"Bunda Mimi. Saya sudah selesai beberes, boleh pulang?" tanya Kamini seraya meletakkan mangkuk terakhir cuciannya di dapur.
Almira membalikkan badan seraya menyerahkan bungkusan untuk di bawa pulang oleh Kamini.
"Boleh dong, ini buat makan malam sama Abah, ya Nak," jawab Almira seraya mengusap puncak kepala Kamini dengan rasa sayang.
Almira menyayangi gadis ini seperti putrinya sendiri. Maklum kedua anak kembarnya sekolah di luar negeri, jadi dengan adanya Kamini yang membantunya sekarang di rumah perkebunan menjadi salah seorang ART sedikit memberi hiburan dihatinya.
Kamini menerima pemberian Almira dengan suka cita. Ia selalu senang dibelai dengan penuh kasih sayang oleh Almira dia yang seorang anak piatu sangat rindu belaian kasih seorang ibu, terlebih saat ini ayahnya sedang sakit.
"Oh ya Nak, kamu nggak pingin gitu bantu di perkebunan? Kamu jago lho," ajak Almira.
"Untuk saat ini mungkin belum dulu Nda, kasihan Abah. Sebisanya Ami deh Bun pegang kerjaan," sahut Kamini.
"Ya udah deh kalau gitu," jawab Almira.
Davka masuk ke dapur menatap kedua wanita di depannya dan bertanya, "Lho, Nak kamu masih di sini?"
"Iya Yah," jawab Almira.
"Di rumahmu banyak kendaraan lho. Sepertinya ada tamu, keluarga Bibimu juga ada," terang Davka.
Kamini melongo menatap Davka ia sama sekali tidak tahu menahu soal akan kedatangan tamu.
"Tamu dari mana ya, Yah?" Pertanyaan lirih yang sepertinya ia tujukan untuk dirinya sendiri dari pada untuk ditanyakan kepada orang lain.
"Ayah nggak tahu pasti sih. Tapi sepertinya dari kota Nak. Ayah buru-buru tadi udah lapar banget." Davka meringis setelah berkata begitu.
Kamini tersenyum simpul pada pria tampan yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri itu.
"Iya deh Ami pulang sekarang ya." Setelah mengucapkan salam dan dibalas oleh keduanya iapun berlalu.
***
Kamini mengayuh sepedanya memasuki halaman rumahnya dengan kening berkerut.
Benar yang dikatakan Ayah Davka ada 2 mobil bagus banget seperti punya Ayah parkir di depan rumah. Siapa mereka ya? Batinnya.
Ia kemudian memarkir sepedanya di sebelah bale yang terletak di samping rumah. Kemudian berjalan memasuki rumah lewat pintu samping dan sayup-sayup ia mendengar suara penghulu mengatakan sesuatu kemudian diikuti suara bariton seorang pria yang tidak ia kenal.
"Saya terima nikah dan kawinnya Kamini Citra Kirana binti Sudarwanto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana bapak ibu semuanya sah?"
"SAH!!" jawab semua orang yang berada di ruang tamu rumah ayahnya.
"Abah, Bibi ada-" seru Kamini terpotong saat sang bibi kemudian mendorong tubuhnya masuk ke arah dapur.
Tetapi sebelumnya ia sempat menatap sang pria yang tadi mengucap ijab kabul di depan sang ayah, ada juga wali hakim serta penghulu dan ia sempat melirik seorang wanita cantik ia tahu wanita itu bernama Yolanda Suparjo, wanita yang sering membeli kue buatannya.
Setelah berada di dapur ia segera menanyakan apa yang sedang terjadi. "Bi, ada apa ini?" tanya Kamini dengan keheranan.
"Kamu teh udah nikah sekarang. Itu tadi suamimu," terang Mina sembari tersenyum bahagia.
"Apa! Kok bisa sih? Ami nggak kenal lho sama itu bapak-bapak," sahut Kamini, seraya mengerutkan dahinya.
"Hush ..., bukan bapak-bapak tauk. Orang keren begitu namanya Dirandra Ekadanta tahukan itu orang kaya, suaminya ibu Yolanda Suparjo," terang Mina lagi.
"Nah itu dia udah nikah, kenapa nikahin Ami?" Kamini sungguh bingung dengan situasi ini. Kepalanya tak berhenti berkali-kali menoleh ke arah ruang tamu. Ia sempat bersitatap dengan Yolanda yang tersenyum sangat cantik kepadanya.
"Dengar Ami sayang, gadis baik hati. Kamu tahukan Abahmu perlu biaya banyak untuk operasi kankernya. Nah Ibu Yolanda setuju bayar semuanya asalkan kamu mau dimadu dan memberi mereka keturunan. Nanti setelah anakmu lahir, kamu bebas deh mau ngapain nggak terikat lagi dengan mereka begitu," tukas Mina.
Kamini sedih, ia merasa dunia seakan bermusuhan dengannya sungguh dilema yang tak ada habisnya. Disatu sisi ia memang membutuhkan biaya untuk sang ayah sedangkan disisi lain ia harus merelakan diri dimadu dan menyerahkan buah hatinya nanti.
Sanggupkah ia?Andai saja ia cukup memiliki uang saat ini untuk biaya sang ayah berobat, dikarenakan usia sang ayah yang renta sehingga tindakan pengobatan tidak bisa ditunda lagi. Sedangkan modal usahanya tidak mencukupi untuk menutup semuanya. Apa lacur semua sudah terlanjur terjadi, kecewapun tak ada gunanya lagi.
Saat ia menunduk menatap lantai yang berada didepannya. Suara bariton yang tadi terdengar mengucap ijab kabul beserta sosoknya sudah berdiri di sebelahnya.
"Saat ini kamu sudah resmi menjadi istri saya jadi tidak ada kesempatanmu untuk menolak. Saya tahu sekali kamu sudah berkali-kali menolak bujukan istriku. Kita hanya menikah siri dan setelah kamu memberikanku anak kamu bebas pergi. Saya tidak akan mencampuri urusanmu," tegas Dirandra tanpa basa-basi begitu berdiri berhadapan dengan Kamini.
Kamini memandang nanar wajah Dirandra yang sedatar tembok balai desa, tanpa mimik muka yang berarti cenderung dingin malah. Kamini sadar ia sama sekali sudah tidak bisa menolak lagi. Ia teringat beberapa kali Yolanda memang memintanya untuk menjadi madunya.
Ia sudah pasrah kini entah bagaimana kedepannya yang terpenting sekarang ia bisa membiayai sang ayah untuk berobat.
Yolanda datang menghampiri dan memeluk bahunya seraya tersenyum. "Sekarang kamu udah jadi maduku, siap-siap gih. Selesaikan prosesi kemudian beresin bajumu, kita kembali ke rumah," ujar Yolanda.
"Tapi Abah gimana?" tanya Kamini khawatir dengan sang ayah.
"Udah kamu teh tenang aja biar bibi yang urus Abah yah? Udah sana cepet siap-siap," sela Mina.
Kamini hanya menurut dan memasuki kamarnya yang kebetulan memang berada tepat di samping dapur.
Setelahnya ia mencium tangan sang ayah dan berpamitan ia jelas tak bisa membendung tangisan harunya. Sungguh berat hatinya meninggalkan sang ayah. Sang ayah memeluknya erat dan mencium keningnya.
"Saatnya kamu berbahagia ya Nak," pesan sang ayah
Kamini terharu dan merasa dadanya berat. Sang ayah memang sungguh sangat menyayanginya.
Kamini berjalan bersisian dengan Yolanda dan keluarga Dirandra, sebelum ia membuka pintu mobil terdengar beberapa perkataan tetangganya.
"Nah gitu dong tau diri kalau anak pungut itu," sindir salah seorang tetangga.
"Syukur ada orang kaya mau jadikan istri kedua yah. Padahal Ami mah nggak jelas anak siapa. Untung teh Abah nemu dia di pinggir empang," kata yang lain.
"Eh bukan empang tau tapi di emperan toko," sahut yang lainnya juga.
Kamini mengerutkan kening tak paham apa yang sebenernya terjadi tetapi ia tak punya banyak waktu untuk merespon ucapan tetangganya itu karena punggungnya sudah didorong oleh Yolanda untuk masuk ke mobil mewah itu.
Kehidupannya yang awalnya tenang dan sederhana berubah sekarang, dengan menguatkan hati ia menerima kenyataan pahit ini. Orang yang kuat bukanlah yang selalu menang, tetapi ia yang selalu bisa bertahan dan bisa melalui kerasnya badai kehidupan.
Kamini tampak duduk dengan tidak tenang dan gelisah. Ia memalingkan wajahnya dalam diam menghadap keluar jendela. Limosin yang ditumpanginya seperti bergerak lambat, rupanya kediaman sang suami sangat jauh."Tenang saja kamu tidak akan tinggal satu atap dengan saya. Kamu akan tinggal di paviliun belakang. Jadi kau tak perlu repot-repot mengurus saya. Jika
Dirandra bergegas ke dalam kamar tidurnya, ia mendapati istrinya sudah menunggu di atas ranjang dengan pose yang mengundang. Dirandra mengunci pintu dan berjalan mendekati kaki ranjang dengan pandangan matanya menatap tubuh istrinya yang molek berbalut lingerie biru laut pemberiannya. Dengan ukuran dadanya yang besar membuat belahan indah itu terlihat dengan sempurna.Yolanda tersenyum menggoda dan mengulurkan tangannya, Dirandra merendahkan tubuhnya mengecup sekilas bibir Yolanda ke
Kamini merasa tubuhnya bergetar gugup saat merasakan bukti gairah Dirandra menekan pantatnya. Kedua tangannya mencengkeram toples kaca itu erat-erat sejak Dirandra memberikan padanya tadi."Tuan bisa mundur sedikit?" cicitnya. Suaranya nyaris seperti bisikan hampir tak terdengar. Kamini gugup luar biasa ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Terlebih seorang pria dewasa seperti Dirandra yang berbeda sepuluh tahun darinya. Dari mana ia tahu perbedaan usianya dengan sang suami karen
Sementara itu, Kamini yang berada di dalam kamar mandi setelah menyikat gigi dan mencium kedua ketiaknya untuk memastikan jika keduanya tidak berbau yang tidak sedap, kemudian menurunkan celana dalamnya dan duduk di atas closet untuk buang air kecil bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Kamini tersentak dengan pandangan Dirandra yang telah bertelanjang bulat di depannya dengan tubuh yang terpahat sempurna, seperti patung dewa Yunani yang sering di lihat Kamini di televisi milik bunda Mimi.
Kamini yang masih terbuai dengan ciuman Dirandra masih memejamkan mata dan terdiam tak bergerak. Seolah ia pasrah dengan apa yang akan diperbuat oleh Dirandra.Ingat ..., Ami semua demi Abah.Tak terasa air mata mengalir dikedua sudut matanya ia teringat jika hanya tinggal sang ayah dan keluarga bibinya saja yang ia punya. Ibunya
Kamini kembali menunduk, Dirandra memegangi dagunya menengadahkan wajah Kamini. Dirandra menundukkan kepala dan melumat bibir Kamini dengan ciuman yang dalam dan intens. Kembali ia mengangkat tubuh Kamini agar kakinya melingkar di pinggangnya. Kemudian menyandarkan tubuh Kamini di dinding bilik shower dan kembali memasukinya.Kamini mengalungkan kedua tangannya di leher Diandra. Diandra dengan gemas mencumbu leher dan bahu Kamini dan bahkan sampai didada, perut dan pangkal pahanya tak luput dari jejak bibirnya.
"Mbak Kamini!"Kamini menoleh dan tersenyum kepada Sardi. Ia berjalan menghampiri Sardi yang sedang memangkas rumput di sebelah ayunan."Iya Kang, eh kenalan dulu atuh, saya teh Kamini panggil aja Ami. Ami mah gadis desa juga nggak usah dipanggil Mbak,” ujar Kamini dengan malu-malu dan mengulurkan tangannya.
"Jadi Nak apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Burhan."Kamini kemarin sudah minta ijin sama Bunda mau kerja Ayah,” jawabnya."Kerja apa itu?""Kamini dapat ruko, begitu rencananya mau jualan."
Asoka merogoh kantong celananya dan memeriksa pesan dari Kenzo. Abang Kenzo: “Dek, Abang nggak bisa jemput karena ban motor pecah nih. Untung ketahuan tadi pas Abang beli nasi padang. Kamu dijemput Janu saja ya?”Asoka: “Nggak usah Bang, Asoka naik ojek saja. Abang Janu masih ada pertandingan basket katanya.”
Dua minggu berselang, Kenzo yang sudah semakin membaik kembali ke rumah. Kamini bersama dengan Janu juga sudah kembali ke sana. Kedua anak itu tampak sangat bersemangat, Kenzo di tepi kolam renang dengan gembira memainkan legonya seraya melihat Janu saudaranya sedang bermain air bersama dengan kedua sepupunya yang lain di dalam kolam renang.Kamini menyaksikan keasikan ketiga putranya dari pintu kaca penghubung dapur bersih dan halaman samping terse
Kamini menghela nafasnya. “Semoga setelah melihat ini, Abang bisa berubah pikiran dan merestui Ami. Ami sayang kalian berdua, jadi tolong jangan suruh Ami memilih,” ujar Kamini lagi dengan tatapan memohon kepada Edgar.Kamini menyimpan laptop persis di depan Edgar ia memilih salah satu file dan kemudian membukanya di hadapan Edgar.
“Akhirnya kamu menikah Nak,” ucap Delphina begitu berada di sebelah Kamini seraya menangkup wajah putrinya.Begitu banyak wejangan yang diberikan oleh sanak saudara yang hadir. Minus kehadiran Edgar, Kamini sedih karena saudara sulungnya tidak hadir tetapi dilain pihak jika abangnya itu ada disini ia tidak akan menikah dengan Dirandra. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi jika nanti abangnya itu tahu.
“Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta restu melamar Kamini kembali. Saya cinta Kamini Pak, Bu,” ujar Dirandra.“Setelah lima tahun, kamu baru sekarang menginjakkan kaki di sini? Emang berapa jauh sih dari Garut ke Bandung?”
“Kok, mukanya sama kayak Abang, yah? Beda sama Asoka?” tanya Kenzo seraya meneliti wajah Janu.
Dirandra keluar dari kamar mandi bersamaan dengan perawat yang sudah kembali ke depan. Dirandra mengamati Kamini yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang.
Dirandra merapatkan dekapannya tangannya sudah berpindah menahan tengkuk Kamini dan menekan tulang punggung Kamini menguncinya rapat menempel padanya. Dirandra menundukkan wajahnya dan tanpa bis ditahan lagi keduanya saling melekatkan bibir dan melumat, bertukar saliva yang hambar tapi terasa manis untuk keduanya. Lidah dirandra menyerbu masuk ke dalam rongga mulut Kamini, mengabsen setiap gigi geligi.
Kamini bernafas lega saat Dirandra mengangguk. Janu juga sudah mulai rewel minta tidur. Kamini menyuruhnya untuk membersihkan diri. Untuk anak berusia lima tahun ia sudah cukup mandiri. Asmah datang membawakan baju ganti untuk mereka semua. Tadi, sebelum ke Rumah Sakit. Asmah juga sudah mampir ke rumah Dirandra untuk membawakan baju ganti untuk Burhan, Dirandra dan juga Tanti.