Kamini merasa tubuhnya bergetar gugup saat merasakan bukti gairah Dirandra menekan pantatnya. Kedua tangannya mencengkeram toples kaca itu erat-erat sejak Dirandra memberikan padanya tadi.
"Tuan bisa mundur sedikit?" cicitnya. Suaranya nyaris seperti bisikan hampir tak terdengar. Kamini gugup luar biasa ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Terlebih seorang pria dewasa seperti Dirandra yang berbeda sepuluh tahun darinya. Dari mana ia tahu perbedaan usianya dengan sang suami karena tadi mama mertuanya yang mengatakan padanya. Semua kesukaan dan apa yang tidak disukai oleh Dirandra diberitahukan kepadanya. Kamini merasa gelisah, ia takut apa yang diutarakannya menyinggung suaminya.
Tapi ini semua terasa terlalu dekat, perut bagian bawahnya sudah menempel di tepi meja kabinet. Apalagi daster yang digunakannya sudah tipis. Buktinya kedekatan tubuh keduanya dan hawa panas yang terpancar dari tubuh Dirandra seolah-olah meresap bersinggungan dengan pori-pori kulit tubuhnya.
Perasaan apa ini, tak mungkin ia tertarik pada suaminya. Nyeri di hatinya ada rasa tak rela menjadi istri kedua terlebih mereka menikah siri dan setelahnya ia akan dicampakkan begitu saja.
Ah.. nasib nasib. Nggak mungkin juga Tuan suka sama aku dia mepet-mepet gini juga pasti pingin cepat-cepat bikin aku hamil. Dasar mesum !
Kamini tak bergeming kepalanya menunduk menahan kekecewaan yang pasti sudah terlihat di wajahnya. Ia tak berani bergerak tangannya masih dengan setia memegangi sisi toples yang diambilkan oleh Dirandra tadi. Ia takut menyinggung suaminya dan nanti suaminya lebih menyakitinya. Seperti cerita di televisi. Serba salah bukan?
Dirandra merasakan ketegangan dari istri mudanya yang memang masih muda belia dua puluh tahun, bukan. Wanitanya ini jelas belum pernah terjamah oleh pria manapun, buktinya dengan ia sengaja mendekatkan diri seperti ini, wajah sang istri sedari tadi menunduk dan merona. Dirandra menatap telapak dan jari jemari sang istri yang bergetar dan mencengkeram erat toples kaca tadi, tetapi bayangannya adalah bagaimana jika miliknya yang berada dalam genggaman sang istri.
Dirandra menempelkan bagian depan tubuhnya merapat pada punggung Kamini, hal itu membuat Kamini terhuyung sedikit ke depan sehingga perut bawahnya menempel pada meja kabinet di dapur rumahnya yang temaram. Ia menunduk menatap leher Kamini terekspos karena ia mengikat rambutnya persis di atas puncak kepalanya membentuk ekor kelinci.
Dirandra yang sedari tadi sebenarnya sudah memerhatikan gerak gerik Kamini dari lorong antara dapur dan ruang makan, ia memang sengaja mencari Kamini karena setelah ia bercinta dengan Yolanda tadi. Dirandra ingin segera menuntaskan malam pertamanya dengan Kamini. Ia sudah sempat mencari di paviliun tapi Kamini tak ada di sana.
Dengan penampakan Kamini yang sederhana seperti ini entah kenapa membuat hasratnya seketika naik berkali-kali lipat tak seperti biasanya. Padahal ia suka dengan wanita yang berpenampilan menggoda dan bertubuh berisi dan sintal dengan dada besar seperti Yolanda, tubuh dewasa seperti lekuk gitar spanyol dengan lingerie yang ia belikan. Bukan wanita hanya berdaster lusuh yang pastinya sudah terlalu sering cuci pakai.
Dirandra mengangkat kedua tangannya menangkup kedua sisi leher Kamini dengan tatapan sayu dan sudah diliputi gairah, gerakannya membuat desahan kaget tak sengaja meluncur dari bibir mungil tapi penuh milik Kamini.
"Ah ...," desah Kamini terperanjat, tetapi ia tak berani bergerak. Tubuhnya terpaku di tempat, ia bingung antara meronta mencoba lepas atau membiarkan sang suami mengambil haknya. Jika ia disuruh memilih tentu opsi pertama yang ia ambil. Meronta dan kemudian pergi sejauh mungkin dari semuanya, tapi bagaimana dengan pengobatan sang ayah?
Dirandra tersenyum miring sudut bibirnya membentuk seringai. Ia melanjutkan aksinya mengusap bahu istrinya turun ke lengan atasnya, telapak tangannya berhenti di sana kemudian mengeratkan genggamannya pada lengan kurus sang istri dan mendekatkan bibirnya dengan nafas yang berbau segar ke telinga kanan Kamini berbisik lirih dan serak, "Siapkan dirimu malam ini, aku tunggu di kamar paviliun." Setelah berkata demikian bibir Dirandra menyesap sisi leher sebelah kanan hingga meninggalkan bekas. Kamini pasrah karena tekanan kepala Dirandra membuatnya harus menelengkan kepalanya kesamping. Dirandra kemudian meninggalkan Kamini sendirian di dapur dengan bersiul.
Pria mesum! Batin Kamini, yang dadanya seperti ingin melompat keluar karena debarannya terdengar sampai gendang telinganya. Tangannya yang masih bergetar segera memeluk toples erat di dada, menyalurkan rasa gugupnya. siapa tahu dengan begitu bisa berkurang.
***
Kamini mengusap dahinya yang sudah berkeringat dan kedua telapak tangannya yang bergetar ia remas-remas sedari tadi. Setelah ia meletakkan aneka makanan dan minuman di dapur minimalisnya dan memastikan perutnya sudah terisi dan tidak protes ia berjalan dengan sangat lambat ke arah kamarnya.
Hatinya sungguh gelisah karena saat ini juga ia harus melepaskan keperawanannya.
Ingat Ami, semakin cepat kamu hamil dan melahirkan semakin cepat juga kamu pergi dari sini.
Kamini berkata demikian tetapi ia juga merasa sedih seandainya nanti ia harus melepas anaknya. sesuatu hal yang sebenarnya belum terjadi, tetapi sudah membuatnya di rundung kesedihan hanya dengan memikirkannya. Ia yakin jika dirinya tidak mandul dan perkara ia bisa hamil cepat atau lambat pasti akan terjadi. Jika Tuhan mengijinkan tentu saja.
Kamini membuka pintu kamar, seketika langkahnya terhenti setelah menutup pintu. Di sana, tepat di atas ranjangnya Dirandra setengah bersandar di kepala ranjang dengan punggungnya yang diganjal bantal tubuh bagian atasnya sudah telanjang dengan satu lengannya tertekuk menyangga kepalanya sedangkan yang sebelah lagi berada diatas perutnya yang rata. Jelas tubuh Dirandra sangat bagus padat dan berotot dengan warna kulit sawo matang. Tubuh bagian bawahnya tertutup selimut sebatas pinggulnya. Tatapan wajah Dirandra datar dan tajam menelisik ke arahnya.
Kamini memalingkan wajahnya yang sudah merona berjalan ke arah kamar mandi maksud hatinya adalah untuk menggosok gigi dan memastikan dirinya tidak bau keringat.
"Mau ke mana?!" tanya suara bariton itu dengan tegas, tak ada kelembutan sama sekali dari nada suaranya.
Dengan memunggungi Dirandra, Kamini berkata, "Mau ke kamar mandi sebentar, tadi habis makan." Ia beralasan. Kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar mandi.
Dirandra mengepalkan telapak tangannya dan bibirnya membentuk garis tipis serta rahangnya yang mengeras, ia merasa di acuhkan oleh Kamini yang tak mau menatap kearahnya saat berbicara. Memutuskan menyusul Kamini ke kamar mandi saat ia rasa sudah lima menit berlalu gadis itu tak nampak batang hidungnya. Dirandra menyingkap selimut dan berjalan ke arah kamar mandi dengan tidak sabar.
Baru apa sih lama banget? Batin Dirandra. Wajahnya cemberut menatap pintu kamar mandi.
Seumur hidupnya wanita yang menunggunya bukan dirinya yang menunggu. Sebenarnya dalam hatinya berkecamuk keinginan untuk membuat Kamini mengingat dirinya. Dirandra merasa jengkel, marah yang entah harus ia limpahkan pada siapa. Sedikit rasa tak berdaya juga berkecamuk karena selama lima tahun pernikahannya, ia belum juga bisa membuat Yolanda istrinya yang cantik hamil. Lalu bagaimana dengan gadis yang sedang menyibukkan diri di dalam kamar mandi saat ini?
Apakah Kamini akan bisa segera memiliki anak darinya?
Sementara itu, Kamini yang berada di dalam kamar mandi setelah menyikat gigi dan mencium kedua ketiaknya untuk memastikan jika keduanya tidak berbau yang tidak sedap, kemudian menurunkan celana dalamnya dan duduk di atas closet untuk buang air kecil bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Kamini tersentak dengan pandangan Dirandra yang telah bertelanjang bulat di depannya dengan tubuh yang terpahat sempurna, seperti patung dewa Yunani yang sering di lihat Kamini di televisi milik bunda Mimi.
Kamini yang masih terbuai dengan ciuman Dirandra masih memejamkan mata dan terdiam tak bergerak. Seolah ia pasrah dengan apa yang akan diperbuat oleh Dirandra.Ingat ..., Ami semua demi Abah.Tak terasa air mata mengalir dikedua sudut matanya ia teringat jika hanya tinggal sang ayah dan keluarga bibinya saja yang ia punya. Ibunya
Kamini kembali menunduk, Dirandra memegangi dagunya menengadahkan wajah Kamini. Dirandra menundukkan kepala dan melumat bibir Kamini dengan ciuman yang dalam dan intens. Kembali ia mengangkat tubuh Kamini agar kakinya melingkar di pinggangnya. Kemudian menyandarkan tubuh Kamini di dinding bilik shower dan kembali memasukinya.Kamini mengalungkan kedua tangannya di leher Diandra. Diandra dengan gemas mencumbu leher dan bahu Kamini dan bahkan sampai didada, perut dan pangkal pahanya tak luput dari jejak bibirnya.
"Mbak Kamini!"Kamini menoleh dan tersenyum kepada Sardi. Ia berjalan menghampiri Sardi yang sedang memangkas rumput di sebelah ayunan."Iya Kang, eh kenalan dulu atuh, saya teh Kamini panggil aja Ami. Ami mah gadis desa juga nggak usah dipanggil Mbak,” ujar Kamini dengan malu-malu dan mengulurkan tangannya.
"Jadi Nak apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Burhan."Kamini kemarin sudah minta ijin sama Bunda mau kerja Ayah,” jawabnya."Kerja apa itu?""Kamini dapat ruko, begitu rencananya mau jualan."
"Bunda ikut ya Nak, Bunda mau lihat usaha Kamini. Boleh?""Boleh Bunda, biar nggak ada yang curiga dengan Ami," ujar Kamini sembari melirik wajah suaminya.Usaha yang didirikan Kamini baru berdiri selama tiga tahun terakhir. Ia memang ti
Tania yang sedari tadi merasa penasaran dengan kegiatan yang berada di kantor terlebih lagi ada beberapa driver ojol yang melakukan pemesanan. Tania bertanya pada Kamini yang tampaknya sudah selesai melakukan panggilan."Ami, ini kantor apa?""Ini kantor untuk pemesanan
"Selamat bersenang-senang, semangat," ujar Dira sembari membuat gerakan memberikan semangat pada Kamini.Kamini memelototi Dira dengan wajah yang kembali merona. Dira tersenyum lebar dan berbalik badan berlari masuk ke dalam bilik dapur. Dira berhenti di pintu dan menatap Kamini yang masih berdiam diri di dapan dan menjulurkan lidahnya.
Asoka merogoh kantong celananya dan memeriksa pesan dari Kenzo. Abang Kenzo: “Dek, Abang nggak bisa jemput karena ban motor pecah nih. Untung ketahuan tadi pas Abang beli nasi padang. Kamu dijemput Janu saja ya?”Asoka: “Nggak usah Bang, Asoka naik ojek saja. Abang Janu masih ada pertandingan basket katanya.”
Dua minggu berselang, Kenzo yang sudah semakin membaik kembali ke rumah. Kamini bersama dengan Janu juga sudah kembali ke sana. Kedua anak itu tampak sangat bersemangat, Kenzo di tepi kolam renang dengan gembira memainkan legonya seraya melihat Janu saudaranya sedang bermain air bersama dengan kedua sepupunya yang lain di dalam kolam renang.Kamini menyaksikan keasikan ketiga putranya dari pintu kaca penghubung dapur bersih dan halaman samping terse
Kamini menghela nafasnya. “Semoga setelah melihat ini, Abang bisa berubah pikiran dan merestui Ami. Ami sayang kalian berdua, jadi tolong jangan suruh Ami memilih,” ujar Kamini lagi dengan tatapan memohon kepada Edgar.Kamini menyimpan laptop persis di depan Edgar ia memilih salah satu file dan kemudian membukanya di hadapan Edgar.
“Akhirnya kamu menikah Nak,” ucap Delphina begitu berada di sebelah Kamini seraya menangkup wajah putrinya.Begitu banyak wejangan yang diberikan oleh sanak saudara yang hadir. Minus kehadiran Edgar, Kamini sedih karena saudara sulungnya tidak hadir tetapi dilain pihak jika abangnya itu ada disini ia tidak akan menikah dengan Dirandra. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi jika nanti abangnya itu tahu.
“Maksud kedatangan saya kemari untuk meminta restu melamar Kamini kembali. Saya cinta Kamini Pak, Bu,” ujar Dirandra.“Setelah lima tahun, kamu baru sekarang menginjakkan kaki di sini? Emang berapa jauh sih dari Garut ke Bandung?”
“Kok, mukanya sama kayak Abang, yah? Beda sama Asoka?” tanya Kenzo seraya meneliti wajah Janu.
Dirandra keluar dari kamar mandi bersamaan dengan perawat yang sudah kembali ke depan. Dirandra mengamati Kamini yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang.
Dirandra merapatkan dekapannya tangannya sudah berpindah menahan tengkuk Kamini dan menekan tulang punggung Kamini menguncinya rapat menempel padanya. Dirandra menundukkan wajahnya dan tanpa bis ditahan lagi keduanya saling melekatkan bibir dan melumat, bertukar saliva yang hambar tapi terasa manis untuk keduanya. Lidah dirandra menyerbu masuk ke dalam rongga mulut Kamini, mengabsen setiap gigi geligi.
Kamini bernafas lega saat Dirandra mengangguk. Janu juga sudah mulai rewel minta tidur. Kamini menyuruhnya untuk membersihkan diri. Untuk anak berusia lima tahun ia sudah cukup mandiri. Asmah datang membawakan baju ganti untuk mereka semua. Tadi, sebelum ke Rumah Sakit. Asmah juga sudah mampir ke rumah Dirandra untuk membawakan baju ganti untuk Burhan, Dirandra dan juga Tanti.