BAB KE : 130SATU NYAWA MELAYANG TIGA NYAWA MENUNGGU WAKTU 16+Setelah Rampud memasuki mobil dan duduk di belakang setir, dia mengambil alih kemudi. Jok mobil terasa sempit karena diisi oleh empat orang, apalagi satu dari mereka sudah tidak bernyawa. "Buka pintu belakang!?" perintah Ngalbin pada dua teman Rizal yang duduk di bangku tengah sambil mengancungkan pistol ke arah mereka. Dengan tergopoh salah satu dari murid Buya Heru mengikuti perintah tersebut. Baru saja kunci pintu lepas, dari luar ada tarikan keras. Sebelum pintu terbuka dengan sempurna, dua orang masuk dengan bergegas, masing-masing di tangan mereka memegang pistol yang langsung terarah pada dua orang murid Buya Heru tersebut. Kedua lelaki itu adalah Abujar dan Densirtus. "Cari area, Mpud! Bawa kita ke sana!"perintah Ngalbin dengan pistol masih mengarah ke kepala Rizal. "Siap!" jawab Rampud dan mulai melajukan mobil. Ketika mobil itu berjalan terdengar suara seperti besi beradu dengan aspal yang mengeluarkan s
BAB KE : 131EMPAT NYAWA KEMBALI MELAYANG 16+Ketika mobil baru saja berjalan, orang-orang itu segera menutup mata Rizal, sehingga Rizal tidak mengetahui ke mana dia dibawa. Tidak hanya Rizal, dua temannya yang di mobil berbeda juga diperlakukan dengan hal yang sama.Cukup lama mereka menempuh perjalanan, mungkin lebih dari dua jam. Tentu ini perjalanan yang sangat tidak menyenangkan bagi ketiga murid Buya Heru tersebut. Barulah setelah sampai di sebuah rumah yang tidak diketahui entah di mana, penutup mata mereka dilepas. Ketiga murid Buya Heru terlihat sempoyongan saat digiring dari mobil.Kesepuluh orang berbadan tegap, ikut bersama mereka memasuki sebuah rumah bercat merah dengan kombinasi kuning. Ngalbin, Abujar dan Rampud. Masing-masing menggiring satu orang. Mereka terus memasuki ruang tengah, sementara tujuh yang lainnya memilih duduk di atas kursi yang terdapat di ruang denpan.Rasa takut menjalar pada tubuh ke tiga remaja tersebut. Takut karena tidak tahu di mana merek
BAB KE : 132SURAT PANGGILAN BUAT BUYA HERU 16+Setelah dua hari Buya Heru melaporkan, tapi kasus itu belum juga diusut, mandeg di tangan Hendro Parangsing sebagai kepala penyelidik tindak kriminal di resort tersebut. Menyadari hal itu, Buya Heru segera minta bantuan lembaga hukum yang berkompeten dengan peristiwa yang dihadapinya sekarang. Akibatnya berita ini semakin heboh. Pihak police mulai dihujat karena ketidak becusan mereka, berita di surat kabar kembali mengkritik kinerja police yang tidak profesional. Namun, ada juga beberapa berita yang terus berusaha untuk menutup-nutupi kebobrokkan kinerja aparat tersebut. Bahkan segala puja dan puji mereka rangkai untuk membela pemerintah kabupaten dan aparat yang mulai tersudut. Tentu mereka ini dari golongan kuli tinta bayaran cukong. Fakta di lapangan tidak bisa dibantah, police memang bekerja lelet, karena ada sebagian wartawan investigasi telah mengetahui ke arah mana korban dibawa oleh sepuluh orang bertubuh tegap. Masyara
BAB KE : 133BUYA HERU MEMINTA FAIZ UNTUK PERGI DARI KAMPUNG 16+Karena tindakan arogan para police waktu mengantarkan surat panggilan kepada Buya Heru, akibatnya sempat terjadi bentrokan antara pihak police dengan santri padepokkan. Ternyata mereka siap bertaruh nyawa untuk melindungi guru mereka. Ini dibuktikan dengan kesigapan mereka dalam menghadang police yang ingin membawa Buya Heru. Akibatnya baku hantam tak dapat dihindari. Melihat keadaan yang demikian, police terpaksa mengurungkan niat mereka untuk membawa Buya Heru. Lalu surat panggilan pertama pun diberikan. Batas waktunya cuma dua hari saja mereka berikan, dengan berbagai dalih. Police menegaskan bila dalam dua hari Buya Heru tidak memenuhi panggilan tersebut, maka akan dilayangkan surat panggilan kedua. Semua murid Buya Heru melarang gurunya untuk memenuhi panggilan itu, karena kemungkinan besar bila Buya Heru memenuhi panggilan tersebut, beliau akan langsung ditahan. Buya Heru benar-benar menghadapi dilema yang
BAB KE : 134AGAR KORBAN TIDAK BERJATUHAN BUYA HERU SIAP DIPENJARA16+ Ternyata apa yang disarankan Buya Heru, merupakan sesuatu yang tidak masuk akal bagi Faiz. Hati pemuda itu sedikit gelisah dengan kalimat yang dia dengar dari mulut Buya Heru. Bagaimana dia akan tenang meninggalkan tanah kelahirannya disaat keadaan seperti ini. Apalagi dengan sembunyi-sembunyi seperti pengecut. Dendamnya belum terbalas dan orang-orang jahat semakin merajalela dalam menzholimi masyarakat. Apalagi Buya Heru juga sedang dibidik oleh para bedebah itu. Tak mungkin Faiz pergi dalam situasi seperti ini. Mana ada murid yang tega meninggalkan gurunya dalam keadaan bahaya. Mustahil itu!"Saya tidak bisa melakukan itu, Buya. Saya akan tetap di sini menghadapi mereka bersama Buya," ucap Faiz pelan.Faiz terpaksa menolak apa yang diinginkan gurunya. Walau berat rasanya untuk tidak memenuhi keinginan Buya Heru, tapi apa boleh buat, Faiz telah bertekat akan menggunakan ilmu bela diri yang dia pelajari untuk
BAB KE : 135PEMBALASAN UNTUK PARA BEDEBAH DIMULAI 16+Pagi buta sebelum subuh, Faiz telah melaju di atas motor. Melewati jalan perkebunan dan meluncur ke arah Ibu Kota Kabupaten tempat Hendro Parangsing bermukim. Motor yang dikendarai Faiz berjalan dengan tenang. Faiz beruntung, selama di Gunung Roncek, motornya dirawat dengan baik oleh Syaiful. Sehingga motor tersebut terasa sangat nyaman dikendarainya saat ini. Syaiful adalah salah satu murid Buya Heru, yang selalu menggunakan motor tersebut ketika Faiz sedang berlatih di Gunung Roncek. Dia termasuk teman yang sangat dekat dengan Faiz. Sebelum azan berkumandang, Faiz telah sampai di lokasi. Dia memilih ikut salat Subuh berjamaah di sebuah mesjid yang cukup jauh dari rumah Hendro Parangsing. Setelah selesai salat Subuh, Faiz kembali menuju ke lokasi rumah Hendro Parangsing. Faiz pernah mendengar kebiasaan Hendro Parangsing setiap pagi. Menurut keterangan yang dia terima, police yang satu ini selalu mengawali pagi dengan jo
BAB KE : 136PEKATNYA MALAM TAK SEPEKAT DENDAM 16+Ada beberapa jarum yang dilumuri Faiz dengan racun tuba, setelah kering, jarum-jarum tersebut dia sematkan pada sabuk berwarna hitam, sehingga jarum-jarum itu seperti hiasan yang membuat sabuk Faiz semakin indah.Setelah Faiz selesai dengan jarum-jarum tersebut, lalu pemuda itu memasuki kamar ibunya. Dia tertegun ketika menatap ranjang yang biasa digunakan sang ibu untuk beristirahat. Semua kenangan bersama ibu kini bermain di kepala Faiz. Suka dan duka bersama keluarganya seakan kembali dirasakan Faiz. Sampai akhirnya otaknya mengingat betapa banyaknya darah yang tumpah di rumah Dudun dan betapa perih hatinya mengenang darah yang mengalir dari tubuh ibunya. Seketika kesedihan bergelayut di wajah Faiz yang memunculkan sebersit embun di netranya. Wajah pemula itu mengelam dengan tatapan mata tak lepas dari kasur yang masih terlihat rapi di atas ranjang. Bola mata Faiz yang bening semakin bertambah bening, berkilau seperti kaca, s
BAB KE : 137JARUM BERACUN MULAI MENUAI KORBAN 16+Di area pekarangan rumah Zulfa Adiatma ditumbuhi aneka tanaman yang tertata dengan indah. Berbagai jenis kembang ikut menghiasinya. Area taman juga ditunjang oleh fasilisitas jalan yang beralas semen coran. Jalan itu cukup besar, bisa untuk berpapasan dua mobil berukuran sedang. Saat ini ada empat orang yang sedang berjaga di sana. Keempat tenaga keamanan tersebut duduk di dalam pos, sambil mengobrol di sebuah bangku panjang. Dua diantara mereka bersandar di dinding, sedangkan yang dua lagi duduk dengan tangan terlipat di atas meja berwarna coklat. Posisi mereka semua menghadap ke arah Utara.Sekali-kali tawa terdengar dari mulut mereka. Mungkin mereka sedang berkelakar untuk mengusir kantuk yang mulai menyerang. Di luar ... di bagian samping kanan rumah Zulfa Adiatma, terlihat Faiz sedang menatap tingginya pagar beton yang membentengi rumah Zulfa Adiatma. Faiz memperkirakan posisi dia berada sekarang, persis di depan pintu
BAB KE : 19716+Setelah pertemuan itu, hubungan mereka pun semakin membaik, malah Dudun dan Faiz hampir tiap minggu bertandang ke rumah Sisilia. Setiap hari libur, mereka berkumpul di rumah Sisilia, ada-ada saja yang mereka lakukan untuk menuai kebahagiaan. Tidak hanya Dudun dan Faiz. Naufal dan istrinya juga suka ikut berkumpul bersama mereka. Satu hal yang paling membuat Sisilia terharu. Perhatian Naufal, Dudun dan Faiz sangat luar biasa kepada papanya. Padahal Sisilia telah mengetahui bahwa orang tua Naufal dan Dudun juga termasuk korban kejahatan papanya di masa lalu, walau hal ini masih mereka rahasiakan pada Karta Setiawan. Anak-anak dari korban pembunuhan Karta Setiawan itu malah paling senang mendorong kursi roda Karta Setiawan, bahkan mereka tidak pernah bosan melatih Karta Setiawan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan papa Sisilia tersebut. Pertemuan demi pertemuan, telah membuat cinta mereka semakin mekar, bahkan Faiz tidak sungkan lagi menyusul S
BAB KE : 19616+Faiz merasa heran dengan perubahan sikap Dudun dan Naufal itu, padahal jelas sekali betapa besar keinginan Dudun untuk balas dendam beberapa hari yang lalu. "Kita tidak perlu lagi menuntutnya, karena Tuhan telah memberi teguran pada beliau, dan beliau telah menyesali perbuatannya," jawab Naufal. "Lalu, bagaimana dengan kamu, Dun?" Faiz mengalihkan pertanyaan pada Dudun yang sedang mengemudi. "Sebelum ke sini, kami telah membicarakan tindakan apa yang akan kami lakukan, dan inilah yang terjadi. Kalau mau detilnya, tanya saja pada Mas Naufal, apa yang dilakukan Mas Naufal tadi adalah keputusan Mas Naufal sendiri. Tapi saya mendukung, karena memang itu yang terbaik," jawab Dudun sambil melirik kaca spion dalam. Dia menatap wajah Faiz sekilas dari sana. Saat ini Faiz dan Naufal duduk berdua di bangku tengah, sedangkan Dudun sendirian di depan memegang kemudi. Rupanya sebelum menemui Sisilia, Naufal dan Dudun sempat berdiskusi. Naufal meminta Dudun untuk menjaga per
BAB KE : 195 16+Seketika dada Faiz bergemuruh, gemuruh itu bertalu dengan rasa cemas yang kembali hadir. Faiz dapat menebak apa maksud ucapan Dudun itu. Naufal pun tertegun ketika mendengar apa yang disampaikan Dudun, dia menatap Dudun sesaat, seakan sedang memikirkan sesuatu. "Oh, iya. Hampir lupa," jawab Naufal kemudian, lalu ujung matanya melirik pada Faiz.Naufal tercenung dengan raut serius, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya, kemudian dia bangkit, membuat semua yang ada di ruangan itu mengarahkan mata pada Naufal. "Kamu berdiri, Dun!" perintah Naufal pada Dudun. Dudun pun mengikuti titah kakaknya. "Dorang kursimu ke belakang!" Naufal kembali memerintah yang segera dilaksanakan Dudun. Hati Faiz semakin cemas melihat tingkah kedua kakak-beradik itu. Raut heran juga tergambar di wajah Vira, Sisilia dan Karta Setiawan. Naufal berjalan di antara celah meja dan kursi yang didorong Dudun tadi.Setelah posisinya berada antara Faiz dan adiknya, Naufal mendorong meja
BAB KE : 19416+Kemudian kalimat itu juga dapat dijadikan bamper oleh Faiz. Seandainya Naufal mengatakan akan menuntut Karta Setiawan, atas apa yang telah dia lakukan pada orang tua mereka. Faiz punya kesempatan untuk membela Karta Setiawan, tentu perasaan Sisilia akan terobati dengan pembelaan Faiz nantinya, karena Sisilia telah mengetahui isi hati Faiz berdasarkan ucapan Naufal tadi."Berarti mereka memang sehati. Sisilia juga seperti itu, dia tidak akan menikah kalau tidak dengan Faiz." Tawa Vira kembali meledak di ujung kalimatnya. "Saya tidak ada berkata seperti itu!" Cubitan Sisilia langsung mendarat di lengan Vira, yang membuat Vira meringis.Ruangan itu kembali penuh oleh suara tawa Naufal, Dudun dan Vira. Karta Setiawan juga ikut tertawa walau tawanya belum begitu jelas."Yang sehati, sebenarnya saya dengan kamu! Saya tidak nikah-nikah, kamu juga ikutan menjomblo sampai sekarang," balas Sisilia dengan mulut geregetan. Tangan Sisilia kembali bergerak untuk mencubit Vira,
BAB KE : 19316+Karta Setiawan duduk berhadapan dengan Dudun. Mereka juga dipisahkan oleh meja yang sama, dari ujung ke ujung, mungkin jaraknya sekitar satu meter.Setelah beberapa saat, Naufal mulai berbicara untuk menyampaikan apa sebenarnya tujuan dan maksud mereka datang. "Nama saya Naufal dan ini adik saya Dudun Suparman. Kami adalah keluarga Faiz." Naufal mengawali dengan memperkenalkan diri pada Sisilia dan Karta Setiawan, setelah melirik ke arah Faiz, dan memastikan bahwa Faiz telah siap mendengar apa yang akan dia sampaikan. Perkenalan Naufal hanya dijawab dengan anggukan oleh Sisilia dan Karta Setiawan. "Sebenarnya tujuan kami ke sini, memang membawa maksud tertentu yang ingin kami sampaikan, tapi ijinkan kami terlebih dulu mengucapkan terima kasih pada Sisilia yang telah bersedia merawat Faiz, walaupun pada saat itu keadaan rumah sakit sangat sibuk, tapi Sisilia bersedia menangani Faiz dengan cepat."Naufal menatap Sisilia sesaat, lalu beralih pada Vira yang ada di s
BAB KE : 19216+Meskipun Dudun seorang police yang bermental baja, tapi rasa haru juga menyeruak ke dalam hatinya menyaksikan adegan yang terjadi di depan matanya. Begitu pula dengan Naufal.Bola mata kakak-beradik itu memerah dengan kilauan seperti kaca. Mereka berusaha keras agar air yang ada di bola mata mereka tidak merembes keluar. Begitu pula dengan perawat Karta Setiawan, walau tidak mengetahui peristiwa apa sebenarnya yang terjadi, tapi melihat adegan tersebut, dia pun tidak mampu menahan tangis.Faiz masih terpaku di samping Sisilia, dia hanya menunduk tanpa berani menatap siapa pun. Sementara air matanya ikut berlinang di pipi. Entah sudah berapa kali Faiz mengusap wajah, demi mengapus air yang ada di sana. "Su-su-ruh-lah me-me-reka ma-masuk!" ucapan Karta Setiawan menyadarkan mereka semua, sehingga apa yang sedang menumpuk di pikiran mereka langsung buyar. "Eh, iya! Ayo masuk, Mas!" Vira menghadap Naufal dan Dudun. Terdengar suara Vira agak serak dalam isak, mungkin
BAB KE : 19116+Sebelumnya, jangankan untuk mengangkat tangan, untuk menggerakannya saja Karta Setiawan sudah kesulitan. Tidak hanya itu, pertemuannya dengan Faiz, juga telah membuat Karta Setiawan mampu berbicara, walaupun dengan susah payah dan terbata-bata, serta perlu waktu yang cukup lama untuk menyampaikan sepotong kalimat, tapi apa yang disampaikannya dapat dimengerti. Wajar, jika hal itu merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan bagi Vira, bahkan dia menganggap kejadian ini adalah sebuah keajaiban. "Papa ...! Heiiiyyy, apa yang kalian lakukan pada papa saya?!"Sebuah bentakan mengejutkan mereka yang ada di halaman. Perawat, Vira, Dudun dan Naufal serentak menoleh ke sumber suara tersebut. Faiz melepaskan pelukannya dari Karta Setiawan, kemudian ikut menoleh ke arah Sisilia yang telah berada di depan pintu. Dengan susah payah Karta Setiawan juga memalingkan mukanya ke arah Sisilia. "Naak-nak!" cukup keras suara yang keluar dari mulut Karta Setiawan memanggil anaknya
BAB KE : 19016+"Saya baik-baik aja Faiz .... " Vira menjawab pertanyaan Faiz setelah mereka berhadapan. "Eh, ya. Sampai lupa! Ayo masuk!" lanjut Vira ketika matanya menoleh pada Naufal dan Dudun. Vira sedikit kikuk menatap ke dua lelaki yang ada di depannya. Dia merasa malu karena belum sempat menyapa atau sekedar mengangguk pada dua lelaki yang posisinya jauh lebih dekat dengannya.Karena keterkejutannya ketika melihat Faiz, membuat Vira mengabaikan kedua lelaki tersebut. "Kenalkan. Saya Naufal dan ini Dudun, adik saya. Kami masih saudaranya Faiz." Sebelum melangkahkan kaki, Naufal memperkenalkan dirinya dan Dudun. "Saya Vira," jawab Vira sambil merangkapkan kedua tangan di depan dada dengan sedikit menundukan kepala tanda hormat, kemudian matanya kembali melirik pada Faiz. "Kalau Faiz, tidak perlu saya perkenalkan lagi, kan?" Senyum lepas dari bibir Naufal sambil ikut melirik ke arah Faiz. Dudun juga ikut tersenyum, hanya wajah Faiz saja yang masih terlihat agak tegang, b
BAB KE : 18916+Sejak kedatangan Vira, hampir setiap hari terdengar gelak tawa dari dalam rumah tersebut. Bahkan hampir saban hari mereka pergi jalan-jalan untuk menikmati indahnya Ibu Kota. Setiap pergi jalan-jalan, Sisilia selalu membawa semua orang yang bekerja di rumahnya, Disamping untuk berbagi kebahagiaan, tenaga mereka juga bermanfaat untuk memindahkan Karta Setiawan dari kursi roda ke dalam mobil, begitu pula sebaliknya. Ketika Sisilia menceritakan pertemuannya dengan Faiz pada Vira, tentu saja hal tersebut membuat Vira sangat terkejut, yang bahkan membuat dia sulit mempercayainya. Vira tidak pernah menyangka, Sisilia akan bertemu lagi dengan Faiz yang telah sekian lama menghilang, tapi itulah kekuasaan Tuhan, apa-apa yang tidak kita sangka, bisa saja menjadi kenyataan. Akhirnya Sisilia berkonsultasi dengan Vira tentang banyak hal, terutama tentang Faiz dan rasa yang ada di hatinya. Sisilia dan Vira adalah dua orang sahabat yang sama-sama berhasil menggapai impianny