BAB KE : 126AMANAT SANG GURU 16+Setelah mereka memasuki mobil Buya Heru, mobil itu berjalan meninggalkan area kantor police yang diikuti warga lainnya. Mereka ada yang jalan kaki dan ada pula yang memakai kendaraan roda dua. Masa meninggalkan area kantor police dengan tertib walau gemuruh suara tetap mengiringi langkah mereka sepanjang jalan. Sementara Zulfa Adiatma dan para police yang ada di teras kantor menatap kepergian mereka dengan pikiran masing-masing. Tak ada sedikit pun kegembiraan yang tergambar di wajah mereka. Mereka kecewa, terutama Zulfa Adiatma dan Hendro Parangsing. "Besok Pak Hendro datang ke rumah saya! Ada yang harus kita bicarakan," kata Zulfa Adiatma setelah warga masyarakat hilang dari pandangan mereka. "Siap, Pak!" jawab Hendro Parangsing penuh hormat. Berapa saat kemudian mobil Zulfa Adiatma meninggalkan kantor police dengan pengawalan ketat.Setelah tiba di padepokkan, Faiz di suruh istirahat dan makan. Setelah menunaikan salat Isya yang sudah telat
BAB KE : 127BUYA HERU MASUK TARGET PARA BEDEBAH 16+Suara azan Zuhur baru saja terdengar, tiga mobil sport secara beriringan memasuki sebuah taman pribadi milik seorang bupati.Ketiga mobil tersebut parkir berjejer di lahan kosong yang cukup luas, itulah tempat parkir bila ada tamu sang bupati berkunjung. Zulfa Adiatma turun lebih dulu dan dengan senyum serta sedikit basa-basi, dia mengiringi kedua temannya menuju sebuah meja bundar di bawah naungan payung besar yang berwarna warni. Kedua temannya itu adalah Karta Setiawan dan Hendro Parangsing. Jarak dari tempat parkir ke meja yang sedang mereka tuju tidak sampai lima puluh meter. Mereka berjalan begitu santai sambil berbincang dan sekali-kali tawa lepas dari mulut mereka. Terkadang mata mereka bergerilya menyapu indahnya aneka tanaman yang ada di area tersebut. Pemandangan yang menyejukan. Tidak begitu lama mereka menyusuri tempat tersebut, kini ketiganya telah duduk di kursi, kursi itu tertata dengan rapi mengelilingi sebua
BAB KE : 128BUYA HERU MULAI DISASAR 16+Zulfa Adiatma memang memiliki ambisi yang besar untuk menjadi gubernur. Inilah kesempatan emas baginya untuk mencitrakan diri lewat berita ke seluruh pelosok negeri. Apalagi jika Karta Setiawan bersedia mengucurkan dana untuk membayar para wartawan. Dengan demikian dia bisa menyetir berita untuk memuji-mujinya tanpa harus memikirkan dana. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Itulah kira-kira yang ada dalam pikiran sang bupati. "Apa yang dikatakan Pak Zulfa itu sangat bagus. Kita perlu orang yang bisa mengangkat citra kita, dengan naiknya pamor, kecurigaan masyarakat bisa ditutupi. Kemudian kita juga perlu mereka untuk mengalihkan isu-isu yang berkaitan dengan kita, bila perlu mereka harus berani menebar fitnah kepada orang-orang yang menjadi penghalang bisnis kita." Karta Setiawan mendukung apa yang disampaikan Zulfa Adiatma tersebut. Jelas hal ini membuat Zulfa Adiatma sangat gembira. "Apa kopensasi yang akan Bapak-bapak berika
BAB KE : 129SUARA TEMBAKAN AWAL PETAKA16+Suara tembakan dari salah satu penguntit berbaur dengan suara mesin kendaraan yang sedang melintas di jalan tersebut, kemudian diikuti oleh dua suara berikutnya. "Duarrr ...!""Ciiittttt ...!"Tiga suara keras itu terdengar hampir bersamaan. Tembakan pistol dari lelaki bertubuh kekar tepat mengenai ban belakang mobil yang dikemudikan Darmawan. Kemudian disusul dengan suara ban meledak yang cukup memekakan telinga, lalu terdengar bunyi decitan rem dan gesekan aspal dengan roda belakang yang telah pecah.Tentu saja suara tersebut mengganggu para pengemudi yang berada di sekitar sana sehingga terjadi kepanikan, begitu pula dengan Darmawan. Dia juga ikut panik dengan tembakan yang begitu tiba-tiba. "Mereka menembak mobil kita! Ban belakang kena!?" teriak Darmawan sambil terus berusaha mengendalikan laju kendaraannya yang tidak stabil. Wajah Darmawan memucat. "Tetap halangi jalan mereka, jangan sampai mereka melewati kita! Sepertinya mereka
BAB KE : 130SATU NYAWA MELAYANG TIGA NYAWA MENUNGGU WAKTU 16+Setelah Rampud memasuki mobil dan duduk di belakang setir, dia mengambil alih kemudi. Jok mobil terasa sempit karena diisi oleh empat orang, apalagi satu dari mereka sudah tidak bernyawa. "Buka pintu belakang!?" perintah Ngalbin pada dua teman Rizal yang duduk di bangku tengah sambil mengancungkan pistol ke arah mereka. Dengan tergopoh salah satu dari murid Buya Heru mengikuti perintah tersebut. Baru saja kunci pintu lepas, dari luar ada tarikan keras. Sebelum pintu terbuka dengan sempurna, dua orang masuk dengan bergegas, masing-masing di tangan mereka memegang pistol yang langsung terarah pada dua orang murid Buya Heru tersebut. Kedua lelaki itu adalah Abujar dan Densirtus. "Cari area, Mpud! Bawa kita ke sana!"perintah Ngalbin dengan pistol masih mengarah ke kepala Rizal. "Siap!" jawab Rampud dan mulai melajukan mobil. Ketika mobil itu berjalan terdengar suara seperti besi beradu dengan aspal yang mengeluarkan s
BAB KE : 131EMPAT NYAWA KEMBALI MELAYANG 16+Ketika mobil baru saja berjalan, orang-orang itu segera menutup mata Rizal, sehingga Rizal tidak mengetahui ke mana dia dibawa. Tidak hanya Rizal, dua temannya yang di mobil berbeda juga diperlakukan dengan hal yang sama.Cukup lama mereka menempuh perjalanan, mungkin lebih dari dua jam. Tentu ini perjalanan yang sangat tidak menyenangkan bagi ketiga murid Buya Heru tersebut. Barulah setelah sampai di sebuah rumah yang tidak diketahui entah di mana, penutup mata mereka dilepas. Ketiga murid Buya Heru terlihat sempoyongan saat digiring dari mobil.Kesepuluh orang berbadan tegap, ikut bersama mereka memasuki sebuah rumah bercat merah dengan kombinasi kuning. Ngalbin, Abujar dan Rampud. Masing-masing menggiring satu orang. Mereka terus memasuki ruang tengah, sementara tujuh yang lainnya memilih duduk di atas kursi yang terdapat di ruang denpan.Rasa takut menjalar pada tubuh ke tiga remaja tersebut. Takut karena tidak tahu di mana merek
BAB KE : 132SURAT PANGGILAN BUAT BUYA HERU 16+Setelah dua hari Buya Heru melaporkan, tapi kasus itu belum juga diusut, mandeg di tangan Hendro Parangsing sebagai kepala penyelidik tindak kriminal di resort tersebut. Menyadari hal itu, Buya Heru segera minta bantuan lembaga hukum yang berkompeten dengan peristiwa yang dihadapinya sekarang. Akibatnya berita ini semakin heboh. Pihak police mulai dihujat karena ketidak becusan mereka, berita di surat kabar kembali mengkritik kinerja police yang tidak profesional. Namun, ada juga beberapa berita yang terus berusaha untuk menutup-nutupi kebobrokkan kinerja aparat tersebut. Bahkan segala puja dan puji mereka rangkai untuk membela pemerintah kabupaten dan aparat yang mulai tersudut. Tentu mereka ini dari golongan kuli tinta bayaran cukong. Fakta di lapangan tidak bisa dibantah, police memang bekerja lelet, karena ada sebagian wartawan investigasi telah mengetahui ke arah mana korban dibawa oleh sepuluh orang bertubuh tegap. Masyara
BAB KE : 133BUYA HERU MEMINTA FAIZ UNTUK PERGI DARI KAMPUNG 16+Karena tindakan arogan para police waktu mengantarkan surat panggilan kepada Buya Heru, akibatnya sempat terjadi bentrokan antara pihak police dengan santri padepokkan. Ternyata mereka siap bertaruh nyawa untuk melindungi guru mereka. Ini dibuktikan dengan kesigapan mereka dalam menghadang police yang ingin membawa Buya Heru. Akibatnya baku hantam tak dapat dihindari. Melihat keadaan yang demikian, police terpaksa mengurungkan niat mereka untuk membawa Buya Heru. Lalu surat panggilan pertama pun diberikan. Batas waktunya cuma dua hari saja mereka berikan, dengan berbagai dalih. Police menegaskan bila dalam dua hari Buya Heru tidak memenuhi panggilan tersebut, maka akan dilayangkan surat panggilan kedua. Semua murid Buya Heru melarang gurunya untuk memenuhi panggilan itu, karena kemungkinan besar bila Buya Heru memenuhi panggilan tersebut, beliau akan langsung ditahan. Buya Heru benar-benar menghadapi dilema yang