Suara sirine menggema di langit universitas. Terdengar jeritan paling keras yang berasal dari Denada
Chloe. Beberapa orang menahan tubuh gadis itu yang hampir ambruk saat sahabatnya dibawa oleh petugas medis dengan tubuh tertutup kain putih. Situasi sidang menjadi kacau dan menegangkan. Para dewan akhirnya memutuskan untuk menunda sidang pertama.
"Denada Chloe," panggil salah seorang polisi membuat tangisnya berhenti.
Dia mengusap air matanya dan mencoba berdiri tegak.
"Apakah Anda adalah sahabat dari Isabella Liu?"
Denada langsung mengangguk dengan cepat. "Benar."
"Apa Anda bersedia memberikan kesaksian pada kepolisian?" tanya polisi itu memastikan.
Tanpa ragu, Denada kembali mengangguk. Namun, kecurigaan sedikit menyeruak di batin Denada sebab tidak dibawa ke kantor polisi. Dia justru digiring memasuki tempat paling ujung di universitas.
"Apa saya tidak akan memberi kesaksian di kantor polisi?" tanyanya.
"Tidak. Kepala polisi menunggu kesaksian Anda di markas Profesor Eldric," jelas polisi itu singkat tepat saat kedua tangannya membuka pintu markas.
Polisi itu menepi, sehingga Denada bisa melihat dengan jelas orang-orang di dalamny. Kepala
kepolisian bernama Pak Bram, Eldric, timnya, dan seorang jaksa yang sudah berumur, tapi masih memiliki badan tegap. Ia adalah perwakilan dari pengadilan, Tuan Robert.
Tangan Denada terkepal dengan mata membara. Dia menyadari bahwa Merin Noella ada di tengah-tengah mereka. Menjadi pusat, sekaligus berartikan orang yang bertanggung jawab. Sementara itu,
Merin hanya melirik Denada dengan ketus, lalu memalingkan wajah. Sayangnya, percuma. Merin dipaksa mengindahkan kembali Denada karena gadis itu meloncat ke arahnya. Kedua tangannya mencekik Merin dengan keras. Membuat Merin terperajat dan terbatuk-batuk di sudut ruangan.
Merin mencoba memberontak sebab dia hampir kehabisan napas, sementara yang lainnya juga ikut menarik
Denada.
"Kamu! Kamu pasti penyebab Isabella meninggal? Gadis siluman!" jerit Denada.
Mr. Bram meraih pistol di pinggangnya, lalu mengarahkannya ke pelipis gadis itu.
"Denada Chloe, saya perintahkan untuk mundur."
Tangan Denada gemetar. Sedikit luruh karena suara berat Mr. Bram. Akal sehatnya kembali. Dia sadar bahwa dia akan ikut dijebloskan ke penjara jika membuat lebih banyak kekacauan.
Merin menganga dan masih terbatuk-batuk. Ia langsung menghirup banyak oksigen begitu Denada melangkah mundur.
Eldric langsung berpindah posisi tepat di depan Merin. Melindungi gadis itu apabila ada serangan lanjutan. Tak disangka, sesuatu membuat tubuh Eldric menegang.
Dengan terengah-engah, Merin menyandarkan dahinya ke punggung profesor muda itu. Pandangan Eldric menjelajah ke seluruh ruangan sebab mendadak salah tingkah.
"Sebentar, Profesor," gumam Merin, "biarkan saya meminjam punggungmu sebentar."
Denada menggigit bibir bawahnya.
"Biar saya tanya sekali lagi, apa benar Merin Noella adalah tersangka utama?" tanya Denada dengan suara parau.
"Benar, dia telah menceritakan kronologi kejadiannya," ungkap Mr. Bram.
"Lalu, kenapa kalian tidak langsung membawanya ke kantor polisi?"
"Saudara Denada, saat ini Merin Noella tengah dipertimbangkan menjadi tersangka istimewa," sela Tuan Robert.
Denada mengeryit. "Apa?"
"Anda akan tahu begitu berita ini dirilis. Namun sebelumnya, Merin ingin mendapatkan beberapa informasi dari Anda."
Merin mengangkat kepalanya, lalu kembali menghampiri Denada. Menatap datar gadis itu meski disambut oleh decihan kebencian.
"Siapa pacar Isabella?" tanya Merin dengan tatapan tajam.
Denada terkekeh. "Isabella tidak punya pacar! Aku orang terdekatnya, kalian bisa menjamin itu."
Dahi Merin berkerut. Otaknya terasa berlari di kubus yang sempit, sementara percakapan Isabella di telepon masih terus terngiang-ngiang.
Merin menoleh ke Mr. Bram. "Apa kalian menemukan ponselnya?"
"Ponsel tidak ditemukan di sekitar jasadnya," sahut Mr. Bram.
"Kamu bilang sempat mendengar percakapan Isabella dengan pacarnya. Apa yang kamu dengar?" sela Olivia.
"Dia akan memberikan file Fantasia pada pacarnya," jawab Merin.
"APA?" teriak Jasper keceplosan.
Eldric mundur beberapa langkah. Membuat punggungnya membentur dinding.
"Tidak mungkin—"
"Dugaanku, Isabella telah mengkhianati kalian. Karena aku tahu pacarnya akan datang, jadi aku meninggalkannya tergantung di tepi tangga."
Loey yang sedari tadi merapatkan bibirnya, kini sedikit menganga. Dia terpelatuk mendengar Merin adalah seseorang yang menakutkan. Dia meninggalkan gadis yang sekarat? Itu dilakukan oleh orang-orang tanpa hati.
"Psikopat! Berani-beraninya kamu memfitnah Isabella!" cela Denada.
Mr. Bram segera mengambil langkah pencegahan lebih lanjut. Dia memberi isyarat pada bawahannya untuk membawa kembali Denada keluar.
"Saudara Denada, terima kasih telah bekerja sama. Bawahan saya akan mengantar Anda."
Denada mendengus, lalu meninggalkan ruangan dengan emosi yang masih bergumul. Merin berbalik, menatap Eldric dengan nanar.
"Aku mengakui kesalahanku, tapi kupikir kalian bisa menyelidiki pacar Isabella dan menemukan alasan mengapa ponselnya hilang," pinta Merin pada Mr. Bram tanpa mengalihkan pandangan.
Mr. Bram mengangguk pelan sambil mengusap dagunya.
"Saya sudah menerima pernyataan dari berbagai saksi. Merin dengan kesaksiannya tentang Isabella yang menelepon pacarnya di TKP. Lalu, dikuatkan dengan pernyataan Eldric bahwa Isabella menelponnya 30 menit sebelum kejadian. Artinya, memang benar Isabella membawa ponsel.
Kemudian, terkait pernyataan Denada yang membuat semuanya tumpang tindih—" Mr. Bram menahan sejenak kata-katanya. "Bagaimanapun, kami akan menyelidikinya lebih lanjut."
Kursi berderit mencegah keheningan yang mungkin akan terjadi. Tuan Robert mengibaskan jas abunya, lalu duduk lebih dulu di meja diskusi berbentuk bundar yang berada di tengah-tengah layar utama dan tabung smartlens.
"Publik sudah menunggu. Pengujian harus dilakukan hari ini. Mari kita fokus kepada Merin Noella yang dipastikan akan menjalani hukuman Fantasia."
Eldric bergabung bersama Tuan Robert, lalu disusul Mr. Bram. Sementara itu, tim Eldric kembali ke meja kerja mereka.
"Saudara Merin, silakan duduk," pinta Eldric. Merin memutarbalikkan bola matanya dengan tangan terlipat di dada. Sejenak ia mendengkus, kemudian mendaratkan tubuhnya ke kursi.
"Jadi, bagaimana?" ketus Merin.
"Loey," panggil Eldric. Dengan sigap, anak yang bertugas menjalankan sistem operasi ini mengerti maksud dari ketuanya. Suara ketukan kibord terdengar sangat cepat. Kemudian saat bunyi itu berakhir, semua pasang mata berbinar. Memantulkan cahaya biru dari big screen yang memuat sebuah tulisan dengan bunyi 'bip'.
MEMUAT KEABSAHAN MERIN NOELLA AMYRA SEBAGAI KRIMINAL ISTIMEWA FANTASIA . . .
Sebuah benda mirip mata yang menempel di tengah layar menghujani lantai dengan cahaya yang berpendar. Cahaya biru itu kemudian semakin menipis dan membentuk siluet seorang gadis dengan rambut panjang tergerai yang tengah duduk.
Merin menyipitkan mata.
Siluet itu perlahan menjelma sempurna menjadi duplikat seorang Merin Noella Amyra. Dengan tatapan kosong, tapi dapat berkedip dan tersenyum.
Merin dibuat terpana dengan apa yang dilihatnya. Mulut gadis itu sedikit menganga, dengan bercak biru yang tersisa di pupilnya.
"Bagaimana kalian dapat membuat hologram ini dalam waktu singkat?" tanya Merin.
Eldric beringsut dari kursinya. "Tempat dudukmu dilengkapi sistem Holographic Laser Projection dan sensor infra merah yang terhubung pada layar besar ini."
Bibir Merin melebar dengan alis terangkat. "Well, aku akan berusaha untuk tidak terlihat bodoh."
Terdengar kekehan tipis dari Tuan Robert. Sementara itu, Eldric berbalik dan menggerakkan tangannya seolah menggeser layar. Beberapa tulisan terjulur di samping hologram Merin. Eldric membacakannya dengan serius.
MERIN NOELLA AMYRA
Jakarta, 27 Juni 1999MahasiswiDIDAKWA SEBAGAI KRIMINAL ISTIMEWA KARENA TELAH TERBUKTI MELAKUKAN KESALAHAN. DALAM HAL INI, MENDORONG KORBAN ( DIAKUI ).
BUKTI : SIDIK JARI & BARANG TERAKHIR KORBAN BERUPA FLASHDISK
SAKSI : Eldric Lee Peterson
DALAM HAL INI SESUAI DENGAN S&K SEBAGAI KRIMINAL ISTIMEWA, DIANTARANYA SEBAGAI BERIKUT.
KRIMINAL ISTIMEWA ADALAH ORANG YANG TERBUKTI DAN MENGAKUI KESALAHANNYA
KRIMINAL ISTIMEWA ADALAH ORANG YANG MEMILIKI BANYAK TUNTUTAN OLEH PUBLIK.
KRIMINAL ISTIMEWA ADALAH TERSANGKA UTAMA YANG DINYATAKAN BERSALAH. NAMUN KARENA KURANGNYA BUKTI, TIDAK BISA DIPENJARAKAN.
Mengacu pada syarat pertama, maka merin noella amyra resmi dinyatakan sebagai Kriminal Istimewa.
Selepas menjelaskan, Eldric berjalan menghampiri Merin. Ia mengulurkan tangannya dengan wajah datar. Loey melenyapkan semua hologram di depan dan menggantikannya dengan kursi yang turun dari langit-langit ruangan.
Merin menunggingkan senyum sambil meraih tangan Eldric. Mereka berjalan dan duduk di depan, tepat saat Olivia mendorong tabung smartlens dan menempatkan benda itu di sampingnya. Perasaan tegang menyeruak bersamaan dengan embusan napas.
"Tuan Robert, sesuai kesepakatan, pengadilan harus mengeluarkan lisensi resmi untuk Fantasia bila Merin Noella berhasil menjalankan proyek ini dalam waktu 6 bulan."
Tuan Robert berdeham. "Tentu saja."
Eldric mengalihkannya pandangannya pada Mr. Bram.
"Mr. Bram, Anda selaku pihak kepolisian telah resmi menjadi saksi atas proyek ini."
Anggukkan Mr. Bram menyambut pernyataan Eldric. Merin mendongak tepat di saat Eldric meliriknya.
"Teman-teman, mulai operasi!" cetus Eldric.
Olivia menekan tombol hijau di sisi atas tabung. Asap mengepul begitu tabung terbuka. Mengekspos smartlens yang tertaut besi tipis. Eldric mengambil penjepit khusus, menjepit satu per satu smartlens. Tubuhnya membungkuk di depan Merin, menyebabkan ia bisa melihat lentiknya bulu mata gadis itu. Merin dengan peka menatap Eldric begitu jarak wajah mereka menyempit. Tidak bisa dipungkiri, degup jantung keduanya saling berlomba satu sama lain.
Eldric memiringkan wajah supaya jemarinya bisa lebih muda menempelkan smartlens di bola mata Merin. Dengan refleks, Merin mengerjapkan matanya berkali-kali begitu smartlens itu berhasil mendarat di sebelah matanya.
"Wow, rasanya berat sebelah," gumam gadis itu. Eldric mengulang gerakannya, kali ini ia berusaha lebih cepat.
"Aku bisa melihat kamu begitu membenciku," racau Merin lagi, menyebabkan Eldric menahan jari di atas wajah gadis itu. Ia menahan tatapan agak lama.
"Kupastikan kamu tidak akan lolos dari hukuman ini selamanya."
Sejenak Merin menundukkan pandangan, lalu menatap kembali Eldric lagi.
"Kita akan lihat nanti, apakah tatapan kebencianmu akan berubah bila mataku telah sepenuhnya membiru."
Eldric tetap tidak berekspresi. Sambil merampungkan pekerjaannya, diam-diam Eldric mencoba menerka maksud dari gadis itu. Apa dia menggodaku agar aku meringankan hukumannya? Gadis pintar, tapi jangan harap aku akan melakukannya, Batin Eldric.
Selesai, tapi hal ini menandakan awal yang baru. Suasana hening seketika. Semua orang di ruangan menunggu reaksi Merin. Otot-otot wajah mereka tampak kaku dan terlihat menahan napas. Sampai akhirnya, kerjapan mata cepat Merin memberikan angin lega. Itu artinya, smartlens berhasil ditanamkan tanpa mengubah fungsi mata.
Eldric berjongkok di hadapan gadis bermata biru itu. Tatapan gelisah dilontarkannya.
"Kamu bisa melihatku dengan jelas?"
"Heem, tampan!" goda Merin dengan anggukkan dan senyum merekah.
Sayangnya, senyum itu langsung ditariknya kembali dan lenyap seketika. Dia mendongak, tatapannya menjadi penuh ketakutan. Telinganya berdesing keras seolah sesuatu menariknya masuk ke dalam dimensi lain. Sejenak dia terpejam sambil menutup telinganya. Kemudian ketika mencoba mengintip, sebuah pesawat besar siap menyambarnya dengan kecepatan penuh.
"Awas!!!" teriak Merin sambil menjatuhkan tubuhnya pada Eldric. Membuat punggung sang profesor terlentang sambil membiarkan gadis itu memeluknya erat.
"Jasper," panggil Eldric dengan suara berat.
"Apa? Sistem keamanannya baik-baik saja,"
Eldric melirik Loey yang masih terfokus pada komputernya.
"Baik-baik, aku pause dulu."
Anak itu kembali mengotak-atik komputer dengan malas.
Merin masih memeluk Eldric dengan ringisan tipis. Rasa pegal mulai menjalar, Eldric dengan ragu menepuk-nepuk punggung Merin.
"Buka matamu. Bahayanya sudah hilang."
"Apa itu tadi?" seru gadis itu sambil beranjak bangun.
Eldric menyusul. Mengibaskan kedua tangan di permukaan jas dan merapikannya.
"Situasi level pertama, kedua dunia aktifkan. Saat di mana hologram 7 dimensi kami menyatu dengan duniamu."
"Cuma hologram? Kenapa suasana yang terasa begitu nyata?" tanya Merin dengan kesal.
Telunjuk Eldric bermain di mata, lalu mengetuk-ngetuk pelipisnya. Dia mengisyaratkan keduanya saling terhubung satu sama lain.
Terdengar kekehan dari Tuan Robert. "Ternyata hukuman ini membuat orang menjadi gila."
"Lebih tepatnya hukuman mati," sela Olivia, "hukuman ini juga mendorong seseorang bunuh diri."
Pandangan Tuan Robert mengarah ke Eldric. "Tentunya Anda tidak bisa membiarkannya mati sebelum pengujian berakhir. Anda harus ingat pengadilan belum mengetuk palu. Hukuman ini hanya sementara. Bila Merin mati sebelum pengujian, maka proyek ini gagal sepenuhnya."
Seketika ekspresi semua orang menegang, terutama Merin yang mulai terpancing. Ia mengertakkan gigi dengan sedikit berdecak. Percikkan kekesalan menghujaninya. Tak disangka, hukuman ini berujung pada hal mengerikan dan jahat. Bagaimana bisa Eldric menghukum manusia dengan cara begitu licik.
Dasar iblis kecil, Ejek Merin dalam hati.
Untuk pertama kalinya, Merin berjalan tidak sendirian di bawah langit kota. Tidak—sampai sebuah drone mini menjelma sebagai 'sipir penjara'. Meski anti bising, Merin bisa menebak keberadaan drone itu dengan lirikan matanya. Sekali pun alat itu menyelinap di balik bangunan.Di penjuru tempat lain, hanya ada Tim Fantasia di markas baru mereka."Bagaimana? Apa kita munculkan mereka sekarang?" tanya Loey dengan datar.Eldric menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari big screen."Tunggu sebentar lagi."Ia kembali mengawasi pergerakkan Merin, sekecil apa pun itu. Tiba-tiba, Merin menghentikan langkah di depan kantor stasiun televisi. Beberapa orang terlihat berkerumun sambil menatap lurus layar raksasa yang tengah memutar berita eksklusif. Kelopak mata Merin berkedut, situasi familier yang ditunjukkan media membuatnya muak.BERITA TERKINI: TRAGEDI PEMBUNUHAN MAHASISWI EAGLE TECH.ISABELLA LIU DITEMUKAN TEWAS DI TANGGA DARURAT ( .... )DIKETAHUI PELAKU YANG DIRAHASIAKAN IDENTITASNYA LAN
"Lapor komandan!" Eldric bercanda.Suara anggun wanita menyusul terdengar. "Makan?""Sudah," jawab Eldric manja, lalu disusul suara pria bersuara berat. [Peregangan?]Raut wajahnya mendadak kaget. "Benar, aku lupa."[Dasar bandel] omel sang ayah. "Sorry, Mr. James Peterson."[Kapan kamu pulang ke Beijing, Nak?] tanyanya.Belum sempat dijawab, Eldric terkekeh kecil sebab mendengar perdebatan kecil di telepon.[Kenapa menanyakan itu? Proyek besar anak kita baru saja dimulai.][Seorang ibu wajib menanyakan kapan pulang, Sayang.]Eldric menggaruk pelipisnya. "Eum ... Nyonya Bae Lui? Aku pasti akan menghubungimu seminggu sebelum pulang, jangan khawatir."[Anak baik, ibu akan menantikannya!][Kalau begitu, sudah dulu ya!] sela Mr. Peterson, [Sayang, ayo jangan mengganggu waktu istirahatnya lagi.]"Sampai jumpa! Aku sayang kalian, selalu."Meski suara kedua orangtuanya lenyap saat ia kembali meletakkan ponsel, kehangatannya masih berbekas. Senyumannya terus melekat, memikirkan bagaimana beru
Ketika arunika mulai menampakkan wujudnya, Eldric masih terjaga. Memang, dia sudah terbiasa. Namun kali ini, pikirannya diganggu oleh bayang-bayang Merin dan keluarganya. Dia merasa tidak boleh membiarkan hal semalam terulang lagi. Dia harus menjamin keselamatan gadis itu. Semalaman penuh, dia bergumul dengan kegelisahan hanya karenanya.Dia segera menyambar jasnya untuk mengakhiri kegelisahan. Membuka pintu markas berlapis alumunium. Kali ini, markasnya terletak di tengah gedung penelitian PYRAMID—organisasi para ilmuwan pengembang teknologi milik Prof. Takeda. Banyak orang berjas putih terlihat berlalu lalang. Rata-rata, mereka menuju unit markas masing-masing. Membuat Eldric terlihat melawan arus.Eldric merogoh ponselnya dan menghubungi Olivia dengan bahu terus naik-turun.“Kamu mungkin akan kaget dengan rekam jejak semalam, nanti akan kujelaskan. Beritahu anak-anak aku ada urusan di luar,”“Kamu tidak akan menemuinya kan, El?” balas Olivia cemas.Eldric berhenti di depan mobilnya
Di tempat lain, Loey menegakkan tubuhnya setelah mendapat sinyal dari Scarlett.“Iron terpancing, tapi bukan saatnya dia meledak,” ujarnya dengan santai. Olivia mencondongkan wajahnya ke layar Loey, membuat anak itu merasa tak nyaman.“Merin ingin bertemu Eldric? Kenapa dia melakukan itu?” tanya Olivia terheran-heran.Loey mengangkat bahu dengan bibir ditarik ke bawah.“Sepertinya dia punya motif lain,” tebaknya, “tapi ... bisakah kamu sedikit menggeser wajahmu?”Olivia terdiam, melirik anak itu sambil berkedip cepat. Gadis itu masih di posisinya, membuat Loey memutuskan untuk menggeser kursinya sendiri. Kecanggungan pun tercipta di antara keduanya, tidak—hanya pada Loey. Karena Olivia sama sekali tidak paham maksud anak itu. Memang menurutnya, hal itulah yang tersulit selama bergabung dengan Tim Fantasia.Sementara itu, Jasper masih melaksanakan bagiannya.IRON’S SECURITY GUARDLevel up/entering-to-level-7/add... SUCCEED ...“Aku sudah menaikkan keamanannya supaya tidak meledak,” ce
Scarlett tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Cermin full body hancur berkeping-keping menghujani lantai. Sepertinya, sistem Scarlett benar-benar akan mengecap Merin sebagai manusia berbahaya. Sementara itu, Iron masih bersandar di pintu. Karena sistemnya telah diperbaharui, ia tidak terpancing dengan perilaku gila tahanannya.Dada Merin naik-turun. Napasnya tak beraturan. Dia tertawa, sangat keras. Otot-otot wajahnya kembali menegang. “Kenapa? Kalian pikir aku gadis lemah? Kenapa kalian begitu merepotkan!”Scarlett tersenyum. “Dengar Merin, tugas kami adalah memastikanmu tidak bertemu dengan atasan kami.”“Kalau begitu, beri aku kesempatan untuk berbincang saja. Tidak perlu bertemu, aku hanya perlu berbicara padanya sebentar, sama seperti semalam.”Iron terkekeh, terdengar seperti meremehkan permintaan gadis itu.“Kamu pikir semalam kalian berbincang?” Pertanyaan Iron membuat Merin menyipit. Semakin dia mencoba menerka, keraguan perlahan menjalar di benaknya.“Maksudmu?” Daun pi
“Dia masuk, dia masuk!” seru Jasper sedikit menganga, tak percaya akan pemandangan yang ditampilkan layar. Mereka baru mengaktifkan kembali mode kamera di drone, sehingga yang tertangkap adalah langkah Merin dengan sepatu kets merahnya.Dress hitam bermotif kupu-kupu mengombak di tengah aula. Menepikan hilir mudik muda-mudi berpakaian casual. Hanya Merin Noella yang bergaya nyentrik. Benar, sesuai ciri khasnya. Sesuai yang dia inginkan. Membawa konsep presentasi yang menonjol.Bagai menghadiri acara pesta dansa kerajaan, setengah wajah gadis itu tertutup oleh topi bundar dengan sehelai bulu hitam di tepinya. Olivia menggaruk pelipisnya, berusaha mencerna apa yang di otak Merin. Bahkan orang awam pun akan tahu dia salah kostum.“Apa aliran listrik membuat otaknya geser?” celetuk Jasper, masih tak percaya.“Bukannya dia memang seperti itu?” timpal Loey santai.Eldric menunduk. Bibirnya berkedut menahan senyum. Di benaknya, gadis itu memang tidak pernah bisa digoyahkan. Dia tak gentar. T
Di menit kamera dimatikan...“Please welcome, Merin Noella Amyra from class-A.” Suara wanita di dalam speaker memenuhi langit-langit aula. Tak disangka, ternyata Merin sudah berada di dalamnya. Meninggalkan drone yang dianggapnya sebagai benda bodoh.Perhitungannya tepat sasaran. Jika Eldric akan meluncurkan misi tepat saat namanya disebut, dia akan bergerak lima menit sebelumnya. Tentu saja, Eldric tidak akan membiarkan Iron dan Scarlett melabraknya setengah telanjang. Merin yakin dia akan mematikan fungsi sipir hologram mereka.Fungsi drone itu akan berhenti mendeteksi keberadaannya ketika di toilet. Saat itulah, Merin berganti peran dengan orang bayarannya. Dia akan meminta orang itu untuk bertahan sampai sebuah drone datang padanya.Merin keluar dengan setelan jaket denim, celana jeans, dan rambut yang dimasukkan ke dalam topi hitam. Gadis itu berdecih saat berhasil melewati drone itu.Dia merasa bangga karena telah mengambil alih keadaan hanya karena sembelit.“Periksa ke dalam!”
Dinding hati sudah berdiri megah di dalam sukmanya. Tak lekang dimakan waktu, bahkan semakin kokoh. Terhitung ribuan anak panah telah dipatahkan. Namun, hanya dengan sekali dekapan, si gadis bermata biru merasakan reruntuhan tak biasa. Dia tak sadar, air matanya mulai menggenang. Dia ingin menghentikan waktu. Merasakan lebih lama kehangatan yang telah dinantikan dalam separuh hidupnya.Sedetik, dia amat menikmati. Namun, pada detik yang lain, dia merasa takut. Untuk pertama kalinya, ketakutannya mencuat. Takut akan dihempaskan kembali oleh kenyataan bahwa pria dalam rengkuhan ini hanya melihatnya sebagai monster.Sistem telah dimatikan. Merin merasa penglihatannya mengkerut, menandakan fungsi bola mata aslinya telah kembali. Sementara itu, smartlens yang tertanam masih berada di sana. Menyalip ke belakang mata hitam mengkilatnya.Bahu gadis itu akhirnya melemas. Tangannya meremas lembut jas Eldric, sebuah percobaan untuk membuktikan tubuhnya dalam kendali. Merin terkekeh kecil, sangat
“Kak Luther menunggumu di sana.” Lia menunjuk punggung kakaknya yang berdiri tegap di ujung tebing. Kedua tangannya disilangkan ke belakang. Berulang kali menoleh ke segala sisi hamparan laut di bawahnya. Sepertinya Pak Luther fokus sekali merasukkan energi tenang dari air ke dalam jiwa raganya. Ia berbalik, nyaris tergelincir kerikil. Merasakan kehadiran Eldric yang membuat sendi-sendi kakinya melemah. “Akhirnya Anda datang,” sambut Pak Luther tersenyum kecut. “Akan kutinggalkan kalian berdua. Kasian Jake sendirian di kamarnya,” timpal Lia sebelum akhirnya pergi. Eldric maju ke tak jauh dari bibir tebing, berdiri di samping Pak Luther. “Saya datang untuk pamit,” ungkap Eldric menyesal. “Ya, saya barusan membaca berita. Rupanya media paling gesit menyebarluaskan isu panas.” Pak Luther menggelengkan kepala, menyayangkan kondisi kali
Langka sekali Eldric menjelajahi tidur tanpa mimpi. Di hari-hari kerja, hampir setiap bangun pagi Eldric mencatat bunga tidur yang teramu dari kejadian di dunia nyata dan pikiran alam bawah sadar.Seringkali aktivitas yang terjadi di Fantasia, tereka ulang di mimpinya. Dirinya sendiri masuk dan menjadi pahlawan di sana, sesuai dengan apa yang diinginkan. Eldric mendambakan peran itu, daripada—sebagai pemimpin—sekadar menatap layar yang menampilkan takdir para kriminal istimewa.Berbeda di pulau pribadinya, kualitas tidur Eldric meningkat dalam hal positif. Dia jarang bermimpi buruk, apalagi tentang kematian tahanan-tahanannya.Ketukan pintu beritme pelan mengusik gendang telinga Eldric. Alisnya berkerut-kerut. Terdorong untuk bangun, tapi matanya terlampau rapat bak di lem. “Hmm ... Merin ... Sayangku ....” Eldric mengigau. Telapak tangannya hendak mendarat di perut istrinya, tapi yang ada hanya kekosongan. Lolos begitu saja terdampar di atas seprai.Eldric memaksa kedua matanya terbu
“Dua hari ... Eldric? Eksekusi?” racau Merin. Ludahnya perih ketika melewati tenggorokkan.Merin melirik tanggal pengambilan gambar. 22/12/2021.“Mereka mengambil gambar hari ini,” kata Merin, “mereka akan membahayakan Eldric besok lusa!” Merin berdiri dalam satu entakkan, jantungnya berdebar tak karuan. Seakan melompat-lompat, bersamaan dengan menggebunya keinginan untuk kembali pada suaminya. Dia memang harus kembali sekarang.Situasi berbalik 180 derajat. Dunia tentramnya akan menemui kehancuran besar yang tak disangka-sangka. Kekacauan di depan mata, dan Merin melaknati semua orang di balik ini semua. Orang-orang biadab yang berani merusak kedamaian kehidupan pernikahannya.Tapi, mengingat alarm kematian suaminya ada di tangannya, Merin terguncang oleh berbagai macam emosi yang menyerbu dari segala penjuru. Amarah, kekecewaan, serta didominasi oleh ketakutan.Merin takut ... sungguh wanita itu takut hal buruk terjadi pada Eldric. Membayangkan Eldric pergi selamanya, sama saja meli
“Nangis? Eldric! Kamu menangis nonton film anti hero?” seru Merin, berusaha menengadah di leher Eldric.Eldric menggesek dagunya ke puncak kepala Merin. Membiarkan setitik airmata menetes sekaligus supaya perhatian istrinya balik ke layar proyektor. Dinding yang semula putih bersih, sekarang menampilkan jelas adegan-adegan fantastis. Di mana para penjahat kelas kakap serentak berbalik, mengubah langkah mereka dan tidak meninggalkan warga kota yang tengah diserang alien.Tidak acuh pada fakta bahwa mereka sebenarnya melangkah pada kematian. Bunuh diri.Eldric mempererat dekapannya pada Merin, selimut pun ikut andil menggulung keduanya dalam kehangatan.“Kamu tidak merasa tersentuh? Manusia yang biasa anggap jahat, ternyata punya sudut pandangnya sendiri untuk menyelamatkan dunia. Lihat! Mereka masih mengikuti hati nurani,” ujar Eldric.Merin memutar bola mata. “Ya ... di dunia nyata, kuanggap orang-orang itu adalah orang bodoh.”“Loh, kenapa? Mereka rela mati untuk menyelamatkan anak-a
Permukaan handuk basah yang semula dingin, kini merasukkan kehangatan ke telapak tangan Bu Angel. Sudah kali ketiga dia mencelupkan lagi handuk ke baskom berbahan alumunium. Memerah benda berbulu halus itu hingga kering, lalu ditempatkan di atas kening Merin.Kesadaran Merin tergugah karena dingin menyesap. Sembari berusaha membuka matanya yang rapat, perempuan itu membasahi bibirnya yang kering.“Eldric di mana, Bu?” tanyanya parau.“Aku di sini, jangan khawatir,” sahut Eldric, langsung bersimpuh di bawah ranjang.Satu tangan Merin yang terselip di balik selimut diambil alih oleh Eldric. Dia membungkus tangan itu, hawa panas yang terembus membuat Eldric cemas. Meski yang sebenarnya Merin rasakan adalah dingin yang menusuk.Eldric meringis gelisah. “Demammu kenapa belum turun juga?”“Mungkin kemarin terlalu lama terendam,” kata Merin, pita suaranya setipis desau angin.Bu Angel berdiri. “Karena Nyonya Merin sudah bangun, saya akan siapkan paracetamol, Tuan. Sepertinya, dikompres saja
Tumit Carla menendang kencang kaleng bekas. Dentingannya nyaring membentur tiang di depan markas. Raut wajah Carla kusut, menemui medan yang butuh sedikit tenaga bagi kakinya. Menggerutu, Carla tidak habis pikir kenapa ada tanjakkan segala untuk bisa ke markas.Padahal tadi pagi, dia yang paling bersemangat di antara Olivia dan Loey. Dia adalah orang pertama yang mengisi toilet. Mandi lebih awal dan sudah menyemprot seluruh tubuh dengan parfum beraroma premen karet.Dia semangat menemani Percy lagi, sama seperti beberapa hari ke belakang. Yang tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Walau gadis itu seringkali bingung sendiri apa yang harus dilakukan di sana.Seperti orang bodoh, Carla cuma bisa melongo di depan suster yang mengganti cairan infus juga tak berani bertanya saat dokter memeriksa. Situasi formal selalu jadi momen menyebalkan bagi Carla. Namun ketika memandang Percy dengan kedua matanya yang tertutup rapat, badai bergemuruh lagi di dalam hati gadis itu.Carla merangkapkan
PADA TENGAH MALAM SEBELUMNYARembulan tepat berada di atas dua golongan manusia. Perempuan yang tengah dilanda mimpi buruk, dan pria paruh baya yang sedang bergelut dengan nerakanya.Masuk lebih dalam di zona merah, laras pistol menekan pelipis pria itu. Dengan tangan terikat ke belakang, seseorang berpakaian serba hitam menendang lututnya. Menahan erangan, dia bertumpu pada lutut agar tidak tersungkur.Dari balik semak-semak, kehadiran Black hampir tak terlihat. Namun, sepasang kaki bersepatu mengkilat berhenti di depan pria yang bersimpuh.“Hai, Luther, rindu buah hatimu?” sapa Black, nadanya mengejek atau barangkali lebih ke tak acuh.Menggeram, Pak Luther mengangkat kepalanya. Tatapan kebencian tercermin dari urat-urat merah di matanya. Namun, alis yang semula berkerut hebat malah menipis. Tatapan Pak Luther segera melemah ketika selembar foto ditunjukkan.Seorang balita. Jake asli. Tersenyum lebar di taman bermain, sementara ada seorang di belakangnya. Mengawasi balita malang itu
Merin memeluk punggung sofa, pipinya mengembung di bagian atas. Cemberut. Dia sudah seperti itu sejak Eldric memberitahunya kalau kemungkinan teman-temannya batal datang.“Ayo!” seru Eldric, mencolek pipi istrinya sambil berlalu.Keluar dari singgasana megah dan damai, tapi berbahaya saking nyamannya. Kalau mereka terus di situ, bisa-bisa dalam waktu sebulan pulau pribadi itu tak tereksplor. Dihabiskan 24 jam di kasur adem, sofa empuk, cemilan banyak, sambil menonton film kesukaan.Pastinya, Eldric dan Merin akan melakukan itu. Tapi nanti, setelah daftar petualangan mereka di pulau pribadi terceklis.Sangat menyenangkan bagi Merin saat tahu bucket list-nya memuat hal-hal yang belum dicoba sepanjang hidup. Namun ketika jadwal petualangannya tiba, kabar menjengkelkan sialan merusak harinya. Padahal, dia menantikan kedatangan teman-temannya. Pasti heboh kalau mereka tahu pulau Fantasia semenakjubkan dari sekadar yang ditampilkan di layar ponsel. Mau tidak mau, berapa pun persentase mood
Gemericik air turun hanya di zona para perusuh yang sebagian pingsan; sebagian lainnya menggeliat di jalanan seperti ikan terdampar—bergumul bersama rasa sesak yang ada.Beberapa drone berukuran jumbo perlahan mengubah gemericik itu menjadi serbuan ember tumpah layaknya di waterboom.Semua para perusuh terperajat bangun, anggota AUSTIC menyanggah mereka berdiri, lalu menjaga mereka di suatu titik.“Loey dan Olivia telat sekali mengirim hujan buatan,” kritik Sam.Percy mengendikkan bahu. “Semoga walikota tidak menuduh kita merundung mereka.”“Kenapa kakak tidak membiarkanku di sana sampai drone datang? Gas itu kan tidak akan membuatku dan para perusuh mati,” tanya Carla sambil menyisikan helaian poni yang basah.“Aku tidak tahan melihatmu lama menderi—” Percy memalingkan wajah sambil tersenyum kecil, sementara Carla berkedip polos dan berbinar. Menggemaskan.Percy berdeham. “Kamu terlihat seperti sedang menahan buang air. Kupikir kamu akan ngompol.”“Apa? Memangnya gas itu bisa bikin o