“Cing sabar nya Bapak! Nu Bapak kerjakeun teh eta jang warga kampung. (Yang sabar ya Bapak! Yang Bapak lakukan itu untuk warga kampung.)” “Atos sa wajarna ti sadayana warga didieu aya anu sababaraha nu kapilih, memang pasti nyeuri kanu hate, tapi da kumaha, memang geus ti baheula na jigah kieu. (Sudah sewajarnya dari semua warga yang ada disini ada beberapa yang terpilih, dan memang pasti merasakan sakit hati, tapi ya gimana, sudah dari dahulu seperti ini.)” “Ayeuna mah di ikhlaskeun we nya Pak, mugia kagentosan deui kunu leuwih sae tibatan anu ayeuna. (Sekarang di ikhlaskan saja ya Pak, semoga digantikan dengan yang lebih baik daripada yang sekarang.)” Tiba-tiba aku mendengar semua perkataan itu di telinga sebelah kiri sehingga aku membuka mata. Aku kembali melihat pemandangan yang aneh, sebuah pemandangan yang berbeda dari apa yang aku alami sebelumnya. Argggghhh Aku tiba-tiba merasakan sakit kepala yang sangat kuat, salah satu tanganku langsung memegang kepala dan berusaha mere
Suasana yang awalnya begitu gelap, kini secara perlahan-lahan berubah ketika aku membuka mata. Nyut Nyut, Rasa sakit di pipi dan rasa pusing di kepala membuatku sedikit menyeritkan dahiku pada saat itu. Kulihat, samar-samar tampak seseorang sedang tersenyum kepadaku dengan cahaya lampu minyak yang di bawa di salah satu tangannya, cahaya dari lampu minyak yang terang membuatku sedikit silau atas apa yang sedang aku lihat sekarang ini. Karena, aku tidak tahu dimana aku sekarang, dan kenapa aku tiba-tiba terbaring seperti ini di tempat yang tidak aku kenali sama sekali. Hahahahaha “Sadar oge ieu preman sakola. (Sadar juga ini preman sekolah.) ” “Hey, hudang Abdi hudang! (Hey, bangun Abdi bangun!)” Sosok itu kembali tertawa sambil menepuk-nepuk kaki ku pada saat itu, dan ketika dirinya sudah tahu bahwa aku sudah tersadarkan, dia hanya berdiri dan berjalan dengan salah satu kakinya yang tampak pincang ke sebuah kursi kecil yang ada di sudut sana, dan menyimpan lampu minyak yang dia
Mataku tiba-tiba terbelalak, tepat ketika Mang Ayep mengatakan tentang jalan keluar dari semua ini. Aku benar-benar tidak percaya atas apa yang dia katakan, sebuah jawaban yang sebenarnya sangat sulit aku realisasikan.Aku benar-benar tidak mengerti, apakah jawaban dari mimpiku itu memang ada hubungannya dengan apa yang Mang Ayep katakan. Atau memang mimpi itu adalah gambaran atas apa yang terjadi selanjutnya.Aku hanya bisa membuka mulutku sebagai tanda tidak percaya, makanan yang aku kunyah pun tidak bisa aku telan lagi ketika aku mendengar hal itu, semuanya mendadak hening. Hanya lampu minyak Mang Ayep saja yang menjadi saksi bisu atas obrolan kita berdua ini.PakMang Ayep tiba-tiba menepuk punggungku dan kembali tertawa sambil melihat wajahku yang seakan-akan tidak percaya atas apa yang dikatakan.Hahahaha“Kalem, urang mah euweuh hubunganna jeung maneh, ngan jelema-jelema khusus anu bakal aya hubunganna jeung anu ku urang obrolkeun. (Tenang, aku tidak ada hubungannya denganmu, n
Ada sebuah cerita, tentang sebuah makhluk penjaga, yang akan selalu menjaga manusia dari marabahaya. Makhluk itu bisa melakukan banyak hal. Membuat orang-orang yang bersinggungan dengannya mempunyai kekayaan yang berlebih, mempunyai jabatan yang bagus, mempunyai keahlian yang mumpuni.Bahkan, makhluk tersebut bisa menjanjikan semua keberkahan dari apa yang sudah mereka tanam dan mereka ambil dari semua yang ada di sekitar mereka.Makhluk tersebut awalnya tidak punya apa-apa, hanya menjadi makhluk penunggu hutan layaknya makhluk-makhluk yang tinggal disana. Namun, ketika kedatangan para manusia beratus-ratus tahun yang lalu, makhluk itu semakin lama semakin kuat, semakin mendominasi, bahkan makhluk-makhluk di sekitarnya pun tunduk dan takut kepadanya.Para manusia-manusia ini saling memanfaatkan satu sama lain, atau lebih tepatnya malah dimanfaatkan oleh makhluk ini, para manusia itu menganggapnya layaknya dewa, yang diagungkan dan disembah dari waktu ke waktu hingga hari ini.Semakin
Aku kini ditinggal sendirian lagi di tempat ini.Mang Ayep tampaknya pergi kembali menjemput seseorang yang mungkin saja itu adalah orang-orang yang akan mengeksekusiku pada malam ini.Mereka yang Mang Ayep jemput adalah orang-orang yang tahu akan kebenaran tentang kampung ini dan akan membuatku menjadi tumbal agar kampung ini bisa kembali seperti semula.Jujur, aku tidak bisa kemana-mana lagi sekarang. Aku terkurung di dalam tiang-tiang besi ini dan tidak bisa untuk keluar. Sebuah gembok menggantung di dekatku dengan posisi yang terkunci, dan satu-satunya kunci yang bisa membuka gembok ini ada di Mang Ayep yang sekarang pergi meninggalkanku.Mang Ayep yang periang, juga seringkali bercanda ketika aku sedang sekolah dulu rupanya mengetahui semua cerita gelap tentang kampung ini.Sebuah kampung yang awalnya dihuni oleh tiga keluarga yang melarikan diri dari sesuatu, lalu meminta salah satu makhluk untuk menjadi penjaga mereka dengan imbalan tumbal setiap lima puluh tahun sekali.“Arggh
Brrrrr!Tubuh Mang Ayep tiba-tiba menggigil kedinginan, tepat ketika dirinya mendengar sebuah suara yang muncul secara tiba-tiba dekatnya.Padahal, ketika pintu besi itu dibuka, Mang Ayep tidak melihat siapapun yang masuk, yang ada hanyalah angin yang berhembus dengan kencang.Tapi meskipun Mang Ayep tahu di dekatnya ada makhluk, dia tetap berdiri dengan tegap.Mang Ayep sudah terbiasa bertemu para makhluk ketika dirinya menjaga sekolah dari dulu hingga hari ini, dia tidak terlalu takut seperti layaknya para warga lain ketika bertemu dengan para makhluk itu.Karena, dia sendiri tahu bahwa para makhluk itu bisa dia hindari dan dia lawan dengan sesuatu yang dia miliki, yaitu keilmuan yang secara turun-temurun yang dia pelajari untuk bekal dirinya ketika menjaga sekolah pada malam hari.Sontak, Mang Ayep langsung membalikan tubuhnya, dengan postur tubuhnya yang sedikit menantang dia berkata kepada sesuatu yang berbicara kepadanya pada saat itu.“Saha maneh? Wawanianan ngaganggu aing, teu
Haaaaa“Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa hal ini terjadi. Semua yang aku cari ternyata berujung kepada diriku sendiri.”“Tentang kampung,”“Tentang terror ini,”“Tentang sebuah kenyataan akan kebahagian juga semua kekayaan yang keluarga kami miliki selama ini.”Aku hanya bisa menundukan kepalaku di tengah-tengah tiang besi yang mengurungku pada saat ini. Kedua tanganku yang memegang tiang-tiang itu tidak aku lepaskan sama sekali, meskipun keringat dingin membuat peganganku menjadi licin.Entah mengapa, sama sekali tidak ada suatu kesedihan di dalam diriku saat ini, ketika Mang Ayep berkata bahwa akulah orang dari keluarga Wilaga yang seharusnya dikorbankan untuk bisa membuat Kampung Halimun kembali seperti semua.Semua kesedihanku itu mendadak hilang, rasa takut akan kematian yang mungkin saja akan terjadi kepadaku dalam waktu dekat pun tidak aku rasakan.Aku hanya bisa berpikir bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini dengan segera, mencari cara lain untuk bisa me
“Si-siapa kamu?”Aku tiba-tiba tertegun ketika melihat sosok itu, seorang anak muda yang tidak aku kenal tiba-tiba muncul dihadapanku pada saat ini.Dia tersenyum ramah kepadaku, aku pun yang melihatnya berdiri tepat di hadapanku merasa, bahwa pemuda ini adalah manusia tanpa ada sedikitpun kekhawatiran atas apa yang aku lihat.Karena, mungkin saja dia adalah makhluk yang membuat obor yang menyala di lorong padam.“Kamu gak perlu tahu siapa aku, yang pasti kamu seharusnya bukan berada di tempat ini.”“Seharusnya kamu bisa hidup tenang, tanpa ada bayang-bayang bahwa kamu harus mati ditumbalkan oleh para warga kampung yang sesat itu.”“Aku datang untuk mengajakmu keluar, membuatmu bisa terbebas dari tiang-tiang besi yang membelenggumu pada saat ini.”“Dan ketika kamu keluar, aku yakin kamu bisa mencari cara agar kamu bisa menyelamatkan kampung tanpa harus ada korban lagi kedepannya, karena aku sendiri sebagai warga kampung tidak mau hal ini terjadi lagi.”Aku benar-benar tidak mengerti,
Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek
Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s
Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak
“Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur
Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam
“Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke
Kejadian yang terjadi di Kampung Halimun semakin membuat gempar, bahkan hal itu dirasakan oleh salah satu kampung yang letaknya paling dekat dengan Kampung Halimun, sebuah kampung yang bernama Bale Leutik yang tepat berada di sisi hutan selepas perbatasan dari hutan perbatasan yang menjadi penghubung Kabupaten Bandung dan Cianjur.Sebuah kampung yang sangat besar, karena dilalui oleh jalanan provinsi yang menghubungkan kedua kabupaten sehingga masih banyak orang yang berlalu lalang meskipun malam sudah semakin larut.Mereka merasakan bahwa pada malam ini, terasa sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hawa dingin pegunungan yang biasanya bisa mereka atasi dengan suhu tubuh mereka yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, kini merasa kedinginan. Bahkan mereka melapis tubuh mereka dengan baju dalam dan jaket tebal serta sarung yang mereka kenakan.Apalagi, malam itu terdengar sangat gaduh, suara-suara dari hewan hutan yang tiba-tiba muncul dan berlarian seperti ketakutan o
Mataku benar-benar terbelalak, itu benar-benar Toni yang muncul di antara suara-suara yang sedang menggebrak pintu di tempat ini pada saat ini.Dia hanya berjalan sendirian dan tanpa ada ekspresi apapun pada saat itu. Sehingga membuat semua orang yang ada disana tiba-tiba terdiam dan menoleh ke arah Toni secara bersamaan. Bahkan, Maman yang dari tadi berlari dengan sekuat tenaga pun heran, karena yang muncul dari arah pintu bukanlah para makhluk yang meneror dirinya, melainkan seseorang yang dia kenal.“Bu, bukannya itu anak Pak Ayi?” kata Pak Emen yang tiba-tiba kaget ketika melihat Toni berjalan ke arah mereka.“Kenapa anaknya Pak Ayi berada disini?”Mereka yang berada disana terheran-heran atas apa yang terjadi kepada Toni pada saat itu. Mungkin saja seorang anak kecil yang tiba-tiba datang di hadapan mereka di tengah-tengah teror yang menakutkan yang mengelilingi mereka.Sontak, Para warga yang mengetahui bahwa anak itu adalah Toni, langsung mendekati Toni yang kini berdiri di dek
Teriakan, demi teriakan menggema di seluruh kampung. Mereka sekarang sudah tidak bisa membedakan lagi alam manusia dan alam gaib yang diliputi oleh kabut merah.Para warga yang seharusnya aman ketika bersembunyi di rumah-rumah mereka, kini tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Karena para makhluk yang ada di dalam kabut tersebut sekarang bisa masuk ke dalam rumah-rumah warga dan mencabut nyawa mereka.Suasana tampak sangat kacau, suara berisik dan suara cekikikan terdengar di dalam kabut, bahkan anak-anak yang menangis, yang belum sempat hidup lama di kampung ini pun tak luput dari teror mereka.Parah makhluk yang sudah menunggu setelah beratus-ratus tahun lamanya, kini bisa berpesta pora. Meneror semua manusia yang ada di dalamnya, mencabut nyawa mereka satu persatu dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya hingga kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan.Terlihat, darah-darah merah merona muncul di antara dinding-dinding rumah, darah itu mengucur secara perlahan dari