Kamini tampak duduk dengan tidak tenang dan gelisah. Ia memalingkan wajahnya dalam diam menghadap keluar jendela. Limosin yang ditumpanginya seperti bergerak lambat, rupanya kediaman sang suami sangat jauh.
"Tenang saja kamu tidak akan tinggal satu atap dengan saya. Kamu akan tinggal di paviliun belakang. Jadi kau tak perlu repot-repot mengurus saya. Jika saya memerlukanmu saya yang akan datang ke sana. Mengerti?" terang Direndra yang sedari tadi memperhatikan Kamini yang duduk di depannya. Ia tidak tahan dengan aksi diam gadis belia yang sekarang sudah resmi menjadi istri sirinya tersebut.
Kamini mengalihkan pandangannya menatap sepasang suami istri yang duduk di depannya itu.
"Lalu apa yang harus saya lakukan saat anda tidak datang tuan?"
"Kamu bisa membantu para pelayan di rumah. Toh itu yang selama ini kamu lakukan bukan. Jika nanti orang tua saya bertanya, bilang kamu yang meminta tinggal terpisah. Jelas?!"
Bagus, ternyata aku dinikahi benar-benar hanya untuk menjadi ibu pengganti. Dan diperlakukan seperti pembantu? Baiklah aku pasti bisa !! Setidaknya tidak setiap hari akan bertatap muka dengan pria sedingin ini.
"Tentu baiklah." Kamini mengangguk. Ia tentu sedikit terhibur dengan pemikirannya sendiri.
"Tetapi ingat jika di hadapan mertua kita, kamu harus berpakaian yang baik dan jangan mengerjakan pekerjaan rumah mengerti kamu?" ujar Yolanda ketus.
Ternyata wanita ini tak sebaik penampilannya. Tentu saja mungkin ia menaruh cemburu karena harus berbagi suami dengan wanita lain. Jangankan cantik, wajah Kamini bisa dikatakan biasa saja. Sebenarnya ia cantik tetapi tertutup oleh wajahnya yang sedikit berjerawat akibat sisa-sisa akhir masa remajanya dengan kulitnya yang kuning Langsat dan berkacamata tebal.
Ia juga sempat tadi melihat sang suami melihatnya dengan raut wajah sedikit jijik. Apakah memang begitu atau hanya perasaan Kamini saja? Yang jelas perbedaan antara Yolanda yang terawatt dan dirinya sangat terlihat.
***
Tak terasa mobil sudah memasuki halaman rumah yang seperti istana dalam dongeng yang sering ia bacakan pada anak-anak TK di perkebunan. Tanpa berkata-kata ia segera turun sesaat setelah sang sopir membukakan pintunya.
Ia mengedarkan pandangannya menatap keliling halaman depan rumah itu yang ternyata juga dijaga sangat ketat oleh beberapa orang berseragam hitam.
Tepukan di bahunya mengagetkannya. Ia pun menoleh berhadapan dengan sang ibu mertua bernama Tania yang saat ini menatapnya lembut.
"Ayo ikut bunda, bunda sudah siapkan orang untuk merubah penampilanmu." Ternyata mereka sudah mempersiapkan semuanya. Kamini menduga Yolanda pasti yang merencanakan semuanya.
"Emangnya teh kenapa dengan penampilan saya ya bunda?" Kamini bingung ia merasa baik-baik saya yah memang bajunya sangat sederhana dibandingkan mereka yang berada di rumah ini.
Bahkan pakaian para pelayan di sini lebih bagus dari miliknya. Tetapi dia memiliki beberapa pakaian bagus yang diberikan oleh Almira dan Anulika. Bukan berarti Kamini tidak bisa membeli baju bermerk tetapi ia tahu usaha yang sedang ia rintis memerlukan biaya yang tidak sedikit dan ia jelas tidak ingin gegabah menghamburkan tabungannya.
***
"Kamu mirip sekali dengan temanku sewaktu muda dulu. Tapi sekarang dia tinggal dengan keluarganya di Australia," ujar Burhan Ekadanta.
Kamini tersenyum, "Masa iya, Ami mah orang miskin. Teman ayah tuan pasti orang kaya. Mana mungkin teh mirip," jawabnya lugu.
Mereka sekarang telah duduk di ruang keluarga. Burhan terbahak mendengar celoteh Kamini, ia sungguh terhibur dengan kehadiran sosok gadis ini. Lugu dan polos tetapi Burhan tahu Kamini juga gadis yang pintar. Perbincangan singkat dengan Sudarwanto sang ayah tadi saja, Burhan sudah bisa memahaminya. Tak salah jika Burhan mengijinkan sang putra sulung untuk menikah kedua kalinya.
"Kamu tahu di dunia ini banyak orang yang terlahir mirip di seluruh belahan dunia lho," kata Burhan.
Sebelum Kamini membalas ucapan Burhan, Tania datang dari arah dalam kemudian menggandeng tangan Kamini membimbingnya bangkit dan mengajaknya ke ruang favoritnya. Tetapi sebelumnya ia menatap sang putra dan istrinya.
"Bunda pinjam Kamini sebentar ya? Kamu belum ingin malam pertama bukan?"
Direndra mengangguk, "Tentu Bun, silahkan lakukan sesuka Bunda," jawabnya cuek.
Yolanda terlihat kaku dan mengepalkan tangannya mendengar perkataan sang ibu mertua. Ia tampak tidak senang sang ibu mertua menaruh perhatian lebih kepada madunya.
"Ayok sayang kita perawatan dulu," ajak Tania.
Kamini dengan patuh mengikuti langkah Tania menuju ruang perawatan yang ia maksud, di sana sudah ada beberapa orang terapis yang akan memanjakan tubuhnya dan benar saja dari ujung rambut sampai kakinya sudah mendapatkan perawatan secara menyeluruh selama lima jam.
"Sayang, oh wow cantik sekali kamu," pekik Tania takjub dengan perubahan diri Kamini.
Kamini yang sedari tadi tidak melihat kaca terbengong dengan perkataan Tania.
"Eh, nanti kamu tidur di kamar sebelah kamar bunda ya?"
Kamini kemudian teringat dengan perkataan Direndra dan sang istri di mobil tadi, kemudian berujar dengan sangat hati-hati agar tidak menyinggung perasaan mertuanya yang baik ini.
"Bunda boleh tidak kalau Ami tinggal terpisah gitu?"
Tania dengan raut wajah sendu menangkup kedua pipi menantunya, "Kenapa? Kamu pasti merasa nggak enak hati ya karena ada madumu? Ya udah deh nggak apa. Nanti kamu tinggal di paviliun samping. Biar bunda bujuk ayah ya."
Kamini merasa lega untungnya tidak perlu banyak usaha untuk membujuk sang mertua. Ia pun pasti tidak merasa nyaman tinggal satu atap dengan kedua orang ketus tersebut. Yolanda yang ia pikir orang baik ternyata aslinya galak.
Setelah selesai makan malam Kamini undur diri kembali ke paviliun dan Yolanda masuk ke kamar tidur sedangkan Dirandra ke ruang kerjanya, ia berdalih ada beberapa berkas yang harus ia selesaikan terlebih dahulu malam ini, saat kedua orang tuanya menyinggung tentang malam pertama pernikahan keduanya dengan Kamini.
Setelah beberapa waktu berselang, Dirandra mendesah dan menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya, ia tak bisa berkonsentrasi karena terbayang wajah polos Kamini. Ia merasa tak enak hati terhadap gadis itu, gadis yang pernah menolong dirinya saat ia terserempet mobil dengan pengendara yang sedang mabuk dua tahun yang lalu. Dirandra teringat jika saja Kamini tidak menarik lengannya ke pinggir trotoar Ia pasti tidak akan tertolong. Sekarang ia sendiri yang menarik gadis itu dalam lingkaran masalahnya.
Sudut bibirnya naik membentuk garis tipis, gadis itu dapat dengan mudah melupakannya, padahal sejak hari naas itu padahal tak sedetikpun Dirandra melupakan Kamini. Apa sih yang diinginkan Dirandra? kenapa ia harus tersinggung jika Kamini tidak mengingat dirinya?
Ingat Dirandra kau pria beristri! Tegur hati nuraninya.
Dirandra menyugar rambutnya kasar dan meminum air jahe hangat yang tadi dibikinkan oleh Kamini sebelum ia kembali ke paviliun. Dirandra menghabiskan minumannya, ia merasa bersemangat. Persetan dengan semuanya yang terpenting ia akan segera memiliki anak. Yolanda yang sudah ia nikahi selama lima tahun ini sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan padahal ia rutin berhubungan intim.
Jika saja ia tidak mengenali Kamini, tentu saja ia tidak akan menuruti permintaan konyol Yolanda ini. Dirandra sudah sangat ingin memiliki anak, tetapi sebelum ia melakukan dengan Kamini ia ingin memesrai Yolanda terlebih dahulu karena dalam pikirannya. Jika saat ia nanti menyentuh Kamini, rasa dan tubuh Yolandalah yang akan ia bayangkan.
Dirandra bergegas ke dalam kamar tidurnya, ia mendapati istrinya sudah menunggu di atas ranjang dengan pose yang mengundang. Dirandra mengunci pintu dan berjalan mendekati kaki ranjang dengan pandangan matanya menatap tubuh istrinya yang molek berbalut lingerie biru laut pemberiannya. Dengan ukuran dadanya yang besar membuat belahan indah itu terlihat dengan sempurna.Yolanda tersenyum menggoda dan mengulurkan tangannya, Dirandra merendahkan tubuhnya mengecup sekilas bibir Yolanda ke
Kamini merasa tubuhnya bergetar gugup saat merasakan bukti gairah Dirandra menekan pantatnya. Kedua tangannya mencengkeram toples kaca itu erat-erat sejak Dirandra memberikan padanya tadi."Tuan bisa mundur sedikit?" cicitnya. Suaranya nyaris seperti bisikan hampir tak terdengar. Kamini gugup luar biasa ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Terlebih seorang pria dewasa seperti Dirandra yang berbeda sepuluh tahun darinya. Dari mana ia tahu perbedaan usianya dengan sang suami karen
Sementara itu, Kamini yang berada di dalam kamar mandi setelah menyikat gigi dan mencium kedua ketiaknya untuk memastikan jika keduanya tidak berbau yang tidak sedap, kemudian menurunkan celana dalamnya dan duduk di atas closet untuk buang air kecil bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Kamini tersentak dengan pandangan Dirandra yang telah bertelanjang bulat di depannya dengan tubuh yang terpahat sempurna, seperti patung dewa Yunani yang sering di lihat Kamini di televisi milik bunda Mimi.
Kamini yang masih terbuai dengan ciuman Dirandra masih memejamkan mata dan terdiam tak bergerak. Seolah ia pasrah dengan apa yang akan diperbuat oleh Dirandra.Ingat ..., Ami semua demi Abah.Tak terasa air mata mengalir dikedua sudut matanya ia teringat jika hanya tinggal sang ayah dan keluarga bibinya saja yang ia punya. Ibunya
Kamini kembali menunduk, Dirandra memegangi dagunya menengadahkan wajah Kamini. Dirandra menundukkan kepala dan melumat bibir Kamini dengan ciuman yang dalam dan intens. Kembali ia mengangkat tubuh Kamini agar kakinya melingkar di pinggangnya. Kemudian menyandarkan tubuh Kamini di dinding bilik shower dan kembali memasukinya.Kamini mengalungkan kedua tangannya di leher Diandra. Diandra dengan gemas mencumbu leher dan bahu Kamini dan bahkan sampai didada, perut dan pangkal pahanya tak luput dari jejak bibirnya.
"Mbak Kamini!"Kamini menoleh dan tersenyum kepada Sardi. Ia berjalan menghampiri Sardi yang sedang memangkas rumput di sebelah ayunan."Iya Kang, eh kenalan dulu atuh, saya teh Kamini panggil aja Ami. Ami mah gadis desa juga nggak usah dipanggil Mbak,” ujar Kamini dengan malu-malu dan mengulurkan tangannya.
"Jadi Nak apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Burhan."Kamini kemarin sudah minta ijin sama Bunda mau kerja Ayah,” jawabnya."Kerja apa itu?""Kamini dapat ruko, begitu rencananya mau jualan."
"Bunda ikut ya Nak, Bunda mau lihat usaha Kamini. Boleh?""Boleh Bunda, biar nggak ada yang curiga dengan Ami," ujar Kamini sembari melirik wajah suaminya.Usaha yang didirikan Kamini baru berdiri selama tiga tahun terakhir. Ia memang ti
Asoka merogoh kantong celananya dan memeriksa pesan dari Kenzo. Abang Kenzo: “Dek, Abang nggak bisa jemput karena ban motor pecah nih. Untung ketahuan tadi pas Abang beli nasi padang. Kamu dijemput Janu saja ya?”Asoka: “Nggak usah Bang, Asoka naik ojek saja. Abang Janu masih ada pertandingan basket katanya.”
Dua minggu berselang, Kenzo yang sudah semakin membaik kembali ke rumah. Kamini bersama dengan Janu juga sudah kembali ke sana. Kedua anak itu tampak sangat bersemangat, Kenzo di tepi kolam renang dengan gembira memainkan legonya seraya melihat Janu saudaranya sedang bermain air bersama dengan kedua sepupunya yang lain di dalam kolam renang.Kamini menyaksikan keasikan ketiga putranya dari pintu kaca penghubung dapur bersih dan halaman samping terse
Kamini menghela nafasnya. “Semoga setelah melihat ini, Abang bisa berubah pikiran dan merestui Ami. Ami sayang kalian berdua, jadi tolong jangan suruh Ami memilih,” ujar Kamini lagi dengan tatapan memohon kepada Edgar.Kamini menyimpan laptop persis di depan Edgar ia memilih salah satu file dan kemudian membukanya di hadapan Edgar.
“Akhirnya kamu menikah Nak,” ucap Delphina begitu berada di sebelah Kamini seraya menangkup wajah putrinya.Begitu banyak wejangan yang diberikan oleh sanak saudara yang hadir. Minus kehadiran Edgar, Kamini sedih karena saudara sulungnya tidak hadir tetapi dilain pihak jika abangnya itu ada disini ia tidak akan menikah dengan Dirandra. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi jika nanti abangnya itu tahu.
“Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta restu melamar Kamini kembali. Saya cinta Kamini Pak, Bu,” ujar Dirandra.“Setelah lima tahun, kamu baru sekarang menginjakkan kaki di sini? Emang berapa jauh sih dari Garut ke Bandung?”
“Kok, mukanya sama kayak Abang, yah? Beda sama Asoka?” tanya Kenzo seraya meneliti wajah Janu.
Dirandra keluar dari kamar mandi bersamaan dengan perawat yang sudah kembali ke depan. Dirandra mengamati Kamini yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang.
Dirandra merapatkan dekapannya tangannya sudah berpindah menahan tengkuk Kamini dan menekan tulang punggung Kamini menguncinya rapat menempel padanya. Dirandra menundukkan wajahnya dan tanpa bis ditahan lagi keduanya saling melekatkan bibir dan melumat, bertukar saliva yang hambar tapi terasa manis untuk keduanya. Lidah dirandra menyerbu masuk ke dalam rongga mulut Kamini, mengabsen setiap gigi geligi.
Kamini bernafas lega saat Dirandra mengangguk. Janu juga sudah mulai rewel minta tidur. Kamini menyuruhnya untuk membersihkan diri. Untuk anak berusia lima tahun ia sudah cukup mandiri. Asmah datang membawakan baju ganti untuk mereka semua. Tadi, sebelum ke Rumah Sakit. Asmah juga sudah mampir ke rumah Dirandra untuk membawakan baju ganti untuk Burhan, Dirandra dan juga Tanti.