digerakan. Azral tidak dapat berbuat apa-apa karena tubuhnya terasa kaku. Kepalanya mulai pusing dengan pandangan berkunang-kunang. Sesaat kemudian pemuda itu roboh. Bersamaan dengan robohnya Azral, istri Zulfa Adiatma muncul dari ambang pintu kamarnya. Istri Zulfa Adiatma berteriak histeris ketika melihat anaknya jatuh di dekat tangga. Wanita itu berlari ke arah Azral dengan panik. Mendengar ada teriakan wanita, Faiz keluar dari balik guci, dia melompat menjatuhkan diri dan menghadap ke arah tangga. Mata Faiz menangkap sosok perempuan berambut panjang di lantai atas. Dia adalah istri Zulfa Adiatma.Dengan cepat, Faiz melemparkan jarum ke arah perempuan berdaster tersebut. Setelah itu berlari menuju
BAB KE : 141BELATI DI LEHER KARTA SETIAWAN 16+Ataria tidak punya pilihan kecuali mengikuti perintah si penyerang. Dia juga tidak mau mati konyol dengan leher tercekik. Lebih baik dia mengikuti saja dan berusaha menanya maksud orang yang baru saja menyerang dirinya. Siapa tahu dia punya kesempatan untuk melumpuhkan orang yang telah memasuki area rumah bos-nya di tengah malam seperti ini. "Apa yang ingin Anda lakukan di sini? Mau merampok?" tanya Ataria dengan napas tersengal. "Saya bukan perampok! Saya hanya ingin menuntut keadilan. Sebaiknya Anda jangan banyak tanya!" jawab Faiz, kembali dia menekan belati ke pinggang Ataria.Mendapatkan perlakuan seperti itu, Ataria tidak bertanya lagi. Bahkan dia membiarkan saja ketika Faiz menarik pergelangan tangannya ke belakang dan menyatukan kedua tangannya dalam ikatan. Setelah tangan Ataria terikat ke belakang, Faiz melemparkan belati yang ada di tanganya ke dalam pos penjagaan. Sementara satu tangan Faiz mencekal kerah bagian belaka
BAB KE : 142JERITAN SISILIA 16+Jarak muka Karta Setiawan dengan Faiz begitu dekat, bahkan saking dekatnya, napas yang keluar dari hidung Faiz terasa hangat di wajah Karta Setiawan. Ingin rasanya Karta Setiawan memalingkan wajahnya dari tatapan Faiz, tapi itu tidak mungkin, karena terlalu sulit dia untuk menggerakan kepalanya. Cengkraman tangan Faiz di rambutnya begitu kuat, belum lagi mata belati yang ada di tangan kanan Faiz selalu menempel di leher pengusaha itu. Tak ada pilihan, selain diam tanpa membuat gerakan yang bisa saja membahayakan jiwanya. "Apa yang saya inginkan? Apa Tuan tidak tahu apa yang saya inginkan, yang membuat saya datang menemui Tuan di tengah malam dengan cara seperti ini?" Rahang Faiz mengeras dengan tatapan semakin tajam.Sebenarnya semua pertanyaan yang keluar dari mulut Faiz itu, telah diketahui jawabannya oleh Karta Setiawan, tapi lelaki itu lebih memilih diam dengan mulut meringis menahan sakit karena jambakan Faiz. "Apakah Tuan benar-benar tida
BAB KE : 143SISILIA TAK PERCAYA PAPANYA DALANG PEMBUNUHAN KEDUA ORANG TUA FAIZ 16+Rupanya tidak Karta Setiawan saja yang terganggu oleh suara bel tadi, semua yang berada di rumah ini ikut mendengarkanya. Cuma memang Karta Setiawan yang bangun terlebih dulu. Sehingga dia yang turun untuk membukakan pintu. Sementara Sekar Wulandari masih tetap di pembaringan.Begitupun dengan Sisilia dan Bik Surti, memang mereka tidak diganggu oleh suara HT, tapi bunyi bel cukup membuat mereka terjaga. Karena tidak ada kecurigaan di hati, ketiga orang tersebut lebih memilih melanjutkan tidurnya. Apalagi mereka mengetahui kalau Karta Setiawan telah turun dari lantai dua.Walau lapat-lapat mereka mendengar suara orang bicara dan ada suara seperti benturan, tapi mereka tetap tidak curiga, karena suara itu tidak begitu jelas terdengar. Sampai terdengar suara yang cukup ribut, barulah mereka curiga dan segera keluar untuk melihat apa yang terjadi. Hampir bersamaan Sekar Wulandari dan Sisilia keluar da
BAB KE : 144BELATI UNTUK SISILIA 16+"Tidak! Jangan ... jangan lakukan itu! Jangan sakiti Papa saya, Faiz!" ratap Sisilia sambil mengangkat kedua tangannya dengan telapak terbuka, menjulur lurus ke arah Faiz.Telapak tangan itu bergerak ke kiri dan kanan dengan gemetar, isarat agar Faiz tidak menyakiti papanya.Melihat keadaan Sisilia dengan ratapan yang begitu pilu dan wajah penuh ketakutan, membuat emosi di hati Faiz berkurang.Ada rasa kasihan yang menyeruak di relung hatinya menyaksikan keadaan Sisilia saat ini. "Faiz ... aku tahu betapa lukanya hatimu dan luka itu kamu tanggung begitu lama. Belum lagi luka itu sembuh, sekarang tergores lagi di tempat yang sama. Kalau kamu membunuh Papaku, justru akulah yang akan luka, seperti apa sakitnya luka yang selama ini kamu alami. Balaslah Papaku dengan menggoreskan luka yang sama di hatinya. Bunuh aku Faiz ...! Karena itulah cara untuk memberi penderitaan yang sama terhadap Papaku ....""Sisil ..!?"Kata-kata Sisilia yang panjang dal
BAB KE : 145AIR MATA KARENA CINTA 16+Ada perasaan hampa ketika Faiz meninggalkan rumah Sisilia. Rasa hampa yang berbaur dengan segala hal yang tidak bisa dimengerti oleh Faiz. Dengan gejolak hati yang tidak dia pahami, lelaki itu tetap berniat melanjutkan rencananya. Rencana untuk menuntut balas pada Hendro Parangsing. Faiz terus melajukan motornya, berjalan dengan kecepatan pelan, membelah jalan di saat malam telah mendekati pagi.Sementara itu, Embun masih terpaku di antara dedaunan. Menyembunyikan pesonanya di bawah naungan kabut yang menari di udara. Walau suhu begitu dingin, tapi tidak mampu menyenjukan hati Faiz yang membuncah, karena ada pertempuran yang sedang bergejolak dalam jiwanya. Faiz terus mengatur laju motor, walau dia terlihat tenang, tapi hatinya sedang rapuh. Terbukti dengan adanya genangan bening yang meleleh membasahi pipi pemuda tersebut. Air mata ...!Ya, Air mata ... air mata karena tangis. Lelaki itu menangis karena mengingat kejadian tadi, dimana hat
BAB KE : 146 FAIZ KABUR KE IBU IBU KOTA16+Hendro Parangsing baru merasa agak terganggu ketika motor yang ada di belakangnya semakin memperlambat lajunya, seakan enggan menyalip Hendro Parangsing Ketika posisi motor benar-benar telah mendekatinya ~ mungkin jaraknya sekitar tiga meter~. Barulah Hendro Parangsing menghentikan larinya, dia menoleh ke belakang. Mata Hendro Parangsing membentur wajah Faiz. Walau memakai helm, tapi bagian muka Faiz tidak tertutup. Seketika Hendro Parangsing tertegun, menyadari siapa yang ada di atas motor tersebut. "Faiz?" gumamnya. Nalurinya sebagai seorang police, langsung bekerja, menyiratkan pertanda bahaya. Namun, belum sempat Hendro Parangsing melakukan tindakan apa-apa. Faiz terlebih dulu menjentikan jari. Jarum melayang di udara menuju ke arah sasaran. Walau Hendro Parangsing melihat Faiz menjentikan jari ke arahnya, tapi Hendro Parangsing tidak melihat ada jarum yang sedang menuju ke tempat dia sedang berdiri. Kecepatan jarum sangat luar