Share

KAMILA : Kesabaran Menembus Batas
KAMILA : Kesabaran Menembus Batas
Penulis: Putri Hariyono

Tentang Kamila

Penulis: Putri Hariyono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Heeyy anak tak berguna. Lama sekali bikin kopi saja." Seorang kakek tampak menggebrak meja dan berteriak memanggil cucunya, dengan wajah yang sangat kesal.

" Iya kek. Ini dia kopinya. Sudah siap. Tadi gasnya habis, lalu Mila mencari ranting kayu dipekarangan belakang. Mila kesulitan menyalakan apinya, karna kayunya basah terkena hujan malam tadi." Gadis manis berlesung pipi itu datang tergopoh gopoh dengan segelas kopi panas ditangannya. Dia berusaha meredakan amarah Kakeknya, dengan menjelaskan mengapa kopi yang diminta Kakeknya sedari tadi, agak terlambat diseduh Mila.

"Halaaaahhh. Alasan saja kamu ini. Dasar anak tak berguna." Kakek parmin menyeruput kopi itu, sambil menatap tajam pada Kamila- Cucu kandungnya itu.

Kamila yang sudah terbiasa mendengar caci makian Kakeknya, hanya tersenyum tipis. Menampakkan lesung pipinya yang menambah daya tarik gadis itu. Kamila berlalu meninggalkan Kakeknya yang amarah nya sudah sedikit mereda.

Setelah meneggak kopi, Kakek Parmin lantas meninggalkan rumah. Dan sepertinya, dia akan pergi ketempat bermabuk mabukan, diujung desa.

Kamila kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur. Menyiapkan makanan untuk Kakek dan Neneknya, yang sedang terbaring sakit dikamar rumah mereka yang sudah tampak tua. Kamila memanfaatkan bahan makanan yang ada dipekarangan kecil belakang rumah kakek neneknya. Semua itu ditanam oleh Kamila sendiri.

Setelah menyelesaikan pendidikannya sampai Sekolah Menengah Atas, Kamila hanya dirumah saja, menemani sang Nenek. Kamila tak bisa pergi untuk mencari pekerjaan di kota. Kamila tak tega meninggalkan Neneknya. Karna Kamila tau, bahwa Kakek Parmin, tak akan mau mengurus Nenek Sumi. Dia hanya sibuk dengan mabuk dan judi. 

Semenjak Ibu kandung Kamila memutuskan untuk kembali merantau ke kota, Mila dititipkan kepada Kakek dan Neneknya. Sejak umur lima tahun, Kamila tinggal disini. Dirumah peninggalan orang tua Nenek Sumi- Nenek kandung Kamila. 

Ibunya tidak pernah pulang. Hanya uang saja yang dia kirimkan setiap bulannya melalui rekening tetangga, untuk Kamila. Dan sudah dua tahun ini, Kamila tak pernah lagi mendapatkan kiriman Ibunya. Bahkan, Ibunya sama sekali tak pernah lagi berkirim surat pada Kamila.

Sementara Ayahnya,entah lah. Tidak ada yang tau siapa Ayah Kamila. Sejak Ibunya membawa Kamila kecil kekampung halaman, tidak ada siapapun yang tau sosok Ayah Kamila. Ratih- Ibu kandung Kamila, yang semasa gadis sudah merantau ke kota untuk bekerja, dan menghidupi kedua orang tuanya, tiba tiba pulang membawa seorang anak. Kakek Parmin yang merasa tak pernah menikahkan anak gadisnya, juga merasa sangat terkejut melihat kehadiran Kamila, gadis kecil itu. Kakek Parmin tak mau mengakui Kamila sebagai cucunya. Meskipun Ratih, sudah menjelaskan padanya, bahwa Kamila anak kandung Ratih, melalui pernikahannya dengan seorang pria, yang hanya Ratih saja yang tau siapa pria itu.

Semua warga kampung dulu mencibirnya. Kamila kecil dianggap pembawa sial, karna asal usulnya yang tidak jelas. Para Ibu Ibu dikampung itu, tidak mengizinkan anaknya bermain dengan Kamila.

Tapi seiring berjalan waktu, melihat Kamila tumbuh menjadi gadis yang sopan, dan juga sholeha, warga kampung ini sudah menerima Kamila. Bahkan Ibu Ibu yang dulu melarang anaknya bermain dengan Kamila kecil, kini berusaha menjodohkan anak laki lakinya pada Kamila. Tapi Kamila, hanya membalas senyuman jika para Ibu Ibu berkata, ingin menjadikannya menantu. Karna, sepertinya Kamila sudah memiliki seseorang dihatinya. 

Berbeda dengan warga, kakek Kamila sampai sekarang tidak menyukai Kamila. Dia selalu bilang bahwa Kamila anak yang tak berguna. Kakek selalu saja mencaci maki Kamila. Dia menganggap bahwa Kamila penyebab anaknya- Ratih, sampai sekarang tidak ada kabar berita .Namun gadis itu, hanya tersenyum mendengar makian yang dilontarkan oleh kakeknya. Hatinya sungguh sangatlah kuat. 

Nenek Sumi, beliau adalah kesayangan Kamila. Semasa sehat, nenek Sumi tidak pernah membiarkan Kamila melakukan pekerjaan rumah. Nenek Sumi sangat menyayangi Kamila. Karna ya, wajah Kamila sangatlah mirip dengan Ibunya yang merupakan anak satu satunya Nenek Sumi. 

"Mila. Kamu dimana sayang." Nenek Sumi terdengar sedang memanggil Kamila.

"Iya nek. Mila didapur, Nek. Sebentar, ya, Nek." Mila yang tampak sudah siap memasak, dan membersihkan dapur, bergegas menemui Neneknya yang sedang terbaring lemah itu. Nenek Sumi diketahui mengidap penyakit kanker tulang. Yang menyebabkan beliau tidak bisa leluasa bergerak. Jika ingin keluar dari kamar, Nenek Sumi hanya bisa menggunakan kursi roda, karna kakinya yang sama sekali tak bisa bergerak.

"Nenek mau Mila bawakan apa?." Mila menanyakan pada neneknya mengapa Nenek memanggilnya.

"Tidak, Nduk. Nenek hanya ingin tau keadaan kamu. Tadi nenek mendengar, kakek memarahi kamu lagi ya, sayang." Ujar nenek.

"Maafkan Nenek, ya. Nenek tidak bisa melindungi kamu dari sikap kasar Kakekmu, Nak. Nenek lah yang sebenarnya tidak berguna." Air mata Nek Sumi mulai mengalir.

" Nenek. Jangan bicara seperti itu, Nek. Mila sudah terbiasa. Mila tidak apa apa, Nek. Lihatlah, Mila kuat. Mila tidak menangis sedikitpun." Mila berhambur memeluk neneknya yang kini tengah terisak itu. Mila tidak tahan jika melihat Neneknya bersedih. Mila lebih baik dicaci maki oleh Kakeknya, daripada harus melihat sang Nenek menangis. Hati Mila tidak kuat melihat orang yang sangat menyayangi, dan disayanginya itu menangis.

Mereka berdua larut dalam kesedihan, hingga suara daun pintu kamar yang ditendang menyadarkan mereka .

Bruuukkkk.

"Anak tidak berguna. Malah enak enakan kamu tidur disini. Sana kerja. Buk Endang tadi bertanya kapan cuciannya akan diantar. Kamu malah enak enakan tidur, ya. Kamu itu membuatku geram saja." Kakek Parmin menghampiri Kamila, lalu menarik rambut panjang wanita itu. Sungguh, Mila sangat menderita. Dia berusaha menahan rasa sakit dikepalanya. Tapi tidak mampu melepaskan tangan Kakeknya yang kuat, dan sepertinya sedang mabuk itu. 

" Pak. Eling, Pak. Lepaskan Mila, Pak. Dia ini cucu kamu. Kasihan Mila, Pak." Nek Sumi sedikit berteriak pada suaminya itu, dan terus menangis sesenggukan. 

Karna kesal melihat istrinya menangis, Kakek Parmin akhirnya melepaskan tangannya dari rambut Kamila. Lalu kembali pergi meninggalkan rumah.

Ya, begitulah kebiasaan Kakek Parmin. Semenjak anak kesayangannya- Ratih, tidak ada kabar berita, kebenciannya pada Kamila semakin bertambah. Dia acap kali menyiksa Kamila. Gadis malang itu hanya bisa menangis tanpa suara jika terasa sakit mendera tubuhnya. Kakek Parmin juga kerap pergi untuk mabuk mabukan dan berjudi, dengan meminta uang hasil Kamila mencuci pakaian para tetangga. 

Kamila melakukan pekerjaan itu, karna bisa menghasilkan uang, tanpa meninggalkan nenek Sumi dirumah. Para tetangga juga sangat senang dengan hasil cucian Kamila yang bersih dan wangi. Tak sedikit juga, pelanggan Kamila berasal desa sebelah. 

"Mila, kamu tidak apa apa sayang? Maafkan Kakekmu, ya, Nak." Nenek Sumi terisak melihat Kamila kesakitan sembari memegang rambutnya. 

" Tidak Nek. Mila baik baik saja. Nenek makan dulu ya. Sebentar, Mila ambilkan." Mila langsung bergegas kedapur untuk mengambil makanan Neneknya.

Kamila yang malang itu, sangat kuat hatinya. Tak pernah merasa menyesal, atas kehidupannya. Kamila juga selalu merasa bersyukur pada Allah, karna masih memberikan kesehatan padanya, hingga ia bisa menjaga Neneknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pertemuan Kamila dan Setya

    Setelah siap menyuapi Neneknya, Kamila pergi kedapur. Mengambil pakaian bersih yang sudah di cucinya, dan sudah dikemas rapi dalam plastik. Kamila bersiap mengantarkan nya kebeberapa rumah langganan nya. Kamila mengenakan kerudung, lalu berpamitan pada Nek Sumi.Kamila berjalan kaki dengan bawaan nya yang lumayan berat. Dipeluknya beberapa kantong kresek bersih yang berisi pakaian para tetangga itu, agar tak terjatuh kejalanan.Diperjalanan, Kamila dikejutkan oleh Setya- sahabat Kamila sejak kecil, yang tiba tiba saja sudah berjalan berdampingan dengan nya." Sini, aku bantu." Tanpa persetujuan Kamila,Setya mengambil begitu saja barang bawaan Kamila." Setya, itu tidak perlu. Aku bisa sendiri kok." Kamila yang memang tidak mau merepotkan orang lain itu, tentu menolak bantuan Setya." Kamu ini, Mil, seperti baru mengenalku saja. Kenapa sih selalu menolak bantuanku? Aku ini kan tampan dan baik hati. Hehehe. Mengapa kamu tidak mau berjalan

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keputusan Mengejutkan

    "Nek, ini uang hasil cucian Kamila. Nenek pegang sebagian, ya. Sebagian lagi akan Mila belanjakan ke warung Bu Ani. Mila akan membeli beras dan beberapa kebutuhan dapur." Kamila menyerahkan uang seratus lima puluh ribu pada neneknya. Sedangkan seratus lima puluh ribu, sisanya, akan dibawa kewarung untuk membeli kebutuhan dapur."Mila sayang, kamu pegang saja semua ya, Nduk. Nenek tidak perlu uang ini. Memangnya Mila gak kepengen beli kerudung atau pakaian baru?" Nek Sumi menyerahkan uang itu kembali ketangan Kamila.Karna selama ini, Kamila tidak pernah membeli barang barang pribadi untuk dirinya. Baju dan kerudung yang dipakai oleh Kamila,kebanyakan diberi oleh tetangga mereka. Dan yang lebih sering, Bu Indri- Ibu Setya yang memberi banyak baju untuk Kamila. Tak jarang juga, gamis yang diberi oleh Bu Indri, adalah gamis yang masih baru. Begitupun juga dengan kerudung. Kamila kerap kali menolak dengan sopan pemberian Bu Indri. Karna Kamila merasa tidak enak sudah merep

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Restu

    Setelah Ayah Setya, pulang dari puskesmas, tempatnya bertugas, Setya akan mengutarakan niatnya pada Ayah dan Ibunya, nanti seusai melaksanakan sholat maghrib.Ba'da maghrib, Ayah dan Ibu Setya nampak sedang duduk bersantai diruang keluarga, sambil menonton televisi. Keluarga mereka tampak begitu hangat. Tak satupun yang terlihat memegang gawai, saat sedang berkumpul bersama.Setya terlihat sedikit tegang, ketika akan berbicara pada Ibu dan Ayahnya. Meski tekad nya sudah bulat, dan pasti Ibu dan Ayahnya akan setuju jika ia menikah dengan Kamila, tapi Setya tak begitu yakin jika Ibu dan Ayahnya akan mengizinkannya menikah dalam waktu yang terbilang singkat. Dibarengi, dengan pendidikannya, yang sebentar lagi juga akan berakhir. Ibu dan Ayahnya, pasti menyarankan agar Setya menikah usai wisuda. Dan dia, tak akan sabar lagi menunggu waktu itu. Dia sudah banyak melihat penderitaan Kamila, meski gadis itu selalu menyembunyikannya."Bunda, Ayah, asik banget nonto

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Lamaran terhadap Kamila

    "Assalamualaikum." Pak Wiguna mengucap salam dan mengetuk pintu rumah nek Sumi. Mereka sudah memutuskan, akan segera menikahkan Kamila dan Setya. Karna Setya, sudah merasa yakin dengan itu. Bu Indri dan pak Wiguna juga tidak bisa menghalangi niat baik putra mereka. "Waalaikumsalam." Kamila menjawab dari dalam rumah, sembari membukakan pintu. Gadis berhijab itu tertegun melihat pak Wiguna, bu Indri, dan Setya berada di ambang pintu. Kamila lantas menjunjung tangan bu Indri dan pak Wiguna ke dahinya. Bu Indri tampak mengenakan gamis set sederhana, namun tampak mewah berada di tubuhnya. Bu Indri juga tampat membawa bingkisan berupa buah-buahan yang terbungkus rapi, di tangannya. Sementara pak Wiguna dan Setya, mengenakan celana bahan, dan kemeja lengan panjang bercorak batik. Setya terlihat semakin tampan memakai pakaian formal seperti itu. Setya juga memakai tas selempang kecil di pundaknya, yang entah apa isinya. Mereka datang hanya berjalan

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kelicikan Kakek Parmin

    Menunggu kedatangan kakek Parmin, bu Indri dan nek Sumi tampak berbincang hangat. Pak Wiguna juga terlihat ikut mengobrol bersama mereka. Sementara, Setya, melirik-lirik ke arah Kamila. Yang jika Kamila menoleh ke arahnya, dia mengedipkan sebelah matanya pada Kamila. "Bu Sumi, kakinya sudah mulai bisa digerakkan, ya?" Bu Indri menanyakan perihal kesehatan nek Sumi. "Iya, Nak Indri. Sudah tidak terlalu kaku. Nak Wiguna merawat saya dengan baik," ucap Nek Sumi tersenyum sembari menyebut nama Pak Wiguna, yang mengurus penyembuhan kakinya itu. Pak Wiguna rutin datang kerumah nek Sumi setiap dua hari sekali, untuk melakukan cek pada kaki nek Sumi yang terkena kanker tulang itu. Pak Wiguna juga memberikan pengobatan dengan sukarela pada nek Sumi, dengan arti, nek Sumi tidak perlu membayar pengobatannya pada pak Wiguna. Meskipun, obat nek Sumi relatif mahal, dan jarang sekali ada stok obat dari Puskesmas desa, pak Wiguna selalu menggunakan uang pribadiny

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Aral melintang

    Kakek Parmin sudah diatasi. Sekarang, satu masalah lagi datang. Jika ingin menikah, Kamila harus mencari tahu siapa ayah kandungnya untuk menjadi wali pernikahan. Karna seperti yang diketahui, kakek Parmin adalah kakek dari pihak ibu. Tentu saja, kakek Parmin tidak punya andil untuk menjadi wali di pernikahan Kamila. "Semua yang dikatakan Kakek itu, benar adanya, Setya. Bagaimana mungkin kita bisa menikah, jika Ayah kandungku, tak pernah ada yang mengetahui sosoknya, kecuali Ibu." Kamila membuka suara, dengan sisa tangisan yang baru saja mereda. Dengan suaranya yang lembut, Kamila mengiyakan perkataan kakek Parmin barusan. "Sementara Ibu, sudah puluhan tahun tidak pulang. Bahkan, dua tahun belakangan ini, Ibu tak pernah memberi kabar," imbuhnya dengan nada sedih mengingat sang Ibu yang tak kunjung terdengar kabar beritanya. "Tenang lah, Kamila. Aku akan berusaha mencari jalan keluar untuk masalah ini. Aku berjanji padamu." Setya menenangkan Kamila. Tekad lela

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Setya kembali ke kota

    Hari ini, Setya kembali ke kota untuk kuliah. Karna masa akhir pekan sudah berlalu. Sebenarnya, hati Setya sangat berat meninggalkan Kamila di desa. Tapi, dia juga tak bisa libur dari kuliahnya, karna sedang berlangsung ujian. Setelah pamit dengan Kamila kemarin sore, dan meninggalkan sebuah ponsel pada Kamila, hati Setya tak lagi begitu gelisah. Dia sudah sedikit tenang, karna bisa bertanya kabar Kamila, melalui telepon. Setya memberikan ponsel yang dulu dibelikan oleh ayahnya, pada Kamila. Ponsel itu sudah jarang ia gunakan. Karna, Setya sudah memiliki ponsel baru, yang dibelinya memakai uang dari gajinya bekerja. Dan atas usul dari pak Wiguna dan bu Indri juga, Setya memberikan ponsel itu pada Kamila. Agar Setya tidak berat hati meninggalkan Kamila. Ya, meskipun ibu dan ayah Setya berada di desa yang sama dengan Kamila, dan jarak rumah mereka tidak begitu jauh, Setya tetap saja tak tenang. Jika sewaktu-waktu Kamila memerlukan bantuan, dan dia

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Pencarian Ratih dimulai

    Setya dan Rizki sudah sampai di pos, tempat pengiriman surat terakhir yang dikirim oleh Bu Ratih, ke desa. Setelah memasuki pagar, Setya dan Rizki lalu memakirkan motor Setya. Di sana terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya, telah bekerja cukup lama di kantor itu. Bisa dilihat dari pakaian dinasnya yang sudah tampak sedikit usang. Melihatnya, Rizki lantas menghampiri lelaki itu. "Selamat sore, Pak," ucap Rizki, sembari menyambangi lelaki yang terlihat seusia ibunya itu, dengan duduk persis di samping lelaki yang tengah santai di kursi panjang, di halaman kantor tersebut. "Iya, Nak. Ada yang bisa saya bantu?" balas lelaki itu ramah pada Rizki dan Setya. "Mari, duduk," ujar lelaki itu pada Setya yang tampak masih berdiri di samping Rizki. "Iya, Pak. Perkenalkan, saya Setya." Setya kemudian duduk di sebelah Rizki, lalu mengulurkan tangannya pada lelaki berseragam kantor pos itu, yang lantas disambut hangat olehnya. "Saya, Jupr

Bab terbaru

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kamila Hermawan

    "T--appi ... kenapa, Paman?" tanya Kamila. Mengapa ia harus begitu waspada, pikirnya. "Nak, ayah Kamila ... bukanlah orang biasa. Beliau dulunya ialah pengusaha besar." Jupri mulai menjelaskan. Kamila mendengarkan dengan seksama. Ia tak ingin terlalu banyak bertanya. Dirinya membiarkan paman Jupri menjelaskan. "Kamila harus mengetahui lebih dulu, jika ayah Kamila, diyakini orang-orang telah meninggal dunia. Namun, yang paman tau ialah, kematian beliau sengaja dipalsukan," lanjut Jupri."Dipalsukan? Jadi maksudnya, suami Ratih itu masih hidup, namun sengaja dibuat seakan-akan sudah meninggal dunia? Begitukah nak Jupri?" Kakek Parmin berusaha meresapi ucapan Jupri. "Betul sekali, Pak. Itu ialah dampak, karna oknum-oknum tersebut tak ingin harta dari ayah Kamila, jatuh ke tangan Ratih masa itu." Jupri menceritakan sebenar-benarnya. Meskipun ia sudah bercerita akan hal ini pada Setua dan Rizki saat itu, namun rasanya akan lebih lega lagi, jika ia juga menceritakan perihal ini pada Ka

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keresahan mulai sirna

    "Hussshhhh ... hentikan mengatakan hal itu. Kamila tak bersalah akan masa lalu dari orang tua Kamila. Kamila anak yang baik. Buktinya, meskipun telah mengetahui semuanya, Setya serta keluarganya tetap mau menerima Kamila. Benar, kan?" Nenek Sumi semakin meyakinkan Kamila agar tak gegabah membatalkan pernikahannya dan juga Setya begitu saja.Kamila menatap lekat wajah sang nenek. Bagaimana mungkin, ia mengecewakan wanita pengganti sosok ibu baginya itu dengan membatalkan pernikahan. Sedangkan sang neneklah yang paling bahagia saat Kamila mengabarkan jika Setya akan melamarnya."Kamila mengerti, Nek. Kamila akan memikirkannya lagi. Nenek istrirahatlah, ya. Kamila ingin berbicara dengan paman Jupri dan juga kakek," ucap Kamila, lalu ke luar dari kamar. Di ruang tamu, Kamila melihat paman Jupri dan jiga kakeknya sedang mengobrol. Kamila yakin, yang mereka bicarakan tak lain dan tak bukan ialah perihal orang tuanya. "Mil ... sini duduk, Nak." Kakek Parmin meminta Kamila yang berdiri di a

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Berperang dengan batin

    "Tidak usah terlalu dipaksakan, Pak. Kami tau, Kamila pasti sangat terkejut. Biarkan dirinya bertenang dulu." Pak Wiguna meminta kakek Parmin agar tak terlalu mendesak Kamila perihal pernikahan ini."Sekali lagi, Kamila mohon maaf, Ayah, Bunda ... emmm ... Setya." Kamila kembali meminta maaf pada tiga orang yang sangat menyayanginya itu. Mata indahnya menatap ke arah Setya. Tak dipungkiri, hati kecilnya sangat tak ingin mengecewakan Setya dan juga keluarganya.Setya tersenyum tulus ke arah Kamila. Membalas tatap mata kekasih yang sangat dipujanya, "Tidak apa, Kamila. Jangan jadikan beban. Kita jalani saja semua prosesnya. Aku akan bersabar, menunggu apapun keputusanmu," ucapnya kemudian.Meskipun di hati kecilnya sangat mengharapkan persetujuan dari Kamila untuk menikah, namun Setya tak ingin memaksa Kamila. Dia sangat tau, gadisnya itu butuh waktu untuk menerima kenyataan tersebut."Paman, tinggallah di sini. Kamila masih ingin mengobrol dengan paman. Apa paman berkenan?" Dengan nada

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Keraguan

    Pak Jupri meyakinkan diri Kamila, hingga tangis gadis itu perlahan mereda. Entah mengapa, hatinya sangat teriris melihat Kamila menangis. Membuatnya terbayang lagi akan sosok sahabatnya--Ratih. Sahabat yang sangat ia rindukan, kini seperti sedang berada di hadapannya, dengan penampilan yang berbeda. Tak dapat lagi dipungkiri, raut wajah Kamila, sama persis dengan sang ibu. Hidung bangir, kulit putih merona, alis dan bulu mata yang tebal, juga sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Ratih. Yang berbeda hanyalah, cara berpakaiannya saja. Jika dulu, Ratih kerap berpenampilan dengan dress selutut, menunjukkan kaki jenjangnya, kini putrinya, menutup seluruh bagian tubuhnya dengan gamis, serta tudung labuh. "Kamila, sayang, jangan terlalu difikirkan, Nak. Semua sudah jelas sekarang. Ayah, Bunda, juga Setya tak pernah mempermasalahkan segalanya. Tenanglah, Nak," ucap bu Indri lagi-lagi. Dirinya tak ingin, Kamila merasa rendah diri. Sebab baginya, Kamila ialah gadis sempurna yang dipilih unt

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Batalkan Saja?

    Bertujuan, agar suasana tak begitu canggung. Juga agar, dirinya bisa mengatakan kenyataan bahwa Kamila ialah putri yang dikandung ibunya, sebelum sah menikah dengan sang ayah biologis. Berat rasanya mengatakan hal tersebut pada gadis yang berhati baik seperti Kamila."Berarti, teman ibu yang sangat baik itu, adalah Paman? Maafkan Kamila, yang tak mengenali paman." Kamila perlahan mengingat sosok Jupri, yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sangat menyayanginya semasa kecil. Sosok yang pernah dianggapnya sebagai sang ayah. Namun sayang, mereka harus terpisah karna rasa tak enak hati dari ibu Kamila sendiri."Iya, Nak. Tak apa. Wajar saja. Sudah belasan tahun berlalu. Wajar, jika Kamila tak lagi mengenali paman." Pak Jupri tersenyum pada Kamila. Memaklumi gadis itu. "Tentang pernikahan, paman datang kemari, untuk meminta persetujuan dari Kamila dan juga dari kakek serta nenek Kamila." Pak Jupri lalu kembali membahas perihal pernikahan Kamila dan juga Setya."Persetujuan apa itu, Na

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Kenyataan Pahit

    "Uang ini Setya berikan kembali pada nek Sumi. Setya ikhlas. Untuk membantu kebutuhan nenek dan juga kakek." Setya lantas memberikan uang itu pada nek Sumi."Nak Setya ..." ucap nek Sumi."Tidak, Nek. Jangan menolaknya lagi. Setya mohon." Bagai tau apa yang akan dikatakan nek Sumi, Setya mencegah lebih dulu untuk nek Sumi menolak pemberiannya."Benar, Bu Sumi. Sudah, simpanlah. Setya memberi dengan sepenuh hatinya. Lagipula, uang itu adalah hasil kerja Setya sendiri," ucap bu Indri kemudian.Mendengarnya, nek Sumi yang masih tak enak hati, menerima pemberian Setya, dan tak memberikan penolakan lagi."Sudah, ya. Semua sudah selesai. Semua sudah saling memaafkan. Kalau begitu, kita kembali ke tujuan awal berkumpul di sini. Benar begitu, Pak Parmin?" Pak Wiguna lalu membuka topik utama yang akan dibicarakan mereka malam ini."Benar sekali, Nak Wiguna." Kakek Parmin mengiyakan.Semua orang mendengarkan dengan seksama. Termasuk Pak Jupri, juga Rizki yang sedari tadi hanya menyimak pembicar

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Saling Maaf

    "Hahahahaha. Tidak, tidak. Aku tidak marah, Kamila. Aku hanya bercanda." Setya kemudian tertawa melihat wajah kebingungan Kamila. Dia sengaja, menggoda Kamila seperti itu.Tingkah Setya, membuat semua orang tertawa. Namun tidak dengan Kamila. Gadis cantik itu merasa malu, hingga membuat semburat merah muda timbul di pipinya. Sebelumnya, dia sangat takut, karna Setya berbicara dengan wajah yang begitu serius, seakan sedang mengintrogasinya."Setya. Hush. Kamu ini, senang sekali menjahili Kamila." Bu Indri mencubit pelan lengan Setya, yang duduk di sebelahnya."Hehe, maaf, Bun. Maaf ya, Kamila," ujar Setya pada Kamila dan juga bundanya. Masih dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya."Jangan takut, ya, Mil. Setya hanya bercanda. Ayah sama Bunda sudah menjelaskan kok, mengapa Utari bisa bebas. Setya sudah memakluminya." Pak Wiguna mengimbuhi.Kamila hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Setya dan pak Wiguna. Hatinya sedikit lega, karna Setya tak lagi mempersoalkan pasal Utari.

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Menggoda Kamila

    "Tapi, Ki. Ini tak adil untuk Kamila." Setya yang merasa masih ada yang mengganjal di hatinya, melihat gadis itu bebas berkeliaran, dengan apa yang sudah diperbuat pada Kamila, mencoba membantah perkataan Rizki."Sshhtt ... sudah, Nak. Sudah, ayo kita bergegas. Kamila pasti sudah menunggu." Bu Indri lagi-lagi berusaha menenangkan hati Setya."Hhfffft ... baiklah, Bunda." Tak lagi membantah, Setya menurut apa yang dikatakan oleh bundanya. Karna dia sadar, bahwa tujuan awalnya kembali ke desa ini adalah, untuk rencana pernikahannya dengan Kamila.Setya berusaha menata suasana hatinya, agar kembali tenang, sembari melanjutkan perjalanan ke rumah Kamila, yang sudah tak lagi jauh. "Itu muka, diberesin dulu, kaliiii. Kusut banget, kek belum disetrika. Nanti, bukannya Kamila jatuh cinta, malah jadi takut melihatmu seperti itu." Rizki mencandai Setya, agar suasana hati sahabatnya itu, kembali baik."Ck. Kamu ini, ada-ada saja. Mana mungkin, Kami

  • KAMILA : Kesabaran Menembus Batas   Tertangkap Oleh Setya

    "Wanita kejam ini, yang telah mencelakai Kamila!" ujar Setya dengan amarah di wajahnya.Bu Indri, pak Wiguna, serta pak Jupri yang berjalan lebih dulu di depan Setya dan Rizki, menghentikan langkah kaki mereka, karna mendengar sentakan Setya yang cukup keras.Melihat suasana yang sudah tak kondusif, dan amarah Setya yang mulai tak terkendali, para orang tua itu 'pun menghampirinya. Pak Wiguna dan pak Jupri, sampai berlari² kecil ke arah Setya, untuk menghentikannya."Setya, hentikan, Nak! Ayah akan menjelaskan semuanya. Tenanglah dulu," pujuk pak Wiguna pada Setya."Tenang bagaimana, Ayah? Wanita ini, yang sudah memberikan cacat pada wajah Kamila, tiba-tiba bisa bebas seperti ini." Setya yang sejak tadi mencekal pergelangan tangan wanita yang ternyata adalah Utari itu, makin merasa geram.Utari meringis kesakitan, karna cengkraman Setya yang cukup kuat di pergelangan tangannya."Aw. Setya, lepaskan aku. Kenapa kau menyakitiku seperti ini." Utari memohon agar Setya melepaskan cengkrama

DMCA.com Protection Status