Brrrrr!Tubuh Mang Ayep tiba-tiba menggigil kedinginan, tepat ketika dirinya mendengar sebuah suara yang muncul secara tiba-tiba dekatnya.Padahal, ketika pintu besi itu dibuka, Mang Ayep tidak melihat siapapun yang masuk, yang ada hanyalah angin yang berhembus dengan kencang.Tapi meskipun Mang Ayep tahu di dekatnya ada makhluk, dia tetap berdiri dengan tegap.Mang Ayep sudah terbiasa bertemu para makhluk ketika dirinya menjaga sekolah dari dulu hingga hari ini, dia tidak terlalu takut seperti layaknya para warga lain ketika bertemu dengan para makhluk itu.Karena, dia sendiri tahu bahwa para makhluk itu bisa dia hindari dan dia lawan dengan sesuatu yang dia miliki, yaitu keilmuan yang secara turun-temurun yang dia pelajari untuk bekal dirinya ketika menjaga sekolah pada malam hari.Sontak, Mang Ayep langsung membalikan tubuhnya, dengan postur tubuhnya yang sedikit menantang dia berkata kepada sesuatu yang berbicara kepadanya pada saat itu.“Saha maneh? Wawanianan ngaganggu aing, teu
Haaaaa“Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa hal ini terjadi. Semua yang aku cari ternyata berujung kepada diriku sendiri.”“Tentang kampung,”“Tentang terror ini,”“Tentang sebuah kenyataan akan kebahagian juga semua kekayaan yang keluarga kami miliki selama ini.”Aku hanya bisa menundukan kepalaku di tengah-tengah tiang besi yang mengurungku pada saat ini. Kedua tanganku yang memegang tiang-tiang itu tidak aku lepaskan sama sekali, meskipun keringat dingin membuat peganganku menjadi licin.Entah mengapa, sama sekali tidak ada suatu kesedihan di dalam diriku saat ini, ketika Mang Ayep berkata bahwa akulah orang dari keluarga Wilaga yang seharusnya dikorbankan untuk bisa membuat Kampung Halimun kembali seperti semua.Semua kesedihanku itu mendadak hilang, rasa takut akan kematian yang mungkin saja akan terjadi kepadaku dalam waktu dekat pun tidak aku rasakan.Aku hanya bisa berpikir bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini dengan segera, mencari cara lain untuk bisa me
“Si-siapa kamu?”Aku tiba-tiba tertegun ketika melihat sosok itu, seorang anak muda yang tidak aku kenal tiba-tiba muncul dihadapanku pada saat ini.Dia tersenyum ramah kepadaku, aku pun yang melihatnya berdiri tepat di hadapanku merasa, bahwa pemuda ini adalah manusia tanpa ada sedikitpun kekhawatiran atas apa yang aku lihat.Karena, mungkin saja dia adalah makhluk yang membuat obor yang menyala di lorong padam.“Kamu gak perlu tahu siapa aku, yang pasti kamu seharusnya bukan berada di tempat ini.”“Seharusnya kamu bisa hidup tenang, tanpa ada bayang-bayang bahwa kamu harus mati ditumbalkan oleh para warga kampung yang sesat itu.”“Aku datang untuk mengajakmu keluar, membuatmu bisa terbebas dari tiang-tiang besi yang membelenggumu pada saat ini.”“Dan ketika kamu keluar, aku yakin kamu bisa mencari cara agar kamu bisa menyelamatkan kampung tanpa harus ada korban lagi kedepannya, karena aku sendiri sebagai warga kampung tidak mau hal ini terjadi lagi.”Aku benar-benar tidak mengerti,
DrapDrapDrapTerdengar sebuah langkah kaki seseorang yang sedang berlari di sebuah lorong panjang sehingga suaranya menggema ke setiap sudut kelas yang ada disana.Nafasnya yang sudah terengah-engah membuat langkah kakinya sedikit melambat, tapi dia tidak menghentikan langkah kakinya di dalam kabut yang sedang menyelimutinya, dia terus melangkahkan kakinya, pandangannya pun lurus ke depan tanpa peduli akan apa yang ada di sekitarnya.Hah, hah, hah,Nafasnya terdengar sangat berat, jantungnya berdetak dengan sangat kencang, keringat dingin yang memenuhi tubuhnya sudah dia tidak pedulikan lagi sekarang.Tujuannya hanya satu, yaitu tempat yang dia yakini tempat paling aman di antara tempat-tempat lain ketika malam tiba. Dan tempat itu berada di ujung lorong ini, di belakang sebuah kantin yang letaknya paling ujung.Dian akhirnya sudah sampai ke sekolah yang dia tuju, dia terus-menerus melangkah, meskipun terdengar banyak sekali suara menyeramkan di sisi kiri dan kanan, namun dia sedik
Sebuah bangunan yang terlihat tua kini terlihat olehku dari kejauhan. Kabut merah yang masih menutupi malam, tidak serta merta menghalangi pandanganku secara keseluruhan, karena bangunan itu terletak paling ujung dan berdiri sendiri dengan bentuk bangunan yang berbeda dengan bangunan yang lain.Sebuah bangunan yang aku kenal, bangunan yang sering dipakai oleh para warga untuk mengurus segala keperluan administrasi seperti pembuatan KTP, Akte Kelahiran, juga dokumen-dokumen yang lain untuk keluarganya.Bangunan tersebut tampak sangat besar, karena di sanalah semua data dari warga Kampung Halimun di simpan. Juga, disana pula lah tempat bagi seseorang dari keluarga Mandala, yang diberi mandat untuk memerintah Kampung dan mengatur segala hal agar ketiga keluarga ini bisa hidup damai, aman dan bekerja sama satu sama lain untuk memajukan Kampung Halimun.Tampak, sebuah plang yang menjadi penanda bangunan itu pun terlihat. Plang yang seharusnya berdiri kokoh disana kini tampak berkarat, kabu
Brttt Sebuah cahaya akhirnya muncul, cahaya tipis api dari sebuah kayu bakar yang dilapisi oleh sebuah kain lap yang ada di dapur. Aku sedikit bersyukur sekarang, karena kompor yang ada di dapur masih bisa menyalakan api pada saat itu, sehingga aku mencari cara agar aku bisa membuat obor sederhana untuk peneranganku. Hingga akhirnya, aku berhasil membuat itu. Dengan membakar kain lap yang berserakan di bawah dan di ikatkan ke sebuah kayu bakar yang aku dapatkan dari halaman belakang. Cahaya itu sepertinya bisa membantuku sekarang, membantuku menerangi jalan untuk melewati sebuah ruangan yang belum pernah aku masuki seumur hidupku, karena aku hanya tahu bahwa itu hanyalah sebuah ruangan kecil dengan toren air di atasnya. Namun, aku tidak tahu ada apa di dalam sana. Kreaaaakkk Pintu itu secara perlahan aku tarik hingga akhirnya terbuka, dan betapa terkejutnya aku ketika aku melihat bahwa di dalam sana ada sebuah tangga yang menurun kebawah. Seperti ada lorong yang lurus ke bawah ta
Hiks, hiks, hiks…Aku benar-benar tak kuasa menahan tangisku ketika aku melihat kondisi Bapak yang seperti itu, Bapak yang seharusnya sehat dan bugar kini terduduk lemas dengan banyaknya luka disana.Entah siapa yang tega membuatnya hingga seperti ini, Bapak tampaknya sudah terlihat sangat pasrah atas keadaanya sekarang.Aku mendekatinya dengan perasaan yang campur aduk, mataku terasa berkunang-kunang ketika melihat keadaannya yang parah seperti itu.Dia terus-menerus bergumam, berbicara kepadaku dengan energinya yang masih tersisa. Dia berbicara bahwa tidak seharusnya aku datang kesini untuk menyelamatkannya. Bahkan, dia terus-menerus berkata bahwa tidak seharusnya aku pulang.Karena dia tidak mau anaknya mengetahui apa yang terjadi di kampung ini sekarang.Aku sadar, apa yang dia katakan mengingatkanku akan sebuah perkataan dari Mang Ayep tentang usaha Bapak yang memenjarakanku tiga tahun yang lalu. Dan tampaknya, meskipun Bapak belum mengatakan apapun tentang ritual itu, aku sudah
“Kang, apakah semua persyaratannya sudah siap?”“Kalau sudah, coba kumpulkan di depan!”Tap, tap, tap,Tap, tap, tap,Terdengar secara perlahan, suara-suara gaduh dari orang-orang yang muncul secara tiba-tiba entah darimana.Orang-orang itu tampaknya sedang berlarian kesana kemari sibuk mempersiapkan sesuatu, mereka mengobrol satu sama lain dengan nada yang sedikit tergesa-gesa.Aku yang tidak ingat apa yang terjadi hanya bisa mendengar suara-suara itu, sebelum akhirnya aku membuka mata secara perlahan.Nyut,Arggghhh!Aku masih merasakan sakit di belakang kepala ketika aku membuka mata, rasa sakit dari balok kayu yang menghantam belakang kepalaku pada saat itu, sehingga aku langsung tidak sadar dan berakhir di tempat ini.Aku membuka mataku, dan kulihat secara samar-samar…Sebuah ruangan besar dengan obor-obor yang menerangi ruangan tersebut. Ruangan yang besarnya sebesar aula dengan dinding yang masih berupa batuan-batuan kapur yang belum dihaluskan.Namun, di beberapa dinding gua t