Dirandra bergegas ke dalam kamar tidurnya, ia mendapati istrinya sudah menunggu di atas ranjang dengan pose yang mengundang. Dirandra mengunci pintu dan berjalan mendekati kaki ranjang dengan pandangan matanya menatap tubuh istrinya yang molek berbalut lingerie biru laut pemberiannya. Dengan ukuran dadanya yang besar membuat belahan indah itu terlihat dengan sempurna.
Yolanda tersenyum menggoda dan mengulurkan tangannya, Dirandra merendahkan tubuhnya mengecup sekilas bibir Yolanda kemudian menegakkan tubuh dan menanggalkan seluruh pakaiannya. Setelahnya ia kembali bergabung dengan sang istri.
Dirandra meraih pinggul Yolanda yang berbaring telentang dan melepaskan g-string berwarna senada dengan lingerie-nya. Ia menatap tubuh mulus tanpa noda milik yolanda dengan penuh pemujaan. Kedua tangannya merentangkan kaki Yolanda kepalanya menunduk menghirup bau khas inti tubuh Yolanda yang selalu ia sukai. Lidahnya terjulur menjilati milik sang istri yang saat ini sudah mulai mendesah dan membusungkan dadanya, sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk Yolanda mendapatkan pelepasannya, seketika Dirandra duduk dan memposisikan dirinya di tengah. Menggosokkan miliknya dan dalam satu kali hentakan ia masuk seluruhnya.
Lenguhan dan desahan keduanya saling bersautan. Sial bagi Dirandra ia malah teringat wajah Kamini dan teringat unntuk mendapatkan bayi dari gadis polos itu, tiba-tiba ia merasa enggan untuk melepaskan benih dalam rahim Yolanda sehingga sesaat sebelum ia mendapatkan pelepasannya. Ia mendesah dengan keras, mencabut miliknya dan mengeluarkan cairannya di atas perut Yolanda dengan mata terpejam. Yolanda yang masih terengah menikmati pelepasannya mengerutkan alisnya dan protes, "Kenapa dikeluarin di luar?" Tanyanya curiga.
Dirandra yang tanpa sengaja mengeluarkan di luar seketika membuka matanya dan menatap istrinya.
Astaga, apa yang kulakukan?
Apa yang terjadi hanya spontanitas, Dirandra sama sekali tak bermaksud seperti itu semuanya hanya disebabkan dorongan suasana hatinya saja.
"Maaf Sayang, aku nggak tau kenapa tiba-tiba ingin keluarin di luar," ujarnya berusaha menyakinkan sang istri.
Yolanda cemberut tampak kekecewaan di wajahnya.
"Ada apa sih sama kamu Mas? Baru aja cewek itu di rumah ini kamu udah gini." Dirandra memalingkan wajahnya dan duduk ditepi ranjangnya.
"Semuanya nggak ada hubungannya dengan gadis itu," jawab Dirandra tegas. Kemudian ia memalingkan wajahnya menatap Yolanda. "Jangan berpikir yang tidak-tidak."
Yolanda mengepalkan kedua telapak tangannya, hatinya terbakar api cemburu terhadap Kamini. Entah mengapa ia tak kunjung memiliki anak dengan Dirandra padahal mereka berdua normal. Hal itu sudah di buktikan dengan banyaknya tes yang mereka lakukan di rumah sakit. Yolanda teringat seseorang yang bisa membantunya mendapatkan keturunan, Yolanda tersenyum manis. Mengingat pria itu sedikit mengobati kekecewaannya terhadap Dirandra malam ini.
Dirandra sendiri mengira senyum manis istrinya karena ia sudah tidak marah karena ulahnya tadi, ia mencondongkan tubuh dan mengecup pelipis kanan sang istri. Dirandra kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke kamar mandi membersihkan dirinya. Ia ingin segera menuntaskan dengan Kamini, supaya gadis itu segera hamil anaknya.
Entah mengapa ada perasaan yang menghangat di dalam hatinya saat membayangkan memiliki anak dari rahim gadis desa itu.
Ia tersenyum sendiri sembari membersihkan dirinya.Kamini yang merasa tubuhnya remuk redam karena sedari tadi tanpa sadar menahan ketegangan yang disebabkan oleh seluruh kejadian sepanjang hari ini memutuskan untuk langsung beristirahat, ia bahkan tak mengingat perkataan para tetangganya dan bahwa asaat ini ia memiliki seorang suami sekarang. Perawatan yang tadi telah ia lakukan tak juga bisa mengenyahkan rasa lelah yang masih setia menempel di tubuhnya.
Ia mengganti gaun selutut yang ia pakai berkat pemberian ibu mertuanya. Tadi setelah perawatan, mereka makan malam bersama. Semua orang tampak santai dan tak terjadi apa-apa, tetapi berbeda dengannya yang merasa bernafas saja memerlukan usaha yang keras terlebih Dirandra dan adik lelakinya yang bernama Dirga tak henti mencuri pandang ke arahnya. Yolanda pun memperhatikan seluruh gerak geriknya.
Kamini baru saja selesai mandi dan melilitkan handuk di tubuhnya karena ia tak terbiasa dengan menggunakan bath robe, walaupun semuanya sudah lengkap tersedia di sana. Ia bergegas menggunakan daster batik baju ternyamannya untuk mengakhiri hari. Ia merasakan perutnya kembali keroncongan mungkin karena ketegangan yang ia rasakan sudah berangsur berkurang.
Ia keluar menuju dapur dan tidak mendapati bahan makanan apapun di sana. Kamini terpikir untuk kembali ke rumah utama mengambil makanan untuk malam ini tetapi hatinya bimbang, ia enggan untuk bertemu dengan Yolanda dan si pria dingin. Kamini bergidik, merinding buluromanya membayangkan jika bertemu kembali dengan Dirandra. Keningnya berkerut, rasa-rasanya ia pernah bertemu dengan Dirandra tapi entah dimana ia lupa. Tapi mungkin juga pernah bertemu, ia saja sering bertemu dengan Yolanda yang sering membeli makanan yang ia bikin.
Bodoh, jelas saja bakalan ketemu lagi. Gimana bisa punya anak?
Kamini cemberut, ia tidak ikhlas akan pemikiran dirinya sendiri itu. Sejujurnya ia masih tidak siap tetapi semuanya sekali lagi demi sang ayah. Sebagai seorang anak ia tentu saja tidak ingin dianggap durhaka dan tidak tahu balas budi. Ia menghembuskan nafas dari mulutnya, seolah-olah hal itu bisa membantu mngurai perasaan tak menentu yang berkecamuk di dalam hatinya.
Huff, yang terpenting perut nggak keroncongan deh. Kalau ketemu nanti anggap aja lagi sial. Eh ... Bukannya emang dah sial? Duh nasib-nasib.
Baru saja ia akan membuka pintu depan ponselnya berdering, ia berbalik dan kembali ke dalam kamar untuk menerima panggilan tersebut.
"Halo Bi ada apa?"
"Eh ..., Ami tolong bilang makasih sama Tuan ganteng uangnya sudah Bibi terima, besok pagi Bibi bawa Abah ke rumah sakit di Bandung ya Nak."
"Oh iya Bi nanti Ami sampaikan." Perasaan Kamini semakin tidak karuan. Semua ini salah, ini tidak sah. Ia sama sekali tidak tahu akan dinikahkan, bahkan ia tak mengenali siapa suaminya.
"Nak jaga diri baik-baik ya. Makasih semuanya semoga kamu bahagia,” imbuh Mina lagi.
Bahagia? Entahlah akankah ia bisa meraih bahagia jika nantinya ia akan terpisahkan dengan sang buah hati. Kamini tanpa sadar mengusap perutnya yang datar. Belum juga pecah perawan tapi rasanya ia tak rela melepas buah hatinya.
Kruk ... kruk ....
Suara perutnya yang nyaring menyadarkan kembali ia dari lamunannya. Kamini bergegas kembali ke rumah utama lewat pintu samping yang langsung terhubung dengan dapur.
***
Kamini sedang berjinjit berkonsentrasi mengambil toples kaca di kabinet atas. Ia terperanjat saat ada sebuah pangan kekar terulur menggapai toplesnya sebelum ia dapat meraihnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya suara itu tegas. Sudah pasti Kamini terperanjat karena suara itu, suara salah satu orang yang tak ingin ia temui secepat ini ia belum siap tepatnya. Si pria sedingin es, siapa lagi kalau bukan Dirandra.
"Emmm ... saya mau ambil toples untuk wadah biskuit." Suara Kamini bergetar gugup. Posisi mereka sangat amat dekat bahkan bagian depan Dirandra sudah menempel dengan pantat sintal Kamini. Memang Kamini kurus dan mungil tetapi pantatnya yang berisi memiliki nilai lebih. Buktinya di desa banyak pemuda yang sebenarnya menyukainya, tetapi karena rasa minder akibat wajahnya yang berjerawat dan berkacamata membuatnya tak percaya diri.
Kamini merasa tubuhnya bergetar gugup saat merasakan bukti gairah Dirandra menekan pantatnya. Kedua tangannya mencengkeram toples kaca itu erat-erat sejak Dirandra memberikan padanya tadi."Tuan bisa mundur sedikit?" cicitnya. Suaranya nyaris seperti bisikan hampir tak terdengar. Kamini gugup luar biasa ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Terlebih seorang pria dewasa seperti Dirandra yang berbeda sepuluh tahun darinya. Dari mana ia tahu perbedaan usianya dengan sang suami karen
Sementara itu, Kamini yang berada di dalam kamar mandi setelah menyikat gigi dan mencium kedua ketiaknya untuk memastikan jika keduanya tidak berbau yang tidak sedap, kemudian menurunkan celana dalamnya dan duduk di atas closet untuk buang air kecil bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Kamini tersentak dengan pandangan Dirandra yang telah bertelanjang bulat di depannya dengan tubuh yang terpahat sempurna, seperti patung dewa Yunani yang sering di lihat Kamini di televisi milik bunda Mimi.
Kamini yang masih terbuai dengan ciuman Dirandra masih memejamkan mata dan terdiam tak bergerak. Seolah ia pasrah dengan apa yang akan diperbuat oleh Dirandra.Ingat ..., Ami semua demi Abah.Tak terasa air mata mengalir dikedua sudut matanya ia teringat jika hanya tinggal sang ayah dan keluarga bibinya saja yang ia punya. Ibunya
Kamini kembali menunduk, Dirandra memegangi dagunya menengadahkan wajah Kamini. Dirandra menundukkan kepala dan melumat bibir Kamini dengan ciuman yang dalam dan intens. Kembali ia mengangkat tubuh Kamini agar kakinya melingkar di pinggangnya. Kemudian menyandarkan tubuh Kamini di dinding bilik shower dan kembali memasukinya.Kamini mengalungkan kedua tangannya di leher Diandra. Diandra dengan gemas mencumbu leher dan bahu Kamini dan bahkan sampai didada, perut dan pangkal pahanya tak luput dari jejak bibirnya.
"Mbak Kamini!"Kamini menoleh dan tersenyum kepada Sardi. Ia berjalan menghampiri Sardi yang sedang memangkas rumput di sebelah ayunan."Iya Kang, eh kenalan dulu atuh, saya teh Kamini panggil aja Ami. Ami mah gadis desa juga nggak usah dipanggil Mbak,” ujar Kamini dengan malu-malu dan mengulurkan tangannya.
"Jadi Nak apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Burhan."Kamini kemarin sudah minta ijin sama Bunda mau kerja Ayah,” jawabnya."Kerja apa itu?""Kamini dapat ruko, begitu rencananya mau jualan."
"Bunda ikut ya Nak, Bunda mau lihat usaha Kamini. Boleh?""Boleh Bunda, biar nggak ada yang curiga dengan Ami," ujar Kamini sembari melirik wajah suaminya.Usaha yang didirikan Kamini baru berdiri selama tiga tahun terakhir. Ia memang ti
Tania yang sedari tadi merasa penasaran dengan kegiatan yang berada di kantor terlebih lagi ada beberapa driver ojol yang melakukan pemesanan. Tania bertanya pada Kamini yang tampaknya sudah selesai melakukan panggilan."Ami, ini kantor apa?""Ini kantor untuk pemesanan
Asoka merogoh kantong celananya dan memeriksa pesan dari Kenzo. Abang Kenzo: “Dek, Abang nggak bisa jemput karena ban motor pecah nih. Untung ketahuan tadi pas Abang beli nasi padang. Kamu dijemput Janu saja ya?”Asoka: “Nggak usah Bang, Asoka naik ojek saja. Abang Janu masih ada pertandingan basket katanya.”
Dua minggu berselang, Kenzo yang sudah semakin membaik kembali ke rumah. Kamini bersama dengan Janu juga sudah kembali ke sana. Kedua anak itu tampak sangat bersemangat, Kenzo di tepi kolam renang dengan gembira memainkan legonya seraya melihat Janu saudaranya sedang bermain air bersama dengan kedua sepupunya yang lain di dalam kolam renang.Kamini menyaksikan keasikan ketiga putranya dari pintu kaca penghubung dapur bersih dan halaman samping terse
Kamini menghela nafasnya. “Semoga setelah melihat ini, Abang bisa berubah pikiran dan merestui Ami. Ami sayang kalian berdua, jadi tolong jangan suruh Ami memilih,” ujar Kamini lagi dengan tatapan memohon kepada Edgar.Kamini menyimpan laptop persis di depan Edgar ia memilih salah satu file dan kemudian membukanya di hadapan Edgar.
“Akhirnya kamu menikah Nak,” ucap Delphina begitu berada di sebelah Kamini seraya menangkup wajah putrinya.Begitu banyak wejangan yang diberikan oleh sanak saudara yang hadir. Minus kehadiran Edgar, Kamini sedih karena saudara sulungnya tidak hadir tetapi dilain pihak jika abangnya itu ada disini ia tidak akan menikah dengan Dirandra. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi jika nanti abangnya itu tahu.
“Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta restu melamar Kamini kembali. Saya cinta Kamini Pak, Bu,” ujar Dirandra.“Setelah lima tahun, kamu baru sekarang menginjakkan kaki di sini? Emang berapa jauh sih dari Garut ke Bandung?”
“Kok, mukanya sama kayak Abang, yah? Beda sama Asoka?” tanya Kenzo seraya meneliti wajah Janu.
Dirandra keluar dari kamar mandi bersamaan dengan perawat yang sudah kembali ke depan. Dirandra mengamati Kamini yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang.
Dirandra merapatkan dekapannya tangannya sudah berpindah menahan tengkuk Kamini dan menekan tulang punggung Kamini menguncinya rapat menempel padanya. Dirandra menundukkan wajahnya dan tanpa bis ditahan lagi keduanya saling melekatkan bibir dan melumat, bertukar saliva yang hambar tapi terasa manis untuk keduanya. Lidah dirandra menyerbu masuk ke dalam rongga mulut Kamini, mengabsen setiap gigi geligi.
Kamini bernafas lega saat Dirandra mengangguk. Janu juga sudah mulai rewel minta tidur. Kamini menyuruhnya untuk membersihkan diri. Untuk anak berusia lima tahun ia sudah cukup mandiri. Asmah datang membawakan baju ganti untuk mereka semua. Tadi, sebelum ke Rumah Sakit. Asmah juga sudah mampir ke rumah Dirandra untuk membawakan baju ganti untuk Burhan, Dirandra dan juga Tanti.