terima kasih ya sudah menjadi pembaca setia KAMPUNG HALIMUN tetap support ya dengan vote dan komen agar saya semangat upload bab terbarunya meskipun masih dalam masa pemulihan terima kasih atas supportnya
Oaaaaaa Oaaaaaa Blag, blag, blag, Makhluk yang berbentuk bayi yang besar itu berusaha mendorong lemari dan meja yang telah Dudung dan Dian susun untuk menutup jalan, tubuhnya yang besar terlihat dengan jelas menutup lorong yang ada disana. Dian benar-benar tidak tahu makhluk jenis apa itu, karena dia baru pertama kali melihat makhluk seperti itu. Sama halnya dengan Dudung, dia tidak menyangka bahwa makhluk itulah yang selama ini dia dengar, dengan suara bayi yang memekakan telinga dan hatinya. “A Dudung, i, i, itu makhluk apaan?” kata Dian yang kini mundur beberapa langkah sambil melepas kursi yang dia pegang di dekat Dudung yang terjatuh dari atas meja pada saat itu. “E, e, enggak tahu Ian. A, a, aku baru kali ini melihat makhluk itu.” Dudung benar-benar ketakutan, meskipun dia merasakan rasa sakit yang luar biasa, dia memaksakan dirinya untuk bangun di ruangan itu, dia benar-benar panik atas apa yang dia lihat sehingga dia mundur beberapa langkah sambil melihat makhluk itu yan
Malam semakin larut, Kampung Halimun yang di selimuti oleh kabut merah kini mulai menggila. Jauh di dalam kabut merah tersebut, terdengar samar-samar banyak orang yang sedang berlari dari sesuatu, juga teriakan-teriakan dari mereka yang merasakan ketakutan yang mendalam atas apa yang terjadi kepada kampung mereka di malam hari. Kabut yang tebal yang menutupi pandangan mata, sehingga tidak ada yang bisa melihat jelas tentang apa yang mereka takutkan, mereka hanya berlari di tengah-tengah kabut mencari suatu tempat persembunyian dengan hati mereka yang gelisah. Teriakan-teriakan itu dibarengi dengan suara tertawa, suara tertawa dari makhluk-makhluk terbang yang sering kita sebut kuntilanak, makhluk yang kita tahu hanya bisa mengganggu kita di malam hari dengan kulitnya yang kurus dan pucat, dengan kuku jarinya yang panjang, serta wajahnya yang tertutup oleh rambut yang tampak lecek dan tubuhnya yang memakai baju putih panjang atau baju merah yang panjang. Mereka kini tampak senang da
“A DUDUUNGGG…!!!” Dian berteriak dari jendela ventilasi, dia mengulurkan tangannya agar Dudung bisa meraihnya dan bisa keluar bersama dari ruangan itu dengan segera. Namun, Heeeeeehhh, heeeeeehhh Sebuah tangan hitam dan kurus, serta kukunya yang agak panjang kini memegang salah satu kaki dari tangan Dudung pada saat itu. Sontak Dudung yang awalnya akan meraih tangan Dian kini berbalik ke arah belakang, dan dia benar-benar kaget ketika dia melihat sosok makhluk dengan wujud manusia, namun badannya terpisah. Yang dia lihat hanyalah sebuah tubuh bagian atas dan kedua tangan serta wajahnya yang sedang menyeringai ke arahnya. Tubuhnya yang terbelah mengeluarkan berbagai macam organ dalam yang keluar dengan sendirinya, usus nya yang panjang keluar dan menyentuh lantai yang kini berlumuran darah dari arah pintu yang terkunci di ujung sana. Entah bagaimana makhluk itu tiba-tiba muncul di dekatnya, namun yang pasti suara benda yang diseret itu sudah dipastikan adalah suara dari dirinya ya
Argggggggghhhhhh “TOLOOOOONGGGGG, TOLONGGGGGG, TOLONGGGGG!!!” Duag, duag, duag HAHAHAHAHAHAHA Di tengah-tengah kabut merah yang masih menutupi Kampung Halimun pada malam ini, terdengar kembali suara teriakan-teriakan yang menggema dari manusia yang entah ada dimana. Jujur, aku ingin sekali mengetahui siapa yang berteriak pada malam ini, namun aku yakin semuanya sudah terlambat ketika aku sampai disana, seperti halnya aku terlambat untuk menyelamatkan bapak Toni yang hilang entah kemana. Aku harus cepat-cepat menyelesaikan tentang misteri di kampung ini, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan agar bisa menyelesaikannya, sehingga aku harus mencari petunjuk dari orang-orang yang mengetahui rahasia dibalik kampung tempatku tinggal ini sekarang. Aku yang kini berdiri di depan pintu gerbang sekolah sangat mengetahui seluk beluk dalam sekolah ini, ruangan-ruangannya, lapangannya, bahkan isi dari ruangannya aku sudah mengetahui semua. Selama lebih dari dua belas tahun aku belajar dis
Sebuah lorong yang biasanya dipakai oleh para siswa dari tiga tingkatan, kini mendadak menyeramkan untuk ditelusuri olehku sendirian. Lorong itu lurus dan bercabang di beberapa tempat, bersamaan dengan sebuah taman kecil yang memanjang di sisi kiri dan kanannya, sebelum nantinya ada sebuah lorong lagi dengan kelas-kelas pembelajaran dari sekolah dasar hingga menengah atas yang berada di paling ujung dari lorong ini.Keluarga Tarmana mendesain seperti itu agar para warga kampung tidak perlu jauh-jauh melewati hutan perbatasan untuk sekolah di sekolah negeri terdekat, namun mereka bisa sekolah di kampung hingga jenjang tertinggi di tempat yang sama.Tap, tap,PrakLantai dari keramik yang berada di lorong tersebut menyebabkan langkah kakiku terdengar sedikit keras, apalagi lantai itu yang tiba-tiba retak di beberapa sisi, membuat langkahku tak sengaja menginjakan keramik yang patah sehingga membuat suara menggema di seluruh sekolah.Jujur, aku merasa diawasi oleh sesuatu yang tidak terl
“Cing sabar nya Bapak! Nu Bapak kerjakeun teh eta jang warga kampung. (Yang sabar ya Bapak! Yang Bapak lakukan itu untuk warga kampung.)” “Atos sa wajarna ti sadayana warga didieu aya anu sababaraha nu kapilih, memang pasti nyeuri kanu hate, tapi da kumaha, memang geus ti baheula na jigah kieu. (Sudah sewajarnya dari semua warga yang ada disini ada beberapa yang terpilih, dan memang pasti merasakan sakit hati, tapi ya gimana, sudah dari dahulu seperti ini.)” “Ayeuna mah di ikhlaskeun we nya Pak, mugia kagentosan deui kunu leuwih sae tibatan anu ayeuna. (Sekarang di ikhlaskan saja ya Pak, semoga digantikan dengan yang lebih baik daripada yang sekarang.)” Tiba-tiba aku mendengar semua perkataan itu di telinga sebelah kiri sehingga aku membuka mata. Aku kembali melihat pemandangan yang aneh, sebuah pemandangan yang berbeda dari apa yang aku alami sebelumnya. Argggghhh Aku tiba-tiba merasakan sakit kepala yang sangat kuat, salah satu tanganku langsung memegang kepala dan berusaha mere
Suasana yang awalnya begitu gelap, kini secara perlahan-lahan berubah ketika aku membuka mata. Nyut Nyut, Rasa sakit di pipi dan rasa pusing di kepala membuatku sedikit menyeritkan dahiku pada saat itu. Kulihat, samar-samar tampak seseorang sedang tersenyum kepadaku dengan cahaya lampu minyak yang di bawa di salah satu tangannya, cahaya dari lampu minyak yang terang membuatku sedikit silau atas apa yang sedang aku lihat sekarang ini. Karena, aku tidak tahu dimana aku sekarang, dan kenapa aku tiba-tiba terbaring seperti ini di tempat yang tidak aku kenali sama sekali. Hahahahaha “Sadar oge ieu preman sakola. (Sadar juga ini preman sekolah.) ” “Hey, hudang Abdi hudang! (Hey, bangun Abdi bangun!)” Sosok itu kembali tertawa sambil menepuk-nepuk kaki ku pada saat itu, dan ketika dirinya sudah tahu bahwa aku sudah tersadarkan, dia hanya berdiri dan berjalan dengan salah satu kakinya yang tampak pincang ke sebuah kursi kecil yang ada di sudut sana, dan menyimpan lampu minyak yang dia
Mataku tiba-tiba terbelalak, tepat ketika Mang Ayep mengatakan tentang jalan keluar dari semua ini. Aku benar-benar tidak percaya atas apa yang dia katakan, sebuah jawaban yang sebenarnya sangat sulit aku realisasikan.Aku benar-benar tidak mengerti, apakah jawaban dari mimpiku itu memang ada hubungannya dengan apa yang Mang Ayep katakan. Atau memang mimpi itu adalah gambaran atas apa yang terjadi selanjutnya.Aku hanya bisa membuka mulutku sebagai tanda tidak percaya, makanan yang aku kunyah pun tidak bisa aku telan lagi ketika aku mendengar hal itu, semuanya mendadak hening. Hanya lampu minyak Mang Ayep saja yang menjadi saksi bisu atas obrolan kita berdua ini.PakMang Ayep tiba-tiba menepuk punggungku dan kembali tertawa sambil melihat wajahku yang seakan-akan tidak percaya atas apa yang dikatakan.Hahahaha“Kalem, urang mah euweuh hubunganna jeung maneh, ngan jelema-jelema khusus anu bakal aya hubunganna jeung anu ku urang obrolkeun. (Tenang, aku tidak ada hubungannya denganmu, n